Anda di halaman 1dari 9

VARIABEL PSIKOLOGI RESILIENSI

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial
Dosen pengampu : Siti Fatimah, S.Psi.,M.Pd

Disusun Oleh :
Neng Rianti Noorista NIM. 22010025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FALKUTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP SILIWANGI
TAHUN 2023
KOP SURAT

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)


BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
Komponen : layanan Dasar
Bidang Layanan : Klasikal
Topik / Tema Layanan : Pertahanan diri, Menoreh Prestasi
Sasaran Kelas / Semester : IX ( Sembilan ) / Ganjil
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
A. Tujuan Layanan
1. Peserta didik/konseli dapat mendefinisikan konsep ketahanan.
2. Peserta didik/konseli dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan.
3. Peserta didik/konseli dapat menjelaskan strategi untuk meningkatkan ketahanan dalam
kehidupan pribadi.
B. Metode, Alat dan Media
1. Metode : Ceramah, Curah pendpat dan tanya jawab
2. Alat/Media : power poin tentang Pertahanan diri, Menoreh Prestasi
C. Langkah-langkah Kegiatan Layanan
1. Tahap Awal/Pendahuluan
1.1. Memberikan salam/sapa kepada peserta didik, kemudian mengajak peserta didik
untuk mengaawali kegiatan dengan berdo’a dan mencatat kehadiran.
1.2 Guru Bk memberikan pengantar singkat tentang tujuan
2 Tahap Inti
2.2. Guru mengenalkan konsep ketahanan ( Resiliensi ) menjelaskan pentingnya
resiliensi dalam menghadapi tantangan dan stres dalam kehidupan. ( menayangkan
power poin materi )
2.3. Guru membahas faktor-faktor seperti dukungan sosial, pemahaman emosi,
kepercayaan diri
2.4. Guru menyampaikan beberapa strategi untuk meningkatkan ketahan.
2.5. Peserta didik berdiskusi tentang bagaimana penerapan strategi dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
2.6. Guru memberikan latihan sederhana kepada peserta didik untuk memikirkan
tentang pengalaman mereka dengan tantangan dan cara mereka mengatasi masalah
tersebut. ( diskusi kelompok kecil untuk berbagi pengalaman )
3 Tahap Penutup
3.1. Guru BK mengajak peserta didik untuk senantiasa belajar dengan tekun dan menoreh
prestasi sebanyak-banyaknya
3.2. Guru BK menyampaikan materi layanan yang akan datang dan mengakhiri kegiatan
dengan berdoa dan salam.
D. Evaluasi
1. Evaluasi Proses : Guru BK tidak memberikan ujian tertulis, tetapi peserta didik akan
dinilai berdasarkan partisipasi aktif dalam diskusi.
2. Evaluasi Hasil : peserta didik membuat catatan mengenai tiga langkah konkret yang akan
mereka ambil dalam upaya meningkatkan ketahanan pribadi mereka

Bandung, 20 Oktober 2023


Mengetahui,
Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling Mahasiswa

Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Neng Rianti Noorista


NIDN. 0413045606 NIM. 22010025
PENDAHULUAN

Istilah “ ketahanan ” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950 -an oleh seseorang
bernama Blok yang menyebutnya “ ketahanan ego ” (ER). Ketahanan ego diartikan
sebagai kemampuan umum untuk beradaptasi dengan baik dan fleksibel dalam
menghadapi tekanan ,baik internal maupun eksternal . Awalnya, konsep tersebut lebih
banyak digunakan dalam konteks anak - anak dan sering disebut dengan istilah “
imunitas” atau “anti stres”. Meskipun ER dan ketahanan dianggap sebagai faktor
pelindung terhadap kesulitan, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan .
Ketahanan pada dasarnya mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatasi
tantangan yang signifikan dan tidak kentara dalam kerangka ciri - ciri kepribadian yang
dinamis ER sendiri dapat dipahami melalui teori kepribadian dan sering dikaitkan
dengan pengendalian ego ( EC ) . Kepribadian dikonseptualisasikan sebagai sistem
kendali yang mempengaruhi ketahanan ego (ER) bersamaan dengan kendali ego
( EC ) .
Istilah “ ketahanan” dalam pembangunan telah lebih dipahami . Awalnya Garmezy
( 1991) melakukan penelitian terhadap anak-anak yang mampu bertahan dalam
situasi stres dan istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan anak -anak yang
mampu berfungsi dengan baik meskipun tinggal di lingkungan yang sulit. Kesulitan
dan stres. Ledesma (2014) menyatakan bahwa meskipun istilah yang digunakan
berbeda dalam penelitian ketahanan , istilah-istilah tersebut pada dasarnya
menggambarkan mekanisme penanggulangan stres yang sama ,
seperti : Melihat ketahanan sebagai faktor penangkal risiko , faktor risiko itu
sendiri dan faktor-faktor alternatif berkontribusi secara independen terhadap hasil
positif .
Tantangan: Menggunakan risiko sebagai tantangan , dengan contoh individu yang
tangguh dan mampu memecahkan masalah yang cenderung memandang pengalaman
mereka sebagai sesuatu yang positif bahkan ketika mereka menghadapi kesulitan ,
memiliki kemampuan untuk memberi dampak positif pada orang lain dan percaya
dalam mempertahankan pandangan positif terhadap kehidupan.
Faktor pelindung : Gunakan faktor risiko untuk mengatasinya, seperti individu yang
kuat, dengan ciri - ciri optimisme , empati, wawasan, kapasitas intelektual , harga diri
tinggi dan merupakan orang-orang dengan tujuan, tekad dan ketekunan.
KATA KUNCI: Ketahanan, ketahanan ego, resiliensi, pengendalian ego, kepribadian,
tekanan, faktor risiko.
DEFINISI RESILIENCE
Kata resiliensi berasal dari bahasa Latin, dalam bahasa Inggris artinya
melompat ( atau memantul) ke belakang, artinya melompat atau memantul kembali
( Pusat Ketahanan , 2004). Menurut VanBreda (2013) , ketahanan adalah sebuah
kekuatan dan sistem yang memungkinkan individu untuk tetap kuat dalam
menghadapi kesulitan . Ketahanan adalah kemampuan individu untuk melakukan hal
tersebut pulih dari jatuh dan pulih dari kesulitan (Setyoso, 2013). Walsh (Lestari,
2016 ) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan individu dalam mengatasi
penderitaan. Dalam situasi ini, semangat akan menjadi lebih kuat dan memiliki lebih
banyak sumber daya.
Ketahanan lebih dari sekedar kemampuan untuk bertahan (bertahan hidup),
karena ketahanan memungkinkan individu untuk pulih dari cedera yang menyakitkan,
mengendalikan hidup mereka , dan melanjutkan hidup penuh cinta dan kasih sayang
(Lestari, 2016 ). Ulet individu akan mampu mengatasi kesulitan hidup dan
membangun kembali kesulitan hidup mereka hidup. Dalam hal ini individu akan
mentransformasikan permasalahannya ke arah yang positif . Dengan ketahanan, itu
akan membantu individu terbantu untuk mengatasi kesulitan (Winarsih dalam
Ekasari , 2013).
Berdasarkan beberapa teori dan penjelasan resiliensi yang telah disampaikan ,
maka dapat disimpulkan bahwa hakikat resiliensi adalah kemampuan individu untuk
bangkit, menguatkan,dan menguasai diri dalam menghadapi tantangan. Tantangan
hidup. Dengan menghadapi masalah, individu dapat menjadi versi dirinya yang lebih
baik. Adanya resiliensi pada diri seseorang tercermin dari kemampuannya untuk cepat
kembali ke keadaan semula setelah menghadapi permasalahan , serta bagaimana ia
menyikapi secara sehat permasalahan yang dihadapinya.

KATA KUNCI : Resiliensi, ketahanan, individu, kekuatan, kesulitan, pemulihan.

GEJALA RESILIENCE

Terkait dengan definisi, para ahli juga memiliki pandangan berbeda mengenai ciri –
ciri yang dapat menjadi ciri individu tangguh. Misalnya, Bernard ( 1991 )
mengemukakan bahwa individu yang tangguh cenderung menunjukkan empat
karakteristik umum , yaitu :
1. Kompetensi sosial, yang mengacu pada kemampuan individu untuk merangsang
memperoleh tanggapan positif dari orang lain, dengan menjalin hubungan yang
baik dan positif dengan orang lain orang dewasa dan teman sebaya.
2. Keterampilan pemecahan masalah atau metakognitif, termasuk kemampuan
merencanakan, memfasilitasi pengendalian diri serta menggunakan kecerdasan
untuk mencari dukungan dari orang lain .
3. Otonomi , mencerminkan rasa identitas dan kemampuan individu untuk bertindak
mandiri dan mengendalikan lingkungannya.
4. Kesadaran akan tujuan dan masa depan, meliputi pemahaman akan tujuan,
aspirasi pendidikan , ketekunan, harapan, dan kesadaran akan masa depan yang
cerah.

KATA KUNCI : Gejala, ketahanan, ciri individu tangguh, kompetensi sosial,


pemecahan masalah, otonomi, kesadaran akan tujuan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN (RESILIENCE)

1. Spiritualitas
Telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang dapat meningkatkan ketahanan
individu, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian (Reisnick, Gwyther, &
Roberto, 2011). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jurjewicz
(2016) bertajuk “Bagaimana spiritualitas berkontribusi terhadap ketahanan:
4.444 studi kasus imigran Muslim ,” dengan fokus pada imigran Muslim. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spiritualitas dan resiliensi merupakan
faktor yang saling berhubungan. Spiritualitas berperan sebagai kekuatan
internal yang menentukan ketahanan setiap individu. Penelitian selanjutnya
yang dilakukan Siddiqa ( 2018 ) terhadap 146 remaja berusia antara 15 dan
18 tahun menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat spiritualitas rendah
membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari tantangan yang mereka hadapi.
Selain itu, Cahyani dan Akmal ( 2017 ) melakukan penelitian terhadap 150
mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi dan hasilnya menunjukkan
bahwa spiritualitas berperan penting dalam ketahanan mahasiswa saat
mengerjakan skripsi. Dalam konteks berbeda , Fernando dan
Ferrari (2011) melakukan penelitian terhadap 62 anak korban perang di Sri
Lanka dan 15 orang pengasuhnya. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
yatim piatu, baik yang beragama Buddha maupun Kristen, belajar menjaga
perdamaian dan kasih sayang meskipun terkena dampak perang, sehingga
memperkuat spiritualitas mereka dan menunjukkan ketahanan yang kuat.

2. Self Efficacy
Menurut Reivich dan Shatte (2002), efikasi diri merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengembangkan resiliensi.
Cassidy (2015) melakukan penelitian terhadap 435 siswa, dengan fokus
membangun resiliensi dengan meningkatkan efikasi diri dalam konteks
akademik. Efikasi diri diartikan sebagai persepsi individu terhadap
kemampuannya dan mempunyai berbagai dampak terhadap tingkat
ketahanannya.
Selain itu , Marti dan Ruch (2016) melakukan penelitian terhadap
363 orang dewasa dan menemukan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap
tingkat resiliensi seseorang. Penelitian lain yang dilakukan Sagone dan Caroli
(2013) terhadap 130 remaja Italia menemukan bahwa efikasi diri mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat resiliensi. Sagone dan Caroli (2016)
juga melakukan penelitian terhadap 155 remaja dan menemukan bahwa
efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap tingkat resiliensi. Penelitian
selanjutnya yang melibatkan 141 mahasiswa juga menemukan bahwa efikasi
diri berpengaruh signifikan terhadap tingkat resiliensi.

3. Optimisme
memainkan peran penting dalam meningkatkan ketahanan, seperti yang
disebutkan oleh Reivich dan Shatte ( 2002 ). Penelitian yang dilakukan oleh
Molinero, Zayas , Gonzalez, dan Guil (2018) dengan sampel 132 siswa di
Spanyol juga mendukung pandangan tersebut. Literatur mengenai resiliensi
menjelaskan bagaimana siswa berhasil beradaptasi dengan lingkungan belajar,
dimana resiliensi dipahami sebagai kemampuan mengatasi kesulitan.
Optimisme dipandang sebagai cara untuk meningkatkan ketahanan dengan
harapan mencapai hasil positif di masa depan.
Thompson, Bulls, Sibile, Bartley (2018), dalam penelitian terhadap
150 orang yang berisiko terkena osteoartritis lutut, menemukan bahwa
optimisme memoderasi ketahanan dengan mengurangi nyeri internal asal dan
tingkat keparahan nyeri lutut. Dawson ( 2013 ) melakukan penelitian
terhadap 95 dan 103 mahasiswa tahun pertama selama dua semester dan
hasilnya menunjukkan bahwa hanya optimisme dan dukungan sosial yang
memberikan dampak signifikan terhadap resiliensi mahasiswa. Riolli, Savicki,
dan Cepani (2006) melakukan penelitian dengan tiga kelompok berbeda,
yaitu pengungsi Kosovar , Albania, dan imigran Albania. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat ketahanan dikaitkan dengan tingkat optimisme
yang lebih tinggi , serta sifat - sifat seperti ekstroversi , keterbukaan , dan
kemampuan untuk memegang kendali ketika menghadapi tantangan Arora
( 2017 ), dalam penelitian terhadap 40 pasien wanita dengan penyakit kronis
berusia antara 30 dan 40 tahun , menemukan hubungan timbal balik antara
optimisme dan tingkat ketahanan pasien wanita dalam menghadapi tantangan
penyakit kronis.
4. Self Esteem
Menurut penelitian Reisnick , Gwyther dan Roberto ( 2011 ), salah satu faktor
yang mempengaruhi resiliensi individu adalah kepercayaan diri. Hasil ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Veselska, Geckova ,
Orosova, dan Gajdosova ( 2009) dengan fokus pada 3.694 remaja dengan rata -
rata usia 14 tahun, 3 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, menunjukkan
bahwa Confidence mempunyai dampak yang signifikan mempengaruhi
resistensi remaja. Namun hasil penelitian ini juga mencatat perbedaan bahwa
pria dengan harga diri rendah cenderung menggunakan tembakau dan ganja
sebagai bentuk ketahanan. Kurniawan, Neviyarni, dan Solfema (2017)
melakukan penelitian terhadap 87 remaja yang tinggal di panti asuhan,
berusia 13 hingga 18 tahun, dan menemukan hubungan positif yang
signifikan antara kepercayaan diri dan ketahanan remaja yang tinggal di panti
asuhan.
Studi berani lainnya yang dilakukan Marigold, Holmes, dan Ross (2010)
melibatkan 76 siswa, termasuk 21 pria dan 55 wanita dengan usia rata -rata 20
tahun. Hasilnya menunjukkan hubungan antara kepercayaan diri
dan ketahanan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nofryani,
Novianti, dan Chairlsyah (2019) terhadap 32 anak usia 2 hingga 6 tahun
menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri
dengan resiliensi. Selain itu, studi singkat yang dilakukan oleh Akin dan
Radford ( 2018) berdasarkan wawancara dan survei menemukan bahwa harga
diri memiliki pengaruh yang signifikan dalam membangun ketahanan, yang
diharapkan mempengaruhi hasil akademik dan sosial siswa.

5. Dukungan sosial
Menurut Reisnick Gwyther dan Roberto ( 2011 ) , dukungan sosial merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi . Dalam
penelitian terhadap 503 siswa berusia 17 hingga 31 tahun , Bilgin dan Tas
( 2018 ) menemukan bahwa kehadiran dukungan sosial penting dalam
meningkatkan ketahanan pecandu cyber masyarakat. Temuan ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Salim, Borhani, Pour, dan Khabazkhoob
( 2019 ) terhadap 141 keluarga pengasuh pasien kanker, menemukan bahwa
tingkat dukungan sosial yang tinggi meningkatkan kemungkinan kesembuhan
mereka .
Penelitian lain yang dilakukan oleh Achour dan Nor (2014 ) terhadap
200 siswa SMA juga menemukan bahwa dukungan sosial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat resiliensi. Demikian pula penelitian
Narayanan dan Onn (2016) terhadap 377 siswa menemukan bahwa dukungan
sosial dan pengendalian diri yang baik memberikan dampak yang signifikan
terhadap tingkat resiliensi. Lebih lanjut , penelitian Baltaci dan
Karatas ( 2015 ) terhadap 386 siswa SMA juga menegaskan bahwa dukungan
sosial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat resiliensi.

KATA KUNCI: Faktor-faktor, ketahanan, resiliensi, spiritualitas, efikasi diri,


optimisme, kepercayaan diri, dukungan sosial.

DAMPAK/AKIBAT RESILIENSI

Hasil penelitian yang dilakukan Misasi & Izzati pada tahun 2019 menunjukkan bahwa
resiliensi tidak hanya bergantung pada faktor internal setiap individu tetapi juga dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor internal tersebut meliputi aspek spiritualitas,
kepercayaan diri, optimisme dan harga diri. Sedangkan faktor eksternal meliputi
dukungan sosial.
Beberapa penelitian lain mengungkapkan dampak signifikan pola pikir terhadap
ketahanan. Penelitian yang dilakukan oleh Dweck pada tahun 2008 menyoroti
konsep “mindset berkembang”, menekankan bahwa individu yang percaya bahwa
kemampuan dan kualitasnya dapat ditingkatkan melalui usaha dan tekad akan
menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih tinggi . Temuan ini menyoroti bahwa
mengadopsi perspektif bahwa kemampuan dapat dikembangkan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi tantangan.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pola pikir memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat ketahanan seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan
Dweck pada tahun 2008 tentang growth mindset, ditonjolkan bahwa individu yang
percaya bahwa kemampuan dan kualitasnya dapat ditingkatkan melalui usaha dan
ketekunan akan cenderung memiliki resiliensi yang lebih tinggi. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa mengadopsi perspektif pertumbuhan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi tantangan.

Studi Southwick dan rekannya pada tahun 2014 juga menyoroti pentingnya kesadaran
kognitif dalam meningkatkan ketahanan. Fleksibilitas kognitif mengacu pada
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan pemikiran, mengubah cara pandang, dan
mencari solusi alternatif ketika menghadapi tantangan. Individu dengan tingkat
kesadaran yang tinggi dapat memperbaiki pengalaman negatifnya, menganggapnya
sebagai situasi sementara, dan lebih fokus mencari solusi daripada terjebak dalam
masalah. Hal ini dapat meningkatkan ketahanannya.

Penelitian lain menunjukkan bahwa menemukan makna dan tujuan dalam menghadapi
kesulitan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan dan ketahanan
setelah trauma. Studi Tedeschi dan Calhoun tahun 2004 tentang pertumbuhan pasca-
trauma menyoroti bahwa individu yang mampu menemukan makna positif dalam
pengalaman traumatis cenderung menunjukkan tingkat ketahanan dan pertumbuhan
pribadi dan kesehatan psikologis yang lebih tinggi.

KATA KUNCI: Dampak, ketahanan, faktor internal, faktor eksternal, gangguan


kecemasan, depresi, stres.

SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN

Pentingnya mengembangkan ketahanan Pentingnya mengembangkan ketahanan terletak


pada kenyataan bahwa individu dengan ketahanan yang kuat memiliki keterampilan
berikut:

a) Kelola emosi dan sikap mereka secara efektif.


b) Keterampilan memecahkan masalah.
c) Pertahankan pandangan positif terhadap situasi tersebut.
d) Tunjukkan kasih sayang.
e) Menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang baik.
f) Mempromosikan hubungan sosial yang positif.

Kemampuan beradaptasi juga melindungi individu dari perilaku menyimpang dan mati
rasa emosional. Penelitian bahkan membuktikan bahwa resiliensi memungkinkan
seseorang mengelola stres secara efektif sehingga mengurangi risiko gangguan
kecemasan dan depresi.

Cara meningkatkan ketahanan Penting untuk diingat bahwa ketahanan bukanlah sesuatu
yang ada dalam diri seseorang. Kadarnya bisa berbeda-beda tergantung situasi atau
kondisi yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reivich dan Shatte
(2002), kita mempunyai kemampuan untuk terus meningkatkan dan mengembangkan
tingkat resiliensi kita dengan menerapkan kebiasaan dan pola berpikir sebagai berikut:
1. Ubah cara kita memandang kegagalan
Kita harus yakin bahwa kegagalan adalah hal yang lumrah dalam upaya
mencapai tujuan. Dengan mengubah persepsi kita tentang kegagalan menjadi
sesuatu yang lebih positif, seperti peluang untuk berkembang secara pribadi dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang kesuksesan, kita bisa lebih
termotivasi daripada merasa kecil hati. merasa putus asa.
2. Membangun kepercayaan diri
Kepercayaan diri penting bagi orang yang ingin menjadi lebih kuat. Dengan
percaya diri, kita pasti sukses suatu saat nanti.
3. Belajarlah untuk bersantai
Dengan menjaga pikiran dan tubuh kita, kita akan mampu mengatasi tantangan
hidup dengan lebih efektif. Hal ini dapat dicapai dengan tidur yang cukup,
berolahraga, bersantai dan mengikuti aktivitas santai.
4. Kendalikan reaksi Anda sendiri
Ingatlah bahwa kita semua hidup melalui masa-masa sulit. Namun, kita bisa
mengontrol reaksi kita. Kita bisa memilih untuk bereaksi dengan panik dan
pesimisme, atau dengan tenang dan optimis. Orang tangguh bisa memilih respon
yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapinya, termasuk tetap tenang dan
optimis.
5. Bersikaplah fleksibel
Individu yang tangguh memahami bahwa segala sesuatu bisa berubah dan
bahkan rencana yang dibuat dengan hati-hati pun bisa gagal atau harus
ditinggalkan. Namun, mereka dapat mengatasi masalah ini dengan memahami
masalahnya atau memilih jalan yang berbeda.
Setelah mencapai tingkat resiliensi yang baik, langkah selanjutnya adalah berkembang
menuju pertumbuhan pasca-trauma yang dikenal dengan konsep Antifragilitas.

KATA KUNCI: Meningkatkan ketahanan, keterampilan, mengubah cara pandang,


kepercayaan diri, bersantai, mengendalikan reaksi, keingintahuan, makna dalam
kesulitan.

KESIMPULAN

Istilah “ketahanan” pertama kali diperkenalkan oleh Blok pada tahun 1950-an dan
mengacu pada kemampuan individu untuk beradaptasi dengan baik dalam menghadapi
stres, baik internal maupun eksternal. Ketahanan ego (ER) dan ketahanan memiliki
perbedaan yang signifikan. Ketahanan adalah kemampuan individu untuk bangkit
kembali dan mengatasi kesulitan, bukan sekadar bertahan hidup. Resiliensi juga
mencakup kemampuan individu dalam mengatasi masalah dengan cara yang positif.
Faktor-faktor seperti kompetensi sosial, keterampilan pemecahan masalah, otonomi dan
tujuan serta faktor eksternal seperti spiritualitas, kompetensi diri, optimisme, harga diri
dan dukungan sosial dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Dampak atau konsekuensi
ketahanan ketahanan dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik, kemampuan
mengelola stres dan berdampak positif terhadap perkembangan pribadi setelah
mengalami trauma.

Untuk meningkatkan resiliensi, individu dapat mengubah cara pandang terhadap


kegagalan, membangun kepercayaan diri, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta
mengambil kendali dalam bereaksi, berpikir fleksibel dan belajar menghadapi tantangan
dengan lebih efektif. Dengan memahami konsep resiliensi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, individu dapat mengembangkan kemampuan dalam mengatasi
kesulitan dan menjadi lebih kuat dalam menghadapi tantangan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

http://seminar.uad.ac.id/index.php/snmpuad/article/view/3455/785. (2019). seminar.


seminar nasional magister psikologi universitas ahmad dahlan, 433.
kompasiana.com/meltry/64756eae4addee3db5300033/. (2023, mei selasa). fenomena-
resiliensi-dan-dampak-psikologis . meltry, hal. 3-7.

Anda mungkin juga menyukai