Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

RESILIENSI
Makalah ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu: Malihatul Azizah, S.Pd.I, M.Pd

Disusun Oleh:
Dewi Sofiati 210110001
Rizki Citra Hairunisa 210110048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
STAI MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR
Jl. Pesantren No.2,Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat 46342
TAHUN PEMBELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Resiliensi”.
Dalam kesempatan ini , penulis mengucapan terimakasih kepada Malihatul
Azizah, S.Pd.I, M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Psikologi Perkembangan yang
telah memberikan tugas makalah ini. serta terimaksih banyak kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu pada tahap peyusunan hingga selesainya tulisan
ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna dikarenaan terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Oleh,
karena itu penulis membutuhan kritik dan saran bagi pembaca yang bersifat
membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari. Penulis
berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi segenap pembaca terutama
bagi perkembangan pendidikan.

Mangunjaya, 17 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Asal Usul Konsep Resiliensi.........................................................................2
B. Pengertian Resiliensi.....................................................................................2
C. Ciri-ciri dan Faktor Resiliensi.......................................................................3
D. Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik...........................................5
E. Implikasi Resiliensi Terhadap Pendidikan....................................................7
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................8
Kesimpulan.......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam berbagai kajian, resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang
menjadi landasan semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional
dan psikologis seseorang. Menjadi pribadi yang tangguh bukan berarti tidak
pernah mengalami kesulitan atau stress. Adapun cara untuk menjadi pribadi yang
tangguh adalah dengan mengalami tekanan emosional yang masih bisa dihadapi.
Resiliensi juga bukan sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki seseorang. Namun,
resiliensi mencakup perilaku, pikiran, dan berbagai sikap yang dapat dipelajari
dan dikembangkan dalam diri setiap manusia.
Oleh karena itu, resiliensi ini merupakan kegiatan yang dirancang untuk
meningkatkan kemampuan manusia atau siswa, terutama dalam menghadapi
berbagai persoalan hidup, agar mampu mengendalikan kehidupannya dengan
lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Usul Konsep Resiliensi ?
2. Apa Pengertian Resiliensi ?
3. Bagaimana Ciri-ciri dan Faktor Resiliensi ?
4. Apa Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik?
5. Bagaimana Implikasi Resiliensi Terhadap Pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Asal Usul Konsep Resiliensi
2. Memaparkan Pengertian Resiliensi
3. Menyebutkan Ciri-ciri dan Faktor Resiliensi
4. Menjelaskan Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik
5. Memaparkan Implikasi Resiliensi Terhadap Pendidikan

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Asal Usul Konsep Resiliensi


Resiliensi dikenalkan pertama kali pada 1950-an oleh Blok dengan nama
ego-resiliency (ER), yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan
kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan
internal maupun eksternal. Awalnya konsep itu diterapkan pada anak-anak dimana
ia dikenal sebagai “invulnerability” atau “stress-resistance“. ER dan resiliensi
keduanya diperlakukan sebagai faktor protektif melawan kesulitan, keduanya
berbeda dalam banyak hal (Farkas, 2015) .
1. Resiliensi mengandaikan paparan kesulitan substansial dan ditafsirkan
sebagai proses dinamis dari sifat kepribadian.
2. ER dapat dipahami dalam teori kepribadian dan dikombinasikan dengan
ego-control (EC). Kepribadian dikonseptualisasikan sebagai sistem
pemrosesan yang mempengaruhi ego-resiliency (ER) digabungkan dengan
ego-control (EC)
Terminologi resiliensi mengalami perluasan dalam hal pemaknaan. Diawali
dengan penelitian (Garmezy, 1991), tentang anak-anak yang mampu bertahan
dalam situasi penuh tekanan, disebut sebagai descriptive labels yaitu
menggambarkan anak-anak yang mampu berfungsi secara baik walaupun mereka
hidup dalam lingkungan buruk dan penuh tekanan.

B. Pengertian Resiliensi
Secara bahasa resiliensi merupakan istilah yang berasal dari bahasa inggris
dari kaa resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan (john
echols, hasan shadily, 2003).
Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk
pulih dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan dan menantang dengan
peningkatan pengetahuan untuk secara adaptif mengatasi situasi buruk serupa di
masa depan. Definisi ini didasarkan pada teori ketahanan (Flach, F. F, 1989) yang
menyatakan bahwa resiliensi terdiri dari psikologis kekuatan yang diperlukan
untuk berhasil menavigasi perubahan. Teori ketahanan didasarkan pada “Hukum
Gangguan dan Re-integrasi”, yang menunjukkan bahwa tindakan “jatuh terpisah”,
atau tertekan oleh perubahan, sebenarnya diperlukan bagian dari belajar untuk
mengatasi peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
Flach menggambarkan gangguan sebagai efek dari peristiwa kehidupan, yang
menghapus individu dari homeostasis pribadi mereka sendiri. Sebagai setiap
orang unik, mereka juga memiliki tingkat gangguan unik yang dapat mereka atasi.

2
Gangguan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan,
dan dengan demikian, Flach menyarankan individu itu mengalami gangguan
terpaksa mencari ke dalam dan beradaptasi menghadapi tantangan baru.
Adapun definisi resiliensi menurut para ahli yakni sebagai berikut :
1. Keberhasilan seseorang dalam beradaptasi dengan kondisi yang tidak
menyenangkan / buruk (Garmezy, 1991)
2. Kapasitas universal dari individu atau kelompok untuk mencegah,
meminimalisasi, atau bahkan mengatasi efek yang merusak (Grotberg,
E. H, 2001)
3. Kemampuan individu dalam mengatasi, melalui, dan kembali pada
kondisi semula setelah mengalami kesulitan (Reivich, K. & Shatte, A,
2002)
4. Kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan
kemalangan (Ledesma, J, 2014)
5. Sebuah proses dari hasil adaptasi dengan pengalaman hidup yang sulit
atau menantang, terutama melalui mental, emosional dan perilaku yang
fleksibilitas, baik penyesuaian eksternal dan internal (VandenBos,
2015)
C. Ciri-ciri dan Faktor Resiliensi
1. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Resiliensi
Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Resiliensi. Menurut (S.R Baumgardner &
Crothers, M. K, 2010), dalam "Positive Psychology", seorang yang memiliki
resiliensi yang tinggi akan menampilkan kemampuan dalam dirinya yang
meliputi:
a. Intelektual yang baik dan kemampuan memecahkan masalah.
b. Memiliki temperamen yang easy going dan kepribadian yang dapat
beradaptasi terhadap perubahan.
c. Memiliki self image yang ositif dan menjadi pribadi yang efektif.
d. Optimis.
e. Memiliki nilai pribadi dan nilai budaya yang baik.
f. Memiliki selera humor. (Abi Asmana)

Sedangkan menurut H.F. Chung (H. F Chung, 2008), dalam "Resilency and
Character Strengths among College Students", menyebutkan bahwa kebajikan
(virtue) dan kekuatan (strength) merupakan dasar bagi seorang individu untuk
memiliki resiliensi. Seorang individu yang memiliki resiliensi yang tinggi akan
memiliki kecenderungan sebagai berikut :
a. Easy going.
b. Mudah bersosialisasi.
c. Memiliki kemampuan yang baik dalam keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, dan kemampuan dalam menilai sesuatu.

3
d. Memiliki orang di sekitar yang mendukung.
e. Memiliki satu atau lebih bakat.
f. Yakin pada diri sendiri dan percaya pada kemampuannya dalam
mengambil keputusan.
g. Miliki spiritualitas dan religiusitas.

2. Faktor-Faktor Resiliensi
a. Faktor Pembentuk dan Aspek yang Ada Pada Resiliensi.
Menurut (Reivich, K. & Shatte, A, 2002), bahwa terdapat tujuh faktor
yang berbeda dan hampir tidak ada satu orang individu yang secara keseluruhan
memiliki kemampuan tersebut dengan baik. dalam resiliensi, yaitu:
1) Regulasi emosi (Emotional Regulation), Regulasi emosi merupakan
kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi yang penuh tekanan.
2) Pengendalian impuls (Impulse Control), Pengendalian impuls adalah
kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan,
kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam dirinya.
3) Optimisme (Optimism), Individu yang resilien adalah individu yang
optimis. Mereka yakin bahwa berbagai hal dapat berubah menjadi
lebih baik. Mereka memiliki harapan terhadap masa depan dan
percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah kehidupannya.
4) Empati (Emphaty), Empati menggambarkan sebaik apa seseorang
dapat membaca petunjuk dari orang lain berkaitan dengan kondisi
psikologis dan emosional orang tersebut. Dengan adanya empati dari
oang lain, individu yang mengalami musibah dapat lebih kuat
menerima kesulitannya.
5) Analisis kausal (Causal Analysis), Analisis kausal merupakan istilah
yang digunakan untuk merujuk pada kemampuan individu untuk
secara akurat mengidentifikasi penyebab dari permasalahan mereka.
Dengan mengetahui penyebab kesulitan yangg dialami, individu dapat
lebih menerima kondisinya.
6) Efikasi diri (Self-Efficacy), Self-efficacy menggambarkan keyakinan
seseorang bahwa ia dapat memecahkan masalah yang dialaminya dan
keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai
kesuksesan
7) Penggapaian (Reaching Out), Reaching out menggambarkan
kemampuan seseorang untuk mencapai keberhasilan. Menunjukkan
adanya keberanian untukmelihat masalah sebagai tantangan bukan
ancaman dan adanya kemampuan pada seseorang untuk mencapai
keberhasilan di dalam hidupnya

b. Faktor yang Dapat Meningkatkan Resiliesi


Meningkatkan resiliensi merupakan hal yang penting karena akan dapat
memberikan pengalaman bagi seorang individu dalam menghadapi permasalahan

4
dan kesulitan dalam hidupnya, Menurut B. Bernard, dalam "Resiliency : What We
Have Learned", menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat diberikan
lingkungan untuk meningkatkan resiliensi seorang individu, yaitu :
1) Caring relationship adalah dukungan cinta yang didasari oleh
kepercayaan dan cinta tanpa syarat. Caring relationship
dikarakteristikkan sebagai dasar penghargaan yang positif. Contoh :
tersenyum, memegang pundak, dan memberi salam.
2) High Expectation Massages adalah harapan yang jelas dan terpusat
kepada seorang individu. Harapan yang jelas merupakan petunjuk dan
berfungsi mengatur di mana orang dewasa memberikan harapan
tersebut untuk perkembangan seseorang. Harapan yang positif dan
terpusat mengomunikasikan kepercayaan yang mendalam dari orang
dewasa dalam membangun resiliensi dan membangun kepercayaan
dan memberikan tantangan untuk membuat seseorang menjadi apa
yang mereka inginkan.
3) Opportunities for Participation and Contribution merupakan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
memiliki tanggung jawab, dan kesempatan untuk menjadi pemimpin,
Di samping itu, opportunities for participation and contribution juga
memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan problem solving
dan pengambilan keputusan (Asmana)

D. Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik

Dalam upaya sekolah membantu perkembangan resiliensi siswa,


(Henderson, Nan dan Mike M. Milstein., 2003) mengintrodusir enam tahap
strategi (six-steps strategy), yang disebutkan dengan istilah “The Resiliensi
Wheel” (Roda Resiliensi). Tahap pengembangan reseliensi siswa di sekolah
tersebut adalah sebagai berikut :
Tahap 1 Increase Bonding
Tahap dalam membangun resiliensi siswa disekolah adalah dengan
memperkuat hubungan-hubungan (relationships). Tahap ini meliputi peningkatan
hubungan di antara individu dan pribadi prososial. Hal ini penting, karena fakta
menunjukkan bahwa siswa yang memiliki relasi atau keterikatan yang positif jauh
lebih mampu menghindari perilaku berisiko dibandingkan dengan siswa yang
tidak mimiliki keterikatan. Bila siswa dapat bergaul dengan baik, biasanya mereka
juga menunjukkan perilaku dan sikap yang positif dan saling membantu. Mereka
juga saling memberikan dorongan untuk belajar, aling memberikan saran dan
saling tolong menolong.

5
Tahap 2 Set Clear And Consistent Boundaries
Tahap kedua dalam membangun resiliensi siswa di sekolah adalah
menjelaskan dan menjaga konsistensi dari batasan-batasan atau peraturan-
peraturan yang berlaku di sekolah. Tahap ini meliputi pengembangan dan
implementasi kebijakan sekolah dan prosedur pelaksanaannya secara konsisten,
serta menyampaikannya kepada siswa, sehingga mereka mendapat gambaran yang
jelas tentang harapan-harapan tingkah laku disertai dengan penjelasan tentang
tingkah laku berisiko dan konsekuensinya, serta harus ditulis dan
dikomunikasikan kepada siswa dengan jelas, dan kemudian dilaksanakan secara
konsisten.

Tahap 3 Teach Life Skills


Tahap ketiga pembangunan resiliensi siswa di sekolah adalah mengajarkan
keterampilan-keterampilan hidup (teach life skills), yang meliputi: kerjasama,
resolusi konflik secara sehat, resistensi, keterampilan berkomunikasi,
keterampilan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan, serta manajemen
stres yang sehat.

Tahap 4 Provide Caring and Support


Tahap keempat ini meliputi pemberian penghargaan, perhatian dan
dorongan yang positif. Tahap ini merupakan tahap yang sangat kritis dari semua
tahap pengembangan resiliensi yang ada dalam the resiliency whell. Kenyataan
memang menunjukkan bahwa siswa mustahil dapat berhasil mengatasi adversitas
tanpa adanya perlindungan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sekolah, harus berperan aktif
dalam memberikan caring dan support kepada siswa guna membantu
pengembangan resiliensinya.

Tahap 5 Set and Communicate High Expectations


Tahap ini adalah memberikan atau menyampaikan harapan yang tinggi.
Tahap ini secara konsisten ditemui dalam literature resiliensi dan riset tentang
keberhasilan akademis. Hal ini adalah penting, karena harapan yang tinggi dan
realistis merupakan motivator yang efektif bagi siswa.

Tahap 6 Provide Opportunities For Meaningful Participation


Strategi keenam yang dapat digunakan dalam upaya membantu
perkembangan resiliensi siswa di sekolah adalah dengan memberikan tanggung
jawab dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, seperti kesempatan untuk

6
memecahkan masalah, mengambil keputusan, perencanaan, bekerja sama dan
menolong orang lain. Siswa diperlakukan sebagai individu yang bertanggung
jawab, mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam semua aspek fungsi
sekolah. (Yasir)

E. Implikasi Resiliensi Terhadap Pendidikan

Dampak resiliensi siswa terhadap hasil belajar adalah baik dan cukup
besar. Seperti yang dapat dilihat dari ketahanan memiliki dampak yang cukup
besar pada prestasi akademik terhadap pendidikan. Dengan kata lain, hasil belajar
dalam pendidikan dipengaruhi oleh faktor selain resiliensi. Dapat diamati bahwa
selain resiliensi, ada unsur lain yang mempengaruhi hasil belajar. Dalam situasi
ini, orang tua dan personel sekolah seperti pemimpin sekolah, instruktur, dan guru
BK harus bekerja sama dalam meningkatkan ketahanan siswa sehingga dapat
dicapai hasil belajar yang positif.
Ketika menghadapi kesulitan-kesulitan pendidikan yang berkembang
dalam kehidupannya seperti, banyaknya peserta didik yang kurang memahami
pendidikan maka kewajiban guru BK di sekolah cukup signifikan untuk
pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi preventif mengacu pada upaya guru
Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling dapat memanfaatkan layanan
bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu
jenis bimbingan dan konseling yang dapat digunakan oleh guru bimbingan dan
konseling. Aktivitas pembimbingan kelompok ialah sebuah metode pemberian
dukungan (support) pada siswa berdasarkan aktivitas kelompok.
Kegiatan ini memungkinkan sekelompok siswa untuk memperoleh materi
dan mendiskusikan topik tertentu supaya membantu dalam mengertikan dan
melebarkan keterampilan sosial, bukan hanya sebagai manusia tapi juga siswa,
aktivitas pembelajaran, kedudukan, dan penentuan keputusan, tindakan melalui
dinamika kelompok.
Kesadaran diri dan pengembangan adalah tujuan dari layanan bimbingan
kelompok. Peserta dalam latihan membimbing kelompok ini mengungkapkan ide
dan komentar mereka tentang tema dan mata pelajaran terbuka yang sedang dibuat
dengan menggunakan dinamika kelompok. Penerapan layanan bimbingan
kelompok sebagai upaya pencegahan yang digunakan untuk meningkatkan serta
mempertahankan resiliensi murid dikarenakan kegiatan bimbingan kelompok
lebih efektif dan efisien yang memungkinkan siswa bersama sama mendapatkan
informasi mengenai pembahasan yang berguna untuk kehidupannya.

7
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk


pulih dari peristiwa kehidupan yang menyedihkan dan menantang dengan
peningkatan pengetahuan untuk secara adaptif mengatasi situasi buruk serupa di
masa depan.
Ciri dari resiliensi akan menampilkan kemampuan pada diri dan
kecenderungannya. Faktor resiliensi meliputi faktor pembentukan dan aspek yang
ada pada resilliensi serta faktor yang dapat meningkatkan resiliensi.
Upaya Pengembangan Resiliensi Peserta Didik yaitu dalam upaya sekolah
membantu perkembangan resiliensi siswa, Henderson dan Milstein
mengintrodusir enam tahap strategi (six-steps strategy), yang disebutkan dengan
istilah “The Resiliensi Wheel” (Roda Resiliensi). Tahap pengembangan reseliensi
siswa di sekolah tersebut adalah sebagai berikut :
Tahap 1 Increase Bonding
Tahap 2 Set Clear And Consistent Boundaries
Tahap 3 Teach Life Skills
Tahap 4 Provide Caring and Support
Tahap 5 Set and Communicate High Expectations
Tahap 6 Provide Opportunities For Meaningful Participation
Implikasi resiliensi pada pendidikan berpengaruh oleh faktor selain
resiliensi. Dapat diamati bahwa selain resiliensi, ada unsur lain yang
mempengaruhi hasil belajar. Dalam situasi ini, orang tua dan personel sekolah
seperti pemimpin sekolah, instruktur, dan guru BK harus bekerja sama dalam
meningkatkan ketahanan siswa sehingga dapat dicapai hasil belajar yang positif.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abi Asmana. (t.thn.). resiliensi : Pengertian dan ciri-cii individu yang memiliki resiliensi
serta fungsi resiliensi. AA. Diambil kembali dari
https://legalstudies71.blogspot.com/2021/02/resiliensi-pengertian-dan-ciri-
ciri.html
Asmana, A. (t.thn.). faktor-faktor pembentuk berikut aspek yang ada pada resiliensi, serta
faktor yang dapat meningkatkan resiliensi. AA. Diambil kembali dari
https://legalstudies71.blogspot.com/2021/02/faktor-faktor-resiliensi-faktor.html
Farkas, D. &. (2015). Ego-resiliency reloaded: A three-component model of general
resiliency. PLoS ONE. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0120883
Flach, F. F. (1989). Resilience: Discovering new strength at times of stress. New York:
Ballantine Books.
Garmezy, N. (1991). Resiliency and Vulnerability to Adverse Developmental Outcomes
Associated with Poverty. American Behavioral Scientist. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1177/0002764291034004003
Grotberg, E. H. (2001, Desember kamis). esilience programs for children in disaster. (H.
Grotberg, Penyunt.) Ambulatory Child Health. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1046/j.1467-0658.2001.00114.x
H. F Chung. (2008). Resiliensy and character strangths among cpllege students.
PriQuenst.
Henderson, Nan dan Mike M. Milstein. (2003). Resiliency in schools: Making it. Corwin
Press.
john echols, hasan shadily. (2003). 480 John M. Echols dan Hassan Shadily. 2000.
Kamus Inggris Indonesia An EnglishIndonesia Dictionary. Jakarta: PT Gramedia.
Ledesma, J. (2014). Conceptual frameworks and research models on resilience in
leadership. SAGE Open. Diambil kembali dari
https://doi.org/10.1177/2158244014545464
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). Theresiliencefactor: 7 essential skillsfor overcoming
life’s inevitable obstacles. New York: BroadwayBook.
S.R Baumgardner & Crothers, M. K. (2010). Positive Psychology. America: Pearson
Prantice Hall.
VandenBos. (2015). APA dictionary of psychology. American Psychological Assosiation,
910.
Yasir, M. (t.thn.). Diambil kembali dari https://123dok.com/article/upaya-pengembangan-
resiliensi-peserta-didik.y4e4jorq

9
10

Anda mungkin juga menyukai