Sumber : i satupersen.net
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Tingkat 3 B
TAHUN 2022
A. Definisi Resiliensi
Resiliensi dapat diartikan sebagai adaptasi yang baik dibawah keadaan
khusus (snyder & Lopez, 2002). Menurut Sills dan Steins (2007) resiliensi
merupakan adaptasi yang positif dalam menghadapi stres dan trauma.
Resiliensi adalah pola pikir yang memungkinkan individu untuk mencari
pengalam baru dan untuk melihat kehidupannya sebagai suatu pekerjaan yang
mengalami kemajuan. Resilensi juga merupakan kapasitas seseorang untuk
tetap berkondisi baik dan memiliki solusi yang produktif ketika berhadapan
dengan kesulitan ataupun trauma, yang memungkinkan adanya stress di
kehidupannya ( Reivich & Shatte,2002).
Resilensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bangkit kembali
atau pulih dari stres, mampu beradaptasi dengan keadaan stres ataupun
kesulitan (Smith dkk,2008). Resilensi juga dipandang sebagai ukuran
keberhasilan kemampuan coping stress (Connor & Davidson,2003).
Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh mengenai resiliensi , maka dapat
disimpulkan bahwa resiliensi merupakan suatu usaha dari individu sehingga
mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan yang menekan, sehingga
mampu untuk pulih dan berfungsi optimal dan mampu melalui kesulitan.
Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon
dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan penderitaan
(adversity) atau trauma, di mana hal tersebut sangat penting untuk
mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Menurut Reivich & Shatté (dalam
Mulyani, 2011:3) mengatakan bahwa “resiliensi merupakan mind-set yang
memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang
hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan”. “Resiliensi
menciptakan dan mempertahankan sikap positif dari individu”. “Resiliensi
memberi rasa percaya diri untuk mengambil tanggungjawab baru dalam
pekerjaan, tidak malu untuk mendekati seseorang yang ingin dikenal, mencari
pengalaman yang akan memberi tantangan untuk mempelajari tentang diri
sendiri dan berhubungan lebih dalam dengan orang lain”. Manusia
membutuhkan resiliensi agar mampu bangkit dari penderitaan (adversity), bila
biasanya penderitaan (adversity) dapat menyebabkan depresi atau kecemasan,
dengan kemampuan resiliensi seseorang akan dapat mengambil makna dari
kegagalan dan mencoba lebih baik dari yang pernah ia lakukan, sehingga
menurunkan resiko depresi atau kecemasan (Mulyani, 2011).
Kebanyakan orang menganggap dirinya cukup memiliki resiliensi,
padahal sebenarnya kebanyakan orang tidak siap secara emosional ataupun
psikologis untuk menghadapi penderitaan (adversity). Setiap orang beresiko
untuk putus asa dan merasa helpless (tidak berdaya), namun demikian,
walaupun seseorang bisa memiliki resiliensi dalam area spesifik dalam
kehidupannya, namun mungkin masih membutuhkan pertolongan untuk
mengatasi penderitaan (adversity) pada area kehidupan yang lain (Reivich dan
Shatté dalam Mulyani, 2011).
Jadi, tidak ada orang yang tidak membutuhkan resiliensi karena pada
dasarnya setiap manusia pernah, sedang atau akan mengalami penderitaaan
(adversity) dalam satu atau beberapa area kehidupannya (Mulyani, 2011).
Tekanan psikologis yang terjadi dalam kehidupan merupakan proses yang
yang tidak terkecuali di alami oleh individu. Salah satunya adalah tekanan
akademik yang dialami oleh mahasiswa. Perbedaan cara dari setiap individu
adalah dalam beradaptasi dengan tekanan-tekanan tersebut. Bagi yang mampu
beradaptasi dengan baik, individu akan mengahasilkan performa-performa
positif dalam hidupnya, sebaliknya bagi individu yang kurang mampu
beradaptasi akan tetap berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan.
Tergantung pada mahasiswa menyikapi masalah yang ada di dalam dirinya.
a. Insight
Insight adalah kemampuan mental untuk bertanya pada diri sendiri dan
menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu individu untuk dapat
memahami diri sendiri dan orang lain, serta dapat menyesuaikan diri
dalam berbagai situasi.
b. Kemandirian
D. Tujuan Resiliensi
Tujuan resiliensi agar individu dapat mengubah ancaman-ancaman menjadi
kesempatan untuk bertumbuh, berkembang, dan meningkatkan kemampuan
untuk beradaptasi demi perubahan yang baik.
E. Manfaat Resiliensi
1. Dapat mengembangkan keterampilan hidup seperti berkomunikasi.
Kemampuan yang realistik dalam membuat rencana hidup dan mampu
mengambil langkah yang tepat bagi hidupnya (Fernanda Rojas, 2015)
2. Dapat mengembangkan keterampilan koping yang efektif dalam
menghadapi perubahan dan kesulitan (Keye & Pidgeon. 2013)
3. Orang yang memiliki resiliensi tinggi cenderung easygoing dan mudah
bersosialisasi, memiliki keterampilan berpikir yang baik (Murphy,
2013)
F. Fungsi Riseliensi
Rutter (dalam Yulia Sholichatun. 2012)mengungkapkan, ada empat fungsi
resiliensi, yaitu:
a. Untuk mengurangi resiko mengalami konsekuensi-konsekuansi
negative setelah adanya kejadian hidup yang menekan.
b. Mengurangi kemungkinan munculnya rantai reaksi yang negatif
setelah peristiwa hidup yang menekan.
c. Membantu menjaga harga diri dan rasa mampu diri .
d. Meningkatkan kesempatan untuk berkembang.
G. Proses Resiliensi
1) Tahapan Resiliensi
a. Mengalah
3) Model-model peran
a. Tempramen
I. Dinamika Riseliensi
Sesuai dengan maksud dari penelitian ini, kematian pasangan, menurut Rahe
dan Holmas (dalam Kasschau, 1993), merupakan peristiwa peringkat pertama
yang dapat menimbulkan stres dari pada kehilangan pasangan karena
perceraian. Penyebab stres ini umumnya dikarenakan banyaknya kegiatan
yang sebelumnya dapat dibagi atau dilakukan bersama pasangan, kini harus
dilakukan sendiri.Misalnya membahas tentang masa depan anak, masalah
ekonomi rumah tangga dan hubungan sosial. Keadaan menjanda/menduda ini
membuat individu harus dapat hidup secara mandiri tanpa dukungan, baik
emosional maupun materi dari pasangannya yang telah meninggal (Taylor,
1993).
Kebanyakan pria dan wanita berusia madya mengalami rasa duka cita
yang dalam selama jangka waktu tertentu. Menurut Conroy, terdapat lima
tahap, yaitu (Jahya, Yudrik : 300):
Sebuah teori popular yang disebut dengan the dual prosess of coping yang
dikemukakan oleh Utz, R, dijelaskan bahwa wanita yang mengalami
kehilangan terombang-ambing diantara pengentasan masalah yang
berorientasi pada rasa kehilangnnya dan pengentasan masalah yang
berorientasi terhadap pemulihan. Pengentasan masalah yang berorientasi pada
kehilangan membawa wanita pada rasa kehilangan yang bersifat sangat
emosional terhadap pasangan hidup, sedangkan pengentasan masalah yang
berorientasi pada pemulihan membawa wanita pada keadaan untuk
membangun kembali aktivitas harian dan hubungan sosial yang mungkin
terganggu karena hilangnya pasangan. Oleh karena itu, hilangnya pasangan
merupakan proses multidimensi yang mana wanita yang mengalami
kehilangan harus menghadapi kehilangan secara sosial, psikologis, financial
dan instrumental yang berhubungan dengan perkawian yang berakhir (Yulia
Sholichatun. 2012).
J. Indikasi Resiliensi
Setiap hal pasti memiliki sebab dan akibat. Begitu pula pada resiliensi.
Menurut Walker dan Avant (dalam Ramirez, 2007: 77-78), untuk
mendefinisikan suatu hal dalam analisis konsep pasti diperlukan asal muasal
(antecedents) dan akibat (consequences). Dalam resiliensi, pokok dari asal
muasalnya adalah adversity, yaitu suatu variabel tunggal yang paling terkenal
yang membedakan daya ketahanan dengan proses manajemen sosial ataupun
trait dalam kepribadian. Dalam kamus Bahasa Inggris (Echols, 1976: 14),
adversity diartikan sebagai kesengsaraan atau kemalangan. Sehingga tanpa
adanya adversity, mungkin tidak akan terlahir sebuah resiliensi.Begitu pula
dengan akibat–akibat (consequences) yang ditimbulkan oleh resiliensi.
Ramirez (2007: 78) menjabarkan ada tiga hasil penting yang diakibatkan
(outcomes) oleh resiliensi. Tiga hal tersebut adalah:
a. Effective Coping adalah tindakan terbaik yang digambarkan secara
efektif dalam mengelola kesulitan ataupun hal–hal yang menekan yang
dihadapkan agar dapat berfungsi secara optimal dalam mengatasinya.
b. Mastery adalah sebuah istilah yang sering ditemukan dalam beberapa
Sumber tentang Self-Efficacy atau efikasi diri, yang didefinisikan
sebagai kemampuan ataupun pengetahuan luas yang dimiliki dan
dikuasai individu.
c. Adaptasi Positif adalah sesuatu yang terjadi ketika seorang individu
kembali bangkit atau pulih dari peristiwa yang mengganggu ataupun
sulit dan menekan, dan pemulihan kembali tersebut efektif dan
bermanfaat
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1102205028-3-NASKAH%20BAB%20II.pdf
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://etheses.uin-malang.ac.id/
1827/6/09410027_Bab_2.pdf&ved=2ahUKEwj67bK87sn1AhXGRWwGHQQaDJgQFnoEC
AMQBg&usg=AOvVaw0o4UIfG2__r0y7eQr7WN9O
Novianti, Ria (2018). Orangtua Sebagai Pemeran Utama Menumbuhkan Resiliansi Anak.
Educhild, 7(1) , 26-33
Utami, C.T & Helmi. A.F. (2017). Self-Efficacy dan Resiliensi : Sebuah Tinjau Meta-Analisi.
Jurnal UGM, Buletin Psikologi, 25 (1), 54-