Anda di halaman 1dari 5

KECERDASAN KETAHANAN / ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

Muhammad Demmy Busthomi (0721200043)


Wahyu Aryani (0721200039)

Administrasi Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat


Indonesia

A. Definisi Adversity Quotient (AQ)


Secara umum, kecerdasan dapat dipahami pada dua tingkat. Pertama, kecerdasan
sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. Kedua, kecerdasan sebagai sebuah kemampuan untuk memproses informasi
sehingga masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang dapat segera dipecahkan (problem
solved), dan dengan demikian pengetahuan pun menjadi bertambah (Fanani, 2005).
Kecerdasan yang umum dibahas dan dijadikan ukuran kemampuan berpikir manusia
meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan
ini kerap dianggap sebagai prediktor kesuksesan seseorang dalam menjalani hidupnya.
Namun, nyatanya banyak contoh seseorang yang memiliki kecerdasan IQ, EQ ataupun SQ di
atas rata-rata namun tidak mampu menghadapi kesulitan. Sebaliknya banyak contoh
seseorang dengan kecerdasan yang biasa-biasa saja, namun karena kegigihannya,
keuletannya, dan sikap pantang menyerahnya ia akhirnya bisa mencapai kesuksesan.
Jadi untuk mencapai hidup yang sukses dan bermakna tidak hanya ditentukan dari
sejauh mana kecerdasan yang dimilikinya, melainkan bagaimana ia menggunakan
kecerdasan yang dimilikinya tersebut untuk membantunya menghadapi kesulitan, tantangan
dan bertahan hidup. Konsep tersebut yang memunculkan kecerdasan baru yaitu kecerdasan
ketahanan atau Adversity Quotients (AQ).
Adversity  dalam kamus bahasa Inggris berarti kesengsaraan dan kemalangan,
sedangkan quotient diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan. Sedangkan menurut
Stoltz, adversity quotient merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengamati
kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga
menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan (Stoltz, 2000).
Adversity Quotients dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia
dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Seseorang dengan Adversity Quotients
yang baik akan bertahan ketika dihadapkan dengan kesulitan dan tantangan, dan justru ia
akan berusaha menjadikannya jalan untuk menuju kesuksesan.

B. Dimensi Adversity Quotients


Menurut Stoltz (2004), adversity quotients memiliki empat dimensi, yaitu :
1. Kendali (Control)
Kendali berkaitan dengan sejauh mana seseorang mampu mempengaruhi dan
mengendalikan respon secara positif terhadap situasi apapun.
2. Asal-usul dan Pengakuan (Origin-Ownership)
Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang menanggung akibat dari suatu
situasi tanpa mempermasalahkan penyebabnya. Dimensi ini berkaitan dengan perasaan
bersalah dan perasaan bertanggung jawab yang dapat membantu seseorang untuk
menjadi lebih baik.
3. Jangkauan (Reach)
Jangkauan berkaitan dengan sejauh mana seseorang membiarkan kesulitan yang ia
hadapi menjangkau dan mempengaruhi hal-hal lain dalam kehidupannya.
4. Daya Tahan (Endurance)
Daya tahan berkaitan dengan persepsi seseorang akan seberapa lama kesulitan tersebut
akan berlangsung dan akan mempengaruhi kemampuannya untuk bertahan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotients


Stoltz (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
adversity quotients, yaitu :
1. Bakat, yaitu keterampilan, kompetensi, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
2. Kemauan, yaitu motivasi, antusiasme, dorongan dan semangat yang dimiliki seseorang.
3. Kecerdasan, yaitu kecerdasan yang dimiliki dan dominan pada seseorang. Hal ini akan
mempengaruhi seseorang dalam menentukan orientasi dan tujuan hidupnya.
4. Kesehatan, yaitu kondisi fisik dan psikis yang dimiliki seseorang.
5. Kepribadian, yaitu karakter dan nilai yang dimiliki seseorang seperti kejujuran,
kebijaksanaan, keberanian, ketulusan, dan sebagainya.
6. Genetik, faktor genetik memberikan pengaruh yang besar pada seseorang pada caranya
berperilaku.
7. Pendidikan, pendidikan sangat mempengaruhi kecerdasan, kebiasaan, pola pikir, dan
sudut pandang seseorang.
8. Keyakinan, keyakinan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu masalah dan
membantunya dalam mencapai tujuan hidup.

D. Tingkatan Dalam Adversity Quotients


Stoltz mengelompokkan individu berdasarkan daya juangnya menjadi tiga: quitter,
camper, dan climber.
1. Quitters
Quitters yaitu orang yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan
berhenti. Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti berusaha, mereka
mengabaikan menutupi dan meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk terus
berusaha. Dengan demikian, individu dengan tipe ini biasanya meninggalkan banyak hal
yang ditawarkan oleh kehidupan.
2. Campers
Campers atau orang-orang yang berkemah adalah orang-orang yang telah berusaha
sedikit kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Tipe ini biasanya bosan
dalam melakukan pendakian kemudian mencari posisi yang nyaman dan bersembunyi
pada situasi yang bersahabat. Kebanyakan para campers menganggap hidupnya telah
sukses sehingga tidak perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha.
3. Climbers
Climbers atau si pendaki adalah individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya.
Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan kerugian, nasib baik maupun buruk,
individu dengan tipe ini akan terus berusaha.

E. Peranan Adversity Quotients


Adversity Quotients yang dimiliki seseorang akan memainkan peranan pada berbagai
aspek kehidupannya, di antaranya :
1. Daya Saing
Individu yang bereaksi secara konstruktif terhadap kesulitan lebih tangkas dalam
memelihara energi, fokus, dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan.
2. Produktivitas
Seligman (2006) membukitkan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik
kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon
kesulitan dengan baik.
3. Kreativitas
Kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang oleh hal-hal yang
tidak pasti.
4. Motivasi
Dari penelitian Stoltz (2005) ditemukan orang-orang yang AQ-nya tinggi dianggap
sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi.
5. Mengambil Resiko
Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2005) menemukan bahwa individu yang
merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko.
6. Perbaikan
Seseorang dengan adversity quotients yang baik akan menyikapi kesulitan dan tantangan
sebagai sarana melakukan perbaikan terus-menerus untuk dapat bertahan hidup dan
mencapai kesuksesan.
7. Ketekunan
Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus walaupun dihadapkan pada
kemunduran-kemunduran atau kegagalan.

8. Belajar
Peserta didik dengan adversity quotients yang baik saat menghadapi kesulitan justru
membuatnya semakin semangat untuk belajar dan mencari tahu, dan tidak mudah
menyerah. Hal ini tentu akan membantu peserta didik untuk lebih berprestasi di
sekolahnya.
9. Merangkul Perubahan
Stoltz (2005), menemukan individu yang memeluk perubahan cendrung merespon
kesulitan secara lebih konstruktif dan berusaha memanfaatkannya untuk merubah
kesulitan menjadi peluang.

F. Cara Meningkatkan Adversity Quotients


Menurut Stoltz, cara mengembangkan dan menerapkan AQ dapat diringkas dalam
kata LEAD (Stoltz, 2000), yaitu:
1. Listened  (Dengar)
Mendengarkan respon terhadap kesulitan merupakan langkah yang penting dalam
mengubah AQ individu. Individu berusaha menyadari dan menemukan jika terjadi
kesulitan, kemudian menanyakan pada diri sendiri apakah itu respon AQ yang tinggi atau
rendah, serta menyadari dimensi AQ mana yang paling tinggi.
2. Explored (Gali)
Pada tahap ini, individu didorong untuk menjajaki asal-usul atau mencari penyebab dari
masalah. Setelah itu menemukan mana yang merupakan kesalahannya, lalu
mengeksplorasi alternatif tindakan yang tepat.
3. Analized (Analisa)
Pada tahap ini, individu diharapkan mampu menganalisa bukti apa yang menyebabkan
individu tidak dapat mengendalikan masalah, bukti bahwa kesulitan itu harus menjangkau
wilayah lain dalam kehidupan, serta bukti mengapa kesulitan itu harus berlangsung lebih
lama dari semestinya.
4. Do  (Lakukan)
Terakhir, individu diharapkan dapat mengambil tindakan nyata setelah melewati tahapan-
tahapan sebelumnya. Sebelumnya diharapkan individu dapat mendapatkan informasi
tambahan guna melakukan pengendalian situasi yang sulit, kemudian membatasi
jangkauan keberlangsungan masalah saat kesulitan itu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Adversity Quotients. 2020. Diakses pada 15 Juni 2021 dari


https://www.konsultanpsikologijakarta.com/adversity-quotient/

Adversity Quotient. 2020. Diakses pada 15 Juni 2021 dari


https://www.studilmu.com/blogs/details/adversity-quotient-bagian-1

Sudarman. 2019. Adversity Quotient Pembangkit Motivasi Siswa Dalam Belajar Matematika.
Diakses pada 15 Juni 2021 dari https://media.neliti.com/media/publications/123162-ID-
adversity-quotient-pembangkit-motivasi-s.pdf

Zainudin. 2019. Pentingnya Adversity Quotient Dalam Meraih Prestasi Belajar. Diakses pada 15
Juni 2021 dari https://media.neliti.com/media/publications/218112-pentingnya-
adversity-quotient-dalam-mera.pdf

Anda mungkin juga menyukai