Anda di halaman 1dari 5

Kecerdasan Adversitas

1. Definisi Kecerdasan Adversitas

Dalam kamus bahasa Inggris, kata “adversity” diartikan dengan kesengsaraan dan
kemalangan, sedangkan “Intelligence” diartikan dengan kecerdasan. Kecerdasan adversitas
merupakan kecerdasan yang dimiliki seseorang ketika menghadapi permasalahan, atau bisa
dikatakan merupakan kecerdasan daya juang seseorang. Dengan kata lain adversity intelligence
merupakan suatu kemampuan untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala masalah ataupun
kesulitan hidup.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz (2000 : 140-148), kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi yang biasa
disingkat dengan CO2RE yaitu:

a. Control (C)

Dimensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak atau seberapa besar kontrol
yang dirasakan oleh individu terhadap suatu peristiwa yang sulit. Dimensi ini mempertanyakan
seberapa besar kendali yang dirasakan individu terhadap situasi yang sulit. Individu yang
memiliki tingkat kecerdasan adversitas yang tinggi merasa bahwa mereka memiliki kontrol dan
pengaruh yang baik pada situasi yang sulit bahkan dalam situasi yang sangat di luar kendali.
Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi control akan berpikir bahwa pasti ada yang
bisa dilakukan, selalu ada cara menghadapi kesulitan dan tidak merasa putus asa saat berada
dalam situasi sulit. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah, merespon situasi sulit
seolah olah mereka hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki control, tidak bisa melakukan
apa - apa dan biasanya mereka menyerah dalam menghadapi situasi sulit.

b. Origin dan Ownership (O2)

Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang menjadi penyebab dari
suatu kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mampu menghadapi akibat–akibat yang
ditimbulkan oleh situasi sulit tersebut.

Origin, dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan. Dimensi ini
berkaitan dengan rasa bersalah. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah, cenderung
menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwaperistiwa buruk yang terjadi.
Dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau asal usul
(origin) kesulitan tersebut. Selain itu, individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah juga
cenderung untuk menyalahkan diri sendiri. Individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi
origin cenderung berpikir bahwa ia telah melakukan kesalahan, tidak mampu, kurang memiliki
pengetahuan, dan merupakan orang yang gagal. Sedangkan individu yang memiliki kecerdasan
adversitas tinggi menganggap sumber-sumber kesulitan itu berasal dari orang lain atau dari luar.
Individu yang memiliki tingkat origin yang lebih tinggi akan berpikir bahwa ia merasa saat ini
bukan waktu yang tepat, setiap orang akan mengalami masa-masa yang sulit, atau tidak ada yang
dapat menduga datangnya kesulitan.

Ownership, dimensi ini mempertanyakan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat akibat
yang ditimbulkan dari situasi yang sulit. Mengakui akibat akibat yang ditimbulkan dari situasi
yang sulit mencerminkan sikap tanggung jawab (ownership). Individu yang memiliki kecerdasan
adversitas tinggi mampu bertanggung jawab dan menghadapi situasi sulit tanpa menghiraukan
penyebabnya serta tidak akan menyalahkan orang lain. Rasa tanggung jawab yang dimiliki
menjadikan individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi untuk bertindak dan membuat
mereka jauh lebih berdaya daripada individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah.
Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi lebih unggul daripada individu yang
memiliki kecerdasan adversitas rendah dalam kemampuan untuk belajar dari kesalahan.
Sementara individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah, menolak untuk bertanggung
jawab, tidak mau mengakui akibatakibat dari suatu kesulitan dan lebih sering merasa menjadi
korban serta merasa putus asa.

c. Reach (R)

Dimensi ini merupakan bagian dari kecerdasan adversitas yang mengajukan pertanyaan
sejauh mana kesulitan yang dihadapi akan mempengaruhi bagian atau sisi lain dari kehidupan
individu. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi memperhatikan kegagalan dan
tantangan yang mereka alami, tidak membiarkannya mempengaruhi keadaan pekerjaan dan
kehidupan mereka. Indvividu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah membiarkan
kegagalan mempengaruhi area atau sisi lain dalam kehidupan dan merusaknya.

d. Endurance (E)

Dimensi keempat ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi yang mempertanyakan
berapa lama suatu situasi sulit akan berlangsung. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas
rendah merasa bahwa suatu situasi yang sulit akan terjadinya selamanya. Individu yang memiliki
respon yang rendah pada dimensi ini akan memandang kesulitan sebagai peristiwa yang
berlangsung terus menerus dan menganggap peristiwaperistiwa positif sebagai sesuatu yang
bersifat sementara. Sementara individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi memiliki
kemampuan yang luar biasa untuk tetap memiliki harapan dan optimis.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas

Paul G. Stoltz dalam bukunya menggambarkan potensi dan daya tahan individu dalam sebuah
pohon yang disebut pohon kesuksesan. Aspek-aspek yang ada dalam pohon kesuksesan tersebut
yang dianggap mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang, diantaranya (Stoltz, 2000 : 92)

1. Bakat
2. Kemauan

3. Kecerdasan

4. Kesehatan

5. Karakteristik kepribadian

6. Genetika

7. Pendidikan

8. Keyakinan

4. Tingkatan dalam Kecerdasan Adversitas

Stoltz mengelompokkan individu berdasarkan daya juangnya menjadi tiga: quitter, camper, dan
climber. Stoltz menyatakan terdapat tiga tingkatan daya tahan seseorang dalam menghadapi
masalah, antara lain (Stoltz, 2000 : 23) :

a. Quitters

Quitters yaitu orang yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti.
Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti berusaha, mereka mengabaikan menutupi dan
meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk terus berusaha. Dengan demikian, individu
dengan tipe ini biasanya meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.

Ciri-ciri, deskripsi dan karakteristik Quitters :

a. Menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi

b. Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak “lengkap

c. Bekerja sekedar cukup untuk hidup

b. Campers

Campers atau orang-orang yang berkemah adalah orangorang yang telah berusaha sedikit
kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Tipe ini biasanya bosan dalam
melakukan pendakian kemudian mencari posisi yang nyaman dan bersembunyi pada situasi
yang bersahabat. Kebanyakan para campers menganggap hidupnya telah sukses sehingga tidak
perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha.

Ciri-ciri, deskripsi dan karakteristik Campers :


a. Mereka mau untuk mendaki, meskipun akan “berhenti” di pos tertentu, dan merasa cukup
sampai disitu

b. Cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu (satisficer)

c. Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha.

c. Climbers

Climbers atau si pendaki adalah individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya. Tanpa
menghiraukan latar belakang, keuntungan kerugian, nasib baik maupun buruk, individu dengan
tipe ini akan terus berusaha.

Ciri-ciri, deskripsi dan karakteristik Climbers :

a. Mereka membaktikan dirinya untuk terus “mendaki”, mereka adalah pemikir yang selalu
memikirkan kemungkinan-kemungkinan.

b. Hidupnya “lengkap” karena telah melewati dan mengalami semua tahapan sebelumnya.
Mereka menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui
“langkah-langkah kecil” yang sedang dilewatinya.

c. Menyambut baik tantangan, memotivasi diri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang
mendapatkan yang terbaik dalam hidup. Mereka cenderung membuat segala sesuatu terwujud

5. Peranan Kecerdasan Adversitas dalam Kehidupan

Faktor-faktor kesuksesan berikut ini dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian individu serta
cara individu tersebut merespon kesulitan, diantaranya (Stoltz, 2000 : 93):

a. Daya Saing

b. Produktivitas

c. Kreativitas

d. Motivasi

e. Mengambil Resiko

f. Perbaikan

g. Ketekunan
h. Belajar

i. Merangkul Perubahan

6. Mengembangkan Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz, cara mengembangkan dan menerapkan kecerdasan adversitas dapat diringkas
dalam kata LEAD (Stoltz, 2000 : 194), yaitu:

a. Listened (dengar)

Individu berusaha menyadari dan menemukan jika terjadi kesulitan, kemudian menanyakan
pada diri sendiri apakah itu respon kecerdasan adversitas yang tinggi atau rendah, serta
menyadari dimensi kecerdasan adversitas mana yang paling tinggi.

b. Explored (gali)

Pada tahap ini, individu didorong untuk menjajaki asal-usul atau mencari penyebab dari masalah.
Setelah itu menemukan mana yang merupakan kesalahannya, lalu mengeksplorasi alternatif
tindakan yang tepat.

c. Analized (analisa)

Pada tahap ini, individu diharapkan mampu menganalisa bukti apa yang menyebabkan individu
tidak dapat mengendalikan masalah, bukti bahwa kesulitan itu harus menjangkau wilayah lain
dalam kehidupan, serta bukti mengapa kesulitan itu harus berlangsung lebih lama dari
semestinya. Fakta-fakta ini perlu dianalisa untuk menemukan beberapa faktor yang mendukung
kecerdasan adversitas individu.

d. Do (lakukan)

Terakhir, individu diharapkan dapat mengambil tindakan nyata setelah melewati tahapan-
tahapan sebelumnya. Sebelumnya diharapkan individu dapat mendapatkan informasi tambahan
guna melakukan pengendalian situasi yang sulit, kemudian membatasi jangkauan
keberlangsungan masalah saat kesulitan itu terjadi.

Anda mungkin juga menyukai