Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Resiliensi atau daya lentur merupakan salah satu istilah dalam bidang psikologi.
Paradigmanya didasarkan pada pandangan yang muncul dari lapangan psikologi ataupun
sosiologi mengenai bagaimana seseorang baik anak, remaja, dan orang dewasa sembuh dari
keterpurukan, trauma, ataupun stress akibat dari masalah yang sedang dialami. Ada individu
yang mampu bertahan dan bangkit dari situasi yang negative. Namun, tidak sedikit pula
individu yang gagal keluar dari situasi negative tersebut.
Pada masa seperti sekarang ini banyak sekali trjadi berbagai fenomena mengenai
kehidupan yang sungguh sangat menyayat hati. Seperti kasus bunuh diri yang terjadi
beberapa tahun terakhir. Pada umumnya bunuh diri banyak dilakukan oleh kalangan remaja
dengan modus “putus cinta”, “hamil diluar nikah”, “tidak lulus ujian” dan masih banyak lagi.
Belum lagi kasus-kasus lainnya yang terjadi akibat depresi.

2. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian Resiliensi?
b. Bagaimana pandangan mengenai resiliensi?
c. Apa sajakah factor-faktor resiliensi?
d. Bagaimanakah karakteristik manusia yang resilien?

3. Tujuan dan Manfaat


a. Mengetetahui arti Resiliensi.
b. Mengetahui pandangan mengenai resiliensi.
c. Mengetahui faktor-faktor Resiliensi.
d. Mengetahui bagaimana karekter orang yang resilien.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Resiliensi

Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen, 1996)
dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan
kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal
maupun eksternal. Secara spesifik, ego-resilience adalah: “… a personality resource that
allows individual to modify their characteristic level and habitual mode of expression of ego-
control as the most adaptively encounter, function in and shape their immediate and long
term environmental context. (Block, dalam Klohnen, 1996, hal.45)[1].

Dari definisi yang dikemukakan di atas, nampak bahwa ego resiliensi merupakan satu
sumber kepribadian yang berfungsi membentuk konteks lingkungan jangka pendek maupun
jangka panjang, di mana sumber daya tersebut memungkinkan individu untuk memodifikasi
tingkat karakter dan cara mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka lakukan[2].

Sebagai salah satu kajian dalam ilmu budaya dasar, resiliensi mempunyai dampak
yang signifikan dalam pelestarian budaya yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Budaya
sering dikaitkan dengan kata kebudayaan yang secara umum dapat didefinisikan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi
kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[3]
Resiliensi sebagai salah satu nilai dalam masyarakat yang kemudian menjadi bagian dari pada
diri anggota masyarakat akan berdampak positif bagi perkembangan manyarakat tersebut.
Perkembangan tersebut akan berjalan beriringan dengan kemampuan mempertahankan nilai
resiliensi tersebut dalam masyarakat.

Resiliensi adalah kemampuan atau kapasias insani yang dimiliki seseorang, kelompok
atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan
bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak
menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang
wajar untuk diatasi. yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang[4].

Grotberg (1995: 10) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk
menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau
kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah
masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan.
Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi adalah
kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau
trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.

2. Pandangan Terhadap Resiliensi


Ada beberapa pandangan dalam resiliensi. Pandangan tersebut antara lain;

a. Resiliensi sebagai kemampuan adaptasi

Joseph (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan


individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan
kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.

b. Resiliensi sebagai kemampuan bangkit kembali dari tekanan

Dugall dan Coles (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah
kapasitas seseorang untuk melambung kembali atau pulih dari kekecewaan, hambatan, atau
tantangan. Rutter (dalam Isaacson, 2002) melihat individu yang resilien sebagai mereka yang
berhasil menghadapi kesulitan, mengatasi stres atau tekanan, dan bangkit dari kekurangan.
Resiliensi didefinisikan oleh Wolin dan Wolin (1999) sebagai proses tetap berjuang saat
berhadapan dengan kesulitan, masalah, atau penderitaan.

c. Resiliensi terlihat dalam suatu keadaan dimana seseorang memiliki resiko besar untuk
gagal namun ia tidak (gagal).

Rhodes dan Brown (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa anak-anak yang
resilien adalah mereka yang beresiko memiliki disfungsi psikologis di masa yang akan datang
akibat peristiwa hidup yang menekan, tetapi ternyata pada akhirnya mereka tidak memiliki
disfungsi tersebut. Contohnya, tidak semua anak yang putus sekolah gagal mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak, tidak semua remaja nakal menjadi pelaku kriminal di
masa dewasanya, dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan


seseorang dalam menghadapi masalah yang sedang dialami yang membuatnya tertekan dan
terjatuh dan berusaha bangkit kembali dari ketertekanan itu.

3. Faktor-Faktor Resiliensi

Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang
membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I
Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan
untuk kemampuaninterpersonal digunakan istilah’I Can’[5].

a. I Am

Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaan,
tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Faktor I Am terdiri dari
beberapa bagian antara lain; bangga pada diri sendiri, perasaan dicintai dan sikap yang
menarik, individu dipenuhi harapan, iman, dan kepercayaan, mencintai, empati dan altruistic,
yang terakhir adalah mandiri dan bertanggung jawab.

Berikut ini, akan dijelaskan satu persatu mengenai bagian-bagian dari faktor I Am.
Bangga pada diri sendiri; individu tahu bahwa mereka adalah seorang yang penting
dan merasa bangga akan siapakah mereka itu dan apapun yang mereka lakukan atau akan
dicapai. Individu itu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkan
mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self
esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.

Perasaan dicintai dan sikap yang menarik; Individu pasti mempunyai orang yang
menyukai dan mencintainya. Individu akan bersikap baik terhadap orang-orang yang
menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan perilakunya jika
menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan orang lain. Bagian yang
lain adalah dipenuhi harapan, iman, dan kepercayaan. Individu percaya ada harapan bagi
mereka, serta orang lain dan institusi yang dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang
benar maupun salah, dan ingin ikut serta di dalamnya. Individu mempunyai kepercayaan diri
dan iman dalam moral dan kebaikan, serta dapat mengekspresikannya sebagai kepercayaan
terhadap Tuhan dan manusia yang mempunyai spiritual yang lebih tinggi.

Mencintai, empati, altruistic; yaitu ketika seseorang mencintai orang lain dan
mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa yang
terjadi pada orang lain dan mengekspresikan melalui berbagai perilaku atau kata-kata.
Individu merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain dan ingin melakukan
sesuatu untuk menghentikan atau berbagi penderitaan atau memberikan kenyamanan.

Bagian yang terakhir adalah mandiri dan bertanggung jawab. Individu dapat
melakukan berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menerima berbagai
konsekuensi dan perilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung
jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan
dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.

b. I Have

Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan resiliensi.

Sumber-sumbernya adalah memberi semangat agar mandiri, dimana individu baik


yang independen maupun masih tergantung dengan keluarga, secara konsisten bisa
mendapatkan pelayanan seperti rumah sakit, dokter, atau pelayanan lain yang sejenis.

Struktur dan aturan rumah, setiap keluarga mempunyai aturan-aturan yang harus
diikuti, jika ada anggota keluarga yang tidak mematuhi aturan tersebut maka akan diberikan
penjelasan atau hukuman. Sebaliknya jika anggota keluarga mematuhi aturan tersebut maka
akan diberikan pujian.

Role Models juga merupakan sumber dari faktor I Have yaitu orang-orang yang dapat
menunjukkan apa yang individu harus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu dan
memberi semangat agar individu mengikutinya.

Sumber yang terakhir adalah mempunyai hubungan. Orang-orang terdekat dari


individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang mencintai dan menerima
individu tersebut. Tetapi individu juga membutuhkan cinta dan dukungan dari orang lain
yang kadangkala dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang yang kurang dari orang terdekat
mereka.

c. I Can

Faktor I Can adalah kompetensi sosial dan interpersonal seseorang. Bagian-bagian


dari faktor ini adalah mengatur berbagai perasaan dan rangsangan dimana individu dapat
mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam
kata-kata dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak
orang lain maupun diri sendiri. Individu juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul,
‘kabur’, merusak barang, atau melakukan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.

Mencari hubungan yang dapat dipercaya dimana individu dapat menemukan


seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi
perasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan
masalah personal dan interpersonal.

Sumber yang lain adalah keterampilan berkomunikasi dimana individu mampu


mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat
mendengar apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain.

Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain dimana individu memahami
temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau
diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong
individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi,
membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu
mampu sukses dalam berbagai situasi.

Bagian yang terakhir adalah kemampuan memecahkan masalah. Individu dapat


menilai suatu masalah secara alami serta mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat
memecahkan masalah dan bantuan apa yang mereka butuhkan dari orang lain. Individu dapat
membicarakan berbagai masalah dengan orang lain dan menemukan penyelesaian masalah
yang paling tepat dan menyenangkan. Individu terus-menerus bertahan dengan suatu masalah
sampai masalah tersebut terpecahkan.

4. Karakteristik Individu yang Resilien

Menurut Wolin dan Wolin (1999), ada tujuh karakteristik utama yang dimiliki oleh
individu yang resilien. karakteristik-karakteristik inilah yang membuat individu mampu
beradaptasi dcngan baik saat mcnghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Masing- masing karakteristik ini
memiliki bentuk yang berbeda-beda dalam tiap tahap perkembangan (anak, rcmaja,
dcwasa)[6].
a. Insight

Kemampuan untuk memahami dan memberi arti pada situasi, orang-orang yang ada di
sekitar, dan nuansa verbal maupun nonverbal dalam komunikasi, individu yang memiliki
insight mampu menanyakan pertanyaan yang menantang dan menjawabnya dengan jujur. Hal
ini membantu mereka untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat
menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.

b. Kemandirian

Kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber
masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga
keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. Orang yang
mandiri tidak bersikap ambigu dan dapat mengatakan “tidak” dengan tegas saat diperlukan.
Ia juga memiliki orientasi yang positif dan optimistik pada masa depan.

c. Hubungan

Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling


mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, ataupun memiliki role model yang sehat. Remaja
mengembangkan hubungan dengan melibatkan diri (recruiting) dengan beberapa orang
dewasa dan teman sebaya yang suportif dan penolong. Pada masa dewasa, hubungan menjadi
matang dalam bentuk kelekatan (attaching), yaitu ikatan personal yang menguntungkan
secara timbal balik dimana ada karakteristik saling memberi dan menerima.

d. Inisiatif

Individu yang resilien bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam
pemecahan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah,
serta meningkatkan kemampuan mereka menghadapi hal-hal yang tak dapat diubah. Mereka
melihat hidup sebagai rangkaian tantangan dimana mereka yang mampu mengatasinya.
Anak-anak yang resilien memiliki tujuan yang mengarahkan hidup mereka secara konsisten
dan mereka menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk berhasil di sekolah.

e. Kreativitas

Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan


alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam
perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari tiap perilakunya dan
membuat keputusan yang benar.

Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan


diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya sendiri saat menghadapi
kesulitan. Anak yang resilien mampu secara kreatif menggunakan apa yang tersedia untuk
pemecahan masalah dalam situasi sumber daya yang terbatas. Selain itu, bentuk-bentuk
kreativitas juga terlihat dalam minat, kegemaran, kegiatan kreatif dari imajinatif.

f. Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan
diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Seseorang yang resilien
menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan
lebih ringan. Rasa humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.

g. Moralitas

Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara
baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat
keputusan yang tepat tanpa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi
kepentingan diri sendiri dalam membantu orang yang membutuhkan. Moralitas adalah
kemampuan berperilaku atas dasar hati nurani.

Potensi untuk menjadi individu yang resilien ada dalam diri setiap orang. Namun,
diperlukan dukungan dari keluarga, sekolah, dan komunitas, agar individu dapat mewujudkan
potensi resiliensinya (Benard, 2004).

Secara umum, resiliensi bermakna kemampuan seseorang untuk bangkit dari


keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan yang
mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi tinggi akan mudah untuk kembali ke
keadaan normal.

Orang yang resilien lebih mudah dalam mengatur regulasi emosi. Mereka cepat
memutus perasaan yang tak sehat, yang kemudian justru membantunya tumbuh menjadi
orang yang lebih kuat. Mereka menjadi contoh atas apa yang pernah disampaikan oleh
Wilhelm Nietzsche’s : “That which does not kill me, makes me stronger”. “Apa yang tidak
membunuh saya, justru akan makin menguatkan saya.”

Ciri-ciri seseorang yang resilien menurut Grotberg (1999) terdiri atas tiga hal berikut:
a. Memiliki kemampuan untuk mengendalikan berbagai macam dorongan yang
muncul dari dalam diri seseorang.
b. Memiliki kemampuan untuk dapat bangkit dari permasalahan dan berusaha
untuk mengatasinya.
c. Mandiri serta dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran serta inisiatif
dirinya sendiri, mempunyai sikap empati dan kepedulian yang tinggi terhadap
sesama.

Berdasarkan dengan hal tersebut diatas Reivich & Shatte (2002) menambahkan tiga ciri
yaitu:
a. Mampu mengatasi stress.
b. Bersikap realistik serta optimistik dalam mengatasi masalah.
c. Mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dengan nyaman.

Menurut Wagnild & Young (1993) terdapat lima karakterisitk seseorang yang memiliki
resiliensi antara lain:
a. Meaningfulness yaitu memiliki tujuan dalam menjalani kehidupan.
b. Perseverance yaitu keinginan untuk terus maju meskipun mengalami kesulitan.
c. Self-reliance adalah percaya pada diri sendiri dengan memahami kekurangan dan
kelebihan yang dimiliki.
d. Equanimity adalah kemampuan untuk tetap optimis walaupun dalam situasi yang
sulit serta memiliki rasa humor.
e. Existential aloneness yaitu seseorang menerima dirinya apa adanya, memiliki
pendirian yang kuat dan tidak memiliki keinginan untuk konform dengan
lingkungan.
BAB III

KESIMPULAN

Resiliensi adalah kemampuan atau kapasias insani yang dimiliki seseorang, kelompok
atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan
bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak
menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang
wajar untuk diatasi. yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang.

Ada beberapa pandangan dalam resiliensi. Pandangan tersebut antara lain; Resiliensi
sebagai kemampuan adaptasi, resiliensi sebagai kemampuan bangkit kembali dari tekanan,
resiliensi terlihat dalam suatu keadaan dimana seseorang memiliki resiko besar untuk gagal
namun ia tidak (gagal).

Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang
membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I
Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan
untuk kemampuaninterpersonal digunakan istilah’I Can’[7].

Ada tujuh karakteristik individu yang resilien, yaitu individu yang memiliki aspek
insight, kemandirian, hubungan, inisiatif, kreativitas, humor dan moralitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arya. Resiliensi. http://belajarpsikologi.com/pengertian-resiliensi/

Chandra, Silvia. Resiliensi. http://rumahbelajarpsikologi.com / index.php/resiliensi.html

Sekarini, Rima. Aku Bisa Bertahan dan Bangkit Kembali : Resiliensi Diri.
http://rimuu.wordpress.com/2010/05/26/aku-bisa-bertahan-dan-bangkit-kembali-
resiliensi-diri/

Widagno, Djoko dkk. Ilmu Budaya Dasar. 1994. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai