Anda di halaman 1dari 8

Etika Pengembangan Diri

Menggali Potensi Kecerdasan 2: AQ Mengubah


Hambatan Menjadi Peluang

Disusun oleh:
Nama: Lucy Marcellia
NIM: 201750133

Dosen Pembimbing:
Pak Surahman Pujianto, S.Psi., M.M.

Trisakti School of Management


Jurusan Akuntansi
Jakarta
2020
Definisi Adversity Quotient (AQ)

Adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesulitan dan


sanggup untuk bertahan hidup, dalam hal ini tidak mudah menyerah dalam menghadapi
setiap kesulitan hidup. Menurut Stolzt (2000), defenisi AQ dapat dilihat dalam tiga bentuk
yaitu :
Adversity quotient (AQ) adalah suatu konsep kerangka kerja guna memahami dan
meningkatkan semua segi dari kesuksesan.
Adversity quotient (AQ) adalah suatu pengukuran tentang bagaimana seseorang
berespon terhadap kesulitan
Adversity quotient (AQ) merupakan alat yang didasarkan pada pengetahuan sains
untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam berespon terhadap kesulitan.

Melalui Adversity quotient (AQ) dapat diketahui seberapa jauh individu tersebut mampu


bertahan dalam menghadapi kesulitan yang dialami, sekaligus kemampuannya untuk
mengatasi kesulitan tersebut. AQ dapat meramalkan siapa yang akan tampil sebagai
pemenang dan siapa yang akan putus asa dalam ketidakberdayaan sebagai pecundang. Selain
itu, Adversity quotient (AQ) dapat pula meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa
yang akan bertahan saat menghadapi suatu kesulitan. Dalam konsep Adversity quotient (AQ),
hidup diumpamakan sebagai suatu pendakian. Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus
maju dan menanjak, terus berkembang sepanjang hidupnya meskipun berbagai kesulitan dan
hambatan menjadi penghalang (Stolzt,2000). Peran Adversity quotient (AQ) sangat penting
dalam mencapai tujuan hidup atau memperhatankan visi seseorang, Adversity quotient (AQ)
digunakan untuk membantu individu memperkuat kemapuan dan ketekunannya dalam
menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil tetap berkembang pada prinsip dan impian
yang menjadi tujuan.

Merumuskan Arti Kesuksesan

Apa si sebenarnya arti sukses? Sukses adalah kemampuan untuk menjalani hidup Anda sesuai
dengan keinginan Anda, melakukan apa yang yang paling dinikmati, dikelilingi oleh orang-orang
Anda senangi dan hormati. Kebanyakan orang yang menganggap pengertian sukses sebagai pada saat
kita wisuda, pada saat naik jabatan, atau pada saat menerima penobatan sebagai orang teladan, orang
terpandai atau sejenisnya. Sukses bukan dalam pengertian seperti itu.
Sukses itu bukan suatu tujuan akhir dengan kualitas seadanya dan menghalalkan segala cara untuk
mencapainya, tetapi sebagai suatu proses yang harus di lakukan setahap demi setahap, dan hari demi
hari , bahkan menit demi menit itulah menurut pandangan saya.

Mungkin kebanyakan orang berpikir bahwa kesuksesan dipandang dari seberapa besar materi
yang ia punya atau yang ia miliki, atau kepintaran atau hard skills apa yang dia punya untuk mencapai
kata sukses. Untuk menjadi sukses kita bisa mlai dengan hal-hal kecil yang kita mampu lakukan. Saya
akan memberikan sebuah contoh yang sangat sering terjadi,Misalnya seseorang yang kurang pandai di
bidang tertentu saja , walaupun ia kurang menguasai suatu materi tertentu tetapi setiap ujian di bidang
yang dia kurang kuasai dia selalu percaya pada kemampuan diri sendiri dan percaya pada tuhan yang
selalu memberikan terang dan ia akhirnya lulus tetapi hanya mendapat nilai C dan ada seseorang yang
mendapa nilai A yang menjadikanya dia menjadi panutan dan banyak menerima pujian dri orang –
orang sekitarnya termasuk dosen tetapi dalam ujian dia telah berbuat bbrapa kecurangan agar  bisa
menerima nilai A tersebut. Pertanyaanya apakah orng yg mendapat nilai A itu lebih sukses? Menurut
pandangan saya tidak, Mungkin anak yang mendaapat nilai A lebih sukses dri anak yang mendapat C
karena mendapat nilai yang lebih baik dan banyak mendapat pujian tetapi ia hanya akan menerima
kesuksesan dalam arti palsu, Arti kesuksesan yang sebenarnya bias kita lihat dari orang yang
mendapat nilai C dikarenakan telah berusaha maksimal dengan kemampuan dirinya sendiri dan itu
menjadikanya sebagai orang yang sukses walaupun nilainya hanya C, tetapi kita bisa melihat proses
pembelajaranya setahap demi setahap untk mendapatkan nilai C trsebut. Saya pun yakin Anak yang
mendapat nilai C tersebut akan lebih besar kemungkinan mencapai kesuksesan yang sesungguhnya,
karna anak yang mendapat nilai c selalu percaya dengan kemampuany sendiri, dan selalu berpegang
teguh pada firman tuhan untk berbuat jujur dalam mengerjakan sesuatu, di dunia yang lebih luas atau
dunia kerja di masa yang akan datang kejujuran dan berpegang teguh menolak godaan iblis akan lebih
bsa diandalkan dari pada orng yang mengandalkan segala cara untk mendapatkan sesuatu yang
diinginkan bahkan cara yang salah yang membohongi dirinya sendiri khususnya Tuhan.

Bukti lainya menurut saya adalah para wakil rakyat yang korupsi,menerima suap dan
mementingkan dirinya sendiri dibanding kepentingan rakyat, Pertanyaanya apakah mereka tidak
pintar dan tidak sukses? Sepertinya tidak mungkin jika orang tidak berpendidikan dapat menjadi wakil
rakyat , dan mereka pun sukses karna bsa menjadi slah satu orang penting di suatu Negara dan dapat
berguna dan bermanfaat bagi Negara, Tetapi menurut pndangan saya mereka itu hanya memiliki
kesuksesan yang palsu, apakah dengan cara korupsi itu dinamakan mereka telah sukses? Sukses itu
adalah proses kita setahap demi setahap untk berkembang dan dilandaskan dalam firman tuhan, mnrt
saya dengan orng yang memiliki keterbatasan pun seperti buta, tuli mereka lebih sukses dibandingkan
pejabat daerah yang pntar yang memiliki gelar kemampuan berpiir yang jauh lebihh dari orng buta
tuli. Persepsi apa yang membuat saya dapat memberikan pernyataan demikian? Persepsi saya adalah
orng buta tuli tidak mengiginkan bahwa mereka ingin diciptakan sebagai si bisu si tuli si buta
dllnya,mereka sudah diciptakan oleh tuhan seperti itu  tetapi mereka ingin berusaha menjadi lebih
baik, lebih bsa berguna bagi sesama, contoh berusaha latihan berbicara sedikit demi sedikit walaupun
mereka bisu, proses yang bertahap itu yang dnamakan kesuksesan yang sesungguhnya. Itulah
pandangan saya mengenai kesuksesan yang sesungguhnya
Dilema Adversitas VS Pohon Kesuksesan

Dalam era ini, semakin tinggi adversity quotient dan skor individu dalam dimensi ini,
maka semakin besar kemungkinannya individu memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang
berlangsung lama, atau bahkan permanen. Individu juga akan mengangap kesulitan dan
penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu, dan kecil
kemungkinannya terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme, dan
kemungkinan individu untuk bertindak. Sebaliknya individu yang memiliki adversity quotient
dan skor dalam dimensi ini yang rendah, maka semakin besar kemungkinannya individu
memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama,
dan mengaggap peristiwa-peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Ini bisa
menunjukkan jenis respon-respon yang memunculkan perasaan tak berdaya atau hilangnya
harapan. Lama-kelamaan, individu akan merasa sinis terhadap aspek-aspek tertentu dalam
hidupnya. Individu mungkin akan cenderung kurang bertindak melawan kesulitan sebagai
sesuatu yang permanen.

Pohon Kesuksesan

Menurut Stoltz 2007 hampir kebanyakan orang mengetahui apa yang dibutuhkan agar
dapat sukses. Karena menurutnya setiap manusia diberkahi berbagai macam unsur penting
untuk mencapai kesuksesan. Tetapi, kenyataannya adalah, jika seseorang memiliki adversity
quotient yang relatif rendah dan karenanya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan
dalam kesulitan, potensinya juga akan tetap kerdil. Sebaliknya, orang dengan adversity
quotient yang cukup tinggi akan berkembang pesat seperti pohon di gunung. Oleh karena itu
Stoltz membagi potensi yang seseorang miliki seperti bagian- bagian dari pohon dibawah ini;
a. Daun: Kinerja Daun diberi label kinerja karena merujuk pada bagian dari individu yang
paling mudah terlihat oleh orang lain. Bagian ini yang paling sering dinilai atau dievaluasi.
Namun daun tidak begitu saja tumbuh tanpa adanya cabang pohon.

b. Cabang: Bakat dan Kemauan Cabang pertama dapat disebut sebagai bakat yang
menggambarkan keterampilan, kompetensi, dan pengetahuan individu. Cabang kedua disebut
hasrat yang menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat
individu. Kedua cabang ini saling mempengaruhi kesuksesan, seseorang yang memiliki bakat
akan tetapi tidak mempuyai kemauan sulit untuk menjadi sukses. Seorang harus mempunyai
kemauan yang mungkin disertai bakat untuk mencapai kesuksesan.
c. Batang: Kecerdasan, Kesehatan, dan Karakter Kecerdasan Howard Gardner dalam Stoltz,
2007 memperluas pengertian kecerdasan bahwa kecerdasan mempunyai tujuh bentuk;
Linguistic, kinestetik, spasial, logika matematis, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Setiap individu memiliki semua kecerdasan tersebut. Namun dalam diri individu beberapa
diantara kecerdasan itu ada yang lebih dominan. Kecerdasan yang lebih dominan tersebutlah
yang mempengaruhi karir, pelajaran-pelajaran yang dipilih, dan hobi-hobi yang dinikmati. Ini
berkaitan dengan cabang pohon yang akan mempengaruhi kesuksesan seseorang. Kesehatan
Kesehatan emosi dan fisik mempengaruhi kemampuan individu dalam menggapai
kesuksesan. Jika individu sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian individu dari
gunung yang sedang didaki atau tujuan yang akan dicapai. Karena sakit itu pendakian
individu bisa menjadi sekedar perjuangan hari demi hari untuk bertahan hidup. Emosi dan
fisik yang sehat dapat sangat membantu pendakian diri individu. Karakter Positif Karakter
positif juga mempengaruhi kesuksesan individu, menurut Aristoteles dalam Stoltz, 2007
kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan, kebaikan, keberanian, dan kedermawanan,
semuanya penting untuk menuju kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai. d.
Akar :Genetika, Pendidikan, dan Keyakinan. Genetika Meskipun genetis tidak akan
menentukan nasib seseorang namun menurut penelitian yang telah ada ternyata menunjukkan
pengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Dalam satu contoh, sepasang anak kembar yang
terpisah selama empat puluh tahun saling menceritakan tentang diri mereka, dan ternyata
mereka memiliki kesamaan- kesamaan. Pendidikan. Seperti genetika, pendidikan bisa juga
mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak,
keteramplian, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan. Keyakinan Menurut Peck dalam the call to
community dalam Stoltz, 2007 menganggap keyakinan sebagai hal yang sangat penting demi
kelangsungan hidup masyarakat. Apa pun jenis keyakinannya, sebagian besar orang yang
sangat sukses memiliki faktor akar ini. Sedangkan menurut Herbert Benson dalam Stoltz,
2007 seorang peneliti yang mempelopori riset tentang peran keyakinan dalam kesehatan
seseorang. Menurutnya berdoa akan mempengaruhi epinefrin dan hormon-hormon
kortikosteroid pemicu stres, yang kemudian akan menurunkan tekanan darah serta membuat
detak jantung dan pernapasan lebih santai.
Tiga Tingkat Kesulitan

Pada ilmu mengenai Adversity Quotient, ada 3 tingkatan kesulitan yaitu: individual


adversity, workplace adversity dan social adversit. Stoltz menggambarkan ketiga kesulitan
tersebut dalam suatu piramida sebagai berikut :

Bagian puncak piramida menggambarkan social adversity (kesulitan di masyarakat).


Kesulitan ini meliputi ketidakjelasan masa depan, kecemasan tentang keamanan,
ekonomi, serta hal-hal lain yang dihadapi seseorang ketika berada dan berinteraksi
dalam sebuah masyarakat.
Kesulitan kedua yaitu kesulitan yang berkaitan dengan workplace adversity (kesulitan
di tempat kerja) meliputi keamanan di tempat kerja, pekerjaan, jaminan penghidupan
yang layak dan ketidakjelasan mengenai apa yang terjadi.
Kesulitan ketiga individual adversity (kesulitan individu) yaitu individu menanggung
beban akumulatif dari ketiga tingkat, namun individu memulai perubahan dan
pengendalian.

Empat Persimpangan AQ

Adversity Quotient (AQ) atau yang lebih dikenal dengan bagaimana kesiapan kita
dalam menghadapi tantangan ternyata cukup berpengaruh dalam kehidupan. Ya bagaimana
tidak, jika seseorang yang memiliki IQ tinggi namun tidak dapat mengimbangi dengan EQ
atau kecerdasan lainnya, yang salah satunya adalah tentang kesiapan menghadapi tantangan,
maka orang tersebut belum tentulah akan menjadi sukses. Anda tentu masih ingat dengan
penggalan kisah tragis William James Sidis. IQ nya yang tinggi tidak diimbangi AQ yang
baik. Ia membiarkan dirinya dihimpit oleh Circle of Concern yang kian membesar.

Sikap yang ditimbulkan mempengaruhi tingkah laku seseorang yang selanjutnya


menghasilkan sesuatu. Ketika kita berpikiran positif maka hasil yang didapat juga hasil yang
positif, namun jika kita berpikiran tentang hal yang negatif maka kita juga akan mendapatkan
hasil yang negatif. Sidis telah menjadi obyek dari eksperimen Boris Sidis sang ayah yang
seorang psikolog. Boris telah menerapkan sistem pendidikan model baru kepada James demi
menyanggah sistem pendidikan konvensional yang dianggap sebagai biang keladi kejahatan.
Sidis dapat disebut bersikap reaktif, karena ia memilih melupakan Circle of Influence yang
menjadi kuasanya.

Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing-masing merupakan bagian dari


sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

1. Control

Control atau kendali mempertanyakan berapa banyak kendali yang Anda rasakan terhadap
sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang
memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa
dirinya tak berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memegang kendali dari
akibat masalah tersebut.

2. Origin  dan Ownership

Mempertanyakan dua hal, yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai
sejauh manakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu.

Origin  menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada.
Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya seorang atau
ada faktor - faktor lain di luar dirinya.

Ownership menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah yang


timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab, atau mau mengakui dan
mencari solusi untuk masalah tersebut.

3. Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat mempengaruhi segi-segi
hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia cenderung memandang masalah tersebut
meluas atau hanya terbatas pada masalah tersebut saja.

4. Endurance

Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya


masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang masalah tersebut terjadi
secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja.

Keseluruhan nilai dari dimensi ini akan menentukan nilai dari Adversity Quotient seseorang.

Anda mungkin juga menyukai