Anda di halaman 1dari 31

PERUBAHAN DAN PENGANTAR PENGEMBANGAN ORGANISASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Organizational Development


yang dibina oleh : Dr. Desi Tri Kurniawati, SE., MM.

KELOMPOK 1
KELAS BC
Arief Rahman 195020207111028
Davin Pradipta 195020201111022
Gabriella Kirana Danardono 195020207111020
Garinda Khotiamurni 195020207111024

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
1. Pengantar Umum Perubahan
Perubahan disebut sebagai sebuah keniscayaan, dikarenakan teknologi dan
globalisasi mentransformasi seluruh segi kehidupan, salah satunya tempat kita
bekerja. Maka dari itu, sebagai organisasi maupun individu harus bisa terus
beradaptasi dengan cara kreatif dan bermakna di lingkungan yang selalu berubah.
Perubahan yang direspon secara proaktif akan berdampak positif bagi
organisasi dan individu yang terlibat. Proaktif disini diartikan kita sadar memiliki
kebebasan dalam pilihan berdasarkan prinsip dan nilai, serta bertanggung jawab atas
pilihan-pilihan tersebut. Orang-orang yang merespon dengan proaktif merupakan
agen perubahan dimana mereka memilih untuk tidak menjadi korban juga tidak
menjadi rekatif serta menyalahkan orang lain.
1.1 Alasan Perubahan
Perubahan yang terjadi akan menuntut manusia untuk berubah, berikut
beberapa alasan terjadinya perubahan :
a. Perubahan adalah pertanda kehidupan. Manusia sebagai makhluk
hidup memiliki siklus hidupnya sendiri, yaitu ketika dilahirkan ke dunia
sebagai bayi yang masih ketergantungan, kemudian bertumbuh menjadi
anak-anak, remaja, lalu dewasa, dimana persoalan seringkali terjadi.
Menurut Arie de Geus (Kasali 2005:6) menegaskan bahwa sebuah
organisasi atau perusahaan juga merupakan makhluk hidup, yaitu
organisasi dilahirkan, sakit, tua, dan dapat mati layaknya makhluk hidup
lainnya. Jika perawatannya baik maka dapat berumur panjang. Contoh :
Sumitomo (Perusahaan Dagang – Jepang) yang umurnya sudah melewati
400 tahun, mereka pasti merasakan kesulitan, dimana zaman sudah
berubah-ubah tetapi mereka tetap berjuang dan beradaptasi dalam
menghadapi perubahan sampai saat ini masih tetap eksis.
b. Perubahan menyimpan harapan. Perubahan dapat memberikan harapan
atau impian yang lebih baik, seperti “Kemajuan mustahil terwujud tanpa
perubahan dan mereka yang tidak dapat mengubah pikirannya tidak akan
mengubah apapun.” (George Bernard Shaw). Pengembangan organisasi
merupakan unsur PSDM yang dapat memberdayakan, merangkul, dan
mengelola perubahan dalam suatu organisasi. Perubahan yang ditangani
secara efektif ialah unsur yang memperlihatkan organisasi tumbuh subur,
bertahan hidup, stagnan, atau kehilangan eksistensinya.
c. Perubahan mungkin mendatangkan pembaruan. Faktanya perubahan
tidak selalu menghasilkan hal baik atau seperti yang kita harapkan, berikut
penyebabnya :
 Tidak adanya kepemimpinan yang kuat.
 Sabotase di tengah perjalanan.
 Komunikasi yang tidak efektif.
 Kurangnya dukungan, dan lain-lain.
Oleh karena itu perubahan harus dilaksanakan dengan kalkulasi yang
cermat, yaitu manajemen perubahan. Manajemen perubahan disini yaitu
diperlukan pemimpin yang kuat dalam menggerakan serta menyelesaikan
perubahan dengan tuntas.
d. Perubahan adalah bentuk adaptasi. Makhluk hidup khususnya manusia
dalam bertahan hidup dan meneruskan keturunannya harus selalu
menyesuaikan diri terhadap perubahan. Berbagai cara dilakukan dalam
menghadapi perubahan, ada yang secara antisipatif, juga ada yang reaktif,
atau bahkan melalui krisis.
1.2 Kendala Perubahan
Kendala terbesar kurang lebih 80% terdapat dalam diri kita, dapat system
kepercayaan, sikap, atau nilai. Dalam mencapai perubahan terdapat kendala-
kendala yang harus dihadapi, antara lain :
a. Visi dan Misi tidak jelas
Keberhasilan perubahan tergantung pada seseorang dalam
menentukan secara pasti apa yang mereka ingin capai dalam hidup, yang
kita sebut sebagai visi juga misi. Visi merupakan perwujudan yang terbaik
dari imajinasi kreatif dan motivasi utama dari tindakan manusia dimana
memiliki kekuatan yang luar biasa. Visi paling penting dalam
mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri, garis hidup, misi
hidup, peran unik sebagai manusia dalam hidup ini serta mengenai tujuan
dan makna hidup.
Orang-orang yang berhasil merupakan orang yang memiliki visi,
dimana mereka dapat memvisualisasikan dan membayangkan masa depan
yang ideal dengan baik sebelum menjadi kenyataan. Sebaliknya,
kebanyakan orang gagal dikarenakan mereka berpikir waktu terakhir
mengalami kegagalan dalam bidang tersebut dan akan membayangkan
kegagalan lagi. Akibatnya, pikiran bawah sadar kita akan memprogram
untuk gagal kembali, maka dari itu kita harus memperbaiki gambaran
mental yang muncul, dengan itu dunia luar akan mulai berubah sesuai
dengan gambaran mental itu.
b. Hasil yang tidak jelas
Banyak orang enggan untuk berubah karena tidak memiliki tujuan
yang jelas atau tujuan itu bukan tujuannya melainkan keluarga, teman, atau
sahabat. Penetapan tujuan merupakan kunci dalam menggapai prestasi dan
memiliki dampak yang besar, beberapa alasan mengapa tujuan itu penting :
 Tujuan atau Sasaran Memberi Target.
Orang yang bekerja dan merasa lebih baik adalah ketika
mekanisme kesuksesan(bagian dari alam bawah sadar) sepenuhnya
berjalan untuk mengaktifkan mekanisme kesuksesan dan dibutuhkan
target. Memiliki tujuan/sasaran memastikan bahwa target-target itu
menggambarkan apa yang paling penting bagi kita.
 Tujuan Membantu dalam Memfokuskan Waktu dan Usaha Kita.
Orang yang telah menetapkan tujuan akan belajar untuk
mengalokasikan waktu, energi, dan sumber dayanya. Hal ini akan
membantu mencapai tujuan akhir yang lebih besar. Tujuan memberi
jalan untuk berfokus dan mengonsentrasikan waktu serta energi pada
target yang lebih spesifik dan bermakna.
 Tujuan Memberi Kita Kemauan, Motivasi, dan Kegigihan.
Untuk mencapai sesuatu kita akan melewati perjuangan dan
kegagalan berkali-kali sebelum mencapai target. Dengan memiliki
komitmen terhadap tujuan dapat menciptakan perasaan kuat untuk
bertahan, dimana dapat dikatakan bahwa orang dengan alasan besar
dapat menangani permasalahan apapun.
 Tujuan Menetapkan Prioritas.
Tujuan, misi, visi, serta impian yang menginspirasi dalam
menentukan prioritas, dikarenakan ada banyak kendala di perjalanan
dan hanya tujuan yang membuat kita tetap pada jalur yang benar.
 Tujuan Memberi Petunjuk Peta Jalan.
Dalam mencapai tujuan yang besar, diperlukan strategi untuk
mencapainya dengan menetapkan titik-titik kemajuan dan tujuan
jangka pendek yang lebih mudah dicapai. Selanjutnya dapat
dilakukan bagian-bagian tersebut. Sasaran jangka pendek ini akan
membantu dalam pengukuran kemajuan dan mengingatkan jika kita
menyimpang dari jalur yang sudah ditetapkan.
c. Rasa Takut
Ketakutan merupakan musuh terbesar kesuksesan. Ketakutan dapat
menghentikan orang dalam memanfaatkan peluang, melumpuhkan vitalitas
fisik, membuat orang sakit, memendekan umur, dan lain sebagainya.
Ketakutan yang tidak dapat diselesaikan perlahan membunuh begitu
banyak mimpi dan kemungkinan. Ketika seseorang tidak berani dalam
mengambil tindakan maka dia akan terperangkap dalam lingkaran
ketakutan, dalam bentuk antara lain; pertama kelumpuhan dimana mereka
berhenti mencoba melakukan apapun yang mungkin membawa pada
kegagalan berikutnya. Kedua yaitu penundaan, dimana mereka memelihara
pengharapan untuk maju namun tidak pernah menindaklanjuti atau biasa
disebut dengan menunda-nunda. Kemudian yang terakhir adalah orang-
orang yang tidak memiliki tujuan, yang berarti daripada mengejar tujuan
yang layak lebih baik menghindari kepedihan dari membuat kesalahan.
d. Zona Nyaman
Orang yang cenderung hidup dalam zona nyaman tidak berani
dalam mengambil risiko. Semakin takut dalam mengambil risiko, maka
semakin besar risiko kita untuk gagal. Berikut beberapa kategori risiko
menurut Kaswan :
 Risiko memasuki kegelapan : risiko ini timbul dari aktivitas yang
menegangkan (seperti arung jeram, terjun bebas) dan aktivitas sosial
tertentu (pidato di depan umum).
 Risiko menantang nasib : Orang yang merasakan risiko kategori ini
adalah ketika ingin mencoba sesuatu yang kreatif, namun gagal
sehingga menyimpulkan bahwa kegagalan yang kedua sudah
ditakdirkan.
 Risiko untung-untungan : tipe risiko yang terkait dengan memperoleh
laba atau rugi berdasarkan intuisi kreatif, dimana mereka lebih suka
menginvestasikan uang secara konservatif.
 Risiko jadi bahan tertawaan : terkait dengan kekhawatiran akan
ditertawakan atau ditolak oleh orang lain.
e. Asumsi Pembatas
Pengertian dari asumsi pembatas ialah keyakinan yang kita miliki,
dimana didasari oleh pengalaman masa lalu, yang membatasi pengalaman
masa kini dan masa yang akan datang. Contoh kalimat asumsi pembatas
yang dapat terjadi di semua level; “Kenapa saya harus repot-repot?” Bos
saya tetap tidak akan menyetujuinya. Mereka tidak pernah mendengarkan
ide siapa saja yang ada di sini. Belum pernah ada wanita yang menjabat di
posisi ini. Saya memang tidak telalu becus dalam hal ini.” Dialog internal
negatif, dimana terdapat alasan-alasan yang menyalahkan adalah indikator
untuk menunjukkan apakah anda sedang diatur oleh asumsi pembatas.
Maka dari itu jika ingin menjadi orang yang sukses harus bisa memutuskan
untuk lepas dari asumsi pembatas.
f. Kesombongan
Banyak orang yang berpuas diri ketika memperoleh prestasi atau
kesuksesan dan menimbulkan rasa sombong atau tinggi hati. Akibatnya,
menghilangkan rasa keinginan untuk belajar dan ketidakmauan untuk
berubah. Terdapat beberapa pengaruh negatif dari kesombongan, antara
lain:
 Kesombongan menutup pikiran kita dari ide-ide baru.
 Kesombongan menutup pikiran kita pada pendapat orang lain.
 Kesombongan mencegah kita untuk mengakui kesalahan.
 Kesombongan mencegah kita melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan.
1.3 Beberapa Bentuk Perubahan
A. Pengembangan
Pengembangan merupakan peningkatan kapasitas individu dalam
jangka waktu yang panjang untuk hidup secara personal maupun
profesional serta lebih efektif dan menyenangkan sebagai hasil belajar
dan pemerolehan pengetahuan, keterampilann dan juga sikap. Perubahan
dalam bentuk pengembangan ini mengarah pada kondisi yang lebih baik
dimana berhubungan dengan hasil. Pengembangan terjadi sebagai hasil
dari belajar maupun terjadi dalam beberapa cara: seperti peristiwa
pelatihan, pengalaman yang direncanakan, dan pengalaman yang tidak
direncanakan.
Dalam perkembangan terdapat dua aspek penting dalam orientasi
individu yaitu pengertian diri aktual dan efektivitas diri. Pengertian diri
aktual disini dijelaskan sebagai keterlibatan yang sukses dalam aktivitas
pemebelajaran dan pengembangan akan memperkuat orientasi individu
terhadap pencapaian diri. Sedangkan untuk efektivitas diri ialah
kemampuan dalam mempelajari cara belajar dan cara sukses dimana
terlibat dalam aktivitas pengembangan dan karier.
Menurut Minor (1995), pengembangan memberikan manfaat bagi
bisnis, karyawan, serta manajer, antara lain :
 Manfaat pengembangan bagi bisnis; yaitu menaikkan produktivitas
dan kinerja pekerja, menjamin tersedianya tenaga kerja yang baik
karena reputasinya yang baik, memungkinkan karyawan merespons
perubahan dengan cepat dan lebih menyenangkan, dan lain-lain.
 Manfaat pengembangan bagi karyawan; yaitu memelihara
keahliannya tetap mutakhir, meningkatkan keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan dan pengelolaan, dan lain-lain.
 Manfaat pengembangan bagi manajer/pemimpin dalam tim; yaitu
mendukung tanggung jawab kepemimpinan bersama, memberi
kepuasan melihat karyawan berkembang, dan lain-lain.
B. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai, kepercayaan, emosi, perasaan, dan lain-lain (Jervis,
2005) atau dapat dikatakan proses memperoleh kompetensi. Kompetensi
tidak lebih daripada kemampuan melakukan pada tingkat kecakapan
yang disepakati, meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai
profesional (Jervis, 2005).
Mengembangkan kompetensi guna kepentingan organisasi maupun
karyawan, maka dari itu setiap orang harus memiliki kompetensi, yang
tidak hanya dalam satu bidang melainkan memiliki multikeahlian
(multiskilling) atau multitugas (multitasking). Baik organisasi ataupun
individu/karyawan yang memiliki kepentingan, agar tetap bertahan dan
berkembang pesat organisasi harus memiliki pekerja yang kompeten dan
sebaliknya dengan karyawan, agar tetap dipekerjakan dan punya selling
point harus memiliki kompetensi.
Dalam mempelajari kompetensi, terdapat empat tahap menurut
Kaswan; 2012 antara lain:
 Unconscious Incompetence :
Seseorang tidak menyadari bahwa dia tidak tahu atau tidak bisa
melakukan sesuatu, yaitu tahap “Saya tidak tahu apa yang tidak
saya ketahui”. Contoh sederhananya, sebagai pemuda yang saat
berpergian sering menggunakan mobil tapi tidak bisa mengemudi
atau tidak menyadari ketidakmampuannya.
 Conscious Incompetence :
Seseorang menyadari ketidakmampuannya, biasanya muncul
karena kebutuhan atau keinginan dalam melakukan sesuatu. Tahap
ini disebut “Saya tahu apa yang tidak saya ketahui”. Contohnya;
seorang remaja yang tidak bisa mengemudi dan menyadari selalu
naik transportasi umum dari satu tempat ke tempat yang lain.
 Conscious Competence :
Untuk menjadi kompeten secara sadar, seorang individu harus
menjalani bentuk pembelajaran. Contoh sederhana; seorang
pemuda berumur 17 tahun telah memiliki izin mengemudi, dan
tahu bagaimana cara mengemudi yang baik dan benar.
 Unconcious Competence :
Tahap dimana pengetahuan dan keterampilan digunakan secara
berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Disebut sebagai tahap
“Saya tidak tahu apa yang saya ketahui”. Contoh; ketika kita
mengemudi selama bertahun-tahun itu sudah menjadi kebiasaan,
dimana lebih dari 90% perilaku normal didasarkan pada kebiasaan.
C. Inovasi
Inovasi adalah alat khusus wirausaha, sarana yang digunakannya
untuk mengeksploitasi perubahan sebagai peluang untuk bisnis atau
jasa/pelayanan yang berbeda (Peter Drucker, 2002). Tujuan bisnis ialah
menciptakan pelanggan, maka dari itu perusahaan bisnis memiliki dua
fungsi dasar yaitu pemasaran dan inovasi (Drucker, 1997:90).
Fungsi pertama yaitu pemasaran, merupakan fungsi bisnis yang
membedakan dan unik. Setiap organisasi yang memenuhi dirinya sendiri
dengan memasarkan produk atau jasa adalah bisnis. Fungsi kedua ialah
inovasi, dimana menyediakan kepuasan ekonomi yang berbeda, tidak
cukup bagi bisnis yang hanya menyediakan barang dan jasa ekonomi,
bisnis juga harus menyediakan barang dan jasa ekonomi lebih baik dan
lebih banyak, dengan tujuan bisnis tumbuh lebih baik.
1.4 Manajemen Perubahan
Sinergi sangat ampuh dalam mengatasi kekuatan-kekuatan negatif yang
melawan pertumbuhan dan perubahan (Covey, 2004). Dalam konteks katalisator
perubahan, peran pemimpin sangat berpengaruh, dimana mereka harus
mengenali kebutuhan akan perubahan, menantang status quo, dan
memenangkan aturan baru. Untuk mengatasi resisten perubahan, seorang
pemimpin dapat dapat mengambil satu atau beberapa pendekatan untuk
mendorong perubahan, antara lain :
a. Directive; berfokus pada hak pemimpin dalam mengelola perubahan dan
menggunakan otoritasnya untuk memaksakan perubahan dengan sedikit
partisipasi dari orang lain atau tidak sama sekali.
b. Expert; manajemen perubahan dipandang sebagai proses pemecahan
masalah yang harus ditangani oleh seorang pakar, dimana pada umunya
diterapkan pada perubahan yang lebih teknis dan biasanya dipimpin oleh
tim proyek atau manajer senior.
c. Negotiating; menekankan pada kemauan di dalam diri pemimpin untuk
bernegosiasi dan melakukan tawar-menawar agar menghasilkan perubahan
yang dikehendaki. Seorang pemimpin perlu menerima penyesuaian dan
konsensi harus dibuat supaya dapat diimplementasikan perubahan tersebut.
d. Educative; mengubah nilai dan kepercayaan orang, memenangkan hati dan
pikiran mereka agar mereka sepenuhnya mendukung perubahan dan
bergerak menuju pengembangan nilai-nilai bersama para organisasi dan
individu dimana mau dan mampu mendukungnya.
e. Participative; menekankan pada keterlibatan luas dari semua yang terlibat
dan terkena dampak oleh perubahan. Pandangan semua/Sebagian besar
orang dipertimbangkan sebelum perubahan dimulai.
1.5 Kemampuan Beradaptasi
Kemampuan beradaptasi merupakan kapasitas menyesuaikan diridengan
segera (tanpa banyak kesulitan) agar sesuai dengan lingkungan/situasi yang
berubah. Penyesuaian disini dapat berupa psikologis dan fisik, juga situasi yang
berubah dapat menjadi positif, negatif, atau netral. Terdapat beberapa
karakteristik orang yang adaptibilitas dalam lingkungan, antara lain;
a. Bisa diajar; orang yang memiliki sikap bisa diajar adalah orang yang
berorientasi pada pertumbuhan
b. Aman secara emosional; orang yang merasa aman secara emosional tidak
gugup dalam menghadapi perubahan dan mengevaluasi setiap perubahan
dalam bentuk tanggung jawab.
c. Kreatif; orang yang kreatif akan mendedikasikan dirinya pada ide-ide,
mengeksplorasi berbagai kemungkinan dapat membantu merangsang
munculnya imajinasi.
d. Orang yang berpikir melayani; salah satu kunci sukses adalah
mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri
sendiri.
Tindakan yang dapat dilakukan agar kita dapat lebih bersifat adaptif, yaitu;
 Membiasakan diri belajar
Menurut pakar manajemen Philip B. Crosby “Terdapat teori perilaku
manusia yang menyatakan bahwa orang dalam setengah sadar
memperlambat perkembangan intelektual mereka sendiri, dimana
menyandarkan diripada klise dan kebiasaan. Begitu mereka mencapai masa
kenyamanan pribadi dengan dunia mereka berhenti belajar dan pikiran
mereka mengganggur di waktu selanjut-selanjutnya, dan tidak akan pernah
belajar lagi.”
 Evaluasi peran
Kita perlu melakukan penilaian pada apa saja yang sudah dilakukan, apakah
sudah baik atau belum, juga mengidentifikasi bidang-bidang tertentu mana
yang perlu diperbaiki.
 Berpikir di luar garis
Banyak orang sulit dalam mencapai kesuksesan karena terjebak dalam pola
pikir yang salah, yaitu imposibble thinking dimana terdapat implikasi yang
luar biasa terhadap cara kita memandang hidup serta dalam membuat
keputusan. Maka dari itu kita perlu mengubah pola pikir kita menjadi di
luar garis atau out of the box dan percaya bahwa kita dapat berhasil.
2. Tujuan, Mitos, dan Iklim untuk Perubahan
2.1. Tujuan Perubahan
Perubahan yang digagas baik untuk seluruh sistem yang besar, divisi atau
departemen yang kecil dalam organisasi, atau dalam individu pegawai, tujuan
utamanya adalah memperbaiki/meningkatkan efektivitas organisasi. Efektivitas
menggambarkan tingkat pencapaian sasaran. Dengan kata lain, efektivitas
mengukur seberapa baik perubahan mendatangkan hasil yang dikehendaki dan
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Lebih dari itu, efektivitas juga
mencakup kesesuaian organisasi dengan lingkungan eksternal, konfigurasi
subsistem internal organisasi. Untuk kinerja tinggi, menekankan pada
pembelajaran organisasi, dan kemampuan memuaskan kebutuhan kepentingan
utama.
2.2. Mitos Perubahan
Sebagian besar pegawai memiliki beberapa asumsi tidak sadar mengenai
perubahan organisasi. Meskipun asumsi-asumsi itu secara teguh dipegang,
asumsi-asumsi itu sebagian besar didasarkan pada rasa takut dan prasangka
daripada fakta. Menurut Patterson ada tujuh mitos fatal menyusup ke aktivitas
perubahan organisasi. Ketujuh mitos tersebut yaitu.
1. Pegawai bertindak terlebih dahulu untuk kepentingan terbaik organisasi
2. Pegawai terlibat dalam perubahan karena kepentingan perubahan
3. Pegawai merangkul perubahan ketika mereka percaya bahwa pemimpin
melakukan hal yang benar
4. Pegawai memilih menjadi arsitek perubahan yang memengaruhi mereka
5. Organisasi adalah sistem yang berfungsi secara rasional
6. Organisasi beroperasi dari orientasi yang didorong oleh nilai
7. Organisasi bisa mencapai perubahan sistematis tanpa menciptakan konflik
di dalam sistem
2.3. Iklim untuk Perubahan
Lingkungan kerja yang penuh rasa takut sangat tidak menyenangkan,
sehingga mendatangkan ketegangan dan kecemasan. Di bawah kondisi yang
demikian, mustahil bagi pegawai untuk mengimplementasikan perubahan. Akan
tetapi, sebagian manajer mengira mereka belum melakukan pekerjaan yang baik
kecuali kalau semua pegawai takut kepada mereka. Hal ini adalah salah dan
merupakan salah satu contoh klasik malpraktik manajerial.
Satu-satunya cara untuk mencapai perubahan organisasi ialah
menciptakan iklim yang mengembangkan tranformasi. Dengan melakukan itu,
pegawai merasa nyaman dengan kontribusi, keterlibatan dan prestasinya.
Dengan demikian, organisasi menjadi entitas empatik yang memfokuskan
energinya pada membangun hubungan dan memenuhi kebutuhan perkembangan
pegawainya. Menciptakan iklim perubahan menuntut untuk menciptakan
lingkungan yang bebas dari rasa takut dan memperlakukan pegawai secara
manusiawi
1. Menciptakan Lingkungan Kerja Bebas dari Rasa Takut
Rasa takut adalah salah alasan utama pegawai tidak berhasil
mengimplementasikan perubahan. Lebih dari itu, rasa takut
menghancurkan semangat kerja dan rasa percaya diri pegawai, merusak
kehidupan, hubungan, menghambat perkembangan dan membatasi
semangat wirausaha. Lingkungan kerja yang bebas rasa takut berkembang
ketika manajer terbuka dengan gagasan, mendorong mengambil risiko dan
kreativitas, dan memberi kesempatan kepada pegawai rasa memiliki
masalah dan solusi. Lagi pula, manajer harus mendukung usaha dan
kontribusi pegawai, dan memfasilitasi kreativitas, kemandirian, dan
diversitas pegawai. Selain itu, manajer harus mengeluarkan pemikiran
kolektif pegawai dengan meninggalkan kekuasaan dan otoritas.
2. Perlakuan Manusiawi/Berkualitas
Ketika organisasi memperlakukan pegawai dengan adil dan
menghargai kontribusi pegawai serta peduli terhadap kesejahteraan
mereka, pegawai akan mempersepsi tingkat dukungan yang tinggi dari
organisasi sehingga mereka merasa berkewajiban membalasnya.
Sebaliknya, ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil, kontribusinya
tidak dihargai, dan/atau kebutuhannya tidak dipenuhi oleh organisasi,
mereka merasa tidak puas, yang pada gilirannya akan memicu perilaku
kerja kontraproduktif.
Dalam lingkungan kerja di mana perlakuan berkualitas merupakan
norma, manajer dan pegawai memperlakukan satu sama lain dengan
hormat dan penuh pertimbangan. Lingkungan yang demikian terbuka dan
menerima keragaman dalam semua aspek yang terlihat maupun yang tidak
terlihat. Lingkungan itu juga ditandai oleh kerja tim dan dukungan di
antara teman sejawat, juga antara manajer dan pegawai, karena setiap
orang bekerja sama untuk mencapai sasaran bisnis yang sama. Perlakuan
yang manusiawi memiliki sejumlah karakteristik di antaranya: (1) interaksi
konstruktif, (2) perilaku positif, (3) merespek, (4) menerima keragaman,
dan (5) kerja sama. Manajer harus mengintegrasikan perlakuan yang
berkualitas ke dalam setiap aspek. Dengan demikian, bagi manajer,
interaksi dan perilaku yang dituntut terhadap semua pegawai meliputi: (1)
standar kinerja yang jelas, (2) komunikasi antarbudaya, (3) peluang
pengembangan, (4) umpan balik terhadap kemajuan, (5) dukungan
organisasi, (6) engagement, (7) keterlibatan kerja, (8) manajemen
keragaman, dan (9) keadilan organisasi

3. Kekuatan Perubahan
Perubahan dalam organisasi merupakan aspek yang paling dapat dipercaya
namun meski begitu aspek ini terkadang masih kurang dipahami sehingga berakibat
pada gagalnya beberapa program organisasi yang telah dicanangkan.
3.1. Kekuatan yang Mendorong Perubahan
Perubahan dapat disebabkan oleh kekuatan dari luar organisasi maupun
kekuatan dari dalam organisasi.

1) Kekuatan di luar organisasi


Lingkungan eksternal adalah segala sesuatu di luar organisasi yang
bisa memengaruhi kemampuan organisasi mencapai tujuan. Organisasi
dipengaruhi oleh kekuatan dari lingkungan eksternal seperti: Pemerintah,
kebijakan ekonomi, perubahan sikap konsumen, dan perkembangan
teknologi. Lingkungan eksternal sendiri bisa dibedakan menjadi dua:
lingkungan tugas dan lingkungan umum.
a. Lingkungan tugas
Menurut porter (dalam Kaswan, 2019) lingkungan tugas
meliputi: (1) risiko masuk oleh kompetitor potensial, (2) intensitas
persaingan antar perusahaan yang mapan dalam suatu industri, (3)
daya tawar pembeli, (4) daya tawar pemasok, dan (5) ancaman
pengganti produk industri.
Pertama, kompetitor potensial adalah perusahaan yang saat ini
tidak bersaing dalam suatu industri, namun memiliki kemampuan
melakukan persaingan jika mereka memilih melakukannya. Misal,
perusahaan TV kabel baru-baru ini ini muncul sebagai pesaing
potensial terhadap perusahaan telepon tradisional. Hal tersebut
dikarenakan teknologi digital berkembang sehingga memungkinkan
perusahaan menawarkan pelayanan telepon atas kabel yang sama
dengan yang digunakan untuk menayangkan acara TV.
Kedua, intensitas persaingan antar perusahaan yang mapan
dalam suatu industri. Persaingan merupakan upaya kompetitif untuk
memperoleh pangsa pasar. Persaingan ini mungkin dilakukan
melalui persaingan harga, desain produk, iklan dan promosi, serta
pelayanan purna jual, sehingga persaingan antara perusahaan yang
mapan merupakan ancaman yang kuat terhadap keuntungan.
Ketiga, daya tawar pembeli adalah kemampuan pembeli untuk
menawar harga yang dikenakan oleh perusahaan atau untuk
meningkatkan biaya perusahaan dalam industri dengan menuntut
kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik. Dengan menurunkan
harga dan meningkatkan biaya perusahaan, pembeli yang memiliki
daya tawar kuat dapat menekan keuntungan perusahaan sehingga
pembeli seperti ini terkadang menjadi ancaman bagi perusahaan.
Sebaliknya jika daya tawar pembelinya lemah, perusahaan bisa
menaikkan harga dengan menurunkan biaya perusahaan sehingga
keuntungan bisa meningkat.
Keempat, daya tawar pemasok adalah kemampuan pemasok
untuk meningkatkan harga input industri atau meningkatkan biaya
input industri. Pemasok yang kuat menekan keuntungan dari industri
dengan meningkatkan biaya perusahaan dalam industri. Dengan
demikian pemasok kuat bisa dikatakan adalah sebuah ancaman.
Sebaliknya, jika pemasok lemah peruasahaan dalam industri
memiliki kesempatan untuk menekan harga input dan menuntut
input yang berkualitas tinggi.
Kelima adalah ancaman dari produk pengganti. Produk
pengganti disini bisa berupa produk sejenis atau produk yang
berbeda yang bisa memuaskan kebutuhan pelanggan yang sama.
Misal, perusahaan di industri kopi bersaing tidak langsung dengan
perusahaan teh dan minuman ringan lain karena produk-produk
tersebut sama-sama melayani kebutuhan konsumen untuk minuman.
b. Lingkungan umum
Analisis lingkungan umum ini meliputi PEST atau analisis
faktor politik, ekonomi, sosial, dan teknologi yang akan
menunjukkan banyaknya pengaruh lingkungan eksternal terhadap
kinerja bisnis. Sebagian praktisi memperluasnya menjadi PESTEL
dengan memasukkan environment atau lingkungan dan legal atau
hukum. Dalam melakukan analisis PEST perlu adanya informasi-
informasi terkait yang dijadikan acuan, namun dewasa ini untuk
memperoleh informasi tersebut tidaklah terlalu rumit karena dengan
kemajuan teknologi dan internet akan sangat membantu dalam
mengumpulkan strategi. Disana mungkin terdapat data atau jurnal-
jurnal yang mempunyai mutu tinggi yang bisa digunakan.
Dalam hal politik, beberapa faktor politik adalah isu-isu lokal,
nasional, internasional yang meliputi pajak, serta kebijakan-
kebijakan terkait, dsb. Adapun dalam melakukan analisis ekonomi
yang berkaitan dengan ekonomi lokal, nasional, dan global, tingkat
ketenagakerjaan, inflasi, suku bunga, dll. Faktor sosial bisa merujuk
pada perubahan dalam demografi, nilai sosial, dan kultural yang
terjadi, namun berkembangnya komunikasi serta meningkatnya
mobilitas tenaga kerja memicu percepatan perubahan sosial.
Terakhir tentang faktor teknologi yang saat ini mengalami
perubahan yang pesat dapat mempengaruhi ekonomi. Isu-isu terkait
adalah tingkat pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
terkait teknologi, pasar baru, metode produksi, dll.
2) Kekuatan di dalam organisasi
Sebagaimana dengan faktor-faktor eksternal, faktor internal pun
memiliki banyak kekuatan potensial yang dapat menyebabkan perubahan.
Faktor dari dalam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu, (1) kekuatan
organisasi, dan (2) kekuatan individu/pegawai
a. Kekuatan organisasi
Pada kekuatan organisasi, manajer yang efektif
mengidentifikasi masalah-masalah organisasi dan menanganinya
sebelum masalah menjadi besar. Kekutan-kekuatan tersebut
meliputi: posisi kompetitif, desentralisasi, perampingan, dan
outsourcing.
Pertama ialah posisi kompetitif yang meliputi biaya, kualitas
atau kapabilitas unik. Sebuah organisasi akan mengungguli
kompetitornya jika secara efektif mampu menggunakan kombinasi
unik keterampilan dan kemampuan tenaga kerjanya untuk
mengekploitasi peluang dan menetralisir ancaman. Kebijakan
organisasi dapat mempengaruhi posisi kompetitif organisasi dengan
mengendalikan biaya, meningkatkan kualitas, dan menciptakan
kapabilitas unik.
Kedua ialah kekuatan desentralisasi. Desentralisasi
mengalihkan tanggung jawab dan otoritas keputusan dari pimpinan
pusat kepada orang atau lokasi yang terdekat dengan situasi yang
menuntut perhatian. Dengan internet akan mempermudah dalam
melakukan desentralisasi karena mudahnya aliran komunikasi.
Ketiga ialah perampingan. Pengurangan tenaga kerja secara
periodik dalam suatu organisasi bertujuan untuk memperbaiki lini
bawah dari organisasi. Selainitu dengan adanya perampingan akan
menciptakan tantangan bagi karyawan untuk bersaing di bursa kerja.
Keempat adalah outsourcing yang berarti perpindahan pekerjaan
yang bertujuan untuk menghemat biaya.
b. Kekuatan individu/pegawai
Tantangan individual merefleksikan apa yang terjadi pada
perusahaan misal teknologi yang mempengaruhi produktivitas
individu sehingga dari situ ada hubungan dua arah antara tantangan
organisasi dan individual. Beberapa hal yang berkaitan dengan
kekuatan individu adalah: menyesuaikan orang dengan organisasi,
etika dan tanggung jawab sosial, produktivitas, dan fleksibilitas.
3.2. Kekuatan yang Menentang Perubahan
Kekuatan perubahan seringkali menghadapi kekuatan yang menentang
akan perubahan. Kekuatan oposisi tersebut mungkin ada di dalam ataupun di
luar organisasi. Kekuatan oposisi itu mungkin bisa berasal dari seorang individu
maupun kelompok dengan berbagai alasan sebagai dasar untuk menentang
perubahan. Manajer dapat menanggapi tekanan terhadap perubahan dengan dua
cara. Pertama dengan menolak pentingnya tekanan untuk perubahan dan tetap
menjalankan manajemen seperti masa lalu. Kedua bisa dengan menerima
perlunya perubahan dan bergerak kedepan dengan usaha-usaha perubahan yang
direncanakan.
3.3. Evaluasi Perlunya Perubahan
Untuk mengetahui apakah perubahan selalu diperlukan, perlu dilakukan dua
langkah penting. Pertama mengenali dan menilai perlunya perubahan, dan kedua
mendiagnosis masalah dan isu yang harus ditangani oleh perubahan.
1) Mengenali dan menilai perlunya perubahan
Membuat perubahan bukanlah hal yang mudah. Perlu adanya biaya yang
mendukung perubahan, jika biaya yang diperlukan lebih besar dari potensi
manfaat yang akan dirasakan atas perubahan orang akan cenderung tidak
melakukannya sehingga sangat penting dilakukan pengenalan dan penilaian
terkait perlunya perubahan.

2) Diagnosis perlunya perubahan


Mendiagnosis perlunya perubahan juga sangat penting dilakukan karena
tidak cukup dengan pengenalan, manajer harus tau masalah atau isu yang seperti
apa yang bisa diatasi dengan adanya perubahan sehingga melakukan perubahan
dapat terukur dengan baik.
3.4. Memahami Resistansi terhadap Perubahan
Resistansi bisa terjadi sangat halus dalam bentuk penarikan diri secara pasif
dan bisa juga dengan jelas seperti sabotase secara sengaja. Penyebab resistansi
tersebut bisa berasal dari individu maupun dari organisasi.
1) Sumber resistansi perubahan dari individu
Sumber resistansi dari individu berakar di dalam karakteristik dasar
manusia, seperti kebutuhan dan persepsi. Beberapa hal yang menjadi alasan
resistansi dari individu adalah:

a. Kebiasaan
b. Keamanan dan kenyamanan
c. Faktor ekonomi
d. Takut terhadap apa yang tidak diketahui
e. Kurangnya kesadaran
f. Faktor sosial
2) Sumber resistansi perubahan dari organisasi
Beberapa hal yang menjadi sumber resistansi dari organisasi adalah:
a. Overdeterminasi
b. Fokus perubahan yang sempit
c. Inersia kelompok
d. Keahlian yang terancam
e. Kekuasaan yang terancam
f. Alokasi sumber daya
3) Mengelola proses perubahan untuk mengurangi resistansi
Reaksi resistansi mungkin berfokus pada perubahan, metode perubahan
atau agen perubahan. Resistansi ini kerap kali berkembang ketika agen
perubahan dan sasaran dari perubahan memiliki perbedaan yang besar dalam
berbagai hal, seperti: pendidikan, penampilan fisik, nilai, dll. Ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi resistansi, yaitu:
a. Menggunakan agen perubahan yang memiliki karakteristik yang sesuai
dengan karakteristik sasaran perubahan.
b. Menggunakan seremoni dan simbol dramatis yang menandakan
terputusnya ikatan dengan masa lalu.
c. Mengomunikasikan informasi mengenai perubahan baik tertulis maupun
lisan.
d. Melibatkan orang-orang penting yang akan terpengaruh oleh perubahan
yang diusulkan.
e. Manajer bisa mengerahkan sumber daya yang cukup untuk membuat
perubahan menjadi mudah agi mereka yang terkendala dampak
perubahan.
f. Melakukan negoisasi jika ada seseorang atau kelompok yang kuat dalam
resistansi.
g. Melakukan pendekatan tidak langsung terhadap sasaran perubahan.
h. Jika tidak ada pilihan lain dan perubahan harus tetap dilakukan, manajer
bisa memaksakan perubahan tersebut walau mungkin nantinya mungkin
akan jadi semakin sulit.
3.5. Fokus Perubahan Organisasi
Memilih melakukan perubahan berarti terdapat hal-hal yang nantinya harus
diubah sejalan dengan pelaksanaan perubahan. Menurut Hitt, Black, dan Porter
(dalam Kaswan, 2019) yang harus diubah adalah:
a. Strategi
Strategi merupakan sebuah pola atau rencana yang memadukan tujuan,
kebijakan, dan serangkaian tindakan menjadi satu kesatuan untuk mencapai
tujuan.

b. Struktur
Struktur organisasi berperan penting dalam pola komunikasi di antara
karyawan. Pola komunikasi ini penting agar semua karyawan dapat sinkron satu
sama lain dalam berusaha mencapai tujuan. Struktur organisasi juga penting
terhadap sikap karyawan, seperti: kepuasan kerja, motivasi, kejelasan peran, dll.

c. Sistem
Organisasi bisa dikatakan adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
beberapa bagian/subsistem yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-
komponen dalam suatu sistem harus bekerja sama agar sistem dapat efektif.
Adanya perubahan mungkin akan mempengaruhi sistem tersebut namun sebagai
seorang pemimpin, manajer memiliki tugas bagaimana mengoptimalkan sistem
sesuai perubahan agar tetap efektif.

d. Nilai dan budaya bersama


Nilai-nilai yang ada pada organisasi berperan sebagai prinsip yang akan
memandu mengarahkan perjalanan agar sesuai dengan arah visi. Nilai ini
mendefinisikan sikap dan kebijakan untuk semua karyawan yang diperkuat
dengan perilaku. Selain nilai budaya organisasi juga harus berubah sesuai
dengan perubahan yang disepakati agar selaras dengan visi atau tujuan
organisasi.

e. Staf
Staf disini bisa dikatakan adalah manusia yang berperan sebagai karyawan
yang mana membahas tentang aspek seperti: mengurangi atau menambah
karyawan, dan memindahkan karyawan dari satu unit ke unit lain. Aspek
tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan adanya perubahan. Selain itu
hubungan interpersonal juga penting untuk diperhatikan pasalnya dengan
hubungan yang baik akan memotivasi karyawan agar lebih kreatif dan berhasil
di tempat kerja.

f. Teknologi
Dewasa ini teknologi mengalami perkembangan yang pesat, dalam melakukan
perubahan tak lepas dari teknologi yang juga harus ikut diubah agar dapat
menunjang proses pelaksanaan perubahan.
4. Model Perubahan Organisasi
Konsepsi perubahan terencana berfokus pada bagaimana perubahan bisa
diterapkan dalam organisasi atau disebut “teori perubahan”. Terdapat beberapa teori
perubahan, antara lain (1) model perubahan Lewin, (2) model riset tindakan, (3)
model perubahan Kotter, (4) model perubahan terus-menerus, dan (5) model positif.
4.1. Model perubahan Lewin
Merupakan salah satu model perubahan yang direncanakan yang
dikemukakan oleh Kurt Lewin. Dia mengungkapkan perubahan sebagai
modifikasi kekuatan yang menjaga kestabilan perilaku sistem. Lewin
memandang proses perubahan ini terdiri atas tiga langkah, yaitu unfreezing
(pencairan), moving (bergerak), dan refreezing (pembekuan kembali). Tahapan
ini juga diberi nama kesiapan, adopsi, dan institusionalisasi.
1. Unfreezing
Merupakan proses di mana orang menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk berubah. Jika seseorang puas dengan praktik dan
prosedur saat ini, mungkin mereka memiliki minat yang kecil atau tidak
memiliki minat sama sekali untuk melakukan perubahan. Faktor utama
unfreezing adalah membuat pegawai memahami pentingnya perubahan
dan bagaimana pekerjaan dapat terpengaruh oleh perubahan tersebut.
2. Moving
Pada langkah ini, menggeser perilaku organisasi, departemen, atau
individu ke level baru. Langkah ini juga melibatkan intervensi dalam
sistem untuk mengembangkan perilaku, nilai, dan sikap baru melalui
perubahan dalam struktur atau proses organisasi. Organisasi harus belajar
dengan cepat dan beradaptasi terhadap perubahan pesat di dalam
lingkungan baru atau mereka tidak akan bertahan.
3. Refreezing
Pada langkah ini menstabilkan organisasi pada keadaan baru yang
seimbang. Hal ini sering dicapai melalui penggunaan mekanisme
pendukung yang menguatkan keadaan organisasi baru, seperti budaya
organisasi, penghargaan, dan struktur. Refreezing membuat perilaku relatif
permanen dan tahan terhadap perubahan. Contoh refreezing adalah dengan
teknik yang meliputi pengulangan terhadap keterampilan yang baru
dipelajari dalam sesi pelatihan dan selanjutnya mempraktikan atau
memeragakan bagaimana keterampilan baru bisa digunakan dalam situasi
pekerjaan nyata. Refreezing diperlukan karena tanpa proses ini, cara-cara
lama dalam melakukan pekerjaan akan dikuatkan kembali dan cara-cara
baru bisa saja dilupakan.
4.2. Model Riset Tindakan
Model riset tindakan berfokus pada perubahan yang terencana sebagai
proses siklus dari penelitian awal tentang organisasi yang menyediakan
informasi untuk memandu tindakan lebih lanjut. Siklus ini menekankan
pengumpulan data dan diagnosis sebelum perencanaan dan implementasi
tindakan, juga evaluasi hasil secara cermat setelah tindakan diambil.
Terdapat delapan langkah utama dalam riset tindakan, antara lain.
1. Identifikasi masalah
Tahap ini biasanya dimulai ketika eksekutif dalam organisasi atau
seseorang dengan kekuasaan dan pengaruh yang besar merasakan
organisasi memiliki satu atau dua masalah yang mungkin dipecahkan
dengan bantuan praktisi pengembangan organisasi.
2. Konsultasi dengan pakar ilmu perilaku
Selama kontak pertama, praktisi dan klien pengembangan
organisasi secara cermat saling menilai. Praktisi memiliki teori atau
kerangka rujukan normatif atau pengembaangan sendiri dan harus sadar
terhadap asumsi serta nilai-nilai tersebut. Asumsi dan nilai-nilai itu
dibicarakan dengan klien dari awal untuk membangun suasana terbuka
dan kolaboratif.
3. Pengumpulan data dan diagnosis awal
Langkah ini biasanya diselesaikan oleh praktisi pengembangan
organisasi bersama anggota organisasi. Hal ini melibatkan pengumpulan
informasi yang tepat dan menganalisisnya untuk menentukan penyebab
yang mendasar masalah organisasi tersebut. Empat metode dasar
pengumpulan data yaitu wawancara, observasi proses, angket, dan data
kinerja organisasi.
4. Umpan balik terhadap klien atau kelompok kunci
Karena riset tindakan merupakan aktivitas kolaboratif, dan data
diagnostic dikembalikan kepada klien, biasanya dalam pertemuan
kelompok atau tim kerja. Langkah umpan balik, di mana para anggota
diberi informasi yang dikumpukan oleh praktisi pengembangan
organisasi, membantu mereka menentukan kekuatan dan kelemahan
organisasi atau unit yang sedang diteliti.
5. Diagnosis bersama terhadap masalah
Para anggota membahas umpan balik dan mengeksplorasi
pengembangan organisasi dengan praktik mengenai pemecahan masalah
yang diidentifikasi.
6. Perencanaan aksi Bersama
Praktisi pengembangan organisasi dan anggota klien secara
bersama menyepakati tindakan selanjutnya yang harus diambil. Ini
adalah proses awal moving dalam model Lewin, ketika organisasi
memutuskan bagaimana cara terbaik dalam mencapai keseimbangan
semu-diam yang berbeda.
7. Tindakan
Tahap ini melibatkan perubahan yang sebenarnya dari satu
keadaan organisasi ke perubahan lainnya. Hal ini meliputi penerapan
metode dan prosedur baru, yang menata ulang struktur dan desain kerja,
dan meneguhkan perilaku baru. Tindakan yang demikian secara khusus
tidak dapat diimplementasikan dengan segera, teteapi membutuhkan
periode transisi ketika organisasi bergerak dari keadaan saat ini ke
keadaan masa depan yang diharapkan.
8. Pengumpulan data setelah tindakan
Karena riset tindakan adalah proses siklus, data harus
dikumpulkan setelah tindakan diambil untuk mengukur dan menentukan
dampak tindakan dan melaporkan hasilnya kepada organisasi. Ini pada
saatnya, mungkin membawa kepada diagnosis ulang atau tindakan baru.

Menurut Robbins & Judge, 2013, penelitian tindakan memberi setidak-


tidaknya dua keuntungan. Pertama, penelitian tindakan berfokus pada masalah,
pelaku perubahan secara objektif mencari masalah dan jenis masalah
menentukan tindakan peruabahan. Kedua, karena penelitian tindakan melibatkan
pegawai sepenuhnya, hal tersebut mengurangi penolakan terhadap perubahan.

4.3. Model Perubahan Kotter


John Kotter menggunakan model tiga langkah Lewin sebagai dasar
menciptakan pendekatan yang lebih rinci untuk mengimplementasikan
perubahan. Kotter mulai dengan mendaftar kesalahan umum yang dibuat
manajer ketika mulai menggagas perubahan. Mereka: (1) gagal menciptakan
perasaan urgen mengenai perlunya perubahan, (2) gagal menciptakan koalisi
untuk mengelola perubahan, (3) gagal memiliki visi untuk perubahan, (4) gagal
mengomunikasikan perubahan secara efektif, (5) gagal menyingkirkan kendala
yang menghambat capaian visi, (6) tidak berhasil menciptakan kemenangan-
kemenangan jangka pendek, (7) mendeklarasikan kemenangan terlalu dini, dan
(8) lalai menambatkan perubahan secara kokoh dalam budaya korporat.
Selanjutnya Kotter menetapkan delapan langkah berurutan untuk
mengatasi masalah tersebut, dan menghasilkan perubahan yang sukses dalam
organisasi pada setiap skala.
1. Membangun perasaan urgen
 Meneliti pasar dan realitas persaingan.
 Mengidentifikasi dan membahas krisis, potensi krisis, atau
peluang besar.
2. Menciptakan koalisi yang memandu
 Menyatukan kekuatan yang cukup dalam kelompok untuk
memimpin perubahan.
 Mendorong tim bekerja sama seperti tim.
3. Mengembangkan visi dan strategi
 Menciptakan visi yang membantu mengarahkan usaha
perubahan.
 Mengembangkan strategi-strategi untuk mencapai visi.
4. Mengomunikasikan visi perubahan
 Menggunakan setiap sarana yang mungkin untuk terus-menerus
mengomunikasikan visi dan strategi baru.
 Memiliki koalisi yang membimbing yang menjadi model peran
perilaku yang diharapkan dari pegawai.
5. Memberdayakan tindakan berbasis luas
 Menghilangkan kendala.
 Mengubah sistem atau struktur yang melemahkan visi perubahan.
 Mendorong mengambil risiko dan ide, aktivitas dan Tindakan
yang bukan tradisional.
6. Menghasilkan kemenangan-kemenangan jangka pendek
 Melakukan perencanaan untuk perbaikan nyata terhadap kinerja
atau “kemenangan-kemenangan”.
 Menciptakan kemenangan-kemenangan
 Mendorong mengambil risiko dan ide, aktivitas dan Tindakan
yang bukan tradisional.
7. Mengkonsolidasikan keuntungan dan menghasilkan perubahan yang
lebih banyak
 Menggunakan kredibilitas yang semakin meningkat untuk
mengubah semua sistem, struktur, dan kebijakan yang tidak
cocok, dan yang tidak cocok dengan visi perubahan.
 Mempekerjakan, mempromosikan, dan mengembangkan orang-
orang yang bisa mengimplementasikann visi perubahan.
 Memperbaruhi proses dengan proyek, tema, dan agen perubahan
baru.
8. Menambatkan pendekatan baru dalam budaya
 Menciptakan kinerja yang lebih baik melalui yang berorientasi
pada pelanggan dan produktivitas, kepemimpinan yang lebih
banyak dan lebih baik, dan manajemen yang lebih efektif.
 Mengungkapkan hubungan antara perilaku baru dengan
kesuksesan organisasi.
 Mengembangkan sarana untuk memastikan pengembangan dan
sukses kepemimpinan.

Empat langkah pertama dalam proses transformasi membantu


mencairkan status quo yang keras. Jika perubahan mudah, maka tidak
memerlukan semua usaha itu. Fase lima sampai tujuh memperkenalkan banyak
praktik baru. Langkah terakhir mendasari perubahan dalam budaya korporat dan
membantu perubahan dan budaya tersebut melekat.

4.4. Model Perubahan Terus-Menerus

1. 2. 3.
Kekuatan untuk Mengenali dan Proses
Perubahan Mendefinisikan Pemecahan
Masalah Masalah

Agen
Perubahan

5. 4.
Mengukur, Mengimplemen
Mengevaluasi, tasikan
Mengendalikan Perubahan

Manajemen
Transisi

Pendekatan ini menganggap bahwa perubahan terencana dari sudut


pandang manajemen teratas dan menunjukkan bahwa berlangsung terus-menerus.
Ketika perubahan terjadi terus-menerus dalam organisasi, langkah-langkah yang
berbeda terjadi secara simultan di seluruh organisasi. Dalam pendekatan ini, top
manajemen mempersepsi kekuatan tren yang memerlukan perubahan, dan isu-isu
tersebut ada dalam wilayah pemecahan masalah biasa dan proses pembuatan
keputusan organisasi. Biasanya manajemen puncak mendefinisikan sasaran
ditinjau dari seperti apa organisasi, proses, atau proses tertentu setelah perubahan.
Alternatif-alternatif perubahan yang dihasilkan kemudian dievaluasi, dan
alternatif yang diterima yang akan dipilih. Di awal proses, organisasi mungkin
mencari bantuan agen perubahan yaitu seseorang yang bertanggung jawab
mengelola perubahan. Agen perubahan mungkin juga membantu manajemen
mengorganisasi dan mendefinisikan masalah atau kebutuhan untuk perubahan dan
juga terkibat menghasilkan dan menyeleksi rencana tindakan yang paling
mungkin.
Langkah terakhir ialah pengukuran, evaluasi, dan pengendalian. Agen
perubahan dan kelompok manajemen puncak menilai tingkat pengaruh yang
disebabkan perubahan, yaitu mereka mengukur kemajuan terhadap sasaran
perubahan dan membuat perubahan yang tepat jika perlu.
Ketika proses perubahan bergerak dari saru tahap ke tahap lain, hal itu
tidak segera bisa diamati karena peningkatan keseluruhan oleh agen perubahan
dalam setiap fase proyek. Akan tetapi, melalui proses secara keseluruhan, agen
perubahan memasukkan gagasan dan sudut pandang baru yang membantu
anggota melihat masalah lama dalam cara baru.
Manajemen transisi adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengimplementasian perubahan secara sistematis, dari pembongkaran keadaan
saat ini sampai kepada realisasi keadaan masa depan yang sepenuhnya berfungsi
di dalam organisasi. Manajemen transisi juga memastikan bahwa bisnis berlanjut
selagi perubahan berlangsung.
4.5. Model Perubahan Positif
Model positif mencerminkan penyimpangan penting dari model Lewin
dan proses riset tindakan. Model ini berfokus pada apa yang telah dilakukan
dengan baik/benar oleh organisasi. Model positif membantu para anggota
memahami organisasinya ketika melakukan yang terbaik dan membangun
kapabilitasnya bahkan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Model positif itu telah diaplikasikan kepada perubahan terencana terutama
melalui proses yang disebut Appreciative Inquiry (AI).
4.6. Appreciative Inquiry
1. Pengertian AI
AI merupakan proses pengembangan organisasi dan pendekatan
terhadap perubahan manajemen yang tumbuh dari pemikiran
konstruksionis sosial dan penerapannya pada transformasi manajemen
dan organisasi. Melalui asumsi positifnya terhadap orang, organisasi,
dan relasi, AI meninggalkan pendekatan defisit terhadap manajemen dan
mengubah cara-cara dalam mendekati masalah peningkatan dan
efektivitas organisasi.
Proses yang digunakan untuk menghasilkan kekuatan AI ialah
siklus 4D (Discovery, Dream, Design, dan Destiny).
2. Pemilihan Topik Afirmatif
a. Melibatkan orang yang tepat
Pemilihan topik dilakukan oleh mikrokosmos dari
keseluruhan sistem lintas level maupun lintas kelompok
fungsional dari orang-orang di seluruh organisasi. Kelompok
terkecil (20 orang) atau terbesar (200 orang) dapat terlibat dalam
percakapan awal mengenai penentuan topik. Melibatkan banyak
orang dari awal bertujuan untuk membangun komitmen dan
momentum organisasi secara keseluruhan.
Kelompok penyeleksi topik harus beragam, karena
keragaman membawa kekayaan hubungan, dialog, dan
kemungkinan. Sehingga topik bisa menginspirasi keseluruhan
organisasi ke level kesejahteraan dan capaian yang lebih tinggi.
b. Karakteristik topik yang baik
Topik yang baik, tidak hanya sekadar mengidentifikasi
wilayah penelitian saja. Akan tetapi topik menunjukkan kualitas
yang paling diminati dalam organisasi tertentu.
Topik afirmatif memiliki empat karakteristik, sebagai
berikut
1) Topik positif. Topik dinyatakan dalam kalimat afirmatif.
2) Topik dikehendaki. Organisasi ingin bertumbuh,
berkembang, dan meningkatkan topik tersebut
3) Topik merangsang pembelajaran. Organisasi secara tulus
ingin tahu mengenai topik dan ingin menjadi lebih
memahami dan menguasai topik tersebut.
4) Topik merangsang percakapan mengenai masa depan yang
dikehendaki. Meraka ingin membawa organisasi menuju
masa depan yang merek inginkan dan mengaitkannya
dengan agenda perubahan organisasi.

Setelah menyelesaikan fase pemilihan topik afirmatif, organisasi


akan memilih antara tiga dan empat topik yang meyakinkan, dan
inspiratif, yang berfungsi sebagai focus untuk penelitian, pembelajaran,
dan transformasi.

3. Cara Kerja AI
Proses AI diawali dengan discovery/penemuan. Discovery adalah
pencarian yang ektensif dan kooperatif untuk memahami “yang terbaik
tentang apa yang ada saat ini dan apa yang sudah terjadi”.
Proses discovery menghasilkan hal-hal berikut.
a. Deskripsi yang luas atau pemetaan mengenai inti positif
organisasi.
b. Berbagi cerita organisasi secara luas.
c. Pengetahuan organisasi dan kearifan kolektif yang meningkat.
d. Munculnya perubahan yang tidak direncanakan tepat sebelum
implementasi fase siklus 4D lainnya.

Fase kedua adalah dream/impian. Dream merupakan eksplorasi


yang penuh semangat mengenai “apa yang mungkin” atau
membayangkan masa depan yang berharga dan melampaui batas-batas di
masa lalu. Fase ini merupakan waktu untuk orang-orang mengeksplorasi
harapan dan impian untuk pekerjaannya, hubungan kerjanya, organisasi,
dan dunia secara kolektif yang secara khusus dilakukan dalam forum
kelompok besar.

Fase ketiga disebut design/rancangan, adalah seperangkat


proposisi provokatif, pernyataan-pernyataan yang mendeskripsikan
organisasi yang ideal, atau “apa yang seharusnya”. Aktivitas-aktivitas
design dilakukan dalam forum kelompok besar atau dalam tim kelompok
kecil. Partisipan memanfaatkan temuan dan impian untuk menyeleksi
unsur design yang berdampak tinggi, selanjutnya menciptakan sejumlah
pernyataan provokatif yang mendaftar kualitas-kualitas organisasi yang
paling dikehendaki.

Destiny/takdir, merupakan fase terakhir dari proses AI. Destiny


merupakan serangkaian tindakan yang terinspirasi yang mendukung
pembelajaran dan inovasi yang sedang berlangsung, atau “apa yang
terjadi”. Fase destiny secara spesifik berfokus pada komitmen dan
langkah maju, baik pribadi maupun organisasi. Aktivitas-aktivitas
destiny kerap kali diluncurkan dalam forum kelompok besar dan
berlanjut sebagai program kelompok kecil. Hasil destiny biasanya
merupakan sekumpulan perubahan yang luas di seluruh organisasi dalam
wilayah-wilayah seluas praktik manajemen yang beragam, proses SDM,
sistem pengukuran dan evaluasi, sistem pelayanan pelanggan, serta
proses dan struktur kerja.

5. Pengantar Umum Pengembangan Organisasi


5.1. Pengertian
Kebutuhan untuk membangun organisasi yang sukses di era yang penuh
perubahan merupakan waktu utama bagi pengembangan organisasi. Akan tetapi,
bidang pengembangan organisasi juga mengalami periode perubahan dinamis
karena para akademisi dan praktisi berupaya mendefinisikan dan
mengomunikasikan apa itu pengembangan organisasi, bagaimana
pengembangan organisasi bisa menjawab tantangan-tantangan saat ini, dan
menyelaraskan teori dan praktik dengan perubahan waktu.
Organizational development atau pengembangan organisasi didefinisikan
sebagai proses yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas organisasi
maupun kesejahteraan para anggotanya melalui intervensi terencana. Ada tiga
hal utama dalam pengembangan organisasi. Pertama, pengembangan organisasi
dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Efektivitas dalam
konteks ini, dimaknai sebagai pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Kedua,
pengembangan organisasi meningkatkan kesejahteraan anggota organisasi.
Kesejahteraan merujuk kepada kepuasan secara keseluruhan yang dirasakan
setiap anggota organisasi terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Ketiga,
pengembangan organisasi ditujukan untuk meningkatkan efektivitas organisasi
dan kesejahteraan individu melalui intervensi terencana. Intervensi terencana
merujuk kepada seperangkat aktivitas terstruktur di mana unit organisasi yang
terpilih (kelompok atau individu) terlibat dengan tugas atau serangkaian tugas
dimana sasaran tugas secara langsung atau tidak terkait dengan
perbaikan/peningkatan organisasi.
5.2. Sejarah Pengembangan Organisasi
Sejarah ringkas pengembangan organisasi akan membantu
mengklarifikasi evolusi istilah tersebut, serta beberapa masalah dan
ketidakpastian yang menyertainya. Pengembangan organisasi muncul dari lima
latar belakang atau bidang. Pertama adalah perkembangan Laboratorium
Pelatihan Nasional (LPN) dan pengembangan kelompok pelatihan, yang dikenal
sebagai pelatihan sensitivitas atau kelompok-T. Bidang kedua pengembangan
organisasi ialah karya klasik mengenai penelitian tindakan, yang dilakukan oleh
ilmuwan sosial yaitu Kurt Lewin yang tertarik untuk menerapkan penelitian
pada pengelolaan perubahan. Bidang ketiga menggambarkan pandangan
normatif pengembangan organisasi. Kerangka kerja manajemen partisipatif
Rensis Likert menunjukkan “satu cara terbaik” untuk merancang dan
mengoperasikan organisasi. Bidang keempat ialah pendekatan yang berfokus
pada produktivitas dan kualitas kehidupan kerja. Bidang kelima pengembangan
organisasi melibatkan perubahan strategis dan transformasi organisasi.
5.3. Fase Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi berjalan dalam serangkaian fase. Fase-fase
tersebut bukan langkah-langkah karena tidak ada batas yang jelas di antara
setiap fase. Fase-fase menunjukkan bahwa pengembangan organisasi bergerak
ke depan. Akan tetapi, informasi yang dikembangkan selama usaha
pengembangan menunjukkan perubahan-perubahan dalam proses. Fase-fase
pengembangan organisasi terdiri atas: (1) masuk, (2) kontrak, (3) diagnosis, (4)
umpan balik, (5) perencanaan untuk perubahan, (6) intervensi, (7) evaluasi, dan
(8) penghentian.
DAFTAR PUSTAKA

Kaswan. 2019. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Yrama Widya. Bandung

Anda mungkin juga menyukai