Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TENTANG PENGEMBANGAN KAPASITAS KETAHANAN DIRI DAN


INTELEGENSI EMOSIONAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
Mata Kuliah Praktek Profesional Kebidanan
Dosen Pengampu: Nurlathifah N. Yusuf,S.ST,M.Keb

Di Susun Oleh :
Kelompok 4 S1 Kebidanan Alih Jenjang Lombok Barat

Yulian Purnamasari

Ni Made Megaputri S

Nurul Qamar

Sulis Dwi Endang Windari

Vaice Lestari

Admiyanti

Aenul hidayah

Peni Adekaputri

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR
2021/2022
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna menyelesaikan tugas
kelompok mata kuliah praktek profesional bidan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan,bimbingan,arahan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya
Segala usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Tapi kami menyadari
didalam makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan,oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan
datang.
Semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi semua pihak terutama
bagi kami tim penulis,dan para pembaca.

Narmada, Oktober 2021


Kelompok IV
2

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR............................................................................ 1
DAFTAR ISI......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 3
A. Latar Belakang....................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................. 4
C. Tujuan Pembahasan................................................................ 5
BAB II Isi
A. Pengembangan Kapasitas Ketahanan Diri................................ 6
B. Intelegensi Emosional Dalam praktik Kebidanan..................... 18
Bab III PENUTUP................................................................................... 24
A. Kesimpulan............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 26
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pribadi tangguh dalam istilah agama, merupakan pribadi yang memiliki
kemampuan untuk bersyukur apabila ia mendapat sesuatu yang berkaitan dengan
kebahagiaan, kesuksesan, mendapat rezeki, dan lain-lain. Sebaliknya, jika ia mendapati
sesuatu yang tidak diharapkannya, baik berupa kesedihan, kegagalan, mendapat bencana,
dan lain-lain, maka ia memiliki ketahanan untuk selalu bersabar. Pribadi seperti ini
memposisikan setiap kejadian yang menimpanya adalah atas ijin dan kehendak Allah
SWT.Ia pasrah dan selalu berusaha untuk bangkit dengan cara mengambil pelajaran dari
setiap kejadian tersebut. Pribadi pantang menyerah ini bukan saja semata-mata secara
fisik, namun yang lebih penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu
tangguh dan kuat.Kesulitan hidup yang dialami seseorang merupakan pintu masuk bagi
munculnya tindakan-tindakan negatif pada diri seseorang seperti munculnya prilaku
korupsi bisa jadi pada awalnya karena adanya masalah ekonomi yang dihadapi
seseorang.Penggunaan narkoba dapat juga berangkat dari ketidakmampuan seseorang
mengatasi masalah yang dihadapinya, karena dengan penggunaan narkoba seseorang
secara subyektif merasakan dapat keluar dari masalahnya.Oleh karena itu salah satu
karakter positif yang perlu dikembangkan adalah kemampuan resilience.
Kehidupan kini yang semakin kompleks dan penuh tantangan, selain pribadi yang
cerdas dan baik, diperlukan juga ketangguhan, kepribadian tahan banting agar dalam
menghadapi berbagai tantangan, kesulitan hidup maupun berbagai bencana, baik sebagai
pribadi, kelompok, suatu bangsa, bangsa Indonesia mampu bertahan, bangkit dan terus
maju menghadapi berbagai situasi yang tidak diharapkan tersebut. Kemampuan ini
disebut sebagai kemampuan resilience dan yang menguntungkan adalah jenis
kemampuan ini dapat dilatihkan.Stoltz menjelaskan bahwa dengan resilience dapat
memberitahukan seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan
kemampuan untuk mengatasinya, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan
dirinya sendiri. Pribadi yang resilience/tangguh memiliki moral dan karakter kuat akan
mengetahui mana yang benar dan tidak, apa yang baik dan tidak serta dampak dari
perilaku yang mereka lakukan. Selain itu mereka tetap dapat mengambil keputusan atau
4

melakukan tindakan secara benar dan tepat.Mereka sadar bahwa tindakan benar tersebut
kadangkala adalah keputusan yang tidak popular, namun pada akhirnya mereka tidak
mudah terpengaruh dan cenderung menjauhi hal-hal yang membahayakan dan merugikan
diri mereka.Resilience ini merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperoleh
melalui pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya.
Adapun Inteligensi merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki manusia.
Kemampuan inteligensi merupakan kecakapan umum dan bersifat potensial.Kecakapan
ini bisa menjadi kecakapan nyata dengan adanya bantuan lingkungan.Meskipun
inteligensi sangat penting dalam pendidikan, rentang pemahaman tentang konsep
intelegensi sangat bervariasi.Akibatnya muncul perdebatan mengenai konsep inteligensi
dalam pelaksanaan pendidikan.

Dalam keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanya menyumbang 4%.


Kemampuan akademik bawaan, nilai tes, dan kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa
memprediksi seberapa baik kinerja atau kesuksesan yang akan dicapai seseorang.
Sebaliknya, kecakapan khusus seperti empati, disiplin, dan inisiatif, dapat memengaruhi
keberhasilan kerja.Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang dalam
menggunakan keterampilan yang dimiliki, termasuk keterampilan intelektual.Kecerdasan
emosional menurut Goleman adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ketahanan diri?
2. Apa ciri ciri individu yang punya ketahanan diri?
3. Apa faktor yang berpengaruh pada resilience?.
4. Apa faktor pembentuk resilience?
5. Apa Aspek yang membentuk resilience?
6. Apa Latihan pengembangan resilience?
7. Apa pola fikir yang menghambat ketahanan diri?
8. Bagaimana pengembangan kapasitas diri dalam praktik kebidanan?
5

9. apa tujuan pengembangan kapasitas diri dalam pelayanan kebidanan?


10. Apa tingkatan pengembangan kapasitas diri dalam pelayanan kebidanan?
11. Sebutkan upaya pengembangan diri dalam pelayanan kebidanan
12. Apa Hubungan ketahanan diri dengan pelayanan kebidanan?
13. Apa pengertian intelegenci,emosi,dan kecerdasan emosional?
14. Apa Macam macam emosi?
15. Apa saja fungsi emosi?
16. Apa yang mempengaruhi emosi?
17. Apa cara meningkatkan kecerdasan emosi?
18. Apa perbedaan kecerdasan emosi tinggi dan kecerdasan emosi rendah?
19. Apa manfaat Intelegensi emosional dalam kebidanan?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasannya adalah:
1) untuk mengetahui maksud dari pengembangan kapasitas ketahanan diri dalam
kebidanan
2) Untuk mengetahui maksud intelegensia emosional dalam pelayanan kebidanan
6

BAB II

PENGEMBANGAN KAPASITAS KETAHANAN DIRI DAN INTELEGENSI


EMOSIONAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

A. Pengembangan Kapasitas ketahanan diri (Resilience)


1. Pengertian Ketahanan diri (Resilience)

Pengertian Ketahanan diri adalah :

a. Keberhasilan seseorang dalam beradaptasi dengan kondisi yang tidak


menyenangkan / buruk (Garmezy, 1991).
b. Kapasitas universal dari individu atau kelompok untuk mencegah,
meminimalisasi, atau bahkan mengatasi efek yang merusak (Grotberg, 2001),
c. Kemampuan individu dalam mengatasi, melalui, dan kembali pada kondisi
semula setelah mengalami kesulitan (Reivich dan Shatte, 2002).
d. Sebuah pola adaptasi yang bersifat positif dalam menghadapi kesulitan
(Riley dan Masten, 2005).
e. Kemampuan untuk mempertahankan stabilitas psikologis dalam menghadapi
stres (Keye & Pidgeon, 2013).
f. Kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan kemalangan
(Ledesma, 2014).
g. Hasil dari adaptasi yang sukses meskipun terdapat situasi yang menantang
atau mengancam (Wright & Masten, 2015).
h. Sebuah proses dari hasil adaptasi dengan pengalaman hidup yang sulit atau
menantang, terutama melalui mental, emosional dan perilaku yang
fleksibilitas, baik penyesuaian eksternal dan internal (APA Dictionary of
Psychology, VandenBos, 2015: hal. 910).

2. Ciri Individu Yang Punya Resilience


Ciri-ciri Individu yang Memiliki resililiensi
7

a. Meurut Chung 2008 Individu yang memiliki resiliensi yang tinggi akan
cenderung:
a) mudah bersosialisasi
b) memiliki keterampilan berpikir yang baik termasuk keterampilan sosial dan
kemampuan menilai sesuatu
c) memiliki orang di sekitar yang mendukung
d) memiliki satu atau lebih bakat
e) yakin pada diri sendiri dan percaya pada kemampuannya dalam mengambil
keputusan
f) memiliki spritualitas dan religiusitas.
b. Menurut Baumgadner (2010) individu yang resiliensinya tinggi akan
menampilkan kemampuan dalam dirinya yang meliputi:
a) Intelektual yang baik dan kemampuan memecahkan masalah
b) Mempunyai temperamen yang easy-going dan kepribadian yang dapat
beradaptasi terhadap perubahan
c) Mempunyai self image yang positif dan menjadi pribadi yang efektif
d) Optimis
e) Mempunyai nilai pribadi dan nilai budaya yang baik
f) Mempunyai selera humor

3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap resilience


Faktor Faktor yang berpengaruh ke seseorang telah dikaji dalam sejumlah
penelitian. Faktor tersebut meliputi dukungan eksternal dan sumber-sumbernya yang ada
pada diri seseorang, kekuatan personal yang berkembang dalam diri seseorang (seperti
self-esteem, self-efficacy, self concept) dan kemampuan sosial (seperti mengatasi konflik,
kemampuan-kemampuan berkomunikasi).Grotberg menjelaskan faktor-faktor yang
membentuk resilience.Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan
istilah “I Have”. Untuk kekuatan individu yang adala dalam diri seseorang disebut
dengan istilah “I Am”, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah “I
Can”
8

a. I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaan,
tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Faktor I Am terdiri
dari beberapa bagian yaitu:
a) Bangga pada diri sendiri Individu memahami bahwa mereka adalah seorang yang
penting dan merasa bangga terhadap dirinya dengan apa yang telah mereka lakukan
atau akan capai. Individu itu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau
merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup,
kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan
mengatasi masalah tersebut.
b) Perasaan dicintai dan sikap yang menarik Individu pasti mempunyai orang yang
menyukai dan mencintainya. Individu akan bersikap baik terhadap orang-orang yang
menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan perilakunya jika
menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan orang lain
c) Mencintai, empati, altruistic; Ketika seseorang mencintai orang lain dan
mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa
yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan melalui berbagai perilaku atau
kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain dan ingin
melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagi penderitaan atau memberikan
kenyamanan
d) Mandiri dan bertanggung jawab Individu dapat melakukan berbagai macam hal
menurut keinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya.
Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut.
Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui
saat orang lain bertanggung jawab.
b. I Have
Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan resiliensi.:
a) Struktur dan aturan rumah. Setiap keluarga mempunyai aturan-aturan yang harus
diikuti, jika ada anggota keluarga yang tidak mematuhi aturan tersebut maka akan
diberikan penjelasan atau hukuman. Sebaliknya jika anggota keluarga mematuhi
aturan tersebut maka akan diberikan pujian.
9

b) Role Models adalah Orang-orang yang dapat menunjukkan apa yang individu
harus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar
individu mengikutinya
c) Mempunyai hubungan Orang-orang terdekat dari individu seperti suami, anak,
orang tua merupakan orang yang mencintai dan menerima individu tersebut.
Tetapi individu juga membutuhkan cinta dan dukungan dari orang lain yang
kadangkala dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang yang kurang dari orang
terdekat mereka
c. I Can
Faktor I Can berhubungan dengan kompetensi sosial dan interpersonal seseorang yaitu:
a) Mengatur berbagai perasaan dan rangsangan. Individu dapat mengenali perasaan
mereka, mengenali berbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam katakata
dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak
orang lain maupun diri sendiri. Individu juga dapat mengatur rangsangan untuk
memukul, ‘kabur’, merusak barang, atau melakukan berbagai tindakan yang tidak
menyenangkan
b) Mencari hubungan yang dapat dipercaya Individu dapat menemukan seseorang
misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi
perasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan
menyelesaikan masalah personal dan interpersonal
c) Keterampilan berkomunikasi Individu mampu mengekspresikan berbagai macam
pikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain
katakan serta merasakan perasaan orang lain
d) Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain Individu memahami
temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil
resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang
lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang
diperlukan untuk, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh,berkomunikasi,
membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa
banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi
10

e) Kemampuan memecahkan masalah. Individu dapat menilai suatu masalah secara


alami serta mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat memecahkan
masalah dan bantuan apa yang mereka butuhkan dari orang lain. Individu dapat
membicarakan berbagai masalah dengan orang lain dan menemukan penyelesaian
masalah yang paling tepat dan menyenangkan. Individu terus-menerus bertahan
dengan suatu masalah sampai masalah tersebut terpecahkan.
Setiap faktor dari I Am, I Have, I Can memberikan konstribusi pada
berbagai macam tindakan yang dapat meningkatkan potensi resilience. Individu
yang resilience tidak membutuhkan semua sumber-sumber dari setiap faktor,
tetapi apabila individu hanya memiliki satu faktor individu tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai individu yang beresiliensi, misalnya individu yang mampu
berkomunikasi dengan baik (I Can) tetapi ia tidak mempunyai hubungan yang
dekat dengan orang lain (I Have) dan tidak dapat mencintai orang lain (I Am), ia
tidak termasuk orang yang resiliensi
4. Faktor-Faktor Pembentuk Resiliensi

Menurut Davis (1999), faktor-faktor pembentuk resiliensi adalah:

a. Faktor resiko: mencakup hal-hal yang dapat menyebabkan dampak buruk atau
menyebabkan individu beresiko untuk mengalami gangguan perkembangan atau
gangguan psikologis.
b. Faktor pelindung: merupakan faktor yang bersifat menunda, meminimalkan,
bahkan menetralisir hasil akhir yang negatif. Ada tiga faktor pelindung yang
berhubungan dengan resiliensi pada individu, yaitu:
a) Faktor individual: merupakan faktor-faktor yang bersumber dari dalam
individu itu sendiri, yaitu , sociable, self confident, self-efficacy, harga diri
yang tinggi, memiliki talent (bakat).
b) Faktor keluarga: keluarga yang berhubungan dengan resilensi, yaitu
hubungan yang dekat dengan orangtua yang memiliki kepedulian dan
perhatian, pola asuh yang hangat, teratur dan kondusif bagi perkembangan
individu, sosial ekonomi yang berkecukupan, memiliki hubungan harmonis
dengan anggota keluarga lain.
11

c) Faktor masyarakat sekitar : memberikan pengaruh terhadap resiliensi pada


individu, yaitu mendapat perhatian dari lingkungan, aktif dalam
organisasikemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal.

5. Aspek-aspek yang membentuk resiliensi


Wolin dan Wolin (1993) mengemukakan tujuh aspek utama yang mendukung
individu untuk resiliensi, yaitu:
a. Insight : yaitu proses perkembangan individu dalam merasa, mengetahui, dan mengerti
masa lalunya untuk mempelajari perilaku-perilaku yang lebih tepat.
b. Independence : yaitu kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun
fisik dari sumber masalah (lingkungan dan situasi yang bermasalah).
c. Relationships : Individu yang resilien mampu mengembangkan hubungan yang jujur,
saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, memiliki role model yang baik.
d. Initiative : yaitu keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya.
e. Creativity : yaitu kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan
alternatif dalam menghadapi tantangan hidup.
f. Humor : adalah kemampuan individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan
kebahagiaan dalam situasi apapun.
g. Morality : adalah kemampuan individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya.
Individu dapat memberikan kontribusinya dan membantu orang yang membutuhkan.

6. Latihan latihan pengembangan resilience

Antara lain:

a. Latihan Calming dan focusing,.Pada Saat mengalami berbagai situasi buruk atau Tidak
menyenangkan seringkali kita sulit berkonsentrasi karena gangguan pikiran kita
sendiri.Untuk membantu pikiran kita bisa fokus pada suatu pokok bahasan beberapa
teknik pemfokusan dapat dilatihkan
b. Ketrampilan penempatan pikiran dalam perspektif.Latihan seperti ini dapat membantu
individu berfikir secara lebih akurat dan melatih mengendalikan believe untuk
12

memprediksikan implikasi implikasi dari suatu keadaan yang buruk secara


proporsional
c. Menantang Keyakinan (Challenging believe)
Menantang keyakinan-keyakinan (challenging beliefs) adalah keterampilan
menguji akurasi keyakinan-keyakinan tentang penyebab problem (why belief) dan
bagaimana menemukan solusi yang tepat (problem solving).Mengubah kehidupan
adalah sesuatu yang mungkin dilakukan individu.Salah satu bagian penting dari
resilience adalah mengubah dan memperbaiki kelemahan diri sendiri.Untuk tujuan ini
dibutuhkan kejujuran melakukan analisis terhadap diri sendiri, menentukan aspek-
aspek kelemahan yang dapat dipengaruhi dan aspek mana yang dapat
diperbaiki.Seseorang dapat mengubah belief apabila dia dapat menemukan belief-
belief yang memainkan peran dalam menentukan bagaimana seseorang merasa dan
bertindak dalam menghadapi kesulitan.
Langkah berikutnya adalah mengevaluasi seberapa akurat, seberapa realistik
belief-belief tersebut dan mengubahnya ke arah belief yang lebih akurat bila
diperlukan. Menantang keyakinan-keyakinan yang dimiliki akan membantu individu
mengklarifikasi masalah yang dihadapi dan menemukan pemecahan yang lebih baik
dan lebih permanen. Menurut Reivich & Shatte keterampilan challenging beliefs
sangat berguna bagi individu yang dirundung kesedihan, kemarahan, penuh rasa
bersalah, dan merasa dipermalukan. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor resiliensi,
keterampilan ini akan meningkatkan faktor pengendalian dorongan, optimisme,
analisis sebab-akibat, dan faktor self-efficacy
d. Mendeteksi Gunung Es
Ketika seseorang mengalami emosi yang meledak-ledak (antara lain marah,
terkejut, sedih, muncul rasa bersalah, dan merasa dipermalukan), berbagai pikiran
selintas muncul dan tidak mampu menjelaskan apa yang sedang terjadi pada diri.
Sering kali, seseorang juga tidak mampu menjelaskan mengapa dia bertingkah laku
atau mengambil tindakan tertentu.Jika hal ini terjadi, ini merupakan salah satu
pertanda bahwa seseorang berada dalam pengaruh keyakinan/ perasaan yang
mendalam (underlying belief) yaitu suatu keyakinan yang dipegang secara mendalam
tentang bagaimana dunia harus terjadi dan bagaimana seseorang merasa dirinya harus
13

menguasai lingkungannya (dunianya).Keyakinan yang demikian tertanam dalam diri


secara mendalam dan sebagian besar tidak disadari, kecuali sebagian kecilnya saja
(fenomena gunung es).Penguasaan keterampilan mendeteksi “gunung es” sangat
penting untuk meningkatkan pengaturan emosi, empati, dan kesadaran untuk bangkit
dari berbagai situasi sulit.
e. Ketrampilan menghindari perangkap perangkap fikiran
Keterampilan ini akan membantu individu dalam meningkatkan faktor
pengendalian dorongan (impuls control) dan faktor efikasi diri (keyakinan/anggapan
tentang diri bahwa seseorang efektif atau mampu melakukan sesuatu secara baik) yang
merupakan bagian dari faktor-faktor resilience. Individu sering kali terperangkap
dalam perangkap-perangkap pikiran (thinking traps) karena prosesproses dasar logika
sangat berbeda dengan jenis pemrosesan informasi yang dilakukan individu dalam
dunia nyata. Individu sering menerapkan pola-pola pikir induktif dalam situasi-situasi
yang memerlukan pola pikir deduktif.Keterbatasan-keterbatasan kemampuan pikir
individu seringkali menjadi perangkap bagi individu itu sendiri.Pikiran-pikiran dan
keyakinan-keyakinan kita tentang dunia rentan terhadap kesalahan. Kesalahan-
kesalahan tersebut menjadi perangkap yang menurut Aaron Beck menjadikan individu
rentan terhadap depresi.12 Oleh karena itu untuk mengembangkan resiliensi, individu
perlu menghindari perangkap-perangkap tersebut

7. Pola pikir yang menghambat Ketahanan diri


a. Melompat ke kesimpulan, yaitu pembuatan kesimpulan tanpa didasari oleh data yang
relevan dan akurat. Perangkap ini sering menghasilkan kesimpulan yang salah.
Kesimpulan yang salah akan mempengaruhi beliefs dan pada gilirannya akan
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang memperlemah faktor-faktor resiliensi.
Untuk menghindari perangkap ini tanyakan kembali pada diri sendiri apa bukti dari
kesimpulan itu, kesimpulan itu didasarkan pada fakta yang meyakinkan ataukah hanya
menduga-duga
b. Kesalahan pandangan (tunnel vision), yaitu kecenderungan menangkap informasi atau
data dan memfokuskan perhatian pada satu aspek tertentu serta mengabaikan aspek
penting lainnya. Perangkap ini dapat dihindari dengan membuat pertanyaanpertanyaan
14

yang diajukan pada diri sendiri seperti, adilkah menjadikan satu aspek tertentu sebagai
sampel dari keseluruhan situasi? Seberapa pentingkah aspek tersebut bagi keseluruhan
situasi?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memperluas perspektif individu dan
akan mengurangi tunnel vision
c. Membesar-besarkan dan meremehkan (magnifying and minimizing), yaitu
kecenderungan individu untuk membesar-besarkansisi negatif dari kehidupannya dan
meremehkan / mengecilkan sisi positif yang telah diperoleh dalam kehidupannya, atau
sebaliknya. Kecenderungan ini sering tidak disadari masuk dalam diri individu sebagai
perangkap-perangkap pikiran. Berbeda dengan tunnel vision, perangkap magnifying
and minimizing dapat mendaftar dan mengingat sebagian besar peristiwa yang dialami
tetapi cenderung melebih-lebihkan (overvalue) terhadap suatu aspek, dan meremehkan
(undervalue) aspek lainnya. Untuk menghindari perangkap minimizing, individu harus
berusaha keras untuk seimbang. Ajukan pertanyaan-pertanyaan: Adakah hal baik yang
terjadi? Adakah hal yang saya kerjakan berhasil baik?. Jika individu cenderung
melakukan magnifying, dia perlu menyajukan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri:
“Dapatkah saya melihat adanya masalah? Adakah elemen negatif yang saya
sembunyikan, padahal elemen itu penting?”
d. Personalisasi (personalizing), yaitu kecenderungan inidividu mengaitkan masalah-
masalah yang muncul dengan semua tindakan yang ia lakukan. Dengan kata lain
individu menganggap semua masalah yang muncul disebabkan oleh tindakannya. Jika
individu mengalami konflik dengan orang lain, perangkap personalisasi akan
mengarahkan pada kesimpulan bahwa “saya telah bersalah, saya telah melanggar hak
orang lain”. Belief yang demikian akan mendorong munculnya rasa bersalah, dan rasa
sedih (consequence “C”). Consequence yang demikian sangat mengancam resiliensi
individu. Untuk menghindari perangkap pikir yang demikian, individu perlu belajar
untuk melihat dunia luar. Individu perlu bertanya pada diri sendiri, adakah hal lain
atau orang lain yang ikut berperan terhadap munculnya masalah, seberapa banyak
masalah yang disebabkan oleh dirinya dan oleh orang lain.
e. Eksternalisasi (externalizing), yaitu kecenderungan inidividu mengaitkan masalah-
masalah yang dihadapi dengan semua tindakan yang dilakukan oleh orang lain.
Dengan kata lain individu menganggap semua masalah yang dia alami disebabkan
15

oleh orang lain. Jika dikaitkan dengan skema ABC, perangkap externalizing akan
menghindarkan rasa bersalah dan sedih, tetapimendorong munculnya kemarahan diri
individu yang tentu saja akan memperlemah faktor resiliensi. Untuk mengatasi
perangkap pikir ini, individu perlu belajar bertanggung jawab pada diri sendiri. Ajukan
pertanyaan pada diri sendiri, apakah saya telah menyebabkan munculnya masalah
tersebut, seberapa besar urunan orang lain terhadap munculnya masalah, dan seberapa
besar saya berkontribusi terhadap munculnya masalah tersebut
f. Overgeneralisasi (overgeneralizng), yaitu kecenderungan pikir individu untuk
menyamaratakan atau menganggap suatu situasi, sifat, atau tingkah laku berdasarkan
sampel yang kurang memadai. Perangkap overgeneralizng biasanya menggunakan
anggapan selalu dan segalanya terhadap tingkah laku atau situasi yang sebenarnya
muncul beberapa kali. Seorang anak yang meyakini (menganggap) bahwa orang
tuanya kejam karena dua kali permintaan uang jajan tidak dikabulkan, merupakan
salah satu contoh overgenaralisasi. Overgeneralisasi bisa bernuansa eksternalisasi dan
bisa bercorak personalisasi. Untuk mengatasi perangkap pikir overgeneralizng ajukan
pertanyaan-pertanyaan “Adakah penjelasan yang lebih sempit dari pada alasan-alasan
yang menjadi asumsi situasi tersebut?. Adakah tingkah laku spesifik yang menjelaskan
situasi tersebut? Masuk akalkah mensifati diri sendiri atau orang lain berdasarkan
kejadian sesaat?
g. Membaca pikiran (mind reading), yaitu suatu perangkap pikiran dimana individu yakin
bahwa dirinya mengetahui apa yang sedang dipikirkan orang lain (tentang diri
individu), atau kecenderungan individu berharap orang lain dapat memahami pikiran-
pikiran yang sedang terjadi pada diri individu. Keyakinan tersebut biasanya didasarkan
pada fakta yang sangat terbatas, dan sering salah. Akibatnya, individu merasa kecewa,
marah, kesal dan perasaan negatif lainnya. Perangkap ini dapat dihindari dengan cara
terbuka mengungkapkan pikiran / ide, dan perasaan kepada orang lain, serta belajar
mengajukan pertanyaan pada orang lain
h. Alasan yang emosional (emotional reasoning), yaitu suatu perangkap pikiran dimana
individu membuat alasan atau pikiranpikiran secara emosional dalam kaitannya
dengan masalah yangdihadapinya. Individu seringkali salah dalam mempersepsikan
suatu kejadian hanya karena dirinya dalam keadaan emosional tertertu. Kegembiraan
16

yang berlebih dapat membuat seseorang over estimate, sebaliknya kesedihan,


kekecewaan, kemarahan yang berlebih juga dapat menjadi perangkap pikir individu
sehingga bias dalam mempersepsikan sesuatu. Perangkap ini dapat dihindari dengan
cara memisahkan perasaan-perasaan yang sedang berkecamuk dari fakta-fakta yang
terjadi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan pada diri
sendiri, pernahkah terjadi perasaan-perasaan yang dialami tidak dapat secara akurat
merefleksikan fakta-fakta dari suatu situasi atau masalah.

8. Pengembangan Kapasitas diri dalam praktik kebidanan


Pengertiannya adalah Peningkatan ketrampilan,kemampuan,bakat,dan potensi
oleh individu,kelompok individu,organisasi,yang berguna untuk memperkuat diri
dalam mempertahankan profesinya ditengah perubahan yang terjadi

9. Tujuan Pengembangan Kapasitas dalam kebidanan


a. Secara umum tujuan pengembangan kapasitas tentu agar individu, organisasi
maupun juga sistem yang ada dapat dipergunakan secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan dari individu maupun organisasi tersebut.
b. Dalam Kebidanan: IBI dapat menjalankan peran serta fungsi sesuai prosedur yang
sudah ditetapkan,dan untuk anggotanya dapat meningkatkan kemampuan praktek
bidan untuk pelayanan berkualitas

10. Tingkatan Pengembangan Kapasitas diri dalam praktik kebidanan


Upaya dalam pengembangan kapasitas ketahanan diri dapat dilakukan dalam 3
tingkatan yaitu :
a. Tingkatan sistem, seperti kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan,
kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas
kebijakan tertentu;
b. Tingkatan institusional/Organisasi contoh struktur organisasi-organisasi, proses
pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi, prosedur dan mekanisme-
mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan-hubungan dan
jaringan-jaringan organisasi
17

c. Tingkatan individual, contohnya ketrampilan-ketrampilan individu dan


persyaratan-persyaratan, pengetahuan, tingkah laku, pengelompokan pekerjaan
dan motivasi-motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi-organisasi

11. Karakteristik Pengembangan Kapasitas


a. Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan
b. Memiliki sebagai sebuah proses internal dibangun dari potensi yang telah ada
c. Memiliki nilai intrinsik tersendiri
d. Mengurus masalah Perubahan
e. Menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik

12. Upaya Pengembangan Kapasitas diri dalam praktik kebidanan


Upaya pengembangan kapasitas dilakukan dengan berbagai cara dan juga
mencakup berbagai macam aspek, bilamana merujuk pada tingkatan tersebut diatas,
maka upaya pengembangan kapasitas dapat dilakukan melalui:
a. Pada Tingkatan individual : Secara umum dilakukan dengan pendidikan, pengajaran
dan pembelajaran secara luas kepada individu itu sendiri dengan berbagai macam
metode baik metode pendidikan dengan pendekatan pedagogi maupun dengan
pendekatan andragogi. Tidak hanya dilakukan melalui pendidikan formal tapi juga
melalui nonformal seerti kursus-kursus, pelatihan, magang, sosialisasi
b. Pada Tingkatan Organisasi:Secara umum dilakukan dengan pengembangan aturan
main organisasi, sistem kepemimpinan, sistem manajemen, pengembangan
sumberdaya manusia, serta pengembangan jaringan organisasi
c. Pada tingkatan sistem dilakukan baik melalui pengembangan kebijakan, peraturan
(Regulasi dan deregulasi) agar sistem yang ada dapat berjalan secara efektif dan
efisien untuk menjamin tercapainya tujuan individu maupun organisasi tersebut

13. Hubungan Ketahanan diri dengan kebidanan


a. Ketahanan diri seorang bidan dapat terbangun dari kepribadian dirinya
b. Menjadi seorang bidan harus mampu memahami kebutuhan klien dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas,dimana bidan juga harus
mampu mengenali dirinya terlebih dahulu
18

c. Ketahanan diri pribadi dapat dimulai dari optimisme aktif,optimis dalam


bertindak untuk masa depan,percaya dan yakin akan kemampuannnya untuk
bertindak dengan rasa peduli untuk membuat perubahan
d. Berani gagal,berani mulai, berani mencoba.Berani dengan segala hal yang tidak
mungkin. Keberanian dan optimisme akan berpengaruh terhadap kesehatan
psikologis dan biologis.

B. Intelegensi Emosional Dalam Praktek Kebidanan


1. Pengertian
a. Intelegensi
a) Kata Intelegensi berasal dari Bahasa Latin yaitu “intelligere” yang berarti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain
b) Menurut Stern dan Claparde, intelegensi adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
c) Menurut K. Buhler, intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan
pemahamandan pengertian.
d) Menurut David Wechsler, mengatakan bahwa intelegensi adalah kapasitas
untuk mengerti lingkungan dan kemampuan akal budi untuk mengatasi
tantangan-tantangannya.
b. Emosi
a) Emosi diartikan sebagai dari reaksi terhadap situasi tertentu yang
dilakukan oleh tubuh.
b) Emosional memiliki kata dasar yakni emosi, emosi merupakan suatu
ungkapan dari perasaan yang sesungguhnya ia rasakan yang ditunjukkan
kepada seseorang maupun sesuatu hal yang membuat dia emosi.
Sedangkan emosional lebih mengarah pada karakteristik serta ekpresi dari
sebuah emosi
c. Kecerdasan Emosional
a) Kecerdasan emosional (EQ) adalah kecerdasan yang mengacu pada
kemampuan untuk memahami, mengendalikan, dan mengevaluasi emosi.
19

b) Kemampuan diri untuk mengenal kemampuan diri sendiri,emosi orang


lain,Memotivasi diri sendiri,dan mengelola dengan baik emosi pada diri
sendiri yang berhubungan dengan orang lain (golleman,1999)

2. Macam Macam Emosi


a. secara keseluruhan emosi digolongkan dalam dua golongan, yaitu emosi positif
dan emosi negatif. Emosi positif ini seperti perasaan bahagia, gembira, senang,
dan cinta. Berbanding terbalik dengan emosi negatif, yang seperti perasaan
takut, sedih, cemas, dan marah.
b. menurut Silvan Tomkins, beliau menggolongkan emosi ke dalam hal yang
cukup sederhana. Menjadi delapan golongan emosi, yaitu malu, khawatir,
sedih, jijik, marah, terkejut, gembira, dan senang

3. Fungsi Emosi
a. Bertahan hidup atau survival yaitu emosi dijadikan sebagai sarana untuk
mempertahankan hidup.dalam hal ini emosi dapat memnberikan kekuatan
manusia untuk mempertahankan kekuatan manusia untuk mempertahankan
dirinya dari gangguan atau rintangan hidupnya.Munculnya perasaan
sayang,cinta,marah,cemburu dan benci membuat manusia akan lebih
menikmati dinamika kehidupannya bersama orang lain
b. Emosi sebagai pembangkit energi.Dalam kehidupan emosi mampu untuk
memberikan semangat atau motivasi dalam kehidupan.misalnya perasaan
kasih sayang dan cinta.akan tetapi emosi dapat pula memberikan dampak
negatif yang membuat suramnya kehidupan sehari hari dan hilangnya
semangat
c. Emosi sebagi pembawa pesan.emosi memberitahu bagaimana kondisi orang
orang yang berada disekitar kita terutama untuk orang orang yang kita cintai
sehingga kita mampu untuk melakukan apa yang sesuai dengan perasaan yang
dirasakan mereka saat itu baik dalam kondisi bahagia atau sedih
20

4. Lima Dasar Kemampuan dalam Teori Kecerdasan Emosi Menurut Daniel Goleman
a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu
kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat kita lebih waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai
oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi,
namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi
sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan
agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan
kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita.Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya
serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri meraih Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya
motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan
diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai
perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan
keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain
disebut juga empati. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk
mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyalsinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-
apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut
pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk
mendengarkan orang lain.
21

e. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan


suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar sesama. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan
kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Terkadang
manusia sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga
memahami keinginan serta kemauan orang lain

5. Faktor yang Mempengaruhi kecerdasan Emosional


a. Faktor Internal. Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber
yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan
kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu
dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi
psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir
dan motivasi.
b. Faktor Eksternal. Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana
kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi:
a) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan
b) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan
6. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
a. Membaca situasi Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui
apa yang harus dilakukan
b. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara Dengarkan dan simak pembicaraan
dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah paham serta dapat
menjaga hubungan baik
c. Siap berkomunikasi Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi
salah paham.
22

d. Tak usah takut ditolak Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau
ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak
e. Mencoba berempati EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu
berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
f. Pandai memilih prioritas Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang
mendesak, dan apa yang bisa ditunda
g. Siap mental Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental
sebelumnya.
h. Ungkapkan lewat kata-kata Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan
baik, agar dapat salaing mengerti
i. Bersikap rasional Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun
tetap berpikir rasional.
j. Fokus Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian.
Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.

7. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah Goleman (1995) mengemukakan


karakteristik individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah
sebagai berikut:
a. Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah, tidak
agresif dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum bertindak,
berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidupnya,
menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat berempati pada orang
lain, dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif, memiliki konsep diri
yang positif, mudah menjalin persahabatan dengan orang lain, mahir dalam
berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai.
b. Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa
memikirkan akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki
tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka
terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, tidak dapat mengendalikan
perasaan dan mood yang negatif, mudah terpengaruh oleh perasaan negatif,
memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu menjalin persahabatan yang
23

baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan
menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.

8. Manfaat Intelegensi Emosional Dalam Praktek Kebidanan


a. Membentuk tim yang kolaboratif
Kolaborasi mendukung produktivitas di tempat kerja. Ini lebih mudah
dilakukan jika anggota tim saling berempati, saling percaya, dan memahami
emosi satu sama lain. Anggota tim yang cerdas emosional akan terbuka dan
jujur dalam hubungan interpersonal. Mereka terbiasa terbuka dalam meminta
bantuan, mengakui kesalahan, berbagi kesulitan, dan menerima perbedaan
perspektif yang unik dari masing-masing individu. Dari sini, pengambilan
keputusan, penyelesaian tugas, koordinasi, dan kerja sama tim dapat
dilakukan secara efisien
b. Bidan yang inovatif
Dinamika kerja yang berubah dengan cepat menuntut siapa saja untuk
mampu beradaptasi dan menghadapi perubahan tak terduga.Bidan yang
cerdas emosional memungkinkan mereka memiliki fleksibilitas dan mampu
beradaptasi. Ketika menghadapi perubahan, mereka akan bersikap proaktif
daripada reaktif. Bidan yang cerdas emosional berani dan mampu mengenali
solusi kreatif (inovatif).
c. Tidak rentan terkena stress
Bidan mempunyai beban kerja yang berat, jam kerja yang panjang,
serta lingkungan kerja kadang yang tidak sehat. Untuk itu, selain kecerdasan
intelektual, bidan juga harus memiliki kecerdasan emosional. Goleman
menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi, dan mengatur keadaan jiwa.
d. Kecerdasan Diri
Bidan mampu memahami perasaan dan emosi yang ia rasakan dan
menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan keputusan contoh
24

bidan diminta tolong untuk aborsi,tapi menolak,walaupun diimingi dengan


bayaran yang besar,bidan tetap tenang,dan menolak tindakan itu
e. Memanfaatkan emosi secara produktif
Rasa tanggung jawab mampu memfokuskan perhatian pada tugas
yang dikerjakan dan tidak bersikap impulsive.contoh bidan ditempatkan
didaerah terpencil,walau sedih,berat,tapi bidan masih tetap fokus untuk
bekerja dengan sebaik mungkin,bahkan dan mengubah pandangan
masyarakat menjadi lebih baik diwilayah itu,contohnya imunisasi
f. Meningkatkan Empati
Bidan memilki kepekaan dan rasa peduli yang tinggi.Bidan merasakan
penderitaan yang dialami masyarakat,bidan peduli dengan kondisi
masyarakat,bidan mampu menyelaraskan diri dan mampu menangkap sinyal
yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang lain
g. Membina Hubungan yang lebih baik
Bidan mampu untuk membentuk hubungan yang baik,mengendalikan emosi
saat berhadapan dengan berbagai type masyarakat,serta mampu berinteraksi
dengan masyarakat sehingga tercapai hubungan yang baik.contoh dalam
penggalangan dana,bidan berperan aktif dan bekerja sama dengan pemerintah
desa
25

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan bab bab sebeluumnya dapat disimpulkan saat


seseorang mendapatkan masalah, sangat mudah untuk berpikir dari sudut pandang negatif
tentang pengalaman anda. Pemikiran negatif seolah–olah muncul secara otomatis.
Namun,individu memiliki kendali atas dirinya sendiri, memiliki kendali atas apa yang ia
pikirkan maka pemikiran negatif orang sebenarnya dapat diatasi. Seseorang tidak dapat
berpikir tentang dua hal pada saat yang bersamaan.Seseorang tidak dapat berpikir secara
positif bersamaan dengan berpikir secara negatif.Jadi saat anda berpikir negatif, pemikiran
positif tidak mungkin terjadi.Untuk dapat memulai melatih diri individu berpikir positif,
anda dapat memulai latihan “berhenti berpikir negatif”.Tekniknya sederhana.Seseorang
dapat dilatih untuk berhenti berpikir negatif. Beberapa latihan keterampilan resilience yang
telah dijelaskan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan ketangguhan pada seseorang
yaitu pribadi yang dapat menghadapi dan mengatasi situasi-situasi yang buruk seperti situasi
penuh tekanan dan mengancam dengan cara yang baik dan tepat. Pengembangan resilience
perlu didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat
26

DAFTAR PUSTAKA

https://psychology.binus.ac.id/2020/03/31/mengenal-resiliensi-dalam-ilmu-psikologi/

https://media.neliti.com/media/publications/76088-ID-mengembangkan-pribadi-yang-tangguh-
melal.pdf

https://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2017/11/21/konsep-umum-pengembangan-kapasitas/

https://psikologi.uma.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/kecerdasan-emosi.pdf

https://www.ruangkerja.id/blog/kecerdasan-emosional

Anda mungkin juga menyukai