Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Psikologi Konseling

tentang

Reediness Dalam Konseling

Kelompok 6

Rani Afrilia : 1830306040

Wahyu Ningsih : 1830306054

Yenora Kurnia : 1830306058

Dosen Pengampu :

Sisrazeni, S. Psi.I., M. Pd

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INTSITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk sebuah makalah yang
berjudul “Reediness Dalam Konseling”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah “PSIKOLOGI KONSELING”.

Sholawat dan salam tidak pula kita hadiahkan buat nabi Muhammad SAW, sebagai
pencerah seluruh kehidupan manusia yang mana telah memberikan serta menuntun umat
manusia menuju jalan kehidupan yang diridhai Allah SWT. Sesuai dengan pribahasa “tak ada
gading yang tak retak, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan”.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini memberikan informasi dan manfaat bagi kita semua.

Batusangkar, 04 Oktober 2020

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................1

C. Tujuan Masalah .............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................2

1. DEFENISI READINESS...........................................................................2
2. FAKTOR-FAKTOR READINESS............................................................3
3. CARA MENYIAPKAN KLIEN DALAM KONSELING........................3
4. ASPEK-ASPEK READINESS...................................................................6
BAB III PENUTUP............................................................................................................7

Kesimpulan ................................................................................................... 7
Saran............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesiapan dalam belajar telah dikenal dalam konsep pendidikan. Misalnya anak tidak
“siap” untuk membaca sampai mereka mencapai tingkat motivasi tertentu, kematangan dan
pengembangan kemampuan dasar. Kesiapan untuk konseling dan psikoterapi dapat dilihat
dari terpenuhinya beberapa kondisi yang diharuskan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil
penelitian Lipkin (1954) menyimpulkan bahwa klien yang memperoleh pengalaman
konseling yang menyenangkan dan mengharapkan kesuksesan dalam memecahkan masalah
lebih banyak mendapatkan perubahan dibandingkan klien yang skeptis.
Konseling tidak bisa dimulai sampai orang mengakui perlunya perubahan dan sampai
mereka siap berkomitmen untuk proses perubahan. Ada budaya kita yang dapat
menghambat dalam proses pemecahan masalah, pertama-pertama ketika orang mencari
bantuan untuk masalah-masalah emosional, yang lain sering menganggap mereka sebagai
orang yang lemah daripada melihat sebagai manusia dengan keterbatasan atau
ketidaksempurnaan. Akibatnya, timbul perasaan malu yang sering membuat seseorang
enggan untuk mencari bantuan dan menemui konselor, oleh karena itu, pada pembahasan
kali ini lebih pada metode untuk membantu klien dalam menghadapi kesulitan, mencari
bantuan, dan memanfaatkan hubungan konseling secara efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi readiness?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi readiness?
3. Apa saja cara-cara menyiapkan klien dalam konseling?
4. Apa saja aspek-aspek readiness?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui mengenai readiness
2. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi readiness
3. Untuk mengetahui cara-cara menyiapkan klien dalam psikologi
4. Untuk mengetahui aspek-aspek dalam readiness

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Readiness
Menurut Kamus Psikologi, Kesiapan (Readiness) adalah suatu titik kematangan untuk
menerima dan mempraktekkan tingkah laku tertentu.
Menurut Slameto (2010:113), kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang
membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban dalam cara tertentu terhadap
suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan
untuk memberi respon.
Menurut Jamies Drever (dalam Slameto 2010:59) Readiness adalah Preparedness to
respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.
Menurut Thorndike (dalam Slameto, 2010:114) kesiapan adalah prasyarat untuk
belajar ke tahap berikutnya. Menurut Hamalik (2006:41) kesiapan adalah keadaan
kapasitas yang ada pada diri siswa dalam hubungan dengan tujuan pengajaran tertentu.
Menurut Kuswahyuni (2009:27) kesiapan adalah suatu tindakan yang dilakukan
seseorang untuk merancang sesuatu. Menurut Soemanto (1998:191) ada yang
mengatakan bahwa readiness sebagai kesiapan atau kesediaan orang untuk berbuat
sesuatu. Seorang ahli bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness
sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara
tertentu.
Menurut Dalyono (2005:52), kesiapan adalah kemampuan yang cukup baik fisik,
mental dan perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti tenaga yang cukup dan kesehatan
yang baik, sementara kesiapan mental berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup
untuk melakukan suatu kegiatan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan menghadapi ujian
yaitu suatu kondisi awal dari seorang peserta didik yang akan menghadapi suatu ujian
yang membuatnya siap untuk memberikan respon yang ada pada dirinya dalam mencapai
tujuan tertentu.

2
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang menentukan kesiapan dalam konseling. Faktor-faktr itu
dapat berasal dari : 1) klien, 2) konselor dan 3) suasana dalam pelaksanaan konseling.
Faktor-faktor dari klien termasuk : 1) persepsi klien terhadap konselor atau proses
konseling, 2) intelektual atau kemampuan konseptual klien dan 3) keterbukaan klien
dalam memberikan informasi tentang dirinya sendiri.
1. Klien
Penelitian Tinsley, Workman dan Kass (1980) rnenemukan ada empat faktor
yang menentukan kesiapan klien dalam konseling yaitu :
a. komitmen pribadi
b. kondisi yang memfasilitasi
c. konselor yang ahli
d. pemeliharaan.
2. Konselor
Penelitian yang dilakukan oleh Raskin mengemukakan kesiapan ahli terapi
dalam membantu kliennya. Klien yang disukai oleh ahli terapi adalah memiliki
motivasi yang tinggi. Penelitian Raskin bersamaan dengan penernuan Survey
National Psychoterapists yang dilakukan oleh Goldman dan Mandelsohn (1969)
menemukan bahwa klien cenderung menjadi imajinatif, sensitif, ingin tahu yang
besar terhadap tingkat pendidikan dan pekerjaan dan sedikit menunjukkan
kecemasan. Hal ini memperlihatkan bahwa konselor menyukai klien yang yang
memiliki kemampuan verbal yang baik,  sedikit patologi, dan menyukai dirinya
sendiri. Dalam konseling dikenal dengan istilah  YAVIS (Young, Assertive,
Verbal, Intellegent dan Socialized).
3. Suasana
Suasana dalam konseling dapat mempengaruhi kesiapan klien. Sebagai contoh, jika
suasana konseling tidak menyenangkan dan kerahasiaan klien kurang terjaga, maka
akan membuat klien menjadi gelisah dan curiga.

C. Cara-cara menyiapkan klien dalam konseling


Kesiapan merupakan sebuah kondisi yang harus dipenuhi sebelum klien dapat
membuat hubungan konseling. Dalam hal kesiapan klien untuk melakukan konseling akan
tergantung dari hal-hal berikut:
1. Motivasi klien untuk memperoleh bantuan dari konselor mengenai permasalahannya
3
2. Berbagai pengetahuan klien mengenai konseling
3. Kecakapan intelektual dari klien sendiri
4. Tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri
5. Harapan-harapan klien terhadap konselor
6. Sistem pertahanan (Defense Mechanism) dari klien sendiri.
Namun terdapat beberapa hambatan dalam mencapai kegiatan konseling yang paling
sering dijumpai, diantaranya adalah:
1. Penolakan secara kultural terhadap hal-hal diatas, sebagaimana kekuatan kultural
dalam mempengaruhi cara pandang atau persepsi seseorang yang hal ini akan
mempengaruhi berbagai kesiapan klien dalam menghadapi konseling.
2. Situasi fisik dalam konseling, seperti kondisi klien, kondisi lingkungan dari ruangan
konseling, dan hal-hal bersifat fisik lainnya.
3. Pengalaman pertama dalam konseling yang tidak menyenangkan, hal ini akan
mempengaruhi persepsi klien terhadap konseling.
4. Kurangnya pengertian terhadap konseling
5. Kurang dapat melakukan pendekatan terhadap klien
6. Di dalam sebuah lembaga, kurang terdapat iklim penerimaan terhadap konseling.
Kesiapan klien dalam memulai sebuah proses konseling merupakan hal penting yang
akan berpengaruh terhadap kesuksesan konseling itu sendiri. Hal ini dapat ditempuh
dengan melalui berbagai metoda-metoda yang diantaranya adalah:
1. Melalui pembicaraan dengan berbagai pihak/lembaga mengenai topik-topik masalah
dan pelayanan konseling yang diberikan.
2. Menciptakan iklim kelembagaan yang merangsang untuk meminta bantu.
3. Menghubungi sumber-sumber yang referral atau sesuai, misalnya berasal dari
organisasi seperti sekolah, maupun berasal dari guru dan sebagainya.
4. Memberikan informasi kepada klien tertentu tentang dirinya dan prospeknya.
5. Melalui proses pendidikan itu sendiri
6. Teknik-teknik survey terhadap masalah-masalah klien
7. Orientasi pra-konseling, hal ini dapat berupa teknik penstrukturan maupun hal-hal
yang bersifat fisik.
Kesiapan klien juga dapat terganggu apabila klien tersebut merupakan klien yang
bersifat “kiriman” karena sesuatu hal, hal ini sering terjadi dalam sebuah lembaga seperti
sekolah maupun sebuah perusahaan. Bagi klien yang tidak datang atas kemauan sendiri,

4
pengalaman menunjukkan bahwa akan sangatlah menguntungkan jika penyuluh segera
membahas tanggapan klien tentang keberadaan klien saat itu dihadapan konselor. Dalam
hal ini konselor dapat:
1. Menanyakan kepada klien, bahwa siapa yang menyuruh klien tersebut datang kepada
konselor. Yang hal ini bermanfaat untuk informasi awal bagi konselor.
2. Memberikan alasan mengapa klien diminta datang menghadap konselor, misalnya
dengan bertanya kepada klien, “Pak Joni mengganggap kamu (klien) agak kurang
bergairah di dalam kelas dan hasil belajarmu menurun,”
3. Mengemukakan kepada klien tentang hal-hal yang dapat diberikan oleh seorang
konselor kepada klien selama proses konseling
4. Mengajak klien untuk mengemukakan perasaan yang dialaminya dalam suasana saat
itu. Apakah dia marah? Takut? Bingung? Tidak menentu? Atau bagaimananya.
5.  Menekankan bahwa klien bebas memilih untuk tetap berada di tempat itu (bersama
konselor) atau pergi. Seringkal, jika klien menyadari bahwa dia boleh saja secara
bebas membatalkan pertemuannya dengan konselor, justru dapat merupakan langkah
pertama dalam membina sikap percaya klien terhadap konselor yang selanjutnya akan
menjadi pendorong baginya untuk datang secara sukarela kepada konselor.
6. Menyarankan bahwa jika klien tersebut menolak konselor sebagai seseorang yang
dapat membantu klien tersebut, ada sumber-sumber (orang-orang) lain dapat dimintai
bantuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tunjukkan nama mereka
jika klien memang berminat.
Kesiapan Selama Konseling Indikator yang dapat digunakan  konselor untuk
mengetahui kesiapan kliennya adalah klien menunjukkan sikap yang positif terhadap
proses konseling, sikap mempertahankan diri yang rendah yang ditunjukkan melalui
ekspresi yang spontan dan keinginan untuk membicarakan masalah yang sedang
dihadapinya, kesiapan klien untuk menghadapi dampak emosional dari masalahnya
dan kemampuan mereka mengekepresikan pikiran dan perasaan mereka secara
langsung, peran konselor terhadap penerimaan, struktur dan gaya konseling adalah
juga merupakan indikasi dari kesiapan klien.
Disamping itu konselor juga harus siap dengan klien yang tidak dapat
rnengungkapkan permasalahan dan perasaannya secara langsung, tetapi klien tersebut
menunjukkan sikap atau keinginan untuk, melanjutkan konseling. Sama halnya
konselor perlu berhati-hati terhadap klien yang terlalu berambisi untuk maju, dan

5
klien yang mengunakan konseling sebagai alat untuk menghindar dari tanggung
jawabnya untuk bekerja.

D. Prinsip–prinsip Kesiapan
Menurut Slameto (2010:115) prinsip–prinsip kesiapan meliputi :
1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi)
2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari
pengalaman
3. Pengalaman–pengalaman mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kesiapan
4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu
selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.
Menurut Soemanto (1998:192) prinsip bagi perkembangan readineess,
diantaranya:
1. Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness
2. Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologi individu
3. Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi–fungsi
kepribadian individu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah
4. Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri
seseorang, maka saat–saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan
masa formatif bagi perkembangan pribadinya.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
disimpulkan bahwa kesiapan menghadapi ujian yaitu suatu kondisi awal dari seorang
peserta didik yang akan menghadapi suatu ujian yang membuatnya siap untuk
memberikan respon yang ada pada dirinya dalam mencapai tujuan tertentu. Ada beberapa
faktor yang menentukan kesiapan dalam konseling. Faktor-faktr itu dapat berasal dari : 1)
klien, 2) konselor dan 3) suasana dalam pelaksanaan konseling. Faktor-faktor dari klien
termasuk : 1) persepsi klien terhadap konselor atau proses konseling, 2) intelektual atau
kemampuan konseptual klien dan 3) keterbukaan klien dalam memberikan informasi
tentang dirinya sendiri.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca akan mendapatkan manfaatnya. Penulis
meminta saran serta kritikan pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya, karena kami
sebagai penulis menyadari banyak kekurangan baik dalam segi materi maupun
penulisannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Munro E.A. 1983. Penyuluhan (Suatu Pendekatan Berdasarkan Keterampilan) (Alih Bahasa
oleh Erman Amti). Jakarta: Ghalia Indonesia.
M. Noor. HS. 1997. Himpunan Istilah Psikologi, Cet. IV. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Faqih, Ainur Rahim. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta : UII Pres.

Kiswantoro, A. Dkk. Konseling bagi konseling berkebutuhan khusus.

Anda mungkin juga menyukai