Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kesiapan Diagnosis Konseling Dan Psikoterapi


Tugas Terstruktur Mata Kuliah Psikologi Konseling

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 6

Noni Yunita Putri.T (2010207017)


Fikardillah Fathur Rachmad (2010207048)
Dita Septia Yuliani (2010207014)
Oca Juanda Putra (2010207055)

DOSEN PENGAMPU :
Roshinta Erezka, M.Pd

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr..wb
Alhamdulillah, Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini berisikan tentang penjelasan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................
C. Tujuan Masalah.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.Kesiapan Klien..................................................................................
B.Kesiapan Konselor.............................................................................
C. Suasana Dalam Prsoses Konseling...................................................
D.Diagnosis Dalam Proses Konseling Psikoterapi...............................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesiapan dalam belajar telah dikenal dalam konsep pendidikan.
Misalnya anak tidak “siap” untuk membaca sampai mereka mencapai tingkat
motivasi tertentu, kematangan dan pengembangan kemampuan dasar.
Kesiapan untuk konseling dan psikoterapi dapat dilihat dari terpenuhinya
beberapa kondisi yang diharuskan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil
penelitian Lipkin (1954) menyimpulkan bahwa klien yang memperoleh
pengalaman konseling yang menyenangkan dan mengharapkan kesuksesan
dalam memecahkan masalah lebih banyak mendapatkan perubahan
dibandingkan klien yang skeptis1.
Konseling tidak bisa dimulai sampai orang mengakui perlunya
perubahan dan sampai mereka siap berkomitmen untuk proses perubahan.
Ada budaya kita yang dapat menghambat dalam proses pemecahan masalah,
pertama-pertama ketika orang mencari bantuan untuk masalah-masalah
emosional, yang lain sering menganggap mereka sebagai orang yang lemah
daripada melihat sebagai manusia dengan keterbatasan atau
ketidaksempurnaan. Akibatnya, timbul perasaan malu yang sering membuat
seseorang enggan untuk mencari bantuan dan menemui konselor, oleh karena
itu, pada pembahasan kali ini lebih pada metode untuk membantu klien
dalam menghadapi kesulitan, mencari bantuan, dan memanfaatkan hubungan
konseling secara efektif.
Faktor-Faktor Yang Menentukan Kesiapan
Ada beberapa faktor yang menentukan kesiapan dalam konseling.
Faktor--faktr itu dapat berasal dari : 1) klien, 2) konselor dan 3) suasana
dalam pelaksanaan konseling. Faktor-faktor dari klien termasuk : 1) persepsi
klien terhadap konselor atau proses konseling, 2) intelektual atau kemampuan
konseptual klien dan 3) keterbukaan klien dalam memberikan informasi
tentang dirinya sendiri.

1
Lipkin (1954)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Kesiapan Klien
2. Apa Saja Kesiapan Konselor
3.Bagaimana Suasana Dalam Proses Konselor
4.Bagaimana Diagnosis Konseling Dan Psikoterapi.
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Kesiapan Klien
2. Memahami Kesiapan Konselor
3.Memahami Suasana Dalam Proses Konselor
4.Memahami Diagnosis Konseling Dan Psikoterapi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesiapan Klien
Penelitian Tinsley, Workman dan Kass (1980) rnenemukan ada empat
faktor yang menentukan kesiapan klien dalam konseling yaitu : 1) komitmen
pribadi, 2) kondisi yang memfasilitasi, 3) konselor yang ahli dan 4)
pemeliharaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pentingnya komitmen
dalam menentukan keberhasilan konseling. Komitmen klien yang tinggi
memiliki kecenderungan prognosa yang bagus sepanjang klien itu
mencurahkan waktu dan tenaganya terhadap proses konseling2.
B. Kesiapan Konselor Konselor
Penelitian yang dilakukan oleh Raskin mengemukakan kesiapan ahli
terapi dalam membantu kliennya. Klien yang disukai oleh ahli terapi adalah
memiliki motivasi yang tinggi. Penelitian Raskin bersamaan dengan
penernuan Survey National Psychoterapists yang dilakukan oleh Goldman
dan Mandelsohn (1969) menemukan bahwa klien cenderung menjadi
imajinatif, sensitif, ingin tahu yang besar terhadap tingkat pendidikan dan
3
pekerjaan dan sedikit menunjukkan kecemasan. Hal ini memperlihatkan
bahwa konselor menyukai klien yang yang memiliki kemampuan verbal yang
baik, sedikit patologi, dan menyukai dirinya sendiri. Dalam konseling
dikenal dengan istilah YAVIS (Young, Assertive, Verbal, Intellegent dan
Socialized).
C. Suasana Dalam Proses Konseling
Suasana dalam konseling dapat mempengaruhi kesiapan klien.
Sebagai contoh, jika suasana konseling tidak menyenangkan dan kerahasiaan
klien kurang terjaga, maka akan membuat klien menjadi gelisah dan curiga.
Seperti yang terjadi di rumah sakit, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
yang memiliki kebijakan administrative dan isu negative, dapat mengurangi
rasa kepercayaan dan juga dukungan. Contoh ini menjelaskan bahwa
konseling memiliki kedisiplinan dalam aktivitas, yang melebihi kedisiplinan
perwira. Selain itu, aspek fasilitas juga dapat mempengaruhi kesiapan klien.

2
Workman dan Kass (1980)
3
Goldman dan Mandelsohn (1969)
Faktor penting yang juga menjadi perhatian dalam suasana konseling adalah
faktor kebudayaan, ekonomi, dan kesamaan etnik antara konselor dan klien.
D. Diagnosis Dalam Proses Konseling Dan Psikoterapi
1. Konsep-konsep dan Isu-isu Diagnosis.
Diagnosis dalam medis berarti pemeriksaan gejala-gejala,
mengintergrasikan pengamatan, dan menyusun kembali kedalam kategori-
kategori umum, dan akhirnya meletakkan nama-nama khusus terhadap
suatu penyakit. Diagnosis secara psikologis menyatakan sebuah masalah
atau status tentang klien saat ini seperti kemungkinan sebab-sebab
masalah klien, tekhnik yang akan digunakan, dan prediksi konselor
terhadap hasil-hasil atau prilaku klien yang akan datang, dan mencangkup
juga kekuatan-kekuatan klien.
2. Bentuk-bentuk diagnosis
A. Psychodiagnosis
Merupakan sebuah gambaran klasifikasi atau taksonomi
masalah sama dengan klasifikasi psikatri untuk neorosis, psychosis
dan gangguan karakter. (deferensial diagnosis) dsm iii disebutkan
untuk membedakan bentuk bentuk gangguan psikologis, neurosis,dan
gangguan karakter.
Dalam melihat klasifikasi non pathologis yang digunakan
dalam konseling, wilianson (1993) mengusulkan sebuah bentuk
sosiologis dengan lima kategori: kepribadian, pendidikan, pekerjaan,
finansisal, dan masalah-masalah kesehatan.4
B. The Misionaryi Diagnostik Clasification Plan
Yaitu bentuk diagnostik yang mengembangkan skema dengan
memandang dua dimensi yaitu masalah tujuan dan sebab-sebab.
3. Tujuan-tujuan Diagnosis
Tujuan utama dari pemikiran diagnosis dalam konseling adalah
untuk merencanakan penyembuhan (mengatasi masalah klien yang
berbeda). Calls (1960)5 membuat diagnosis menjadi dasar perencanaan.
Dengan diagnosa, konselor dapat menentukan apakah klien butuh
informasi, memiliki pengalaman yang buruk (trauma), pengalaman yang

4
wilianson (1993)
5
Calls (1960)
mendstorsi persepsi. Konselor dapat menggunakan berbagai pendekatan
yang relevan dengan masalah, karena tidak ada satu pun pendekatan yang
cocok dengan semua permasalahan.
Tujuan deskripsi yaitu untuk memotivasi klien untuk merubah
tingkah laku mereka. Tujuan lebih lanjut dari diagnosis dalam konseling
adalah untuk menafsirkan (menginterpretasikan) data kasus, hal ini
kadang-kadang disebut juga dengan struktural diagnosis.
4. Peringatan Dalam Diagnosis
a. bahaya dalam menafsirkan pandangan diagnosis (konselor mengukur
dirinya sendiri sebelum melakukan diagnosis).
b. Konselor lebih terfokus pada masa lalu kilen, dan mengabaikan sikap
dan perilaku yang ditunjukkan saat ini.
c. Ahli klinik memanfaatkan test yang hasilnya diduga tepat untuk
membantu dalam proses diagnostik. Dalam hal ini membantu klien
lebih terfokus pada bagaimana hasil tes, dibandingkan dengan apa
yang menjadi penyebabnya.
d. Penggunaan hasil tes menyebabkan hilangnya perhatian konselor
terhadap keunikan klien, bahwa ia sebagai manusia yang unik dan
memiliki gaya tersendiri dalam merespon stimulus sosial.
e. Pendekatan diagnosis merupakan suatu penilaian tentang bagaiman
klien bersikap, merasa dan konselor akan terdorong untuk memberikan
nasihat kepada mereka tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan.
5. Pemecahan Kasus diagnosis
Terhadap permasalahan yang berkaitan dengan diagnosis di atas.
maka konselor harus melakukan antisipasi. Kelompok Rogers atau
yang disebut rogerian berusaha untuk memahami bagaimana pandangan
klien sambil berusaha untuk mendiagnosis klien. Maka dapat disimpulkan
bahwa ada kerja secara simultan antara konseling dan diagnosis. Pepinsky
menyatakan bahwa selama konseling, beradasarkan data tentang dengan
siapa klien berinteraksi, bagaimana perilaku keseharian klien, pada
dasarnya konselor dapat memprediksikan bagaimana perilaku klien di
kemudian hari. Pada saat inlah sebagai konselor harus berpikir sebagai
berikut:
a. Apakah saya akan segera rnenyerahkan klien ke spesialis, rumah sakit
atau menghubungi kerabat saudaranya.
b. Haruskah saya menggunakan teknik support darurat.
c. Haruskah saya menghindari topik pengeksplorasian perasaan klien
atau menghentikan diskusi agar klien tidak menjadi depresi.
d. Haruskah saya menghentikan konseling dan mengalihkannya ke ahli
lain.
e. Apa indikasi adanya patologi/gangguan mental pada apa yang
ditampilkan klien.
f. Apakah ini kekacauan kepribadian atau reaksi terhadap tekanan dari
lingkungan dan Bagaimana ahli klinik berfikir melalui proses hipotesis
yang masih sangat misterius dan berdasarkan intuisi. Mechl (1954)
menspekulasikan bahwa prosesnya adalah sebagai berikut:6
1. Pengumpulan data
2. Membuat asumsi tentang pola tingkah laku klien
3. Menyimpulkan suatu hipotesis tentang tingkah laku klien dengan
membandingkan antara data dan asumsi.
4. Mengurnpulkan fakta lebih jauh dan membandingkannya dengan
hipotesis yang, masih bisa dihilangkan
5. Mempelajari fakta-fakta dan hipotesis sampai pola yang lebih
jelas/tepat muncul
6. Memilih hipotesis sementara
7. Membuat perkiraan yang lebih spesifik.

6
. Mechl (1954)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
konselor harus melakukan antisipasi. Kelompok Rogers atau yang
disebut rogerian berusaha untuk memahami bagaimana pandangan klien
sambil berusaha untuk mendiagnosis klien. Maka dapat disimpulkan bahwa
ada kerja secara simultan antara konseling dan diagnosis. Pepinsky
menyatakan bahwa selama konseling, beradasarkan data tentang dengan
siapa klien berinteraksi, bagaimana perilaku keseharian klien, pada dasarnya
konselor dapat memprediksikan bagaimana perilaku klien di kemudian hari.
B. Saran
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna.Untuk itulah penulis mengharapkan kepada semua pihak yang sudah
membaca makalah ini agar kiranya dapat memberikan konstribusi yang nantinya bisa
membantu pengembangan dan pengamalan pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA

Lipkin (1954),Workman dan Kass (1980),Goldman dan Mandelsohn (1969),Calls (1960)


Brammer, L. M & Shostrom, E.L. 1982. Therapeutic Psychology. New Jersey: Prentice-Hall.
Inc.

Anda mungkin juga menyukai