Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENDEKATAN DAN TEKNIK DALAM BK

KONSELING SELF

Dosen Pengampu:
1. Dr. Netrawati, M.Pd., Kons.
2. Zadrian Ardi, M.Pd., Kons

Oleh
Kelompok 5:
1. Athalia A. Aptanta Tumanggor 22151004
2. Denia Syapitri 22151007
3. Tri Ulviani 22151037
4. Rizki Kurniawan 22151050

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kelompok ucapkankehadirat Allah SWT atas segala
rahmat-Nya yang memberikan kelancaran kepada kelompok, sehingga kelompok
dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah Pendekatan dan Teknik dalam
BK ini. Selanjutnya kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen kami
yang membimbing dan membina mata kuliah Pendekatan dan Teknik dalam BK
yaitu Ibu Dr. Netrawati, M.Pd., Kons. dan Bapak Zadrian Ardi, M.Pd., Kons.
Kelompok bersyukur telahmenyelesaikan penulisan makalah ini yang
berjudul “Konseling Self”. Harapan kelompok semoga pembaca makalah ini dapat
memahami isi materi yang kelompok jabarkan. Kelompok menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan,
meskipun kelompok telah berusaha dengan sebaik mungkin dalam
menyelesaikannya. Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Maret 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Carl Rogers ................................................ 3
B. Pandangan Tentang Manusia ................................. 4
C. Kepribadian .............................................................. 6
D. Kasus ......................................................................... 10
E. Tujuan Konseling ..................................................... 18
F. Teknik Konseling ..................................................... 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................... 20
B. Saran .......................................................................... 20
KEPUSTAKAAN ....................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rogers menggunakan pendekatan humanistik dalam mempelajari
kepribadian manusia. Rogers optimis bahwa secara kodrati manusia itu
baik, rasional dan memiliki kencendrungan untuk berkembang secara
penuh. Untuk mencapai pertumbuhan secara optimal diperlukan kondisi:
1) keaslian/apa adanya (genuines), 2) penghargaan positif tanpa syarat
(unconditional positif regard), dan 3) pemahaman yang empati (emphatic
understanding). Dalam konseling diperlukan kondisi seperti itu, yaitu
adanya kehangatan, keikhlasan, pemberian penghargaan positif, dan penuh
pengertian, yang dapat membantu klien untuk menjalani struktur dirinya
dalam hubungan dengan pengalamannya yang unik. Klien dapat
menghadapi dan menerima karakteristik dirinya tanpa perasaan terancam.
Dengan demikian individu dapat menuju arah penerimaan diri dan nilai-
nilai, serta dapat mengubah aspek dirinya sesuai dengan prinsip hidupnya.
Teori rogers didasarkan atas self theory yang terdiri dari: diri (self),
konsep diri (self concept), aktualisasi diri (self-aktualization), dir yang
ideal (the ideal self) dan congruence. Menurut rogers konstruk inti
konseling client centered adalah konsep tentang diri (self) yang terbentuk
melalui atau karena pengalaman yang datang dari luar dan dalam diri
individu yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah makalah:
1. Bagaimanakah pandangan sifat manusia pada konseling self?
2. Jelaskan kepribadian menurut konseling self!
3. Apa contoh kasus pada konseling self?
4. Apakah tujuan dari konseling self?
5. Sebutkan teknik pada konseling self?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas ialah:
1. Untuk mengetahui pandangan sifat manusia pada konseling self.
2. Untuk mengetahui kepribadian mansuia menurut konseling self.
3. Untuk mengetahui contoh kasus pada konseling self.
4. Untuk mengetahui tujuan konseling self.
5. Untuk mengetahui teknik pada konseling self.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Carl Rogers


Carl Ransom Rogers lahir pada tahun 1902 di Oak Park illionis.
Dia dibesarkan dalam suasana religius dan etika yang keras dan tegas.
Rogers memulai pendidikannya di Universitas Wisconsin, jurusan
pertanian, akan tetapi setelah dua tahun dia mengubah tujuan
profesionalnya menjadi pendeta (Lawrence et al., 2010). Rogers
memperoleh gelar BA pada tahun 1928 dan Ph. D tahun 1931 di Columbia
University. Dari Tahun 1928 sampai 1938 beliau bekerja sebagai psikolog
pada Child Study Department of society for the Prevention of Cruently to
Children di Rochester New York. Pada tahun 1931 sampai 1938 Rogers
menjabat sebagai direktur departemen tersebut. Kemudian pindah ke Ohio
State University (1940-1945) dan diangkat sebagai professor dalam
psikologi klinis. Pada Tahun 1945 beliau diangkat sebagai professor dalam
bidang piskologi dan psikiatri di University of Wisconsin.
Selama 12 tahun bekerja di Rochester, Rogers menjadi tidak puas
dengan pendekatan tradisional yang digunakannya dalam psikoterapi
(directive therapy) yang berlaku pada waktu itu, lalu dia mengembangkan
suatu pendekatan baru yaitu non-directive therapy. Pendekatan ini didasari
atas anggapan: 1) bahwa klienlah yang berhak menetukan tujuan
hidupnya, bukan konselor; 2) tiap individu bisa berdiri sendiri dan
berusaha untuk memecahkan masalahnya sendiri (Rogers dalam Saragi,
2020). Teori Rogers ini banyak dipengaruhi oleh pandangan Rogers
terhadap mahasiswanya selama bekerja di klinik.
Riset yang dirintisnya dalam proses terapi Client Centered ini,
menjadikan Rogers terkenal di dunia psikologi (Irawan, 2015). Teori
Roger terkenal karena lebih banyak menekankan pada aspek psikologis
daripada aspek medis. Teori Client Centered Rogers bukanlah suatu teknik
melainkan lebih merupakan kerangka pemikiran, kepercayaan atau
pendapat bahwa klien sendiri adalah faktor penting yang akhirnya akan

3
menentukan jalan keluar dari masalahnya sendiri. Oleh karena itu terapi
Client Centered menjadi lebih terkenal di kalangan psikologi klinis dan
konselor psikologi (Schultz & Schultz, 2019). Selanjutnya metode Rogers
tersebar luas dikalangan para profesi bantuan (the helping professions)
seperti konselor, psikologi dan pekerja sosial. Rogers merupakan
psikoterapis pertama yang menggunakan tape recorder diruangan tertentu
dalam proses tarapinya. Di awal tahun 40-an, terapi ini menjadi sangat
terkenal karena melalui terapi itu, dapat diteliti secara seksama guna
mengenal diri klien.
B. Pandangan Tentang Manusia
Konseling self atau juga dikenal sebagai konseling client centered
atau person centered therapy dimana memiliki sebuah pandangan tentang
sifat manusia bahwa manusia menolak sebuah konsep tentang
kecenderungan-kecendrungan negatif dasar. Sementara beberapa
pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah
irasional dan berkendrungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers
menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Rogers juga
memandang manusia tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk
berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang
terdalam. Manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan
konstruktif tidak perlu diadakan pengandalian terhadap dorongan-
dorongan agresifnya (Gerald, 2019).
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia
mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke
depan, berjuang untuk dapat berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan
memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan
dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi
dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung
jawab proses terapi pada klien, bukan terapis yang memiliki otoritas. Klien
diposisikan untuk memiliki kesanggupan-kesangguapan dalam membuat

4
keputusan. Pendekatan client centered menekankan pada kecakapan klien
untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah
dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat
kecemasan. Menurut Roger konsep inti client centered adalah konsep
tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri
(Cain, 2012).
Pandangan mengenai manusia yang positif ini memiliki implikasi
yang berarti bagi praktik terapi client centered. Berkat pandangan filosofis
bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauh
maladjustment menuju keadaan psikologis yang sehat, terapis meletakkan
tanggung jawab utamanya bagi proses terapi pada klien. Model client
centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang
mengetahui yang terbaik dan memandang klien sebagai manusia pasif
yang hanya mengikuti sebuah perintah terapis. Pada akhirnya client
centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat
putusan-putusan. Menurut Rogers (Corey, 2015) pengalaman
profesionalnya mengajarinya bahwa jika seseorang mampu mencapai inti
individu, ia akan menemukan pusat positif yang dapat dipercaya.
Sesuai dengan filosofi psikologi humanistik, Rogers dengan tegas
menyatakan bahwa orang dapat dipercaya, banyak akal, mampu
memahami diri sendiri dan mengarahkan diri, mampu membuat perubahan
yang konstruktif, dan mampu menjalani kehidupan yang efektif dan
produktif. Ketika terapis dapat mengalami dan mengomunikasikan realitas,
dukungan, kepedulian, dan pemahaman yang tidak menghakimi mereka,
perubahan signifikan pada klien kemungkinan besar akan terjadi. Rogers
berpendapat bahwa tiga atribut terapis menciptakan iklim yang mendorong
pertumbuhan di mana individu dapat bergerak maju dan menjadi apa yang
mereka mampu: (1) kesesuaian (keaslian, atau kenyataan), (2)
penghargaan positif tanpa syarat (penerimaan dan kepedulian), dan (3)
pemahaman empatik yang akurat (kemampuan untuk memahami dunia

5
subjektif orang lain secara mendalam). Menurut Rogers, jika konselor
mengomunikasikan sikap ini, mereka yang dibantu akan menjadi kurang
defensif dan lebih terbuka terhadap diri mereka sendiri dan dunia mereka,
dan mereka akan berperilaku prososial dan konstruktif. Kecenderungan
aktualisasi adalah proses terarah untuk berjuang menuju realisasi,
pemenuhan, otonomi, dan penentuan nasib sendiri.
Penilaian sering dipandang sebagai prasyarat untuk proses
pengobatan. Banyak lembaga kesehatan mental menggunakan berbagai
prosedur penilaian, termasuk pemeriksaan diagnostik, identifikasi
kekuatan dan kewajiban klien, dan berbagai tes. Pendekatan konseling
yang berpusat pada orang umumnya tidak menganggap penilaian dan
diagnosis berguna karena prosedur ini mendorong perspektif eksternal dan
ahli pada klien. Hal yang penting bukanlah bagaimana konselor menilai
klien tetapi penilaian diri dari klien. Dari perspektif yang berpusat pada
orang, sumber pengetahuan terbaik tentang klien adalah klien sendiri.
Rogers melihat terapi sebagai penilaian bersama, di mana terapis
dan klien terlibat dalam proses pemahaman diri yang berkelanjutan.
Penilaian tampaknya semakin penting dalam perawatan jangka pendek di
sebagian besar lembaga konseling, dan sangat penting bagi klien untuk
terlibat dalam proses kolaboratif dalam membuat keputusan yang penting
bagi terapi mereka (Corey, 2015) .
C. Kepribadian
1. Struktur Kepribadian
Rogers merumuskan teori kepribadiannya dengan tiga unsur
penting yang dia sebut dengan organisme (organism), lapangan
fenomenal (fenomenal field) dan diri (self). Ketiga unsur kepribadian
ini dijelaskan sebagai berikut (Saragi, 2020):
a. Organisme
Istilah organisme berarti keseluruhan individu, yaitu
pikiran, tingkah laku dan keadaan fisik sesorang. Menurut Rogers,
pertama organisme berbuat dalam suatu penampilan keseluruhan

6
sebagai suatu usaha untuk memuaskan kebutuhan, kedua,
organisme sebagai motif dasar untuk beraktualisasi diri, ketiga,
organisme bertindak dalam cara yang memungkinkan sejumlah
pengalaman dilambangkan dalam kesadaran sementara itu juga
menolak atau mengabaikan pengalaman orang lain.
b. Lapangan fenomenal
Lapangan fenomenal merupakan keseluruhan dari
pengalaman seseorang. Pengalaman yang dimaksudkan tidak hanya
pengalaman eksternal, tetapi juga pengalama internal. Pengalam
eksternal mencakup semua kejadian yang dipersepsi oleh individu
dan digunakan dalam kehidupannya sehari-hari. Sementara itu
pengalaman internal adalah bagaimana penghayatan individu
terhadap semua hal yang mempengaruhi dirinya. Lapangan
fenomenal juga berisi pengalaman-pengalaman yang membantu
individu mengatasi persoalan-persoalan yang ditentukannya.
Semua yang ada dalam fenomenal akan mempengaruhi organisme
dan juga self.
c. Self
Self berarti diri, yaitu bagaimana keadaan diri individu
tersebut. Dengan adanya self tersebut terbentuk melalui
pengalaman individu semenjak kecil. Ada dua unsure dalam
memaknai self oleh Rogers yaitu “I” anda “Me”. “I” berarti “saya”,
yaitu merupakan pandangan individu terhadap siapa dirinya,
misalnya adalah: “saya adalah orang yang cakap”, saya adalah
orang yang pintar”, saya cantik, ganteng, dan sebagainya.
Sedangkan “Me” menyangkut dengan “kebiasaan” individu yaitu:
“saya bisa menggunakan rumus statistik, saya bisa mengendarai
mobil, saya dapat memperbaiki komputer, saya mampu membuat
program, dan sebagainya.

7
2. Perkembangan Kepribadian
Berikut beberapa perkembangan kepribadaian pada konseling
self (Saragi, 2020):
a. Proses Pengembangan Nilai-nilai
Berkembanganya nila-nilai pada diri individu adalah berkat
interaksinya dengan lingkungan. Nilai-nilai yang dirasakan baik
akan diterima, nilai-nilai yang dianggap jelek akan ditinggalkan.
Individu memiliki kemampuan menerima dan menolak nilai-nilai
yang diperoleh itu.
b. Penghargaan Positif dari Orang Lain
Self seseorang mulai berkembang pada saat organisme
mulai berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kepribadian
individu akan berkembang kearah yang lebih baik apabila individu
tersebut banyak memperoleh penghargaan positif dari orang lain,
khususnya orang-orang yang berarti dalam kehidupan individu
tersebut (significnt person). Sebaliknya apabila seorang anak lebih
banyak memperoleh pengabaian, ejekan dan bahkan cacian,
kemungkinan kepibadianya akan berkembang ke arah
penyimpangan.
c. Penghargaan Diri
Kepribadiaan individu akan berkembang dengan baik yaitu
apabila dia sering memberikan penghargaan terhadap diri sendiri.
Dalam arti kesuksesan dan keberhasilan yang sering diraihnya akan
memunculkan penghargaan terhadap diri sendiri, misalnya
seseorang akan berkata “rupanya saya mampu”, “saya dapat
mencapainya”, “saya jauh lebih baik dari dia”, dan sebagainya.
d. Condition of Worth
Condition of worth adalah kondisi dinamika individu
terpaksa menerima sesuatu yang sebetunya dia tidak menyukainya.
Seorang anak kecil tidak ingin ditinggalkan oleh orang tuanya,
namun dia terpaksa menerima, sebab jika mau ditinggal itu artinya

8
anak pintar. Seorang anak tidak suka tidu sendiri dikamarnya,
namun orang tua mengatakan apabila dia mau tidur sendirian
dalam kamar itu artinya anak pemberani.
3. Ciri-ciri Kepribadian Salah Suai
Menurut Saragi (2020) beberapa ciri-ciri kepribadian salah suai
diantaranya:
a. Munafik (estrangement)
Individu yang munafik adalah individu yang bertingkahlaku
tidak sesuai dengan apa yang dikatakanya, atau biasa dikatakan
lain dimulut lain dihati, berbeda yang diucapkan dengan yang
dilakukan. Individu seperti ini selalu menutupi dirinya, sehingga
tingkah lakunya itu tidak sesuai dengan apa yang dilakukan.
Kondisi semacam ini sebetulnya membuat yang bersangkutan tidak
nyaman karna harus selalu berpura-pura dan akhirnya kehidupanya
tidak akan tenang. Tentu saja orang yang sehat kepribadianya
adalah orang yang mampu bertingkah laku sejalan antara apa yang
dirasakanya dan diinginkanya.
b. Tingkah laku yang tidak konsisten (Incongruity in Behavior)
Apa yang dilakukan sekarang berbeda denga apa yang
dilakukan pada waktu sebelumnya. Pada situasi tertentu dia
berbuat jujur, dan pada kesempatan lain dia menjadi pembohong,
besoknya menjadi baik lagi, kemudian bohong lagi dan seterusnya.
c. Kecemasan (Anxienty)
Pada diri yang bersangkutan setiap kali muncul kecemasaan
dalam menghadapi situasi tertentu, atau kecemasaan akan selalu
ditimpa musibah. Kecemasaan sebenarnya diperlukan juga, sebab
jika seorang tidak sedikitpun cemas dalam menjalani menghadapi
atau menjalani sesuatu, tentu dia tidak mencoba untuk
mengantisipasi kegagalan atau kecelakaan yang mungkin bisa
terjadi pada dirinya apabila dia beraktifitas. Kondisi kecemasan

9
semacam ini disebut dengan kecemasan semacam ini disebut
dengan kecemasan minml (maximum anxienty).
d. Mekanisme Pertahanan Diri
kecendrungan individu untuk melakukan tindakan-
tindakan yang tidak sesuai dengan realitas eksternal maupun
internal, guna menutupi kecemasannya. Orang-orang yang mencari
alasan untuk membenarkan tindakan atau tngkahlakunya yang
keliru (rasioalisme) adalah salah satu bentuk mekanisme
pertahanan diri. Individu yang melakukan mekanisme pertahanan
diri pada dasarnya tidak terbuka dan tidak apa adanya. Kondisi
inilah yang menghambat perkembangan kepribadiannya, dalam arti
dia selalu bersifat “munafik”.
e. Tingkah laku Salah Suai (Maladaptive Behavior)
Dasar dari manusia itu bertingkahlaku adalah untuk
beraktualisasi diri. Misalnya seorag akai jilbab, berkacamata,
bercelana ketat, bersikap rajin, menjadi baik, dan lain-lain
kesemuanya itu adalah bertujuan ubtuk beraktualisasi diri.
Tingkahlaku-tingkahlaku yang ditampilkan pada lingkungan sosial
tertentu hendaknya dapat diterima oleh masyarakat yang berada
dala, lingkungan itu. Apa bila seorang individu bertingkahlaku
yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial dimana mereka
berada disebut bertingkahlaku salah suai. Apabila sering kali yang
bersangkutan bertingkahlaku salah suai hal ini menandakan bahwa
pada dirinya ada penyimpangan kepribadian.
D. Kasus
1. Riset 1
Judul Konseling Client-Centered untuk
Meningkatkan Kesadaran Berobat pada
Penderita Skizofrenia
Penulis Hardiyanti Rahmah, Nida Hasanati
Tahun Terbit 2016
Nama Jurnal SEMINAR ASEAN 2nd Psychology &
Humanity

10
Masalah Kondisi penderita skizofrenia yang kurang
terkontrol dalam pengobatannya, membuat
konsep motivasi orang yang sehat sehingga
dapat memunculkan aktualisasi diri belum
bisa muncul, karena itu salah satu hal utama
yang diperlukan oleh penderita skizofrenia
adalah kesadaran terhadap betapa pentingnya
pengobatan yang dilakukannya. Saat muncul
kesadaran dan inisiatif berobat pada diri
mereka tanpa harus melalui paksaan lagi,
maka kondisi penderita skizofrenia yang
sudah rawat jalan bisa terkontrol dengan
baik.
Metodologi Desain penelitian ini menggunakan teknik
studi kasus, yang digunakan untuk menguji
efektivias dari hasil terapi. Studi kasus
adalah metode pengumpulan data yang
bersifat integratif dan komprehensif.
Integratif artinya menggunakan berbagai
teknik pendekatan dan bersifat komprehensif
yaitu data yang dikumpulkan meliputi
seluruh aspek pribadi individu secara
lengkap.
Temuan Ditemukan perubahan positif dari subjek,
yaitu meningkatnya kesadaran terhadap
pentingnya berobat untuk proses
penyembuhan subjek Sebagaimana hasil dari
penelitian-penelitian terdahulu, maka pada
penelitian ini, setelah dilakukan tindak
lanjut, diketahui bahwa subjek yang sudah
mendapat wawasan saat sesi-sesi konseling,
sekarang sudah memunculkan perilaku
berupa punya inisiatif sendiri untuk kontrol
ke rumah sakit sesuai jadwalnya. Minum
obat juga tidak pernah dilewatkan oleh
subjek, bahkan subjek lah yang meminta
obatnya kepada ibu subjek saat jam minum
obatnya. Selain itu, subjek sudah mampu
beraktivitas dengan baik. Saat ini subjek
bekerja di bagian reparasi AC, atasan subjek
yang mengetahui riwayat kesehatan subjek
juga mendukung subjek, pada tiap jadwal
subjek untuk kontrol ke rumah sakit jiwa,
maka atasan subjek memberi ijin tanpa
memotong gaji subjek
Kesimpulan Hasil dari konseling client centered pada

11
subjek dengan skizofrenia menunjukkan
bahwa konseling client centered dapat
meningkatkan kesadaran terhadap
pentingnya berobat pada pasien skizofrenia.
Kesadaran tersebut membentuk perilaku
pada diri subjek berupa rajin dan rutin
minum obat sesuai jadwal, serta rajin kontrol
ke rumah sakit di saat subjek sudah tidak
menjalani rawat inap lagi. Rekomendasi
untuk subjek dan keluarga subjek adalah
subjek dapat meningkatkan wawasannya
terhadap proses pengobatan dengan lebih
baik dan dilakukan terus menerus, sehingga
perawatan yang dilakukan baik dari segi
keteraturan minum obat serta kontrol ke
dokter sesuai jadwal dapat dilakukan secara
terus menerus dan subjek terhindar dari
relaps. Pemikiran positif tentang kondisi
subjek saat ini juga harus didukung oleh
keluarga subjek, sehingga subjek menyadari
bahwa penyakit kejiwaan yang dideritanya
saat ini akan bisa dikendalikan jika dia
teratur berobat.

2. Riset 2
Judul The Use of Client Centered Counseling in
Improving the Students’ Positive Self Concept
(Case Study of Grade X)
Penulis Emma Lusiana, Muswardi Rosra, Ratna Widiastuti
Tahun Terbit 2017
Nama Jurnal ALIBKIN, Jurnal Bimbingan dan Konseling
Masalah Masa remaja merupakan masa dimana remaja
terkadang memiliki kebingungan dengan identitas
diri mereka. Remaja terkadang ingin melepaskan
diri dari orangtua untuk dapat berdiri sendiri
dengan maksud menemukan dirinya. Remaja mulai
mencari tau siapa dirinya, seperti apa watak
mereka, potensi apa yang dimilikinya dan
bagaimana orang lain memandang dirinya. Remaja
memiliki tugas perkembangan yang salah satunya
adalah “mampu menerima keadaan fisiknya, secara
efektif”. Oleh sebab itu pembentukan konsep diri
remaja sangat penting karena konsep diri dapat
mempengaruhi kepribadian, tingkah laku, dan
pemahaman terhadap diri remaja itu sendiri.

12
Penggunaan layanan konseling individual
dianggap tepat karena pembimbing akan lebih
leluasa dan mudah untuk mengenali siswa dengan
baik.
Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.
Temuan Hasil penelitian konseling client centered dapat
digunakan dalam meningkatkan konsep diri positif
siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya
perubahan ketiga subjek setelah pelaksanaan
konseling ada penelitian ini ditemukan adanya
siswa yang mengalami gejala konsep diri positif
rendah yaitu ditandai dengan tidak memiliki
kepercayaan dengan kemampuan dirinya, mudah
tersinggung jika dikritik, pesimis, sulit bergaul
dengan teman, merasa rendah diri, tidak percaya
diri. Gejala konsep diri positif rendah pada 22
siswa tersebut berasal dari pandangan siswa
mengenai dirinya sendiri yang belum memiliki
pemahaman mengenai dirinya sendiri yang
mempengaruhi kehidupan sehari-harinya.
Kesimpulan Konseling client centered dapat digunakan dalam
meningkatkan konsep diri siswa kelas X SMK
Kesehatan YPIB Tumijajar tahun pelajaran
2016/2017. kesimpulan nya adalah Dengan
memiliki konsep diri positif mereka menjadi
memiliki percaya diri yang baik, mereka akan
mudah untuk bergaul dan bersosialisasi serta
berinterakasi dengan orang lain, dan tidak merasa
pesimis, mampu mengenal diri sendiri sendiri
sehingga dapat mengerjakan sesuatu dengan efektif
dan efisien, menumbuhkan keberanian dalam
menghadapi tantangan dalam belajar dan mampu
mengembangkan potensi diri.

3. Riset 3
Judul Hubungan Antara Pendekatan Konseling Berpusat
Pada Anak (Pendekatan Client Centered) dengan
Efektivitas Konseling Individual Pada Siswa SMA
(Studi Kasus di SMA Dhammasavana, SMA
Dharma Suci, dan SMA Triratna)
Penulis Jenny Harianto, Jo Priastana, Mettadewi
Tahun Terbit 2020
Nama Jurnal Jurnal Dhammavicaya Volume: IV No.1 Juli 2020
Halaman: 8-13

13
Masalah Dengan era perkembangan digital 4,0 tentunya
memberikan dampak kehidupan bagi individu
untuk menyesuaikan diri dengan baik. Berbagai
segi kehidupan mengalami perubahan dengan era
digital 4,0 peran manusia diganti dengan mesin
atau robot, tentu hal ini akan menjadi masalah bagi
individu perannya diganti oleh peran mesin atau
robot. Peran Individu menjadi berkurang,
bagaimana dengan pembangunan sumber daya
manusia yang terus didengungkan oleh
Kemenristkedikti untuk membangun Sumber Daya
Manusia menjadi sumber daya manusia yang
kompeten, terampil dan professional untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, Industri dan
Negara pada abad ke-21, untuk mempersiapkan
sumber daya manusia yang bermutu dalam hal
intelektual dan moral melalui pendidikan baik
formal maupun nonformal.
Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
jenis ex-post facto, tepatnya jenis causal research
(penelitian korelasi), yaitu suatu penelitian yang
melibatkan tindakan pengumpulan data guna
menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih
Temuan Hasil penelitian ini juga memperlihatkan, perlunya
ditingkatkan peran konselor (guru pembimbing)
dalam menciptakan kehangatan, penerimaan, dan
dapat memahami siswa sepenuhnya dan dalam
meningkatkan kapasitas pemahaman client
terhadap keberadaan dirinya, sehingga kapasitas
pasien dalam memahami dan merubah dirinya
menjadi lebih meningkat dan memudahkannya
dalam mencapai keberhasilan cita-citanya.
Efektivitas pelaksanaan Konseling dengan
menggunakan client centered adalah klien
mengaktualisasikan seluruh potensi
kemanusiannya, mengekspresikan, mengalami, dan
mengeksplorasi berbagai perasaan baik yang
positif, negatif ,ambivalen atau membingungkan
dengan tingkat nyaman bagi klien. Konselor
berusaha untuk tidak memotong pembicaraan
klien, tetapi berusaha mendengarkan apa yang
disampaikan klien tanpa berusaha menghakimi
pembicaraannya di luar arus pembicaraannya,
sehingga efektivitas konseling tercapai. Hal ini
dapat terlihat hubungan positif antara pendekatan

14
konseling Client Centered dengan efektivitas
konseling dengan r = 0,687. Hasil peneltian di tiga
sekolah yaitu Dhammasavana, Dharma Suci dan
TriRatna perlu ditingkatkan peran konselor untuk
untuk memberikan iklim yang mendukung
pertumbuhan ketika klien berusaha berhubungan
dengan dan mengalami perasaannya,
mengeksplorasi berbagai keadaan dalam hidupnya,
dan menetapkan tujuan dan arah yang tampaknya
tepat baginya. Iklim mendukung pertumbuhan
yang sama memungkinkan klien menangani isu
menghentikan terapi dan bagaimana klien
sebaiknya mengarahkan hidupnya.
Kesimpulan Pada umumnya setiap siswa mempunyai tantangan
atau masalah yang dihadapi di sekolah, sehingga
perlu adanya guru Bimbingan Konseling (BK)
untuk membantu menghadapi tantangan-tantangan
kehidupan dan mengatasi masalah-masalah
tersebut dengan memberikan bimbingan dan
konseling melalui pendekatan yang tepat. Dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah, terutama di sekolah-sekolah bercirikan
Buddhis, guru-guru BK umumnya menggunakan
pendekatan dengan berpedoman pada ajaran
Buddha dalam membantu menyelesaikan masalah
belajar siswa dan masalah-masalah lain karena
adanya tuntutan kehidupan yang semakin berat.
Pendekatan yang digunakan oleh guru BK itu
beraneka ragam.

4. Riset 4
Judul Pendekatan Person-Centered Dalam Menangani
Body Shaming Pada Wanita
Penulis Desi Alawiyah
Tahun Terbit 2019
Nama Jurnal Jurnal Mimbar Volume 1 Nomor 1, 2019
Masalah Seringkali masa pubertas membuat para remaja
secara psikis merasa terbebani, sehingga mereka
memiliki kecenderungan labil dan emosi yang
tidak menentu. Tidak jarang pula mereka
kehilangan rasa percaya diri karena perubahan
bentuk tubuhnya. Menurut Strandbu dan Kvalem
dalam penelitian Sakinah bahwa tubuh ideal pada
wanita digambarkan dengan tubuh yang cenderung
kurus, berlekuk, kuat, dan sehat sedangkan tubuh

15
ideal laki-laki adalah yang ramping, berotot dan
sehat. Tidak jarang jika pada akhirnya hal ini
menuntun seorang perempuan pada tekanan yang
lebih besar terkait persepsi tubuhnya.
Metodologi Studi Literature
Temuan Kasus body shaming yang mengarah pada tubuh,
wajah dan penampilan dapat menyebabkan
tekanan-tekanan tertentu terhadap seseorang
khususnya pada wanita. Maraknya kasus tersebut
dapat melunturkan kepercayaan diri korban dan
menggiring korban untuk membenci diri sendiri.
Selain itu, korban body shaming akan cenderung
mengalami gangguan makan, merasa rendah diri,
mengalami depresi serta gangguan mood. Obsesi
terhadap kecantikan dan citra tubuh dianggap
berkontribusi negatif, olehnya itu diperlukan
penanganan khusus dalam kasus ini. Adapun
korelasi terhadap pendekatan person-centered
dengan kasus body shaming terdapat pada
karakteristik individu korban body shaming dalam
pendekatan ini adalah terjadinya kesenjangan
antara real self dan ideal self yang disertai dengan
kecemasan. Individu dalam pendekatan
personcentered dilihat sebagai sosok yang
bertindak untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,
yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri dan
kebutuhan untuk dicintai dan dihargai oleh orang
lain. Dengan adanya penerimaan diri dan
kepercayaan diri pada korban body shaming, maka
hal tersebut akan membawanya pada kehidupan
yang lebih terarah dan tidak membalas bullying
dengan bullying
Kesimpulan Dengan adanya bimbingan dan konseling Islam
melalui bantuan seorang konselor melalui
pendekatan person-centered, korban body shaming
mendapatkan semangat dan motivasi untuk
kembali percaya diri dengan apa adanya dirinya
(real self). Dalam hal ini konselor menunjukkan
sikap empati terhadap korban body shaming agar
tidak merasa asing dengan keadaanya yang dinilai
tidak ideal self. Perlu ditekankan juga, bahwa
dalam kehidupan kita harus selalu intropeksi diri,
dengan menganggap bahwa selain orang lain, kita
juga punya kekurangan.

16
E. Tujuan Konseling
Tujuan dari konseling self atau client centered ialah menciptakan
suatu iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi
seorang pribadi yang berfungi penuh. Agar tujuan tersebut bisa tercapai
seorang konselor berusaha supaya klien memahami dengan baik hal-hal
yang ada di balik sebuah topeng dikenakannya. Adapun tujuan lainnya
ialah membebaskan dan membuat kondisi yang memungkinkan bagi setiap
individu melakukan eksplorasi bermakna dan bukan hanya menyelesaikan
problema, tetapi membantu klien dalam proses pertumbuhannya sehingga
lebih baik menangani problema yang dihadapinya sekarang maupun di
masa mendatang (Namora, 2011).
Corey dalam bukunya mengatakan bahwa klien sering memakai
topeng dan berpura-pura untuk berlindung dari sebuah ancaman. Pura-pura
atau sandiwara tersebut menghambtanya untuk tampil utuh di hadapan
orang lain dan dalam usahanya menipu orang lain, klien tersebut juga
menjadi asing terhadap dirinya sendiri (Gerald, 2019). Jikalau dinding atau
topeng itu runtuh dari diri klien selama proses konseling berlangsung,
siapakah yang akan muncul dan seperti apa dibalik topeng dan kepura-
puraan tersebut. Rogers (Gerald, 2019) menyebutkan bahwa ciri-ciri orang
yang sudah mampu mengenal dirinya dan berhenti untuk berpura-pura
dimana itu akan menjadi sebuah dasar dari tujuan konseling ini, yaitu: 1)
keterbukaan pada pengalaman, 2) kepercayaan terhadap diri sendiri, 3)
tempat evaluasi internal, 4) kesediaan untuk menjadi sebuah proses.
F. Teknik Konseling
Konseling self merupakan suatu cara yang penekanan masalah ini
adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor, dan mengutamakan
hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.
Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap
konselor tersebut. Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain
pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang

17
lain dan memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik dapat digunakan
sifat-sifat konselor berikut (Willis dalam Rosada, 2016):
1. Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya
dengan segala masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima
secara netral.
2. Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata
dengan perbuatan dan konsisten.
3. Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan
memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam
diri klien itu.
4. Non-judgemental artinya tidak memberi penilaianterhadap klien, akan
tetapi konselor selalu objektif.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling self sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang
dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Pendekatan
konseling client centered menekankan pada percakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah
dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep-konsep mengenai diri (Self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan
hakekat kecemasan. Menurut rogers konsep inti konseling berpusat pada
klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau
pertumbuhan diri dan perwujudan diri.
B. Saran
Kelompok menyadari adanya kekurangan dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi informasi yang disampaikan maupun teknik
penulisan. Kelompok berharap pembaca juga menambah wawasan dengan
membaca referensi lain untuk menambah wawasan dalam rangka
mendukung isi makalah ini. Apabila ada kekurangan, kami sebagai
kelompok mengucapkan maaf sebesar-besarnya. Makalah juga
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini.

19
KEPUSTAKAAN
Corey, G. (2015). Theory & Practice of Group Counseling. USA: Brooks/Cole.
Cain, D. J. (2012). Person-Centered Therapy. Wangshington DC, United States:
American Psychological Association.
Gerald, C. (2019). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Terjemahan).
Jakarta: Refika Aditama.
Namora, L. (2011). Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik.
Jakarta: Kencana.
Lawrence, A. P, Carvoni, D., & John, O. P. (2010). Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Rosada, U. D. (2016). Model Pendekatan Konseling Client Centered dan
Penerapannya dalam raktik. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling,
6(1), 14-25
Saragi, M. D. P. (2020). Pendekatan Teknik dalam Konseling. Medan: Universitas
Islam Negri Sumatera Utara.
Irawan, E. N. (2015). Buku Pintar Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi dari Klasik
sampai Modern. Yogyakarta: IRCiSod.
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2019). Sejarah Psikologi Modern. Bandung:
Nusa Media.

20

Anda mungkin juga menyukai