tabula rasa, yaitu kondisi yang diibaratkan sebagai “kertas putih kosong”. Kertas putih
bersih belum bertuliskan apapun juga, dan belum ada sesuatu yang dapat dibaca dari kondisi
kertas kosong itu. Satu-satunya hal yang bisa diangkat dari kondisi “tabula rasa” itu adalah bahwa
kertas kosong itu siap untuk ditulisi atau digambari dengan materi apapun yang secara langsung
ataupun tidak langsung akan mewarnai kehidupan individu yang dimaksud.
Pandangan lain sangat berbeda dari konsep “tabula rasa” tersebut di atas. Pandangan
lain itu lebih komprehensif tentang dimulainya kehidupan seorang individu mengatakan bahwa :
seseorang telah mulai kehidupannya di perut Sang Ibu sejak sebelum dilahirkan. Bagaimana hal
itu bisa terjadi? Yaitu dimulai dari bersatunya sel telur yang berasal dari rahim ibu dengan sel
sperma yang datang dari ayah melalui apa yang disebut persetubuhan .
Kedua unsur biologis itu menjadi satu dalam bentuk janin. Itulah asal mula terciptanya
seorang manusia di atas dunia, kecuali tiga manusia istimewa, yaitu Adam, Siti Hawa, dan Isa.
Secara biologis janin itu berkembang, dan selanjutnya setelah kurang lebih 3,5 bulan terjadi
sesuatu yang sangat istimewa, yaitu ditiupkannya ruh oleh Tuhan, Sang Maha Pencipta, terhadap
janin yang dimaksudkan itu.
A. KANDUNGAN RUH
dengan adanya ruh dalam tubuh setiap orang, maka orang itu menjadi berkeadaan
hidup. Jika ruh itu terpisah dari jasmani, maka orang yang bersangkutan dalam keadaan
meninggal dunia, atau mati.Ruh itulah yang menjadi energi utama dalam individu menampilkan
perilaku sepanjang hidupnya. Dengan energi ruh itu setiap individu menampilkan diri sesuai
dengan kondisi dirinya; dalam memenuhi ke-butuhan diri sendiri dan lingkungannya; dalam
mengisi kondisi yang ada di sekitar diri dan lingkungannya, kondisi teritorial sampai kondisi
global. Dalam hal itu semua terbentuklah kondisi dan budaya kehidupan manusia.
Bagaimana kondisi bayi manusia yang baru dilahirkan itu?Pasti tidak sebagai “kertas
kosong” seperti disebutkan di awal tulisan ini.Bayi yang baru dilahirkan itu telah mengandung
pada dirinya HMM yang luhur dan mulia, yang mana kondisi demikian itu harus dikembangkan,
dalam bentuk upaya peluhuran dan pemuliaan agar kandungan HMM itu terwujudkan menjadi
kehidupan manusia dengan kondisi keluhuran dan kemuliaan pula.
Untuk terwujudkannya kehidupan manusia yang luhur dan mulia, menyertai kandungan
ruh yang ditiupkan ke dalam janin, yaitu komponen dan unsur-unsur HMM yang luhur dan mulia
itu, maka Tuhan Yang Maha Esa, Sang Maha Pencipta, juga memodali manusia yang diciptakan-
Nya, dengan berbagai fasilitas yang ada di bumi dan alam semesta pada umumnya, yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupannya.
lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisik, teknik, sosial, selera, dan iman-taqwa.
Kebutuhan dasar fisik: kebutuhan dasar jasmaniah (makan, minum, zat-zat biologis, dan tempat
tinggal), kesehatan dan kebutuhan seksual.
Kebutuhan dasar teknik: cara untuk mencapai sesuatu, dari yang paling sederhana (seperti
mengusir nyamuk) sampai yang sangat rumit dan kompleks, seperti mengarungi angkasa luar,
teknologi informasi/dunia maya.
Kebutuhan dasar sosial: komunikasi / hubungan dengan pihak lain.
Kebutuhan dasar selera: untuk memenuhi rasa kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, serta
kondisi yang memuaskan.
Kebutuhan dasar iman-taqwa: untuk memenuhi tuntutan / petunjuk keagamaan.
C. PRINSIP TERLAKSANAKANNYA KEHIDUPAN : TJS
Imaniah, artinya sesuai dengan firman Tuhan. Hal-hal ilmiah dan amaliah di atas haruslah
imaniah, artinya tidak menyimpang atau bertentangan dengan firman Tuhan. Apabila
tidak imaniah, betapa pun ilmiah dan amaliahnya sesuatu, tanpa imaniah maka sesuatu itu
menjadi batal, tidak bisa diterima menurut kaidah iman-taqwa, atau menimbulkan
kerugian atau dosa.
D. IBARAT BERLAYAR MALAM
Manusia diuji untuk menghadapi berbagai masalah; jika lulus / berhasil menghadapi ujian
itu, akan mendapat kenikmatan atau pahala; sebaliknya kalau gagal akan mendapat kerugian
ataupun dosa. Kehidupan yang diibaratkan sebagai berlayar malam itu dikonsepkan melalui lagu
Lancang Kuning (oleh Sulaiman Sjafe’i), sebagai berikut :
Bait I lagu di atas, menampilkan gambaran bahwa kehidupan menjelajahi kondisi yang cukup
menantang atau bahkan cukup berbahaya, yaitu “menuju ke laut dalam” yang di situ banyak
tantangannya. Untuk itu dituntut dikuasainya dan dipraktikannya oleh tenaga yang menakhodai
berlayarnya kapal tersebut. Pemahaman dan keterampilan membelayarkan kapal dengan sukses.
Siapa yang ada di kapal yang sedang berlayar malam itu?Minimal ada seorang pelaut
yang menjadi penumpang sekaligus nakhoda.Atau ada dua sampai beberapa orang pelaut
bersama penumpang lainnya. Siapapun yang berada di kapal yang sedang berlayar itu, yang
bertanggung jawab atas keselamatannya? Adalah seorang yang menjadi nakhoda kapal itu
sebagaimana tersebut pada Bait II. Kalau Sang Nakhoda tidak becus, kurang paham atau bekerja
sembarangan, kapal yang berlayar itu terancam tenggelam.
Bait III lebih menyeramkan lagi, yaitu kapal menentang badai. Ancaman tentu cukup
dahsyat. Siapa yang diharap dapat menyelamatkan kapal? Tidak lain adalah Sang Nakhoda. Dia
harus menguasai dan mampu mempraktikan dengan sebaik-baiknya tali kemudi berpilin tiga.
Dengan memanfaatkan tali kemudi demikian itulah kapal akan selamat menuju pantai, sebagai
mana dikemukakan dalam Bait IV.
Dengan memperhatikan semua komponen dan unsur dinamika kehidupan manusia sejak awal
penciptaannya, kelahirannya di dunia dan kelanjutan kehidupannya sepanjang hayat sampai meninggal
dunia, kehidupan individu manusia di dunia dikonsepkan dalam kondisi diwarnai secara langsung oleh
lima hal yang dikonsepkan sebagai Lima-O, yaitu :
O : Biologi. Sejak terjadinya janin sampai ditiupkannya ruh terhadap janin tersebut,
dinamika biologi berlangsung terus-menerus, sampai individu meninggal dunia.
O : Psikologi. Sejak ditiupkannya ruh ke dalam janin, maka komponen psikis berdinamika,
sepanjang kehidupan di dunia, sampai dengan kehidupan di akhirat.
O : Pedagogi. Sejak kelahirannya pula, dalam wadah hubungan sosial, individu manusia
memperoleh pendidikan melalui upaya pedagogik.
Lima-O yang dimaksudkan di atas bergelimang sepadat-padatnya pada diri individu manusia yang
menjamin kehidupan di dunia-akhirat dalam kondisi DBMSB-DA.Pada pola kehidupan sekuler peran O
yang kelima (Ridho Tuhan) tidak diaktifkan oleh individu yang bersangkutan, sehingga unsur keakhiratan
menjadi kurang atau tidak diperankan.