PENDIDIKAN KRISTEN
PROTESTAN
09
MKCU Manajemen U001700004 Tim Dosen Agama Kristen
Abstract Kompetensi
Moral Hidup: Menghargai
Mahasiswa mampu menjelaskan
Kebertubuhan, kejasmanian sebagai hakekat hidup, kebertubuhan, dan
bagian dari iman serta kontroversi dan hak asasi manusia serta mampu
prinsip moral kristen. menguraikan dan menunjukkan
teknologi yang berkaitan tubuh
manusia dan menganalisa peran
moral hidup dalam kemanusian.
Materi
BAB VIII
MORAL HIDUP MANUSIA
8.1. Pengantar
Betapa penting tubuh manusia… tanpa tubuh sulit kita membayangkan bahwa seseorang itu ada
Manusia, binatang, dan tumbuhan adalah makhluk hidup. Makhluk hidup dibedakan dengan benda mati.
Menurut William Chang hidup dilukiskan sebagai “sesuatu” yang baik atau sebuah nilai yang mengandung
dinamika dan gerak1. Hidup adalah kemampuan untuk beraktivitas dari pihak subyek yang hidup dan cenderung
menyempurnakan diri terus menerus. Hal ini biasa dikenal dengan imanensi. Menurut Sgreccia, “pada tingkat
pertama kehidupan, tindakan imanen adalah kapasitas yang mengandung tiga dimensi: nutrisi, pertumbuhan,
dan perkembangbiakan2”.
Pandangan tentang „hidup‟ tidak serta merta seragam. Termasuk dalam pandangan agama-agama. Paling tidak
hal ini semakin menguatkan pendapat bahwa agama-agama, umumnya direfleksikan berdasarkan pola pikir
tertentu dan dalam budaya tertentu. Penganut Sikh menganggap kehidupan berawal saat konsepsi. Pemeluk
Yahudi berpendapat embrio yang berusia kurang dari 40 hari belum dianggap sebagai manusia seutuhnya.
Namun, pendapat ini masih diperdebatkan di kalangan mereka. Bagi orang Buddha, embrio baru menunjukkan
suatu "kesadaran" setelah minggu ketujuh atau 49 hari. Para ulama Islam berpandangan kehidupan manusia
dimulai setelah embrio berusia empat bulan, yaitu saat roh ditiupkan ke janin.
Sementara itu, secara umum ada lima pendapat besar yang pernah ada mengenai kapan kehidupan dimulai
berdasarkan sejarah ilmu kedokteran. Yang pertama adalah pendapat yang mengatakan bahwa kehidupan
manusia dimulai sejak konsepsi (pertemuan sperma dan ovum). Persatuan sel telur dan sel sperma akan
berkembang menuju kelahiran manusia.
Pendapat yang kedua adalah pendapat yang menganggap kehidupan dimulai saat adanya getaran syaraf
karena kematian merupakan berhentinya aktivitas syaraf-syaraf otak. Kemudian, pandangan yang ketiga adalah
pandangan yang menganggap kehidupan dimulai saat bergeraknya fetus untuk pertama kalinya. Namun, usia ini
menimbulkan kerancuan. Usia 4 bulan kehamilan, ketika gerakan fetus dirasakan oleh ibunya disebut dengan
1
Chang, William. Bioetika: Sebuah Pengantar. Kanisius, Yogyakarta, 2009, hal. 29
2
Chang, William. Bioetika: Sebuah Pengantar, hal. 30
1. Human Embryo berbeda dengan bermacam sel dari ayah maupun ibunya.
2. Embryo is Human. Artinya ia memiliki karakteristik genetik dari Human Being pada umumnya.
3. Embryo adalah organisme yang komplet, walaupun dia immature. Ia tidak seperti sperma dan ovarium
(the sex cells) yang belum komplet dan juga tidak dapat diperbandingkan dengan sel-sel somatik yang
merupakan bagian kecil dari organisme yang lebih besar6.
3
DR.CB.Kusmaryanto,SCJ, Tolak Aborsi,Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Kanisius, Yogyakarta,
2005, hal. 102
Moore, Keith L. And T.V.N. Persaud. The Developing Human: Clinically Oriented Embryology, Elsevier
Health Sciences, Oxford, 2007, hal. 3
5
Moore, Keith L. And T.V.N. Persaud. The Developing Human: Clinically Oriented Embryology, hal. 3
6
Cohen, Andrew I., Contemporary Debates in Philosophy. Blackwell, Oxford, 2006, hal. 14
7
Kusmaryanto. Stem Sel: Sel Abadi dengan Seribu Janji Terapi. Grasindo, Jakarta, 2005, hal. 74
Dasar dari hak memilih ini adalah hak otonomi sebagai pasien, yaitu hak untuk mengambil keputusan sendiri,
menentukan, dan memberikan persetujuan tentang tindakan medis oleh dokter terhadap dirinya. Yang masih
kontroversial dalam hal ini adalah, apakah dengan menentukan pilihan untuk aborsi, seorang perempuan hamil
tidak mengabaikan atau tidak melanggar hak janin sendiri untuk hidup8.
Ada beberapa pendapat yang berusaha melanjutkan pandangan ini. Judith Jarvis Thomson misalnya
mengatakan, “walaupun tindakan aborsi tidak dapat diterima hal tersebut tidak serta-merta membuat fetus
memiliki hak untuk hidup. Seorang perempuan tidak memiliki kewajiban untuk mengandung 9”. Hal tersebut
hanya merupakan pilihan. Ia berupaya membedakan kewajiban kita terhadap orang lain dengan konsepsi
kewajiban (yang menurutnya tidak dapat diterima) mengenai perempuan secara umum memiliki kewajiban untuk
tidak melakukan aborsi.
Pertanyaan berikutnya, manakah yang benar di antara dua pendapat itu? untuk tidak jatuh pada penghakiman
sepihak ke masing-masing pandangan, marilah kita lihat beberapa pandangan tentang hubungan antara tubuh
dengan jiwa. Menurut Aristoteles, jiwa merupakan prinsip kehidupan yang menjadi penggerak sehingga sesuatu
dikatakan hidup. Hal ini memang tidak begitu mudah untuk disamakan dengan roh, jiwa, maupun nyawa.
Tentang roh, jiwa, dan nyawa penjelasannya lebih ke penjelasan teologis. Dalam moral hidup kali ini, kita akan
melihatnya dalam argumentasi yang lebih ilmiah secara filosofis.
Yang pertama-tama bisa dikatakan adalah argumen delayed animation dalam peristiwa quickening, yaitu saat
gerakan janin dirasakan oleh ibunya jelas sudah terbantahkan. Gerakan manusia bukan terjadi saat dirasakan
ibunya, tapi sejak usia embrio 10 bulan juga sudah terjadi. Hanya belum dirasakan. Berikutnya ada argumen
lain, seperti prinsip relasi, prinsip syaraf, dan prinsip kemandirian. Integralitas manusia kiranya bisa dijadikan
untuk menunjukkan bahwa martabat hidup manusia tidak ditentukan oleh hal-hal yang sifatnya parsial. Artinya,
manusia tidak bisa ditentukan kehidupannya dari hal-hal yang hanya dari sebagian dari keseluruhan hidupnya.
8
Jacobalis, Samsi. Pengantar tentang Perkembangan Ilmu Kedokteran, Etika Medis, dan Bioetika, Sagung seto,
Jakarta, 2005, hal. 233-234
9
Bonevac. Today’s Moral Issues: fourth edition, McGraw Hill, New York, 2001, hal. 313.
10
Bdk. Chang, William. Bioetika: Sebuah Pengantar, hal. 8-10
Membiarkan organ tubuh itu dan tidak memotongnya akan menyebabkan kerusakan yang serius dan
menyebabkan kematian orang itu.
Apa bila ada harapan yang masuk akal bahwa hanya dengan amputasi organ tubuh itulah maka
kerusakan serius (kematian) bisa dihindarkan.
15
William E. May, Catholic bioethics and the gift of human life, Our Sunday Visitor Publishing, Huntington,
2000, hal. 297
a. Perbuatan (aksi) itu dari dirinya sendiri harus bersifat baik atau sekurang-kurangnya indifferent.
b. Yang menjadi intensinya adalah efek baik itu sendiri dan bukan effek jahatnya.
c. Efek yang baik itu bukan dihasilkan dari cara yang jahat atau yang berefek jahat
d. Harus ada alasan yang kuat (berat) secara proporsional untuk menghalalkan efek yang jahat itu.
Prinsip double effect ini banyak diterapkan dalam kasus-kasus medis misalnya pemberian pain killer. Kalau ada
orang sakit parah dengan kesakitan yang luar biasa maka diperkenankan untuk memberikan pain killer (obat
untuk mengatasi rasa sakit) meskipun obat itu mengakibatkan memperpendek umur. Tujuan dari pemberian
Utama:
1. Norman L. Geisler, Etika Kristiani, Penerbit (Bahasa Indonesia): Departemen Literatur SAAT
Pendukung:
1. Dr. J. Verkuyl, ETIKA KRISTEN BAGIAN UMUM, BPK Gunung Mulia, Jakarta
2. Franz Magnis-Suseno, S.J., Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius