Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM ALAM SEMESTA

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam


Dosen Pengampu : Drs. H. Sholeh, M.Pd.I

Disusun Oleh :
1. Adelia Ulfatunisa ( 192821 )
2. Ani Wulan Dari ( 192830 )
3. Anis Yulianti ( 192832 )
4. Dina Mariani ( 192847 )
Semester V A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH


KLATEN
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat
universal, dikatakan demikian karena persoalaan tersebut tidak tergantung pada kurun waktu
ataupun latar belakang historis kultural tertentu. Persoalan itu menyangkut tata hubungan atar
dirinya sebagai mahluk yang otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia
juga merupakan makhluk yang bersifat dependen. Persoalaan lain menyangkut kenyataan
bahwa manusia merupakan makhluk dengan kebutuhan jasmani yang nyaris tak berbeda
dengan makhluk lain seperti makan, minum, kebutuhan akan seks, menghindarkan diri dari
rasa sakit dan sebagainya tetapi juga sebuah kesadaran tentang kebutuhan yang
mengatasinya, menstrandensikan kebutuhan jasmaniah, yakni rasa aman, kasih sayang
perhatian, yang semuanya mengisyaratkan adanya kebutuhan ruhaniah dan terakhir, manusia
menghadapi problema yang menyangkut kepentiangan dirinya, rahasia pribadi, milik pribadi,
kepentingan pribadi, kebutuhan akan kesendirian, namun juga tak dapat disangkan bahwa
manusia tidak dapat hidup secara “soliter” melainkan harus “solider” , hidupnya tak
mungkin dijalani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Belum lagi manusia dalam konsep Islam
mempunyai tugas dan  tanggung jawab yang sangat berat yaitu  “Abdul Allah “ (hamba
Allah) satu sisi dan sekaligus sebagai “Kholifah fil Ardli” (wakil Allah di muka bumi).

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah pemakalah kemukakan di atas, maka ada beberapa hal yang
menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana pandangan Islam tentang konsep manusia ?


2. Apa peran penciptaan manusia menurut Alqur’an ?
3. Apa tugas dan tanggung jawab manusia di Bumi ?
4. Apa kedudukan manusia dalam alam semesta ini ?
5. Bagaimana peluang pendidikan kedepan menurut Islam ?
BAB II
MANUSIA PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
Sejarah filsafat bermula di pesisir samudera Mediterania bagian timur, pada abad ke-6 SM.
Sejak semula, filsafat ditandai dengan rencana ummat manusia untuk menjawab persoalan
seputar alam, manusia dan Tuhan. Itulah sebabnya, sehingga Filsafat dapat diartikan sebagai
pandangan hidup dari seorang atau masyarakat bangsa. Oleh karena filsafat menjadi kerangka
acuan dalam menentukan pola kehidupan warga suatu masyarakat bangsa tersebut. Dengan
demikian filsafat sebagai pandangan hidup menyangkut pula tentang hubungannya dengan
manusia. Tepatnya adalah pandangan filsafat tentang manusia dalam kaitan dengan
kepentingan pendidikan, sebab upaya yang paling efektif untuk mewariskan nilai-nilai yang
termuat dalam pandangan hidup dimaksud adalah melalui pendidikan.

Merujuk pada hal itu, maka sebelum membahas bagaimana konsep filsafat  pendidikan
tentang manusia itu sendiri, tentunya perlu terlebih dahulu kita ketahui bagaimana pandangan
Islam tentang konsep manusia itu. Hal ini setidaknya akan membantu pengenalan sosok
manusia yang sebenarnya  dalam konsep filsafat pendidikan yakni yang berkaitan dengan
manusia sebagai subyek sekaligus merupakan obyek dari pendidikan.

A. Manusia Dalam Pandangan Islam


Konsep Manusia dan Perannya Menurut Alqur’an

Bentuk dan pola peran seseorang, secara garis besar dapat kita lihat dari kedudukan yang
ditempatinya. Sedangkan untuk mengetahui hal itu, kita perlu tahu akan penamaan yang
disandangnya. Begitu pula tentang peran manusia dapat dirujuk antara lain melalui berbagai
sebutan yang diberikan pada manusia.

Dalam Alqur’an manusia disebut dengan berbagai nama antara lain : al- Basyr, al- Insan, an-
Nas, dan konsep Bani Adam yang hal ini sebagai penolakan terhadap teori Darwin tentang
evolusi bahwa manusia  adalah keturunan dari kera. Adapun pemahaman tentang peran
manusia erat kaitannya dengan sebutan yang disandangnya.

a. Konsep Al- Basyr 

Manusia dalam konsep al- Basyr, dipandang dari pendekatannya biologis. Sebagai mahluk
biologis berarti manusia terdiri atas unsur materi, sehingga menampilkan sosok dalam bentuk
fisik material, yaitu berupa tubuh kasar (ragawi).

Berdasarkan konsep al- Basyr, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan
biologis lain seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan
dalam mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan. Manusia memerlukan makan, minum
dengan kreteria halal serta bergizi (QS. 16 : 69) untuk hidup dan ia juga butuh akan pasangan
hidup melalui jalur pernikahan (QS. 2 : 187) untuk menjaga, melanjutkan proses keturunanya
(QS. 17: 23-25).

b. Konsep Al- Insan 

Al- Insan terbentuk dari akar kata Nasiya , Nisyu yang berati lupa, dari kata Insu artinya
senang, jinak,harmonis, dan ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan
atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa manusia pada
dasarnya memiliki potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun
mental spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah potensi lain, yang
berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta prilakun negatifdan merugikan.

c. Konsep An- Nas

Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling
kenal mengenal “berinterksi”  (QS. 49 : 13). Hal ini sejalan dengan teori
“strukturalisme” Giddens yang mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang
mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga
merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk oleh masyarakat dan
kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.

d. Konsep Bani Adam Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-
Qur’an (Muhammad Fuad Abd al- Baqi :1989). Menurut a- Gharib al- Ishfahany, bani
berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan. Berkaitan dengan penciptaan
manusia menurut Christyono Sunaryo, bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah
SWT jutaan tahun sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi , 7000 thn yang lalu. Pada
waktu itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia” (somekind of humanoid) jauh
sebelum Nabi Adam AS diturunkan :

Al Ankabuut – Ayat 19

29:19. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia)
dari permulaannya , kemudian mengulanginya (kembali) . Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.

Ayat ini memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat memperhatikan


adanya pengulangan kerena memang telah terjadi. Bukan pengulangan kebangkitan kembali
nanti setelah hari kiamat , karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum
terjadi , sehingga masih sulit untuk di mengerti oleh yang tidak percaya .

Dan banyak ayat-ayat al- Qur’an, data dan kejadian yang menunjang concept pemikiran ini .
Seperti misalnya : Pada saat manusia akan diciptakan Allah SWT untuk menjadi kalifah
dibumi, bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa manusia hanya akan membuat
kerusakan diatas bumi . Sedangkan Malaikat hanya mengetahui apa-apa yang diberitahukan
Allah SWT kepada mereka . Tentunya karena memang mereka pernah mengetahui adanya
“manusia” dibumi sebelum   AdamASdiciptakan..
Oleh sebab itu Allah SWT selalu menyatakan bahwa : “Manusia (anak-cucuAdam AS )
diciptakan dalam kesempurnaan-nya” . Dalam Injil dikatakan bahwa “Man was created
upon the image of God).. Serta banyak kalimat pada Taurat (Perjanjian Lama) yang
membedakan antara “anak manusia” dan “anak Allah” , “adanya manusia-manusia yang
besar pada saat itu” , bagaimana takutnya anak-anak Adam yang keluar dari surga dengan
adanya ancaman / gangguan diluar, dsb.

Apapun yang dikatakan dalam kitab-kitab suci , ilmu pengetahuan ataupun teknologi dapat


membuktikan bahwa ada sisa-sisa “manusia” yang telah berumur jutaan tahun . Bahkan teori
Darwin-pun mengalami kesulitan dalam menghubungkan manusia purba dengan manusia
masa kini (The missing-linktheorema).

Dalam konsep ini dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :

 Jelaslahdisini bahwa Adam AS bukanlah merupakan hasil evolusi ataupun


“keturunan monyet” , seperti dikatakan Darwin.

B.     Manusia dan Psikologinya

Keberadaan manusia dalam dunia ini dilengkapi dengan dua keadaan yakni terdiri dari jasad
dan ruh ;artinya, makhluk yang jasadiah serta ruhaniahnya sekaligus. Manusia bukanlah
makhluk ruh murni dan bukan jasad murni melainkan manusia merupakan makhluk secara
misterius terdiri dari kedua elemen ini juga yang disebut dengan entitas ketiga yaitu “jati
dirinya sendiri”. Realitas  yang mendasari dan prinsip yang menyatukan apa yang kemudian
dikenal dengan manusia bukanlah perubahan jasadnya melainkan keruhaniannya.

Al- Ghazali dalam memandang jiwa itu tidak terlepas dari empat kata yaitu : hati (qalb), roh
(ruh), jiwa (nafs), dan akal (a’ql ).

1. Nafs

Kata nafs dating dalam berbagai bentuk baik mufrad atau jama’. Ia menunjukkan manusia
sebagai makhluk hidup yang asalnya satu. Dalam al-Qur’an kata Nafs ini menunjukkan pada
diri (self) sebagai keseluruhan yang lebih menyatakan motivasi dan aktifitas hidup manusia.

2. Qalb

Menurut Hasan Langgulung kata Qalb yang terdapat al-Qur’an kebanyakan berkisar pada arti
perasaan (emosi) dan intelektual pada manusia.[  Oleh sebab ia merupakan dasar bagi fitrah
yang sehat berbagai perasaan baik mengenai cinta atau benci, dan tempat petunjuk, iman,
kemauan, sekaligus sebagai kontrol terhadap segala aktifitas manusia.

3. Ruh

Ruh biasanya menunjukkan aspek suatu hakekat (realitas) yang abstrak yang mempunyai


unsur illahi dan berhungan dengan manusia secara khusus.

4. Aql

Kata Aql menurut Hasan Langgulung muncul dala al-Qur’an tidak ada yang menunjukkan
abstrak (masdar) sama sekali melainkan kata kerja dengan berbagai bentuknya. Karenanya
Aql ini lebih menunjukkan pada aspek pemikiran pada manusia. Seperti QS. Albaqarah : 75,
dan 44, al- Anfal : 22, serta al- Mulk : 10.

Dalam hal ini Al-Attas berpendapat bahwa setiap sebutan ini memiliki dua makna, yang satu
merujuk pada aspek-aspek jasadiah ataupun kebinatangan dan satunya merujuk pada aspek
keruhaniah. Dengan demikian ketika aspek itu bergelut dengan sesuatu yang berkaitan
dengan intelektual dan pemahaman, ia (yaitu, ruh manusia) disebut “intelek” ketika mengatur
tubuh, ia disebut “jiwa” , ketika sedang mengalami pencerahan intuisi, ia disebut “hati” dan
ketika kembali ke dunianya yang abstrak, ia disebut “ruh” pada hakekatnya.ia selalu aktif
memanifestasikan dirinya dalam keadaan apapun.

C.    Manusia dan Proses Pendidikan

Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan bahwa tujuan akhir dari proses
pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi),[  tidak jauh berbeda dengan
pandangan diatas M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya
berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu mencerdaskan otak yang
ada dalam kepala (head) kedua, mendidik akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati
(heart) dan ketiga,  adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya terletak
pada kemampuan tangan (hand) selanjutnya populer dengan istilah 3 H’s. Berangkat dari arti
penting pendidikan ini, Karnadi Hasan memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat
dipandang sebagai “Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis, pendidikan
telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses humanisasi dan
pemberdayaan jati diri bangsa.

Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah rajat hidup bagi setiap manusia. Karena
kita sadari bahwa tidak ada seorangpun yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai
(berilmu). Hal ini membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses
berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita. Berkaitan adanya proses
tersebut, penciptaan manusia oleh Allah SWT juga tidaklah sekali jadi. Ada proses
penciptaan (khalq),  proses penyempurnaan (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran
atau hukum tertentu (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian
menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala
potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta
berkesinambungan  yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan
manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu
sebagai  Khalifah Fil Ardl.

D. Manusia Menurut Filsafat Pendidikan

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkupyang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology,
philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya
manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan
bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia
adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa
menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai
potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta
perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang
dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan
serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam
lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai
pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun
manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu,
manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan FPI, manusia
merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang
terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu
makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
E. Peluang Pendidikan Menurut Islam

Sistem pendidikan Islam di Indonesia ini memiliki peluang yang sangat besar dalam
menghadapi masalah-masalah yang selama ini membuat resahnya para pelajar Muslim.
peluang tersebut dapat dilihat dari beberapa segi:

Pertama, sistem pendidikan Islam di Indonesia tidak menghadapi dominasi sistem


pendidikan nasional, karena ajaran Islam secara filosofis tidak pernah bertentangan dengan
pandandan hidup bangsa.

Kedua,Pancasila sebagai asas tungal, secara filosofis merupakan bagian dari filsafat Islam.

Ketiga,  dalam keadaan yang jauh setabil, baik fisik, hukum, keamanan, dan ekonomi adalah
suatu kesempatan yang amat tepat bagi kelompok mayoritas untuk mengisinya.

Keempat, semakin berkembangnya gerakan pembaruan pemikir Islam. Contohnya adalah


lahirnya ICMI kendati secara politis masih dirisaukan tapi dapat di jadikan sebagai sarana
baru untuk memperkokoh wacana yang berkembang dalam kalangan muslim.

Dengan demikian, dilihat dari segi ajaran maupun sosiologi pendidikan, sistem pendidikan
yang ada didalam negara Indonesia ini mampu menjadi subsistem pendidikan Nasional,
sebagaimana yang dicita-citakan, akan tetapi perlu disadari bahwa pendidikan tidak berdiri
sendiri, tanpa upaya bidang-bidang lain yang secara sistemik harus bergerak secara harmonis
menuju tujuan yang sama yaitu cita-cita nasional, maka kearifan dan keahlian dalam bekerja
sama dengan berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu.

Maka tidak heranlah kalau dalam hal ini orang non muslim banyak yang mendapat kemajuan
karena ia mau mengaplikasikan ajaran atau aturan dengan benar, maka yang perlu dilakukan
kalangan muslim ialah adanya jiwa besar, pandangan yang luas, dan sikap yang rasional serta
terbuka dalam berbagai hal untuk mau menerima kritik dan saran demi kemajuannya.
BAB III

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM ALAM SEMESTA

A.    Manusia Sebagai Abdul Allah

Pada pembahasan terdahulu telah banyak disinggung mengenai manusia di sebut abd Allah.
Dalam konteks konsep abd Allah, manusia harus menyadari betul akan dirinya sebagai abdi.
Hal ini berati bahwa manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang dimiliki, tunduk dan
taat kepada semua ketentuan pemiliknya, yaitu allah SWT.

B.     Manusia Sebagai Kholifah Allah

Al-Qur’an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau
tercipa dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk
mengemban satu tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi (QS. 2 :30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan
kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik. M.
Quraisy Shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian :

1. orang yangdberi kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
2. khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat
kesalahan dan kekeliruan.

Beranjak dari pemahaman bahwa ada dua unsur sehungan dengan makna khalifah yakni
unsure intern (mengarah pada hubungan horizontal) yang berkaitan dengan manusia, alam
raya dan antar manusia dengan alam raya. Dan unsur ekstern (kaitannya dengan hubungan
vertical) yaitu penugasan  Allah kepada manusia sebagai mandataris Allah dan pada
hakekatmnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah membangun dan mengelola
dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak penciptanya. Tugas kekhalifahan tersebut
meang sangat berat. Namun status ini menunjukkan arah peran manusia sebagai penguasa di
bumi atas petunjuk Allah. Selain itu, dari tugas tersebut menggambarkan bahwa akan
kedudukan manusia selaku makhluk ciptaanNya yang paling mulia.
BAB IV

KESIMPULAN

Manusia menurut Islam adalah mahluk ciptaan Allah (QS. 98: 2) dengan kedudukan yang
melebihi mahluk ciptaan Allah lainnya (QS. 95 : 4). Selain itu manusia sudah dilengkapi
dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain berupa fitrah ketauhidan
(QS.15 :29). Dengan fitrah ini diharapkan manusia dapat hidup sesuai dengan hakekat
penciptaannya, yaitu mengabdi kepada Allah SWT (QS. 51: 56). Mengacu pada ketentuan
ini, maka dalam pandangan Islam, meminjam bahasa Jalaludin, manusia pada hakekatnya
merupakan makhluk ciptaan Allah yang terikat dengan “Blue prient” (cetak biru) dalam
lakon hidupnya, yaitu menyadari akan dirinya sebagai “Abdul Allah” sekaligus mempunyai
tugas sebagai mandataris Allah.

BAB V

PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran dari audient sangat kami
harapkan, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian


Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002.

Arifin, H.M Prof. M.Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya, PT Bumi
Aksara, Jakarta ,2000.

Brian Fay, Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer, Yogyakarta, Jendela, Cet. I, 2002.

Christyono Sunaryo, http://www.macsonic.org

Hasan Langgulung, Prof. Dr Asas-Asas Pendidikan Islam, PT Al-Husna Zikra, Jakarta, Cet.I,
2000.

Jalaludin, Prof. Dr. H, Teologi Pendidikan,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Karnadi Hasan “Konsep Pedidikan Jawa”, dalam : Jurnal Dinamika islam dan Budaya
Jawa, No 3 tahun 2000, Pusat Pengkajian Islam Strategis, IAIN Walisongo, 2000.

Majid Fahry , Sejarah Filsafat Islam (Sebuah Peta Kronologis), Cet. I, Mizan, , Bandung,
2001.

Paulo freire dalam Pendidikan : Kegelisahan Sepanjang Zaman (pilihan Artike lbasis).
Sinhunata (ed), Kanisius, 2001 sebagaimana dikutip dalam Resensi Amanat, Edisi
84/Februari 2001.

Quraisy Shihab, Dr. M., Membumikan al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam


Kehidupan Masyarakat”, Bandung, Mizan, Cet. XXV, 2003.

Syed M. Naquib Al- Attas, filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, (terj.Wan Mohd Nor Wan
Daud), Mizan, Bandung, Cet. I, 2003.

Anda mungkin juga menyukai