Pendidikan
Agama Islam
Konsep Manusia
--------------------
__
Mengenai proses terciptanya manusia banyak teori-teori yang muncul sebelum turunnya
al- Quran. Dari mulai teori Aristoteles, Louis Pasteur, hingga Charles Darwin. Mereka mencoba
mengungkap tentang dari mana asal-usul hidup dan kehidupan. Semenjak itulah (tepatnya
1860) muncul teori baru yang menyatakan bahwa semua yang hidup berasal dari yang hidup
sebelumnya. Walaupun teori baru itu nampaknya lebih hebat dan rasional, namun ternyata
masih belum mampu menjabarkan misteri” hidup itu sendiri. Karena teori-teori tersebut tidak
dapat memberikan jawaban atas pertanyaan tentang dari manakah asal-usul hidup pertama kali.
Karena itulah, orang menjadi bingung.
Pada abad pertengahan al-Qur’anul Karim dan Rasulullah salah satunya pendobrak pintu
kegelapan teori ini dengan mengemukakan fakta-fakta penciptaan manusia yang sangat rumit
dan ajaib.
Dalam mengungkap siapa manusia, ada kesan keterbatasan kemampuan para ilmuwan
dalam mendefinisikan manusia, sehingga muncul anekaragam definisi tentang manusia. Seiring
dengan keragaman definisi manusia yang diungkap para ilmuwan, Prof. Dr. Quraish Shihab
meyimpulkan bahwa keterbatasan pengetahuan manusia untuk mengenali dirinya disebabkan
oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Pembahasan tentang manusia sangat lambat dilakukan karena pada mulanya perhatian
manusia hanya tertuju pada penyelidikan tentang alam materi. Pada zaman primitif, nenek
moyang kita disibukkan untuk menundukkan atau menjinakkan alam sekitarnya, seperti
upaya membuat senjata-senjata melawan binatang-binatang buas, penemuan api, pertanian,
peternakan dan sebagainya sehingga mereka tidak memiliki waktu luang untuk memikirkan
diri mereka sebagai manusia. Demikian juga pada zaman kebangkitan (renaisans) ketika
para ahli digiurkan oleh penemuan-penemuan baru mereka, yang disamping menghasilkan
keuntungan material, juga menyenangkan manusia secara umum, karena dengan
penemuan-penemuan tersebut mempermudah dan memperindah kehidupan ini.
2. Ciri khas akal manusia lebih cenderung memikirkan hal-hal yang tidak kompleks, ini
disebabkan bahwa sifat akal tidak mampu mengetahui hakekat hidup.
Sistematika Modul
Modul ini terdiri dari:
1. Bagian Muka
Berisi identitas mata kuliah dan tema bahasan.
2. Latar Belakang
Berisi mengeni Konsep Manusia.
3. Bagian Isi
Berisi mengenai pokok bahasan tentang Konsep Manusia.
4. Daftar Pustaka
Berisi mengenai sumber rujukan.
A. Pengertian Manusia
Di antara sekian banyak ilmuwan, ada yang berpendapat bahwa manusia berasal dari dua
suku kata, yaitu manus (jiwa) dan ia (raga, tubuh kasar atau jisim). Jadi manusia adalah
tubuh kasar atau kerangka jasmani yang berjiwa. Atau manusia adalah benda hidup yang
berjiwa raga (Usman, 1970: 26). Berikut ini pendapat para ahli tentang jati diri manusia:
a. Ibnu Sina berpendapat sebenarnya telah diketahui bahwa manusia berbeda dengan
hewan manapun. Binatang tidak bisa hidup dengan cara yang baik, binatang hidup
sendirian mengurus segala keperluannya tanpa ada teman sekutu yang membantu segala
kebutuhannya” (Abidin, 1974: 210).
b. Syekh Nuruddin Ar-Raniri berpendapat manusia adalah makhluk Tuhan yang paling
sempurna di dunia ini. Tuhan menciptakan manusia ini sesuai dengan citra-Nya (shurah
Tuhan), agar manusia dapat berperan sebagai khalifah di muka bumi ini, sebab tanpa
citra-Nya musatahil manusia dapat berperan sebagai wakil Tuhan. Selain menyandang
peran sebagai khalifah manusia juga sebagai tempat penaungan (tajalli) nama dan sifat
Tuhan yang paling lengkap dan sempurna. (Raharjo, 1985: 93).
c. Dr. Muhammad Iqbal menyebutkan Al-Qur`an dengan cara sederhana, penuh dengan
gaya menekankan individualitas dan keunikan manusia, dan menurut pendapat saya,
memiliki tinjauan yang pasti mengenai takdir manusia sebagai satu kesatuan kehidupan,
sebagai konsekuensi dari tinjauan manusia itu sendiri, yakni sebagai individu yang unik,
yang tidak memungkinkan seorang individu memikul kesalahan individu yang lainnya
dan hanyak berhak atas hasil kerjanya sendiri. Al-Qur`an dengan sendirinya menolak
gagasan tentang penebusan. Dan menurutnya manusia adalah makhluk pilihan Tuhan,
yang dengan kesalahannya menjadi wakil Tuhan dimuka bumi, sebagai manusia yang
memiliki suatu pribadi yang merdeka dengan menyadari resiko yang akan
dipertanggungjawabkannya (Iqbal, 1966: 95).
d. Mutazeri berpendapat manusia adalah makhluk yang mempunyai dua tabi”at atau
nature, berupa sifat-sifat yang baik dan terpuji atau sifat-sifat buruk dan tercela”
(Mutazeri,195:62).
Prof. Dr. Quraish Shihab meyimpulkan dari beberapa pendapat ilmuwan Barat
tentang keterbatasan pengetahuan manusia untuk mengenali dirinya disebabkan oleh
beberapa hal, sebagaimana yang sudah diungkap pada pendahuluan. Satu-satunya cara
untuk mengetahui siapa manusia itu, adalah dengan merujuk kepada al-Qur`an sebagai
wahyu Illahi, agar kita dapat menemukan jawabannya.
Al-Qur`an menyebutkan manusia dengan kata insaan yang berasal dari kata naasa
yanuusu nisyaan yang artinya lupa sesuai dengan karakter manusia yang suka lupa. Kata
insaan digunakan dalam Al-Qur`an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya baik jiwa maupun raga. Manusia berbeda antara satu orang dengan yang
lainnya, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.” (QS. At-Tin: 4)
Ayat tersebut adalah salah satu ayat yang menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
yang sebaik-baiknya dan yang paling sempurna. Keindahan dan kesempurnaan manusia
itu dapat dilihat dari berbagai segi:
1) Segi fisik, sikap yang tegak, berjalan diatas dua kaki, mengayunkan gerak dua
tangan secara refleks, persendian setiap anggota tubuh yang dapat digerakkan, tidak
kaku dan sebagainya.
4) Mampu berkelompok.
9) Mampu berpikir abstrak, imajinatif, dan kreatif, mempunyai dorongan psikis dan
fisik, memiliki emosi dan mampu meredakannya.
1) Al-Insan
Yaitu manusia ditinjau dari kelompoknya atau makhluk yang mempunyai fungsi
totalitas jasmani dan sekaligus rohani. Allah berfirman:
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia
ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan
dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan: 1-2).
2) Al-Basyar
Manusia dilihat dari seorang diri, bukan dari kelompok, seperti digambarkan dalam
firman Allah swt sebagai berikut:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk” (QS. Al-
Hijr:28).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata:
"Sesungguhnya Al-Qur`an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedang Al-Qur`an adalah
dalam bahasa Arab yang terang.” (QS. An-Nahl: 103)
Dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat
seorang manusia, maka katakanlah: Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS. Maryam: 26).
Manusia dilihat dari segala sudut persoalan hidupnya seperti dalam firman-Nya:
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. dari kejahatan
(bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Nas: 1-6).
a. Dari diri Adam diciptakan Allah seorang wanita bernama Hawa. Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS.
An-Nisa: 1).
b. Adam a.s. merupakan nenek moyang manusia, Allah berfirman:
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan
kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka
bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (QS. Az-Zumar: 6)
3. Kejadian Manusia secara Umum
a. Allah menciptakan Adam dan Hawa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan seperti
yang telah disebutkan di atas dalam Al-Qur`an (QS. An-Nisa: 1).
b. Manusia diciptakan melalui beberapa tingkatan kejadian, seperti dalam firman Allah
Swt:
“Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan
kejadian.” (QS. Nuh: 14)
a. Dari sesuatu yang belum dapat disebut, seperti termaktub dalam firman Allah surat Al-
Insan: 1-2 yang telah disebutkan di atas.
b. Dari sari pati tanah atau dari sari pati air yang hina (air mani), Allah berfirman:
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah.” (QS. As-Sajdah: 7).
c. Air mani disimpan dalam rahim, suatu tempat yang sangat kokoh (QS. Al-Mu’minun:
12-13).
d. Setelah terpancar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada wanita, awal manusia
tercipta:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia
diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-
laki dan tulang dada perempuan.” (QS. At-Thariq: 5-7).
e. Jadilah segumpal darah, kemudian jadilah segumpal daging, kemudian jadilah tulang
belulang (QS. Al-Mu’minun: 14).
f. Dibungkus dengan daging lalu terbentuklah dalam rahim bentuk yang berbeda atau
bentuk yang lain (QS. Al-Mu’minun: 14).
Allah berfirman berkaitan dengan martabat manusia, yaitu: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya kemudian Kami kembalikan ia ke
tempat yang serendah-rendahnya.” (QS. At-Thin: 4-8).
Manusia berpotensi untuk menjadi mulia dan sekaligus berpotensi pula untuk menjadi
hina, sebagaimana tergambar dalam ayat diatas. Kapan manusia menjadi manusia? Kemuliaan
dan kesempurnaan manusia akan melebihi mekhluk-makhluk lainnya termasuk di dalamnya
kemuliaan malaikat yang dikategorikan makhluk yang paling mulia dan paling taat akan
dikalahkan kataatannya oleh manusia jika ia beriman dan taat kepada Allah. Potensi kemuliaan
manusia lebih tinggi dibandingkan dengan malaikat, di antaranya adalah:
1. Allah swt memerintahkan kepada malaikat untuk sujud (hormat) kepada Adam a.s. saat
awal penciptaan manusia, dengan firman-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34).
2. Malaikat tidak dapat menjawab pertanyaan Allah tentang nama-nama benda yang ada di
taman syurga (al-asma), sedangkan Adam a.s. mampu karena memang diberi ilmu oleh
Allah swt dengan firman-Nya:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 31-32).
3. Kepatuhan malaikat kepada Allah karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki
hawa nafsu, sedangkan kepatuhan manusia kepada Allah melalui perjuangan yang berat
melawan hawa nafsu dan godaan syetan.
Manusia diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah di bumi seperti dalam firman Allah
sebagai berikut:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah:
30).
1. Golongan Mulia
a. Mengamalkan dan menyeru yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Sebagaimana
yang tercantum dalam QS. At-Taubah: 71.
b. Hatinya akan gemetar jika disebut nama Allah dan senantiasa bertambah imannya bila
dibacakan ayat-ayat-Nya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Anfal: 2-4.
e. Mereka berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. Al-Hujurat: 14-15.
f. Menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, menjaga
kemaluan/kehormatannya, menunaikan zakat dan sebagiannya, itulah yang beriman
sebenarnya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Mu”minun: 1-11.
g. Muttakin
Muttakin artinya orang yang bertakwa kepada Allah swt yang dapat dicapai dengan
jalan:
1) Mengamalkan semua unsur dan instrumen amal shaleh dengan dasar beriman dan
mencari ridha Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 2-5.
4) Makan dengan makanan yang halal dan baik. Sebagaimana yang tercantum dalam
QS. Al-Maidah: 88.
7) Mendirikan tempat ibadah berdasarkan takwa, tidak untuk memecah belah ummat.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-Taubah: 110.
9) Senantiasa berbuat kebajikan serta menjauhi kemunkaran, untuk dirinya dan untuk
orang lain. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Furqan: 63-73.
a. Munafikun
Munafikun berasal dari kata nafaqa, berarti melahirkan sesuatu yang berlawanan dengan
hati nuraninya. Dalam pengertian syariat munafik jamaknya munafikun adalah orang-
orang yang secara lahiriyah menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya padalah
hatinya kufur (mengingkari). Adapun sifat-sifat orang munafik adalah sebagai berikut:
1) Tidak memiliki pendirian tetap dan jelas. Sebagaimana yang tercantum dalam QS.
An-Nisa: 142.
2) Tidak dapat dipercaya sama sekali. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-
Taubah: 75-79.
3) Senantiasa bohong dan dusta. Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 8-10.
4) Sumpah dan janjinya tidak bisa dipegang. Sebagaimana yang tercantum dalam QS.
An-Nisa: 60-63.
5) Amal ibadahnya selalu riya/ingin dipuji. Sebagaimana yang tercantum dalam QS.
Al-Anfal: 49, dan QS. An-Nisa: 142.
7) Selalu mencurigai terhadap kegiatan Islam. Sebagaimana yang tercantum dalam QS.
At-Taubah: 63.
10) Lebih takut kepada manusia daripada takut kepada Allah. Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. Al-Hasyr: 11-14.
11) Tidak suka berhukum kepada hukum Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam
QS. Al-Hasyr: 15-17.
12) Selalu mencari keuntungan pribadi. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-
Nisa: 141.
1) Sia-sia amal perbuatan mereka di sisi Allah, di dunia dan di akhirat sangat merugi.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-Taubah: 68-69.
2) Mereka tidak dapat menebus dirinya dengan apapun. Sebagaimana yang tercantum
dalam QS. Al-Hadid: 13-15.
3) Buah amalnya adalah neraka yang menyala-nyala dan ditempatkan pada neraka
yang paling bawah. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa: 145-147.
4) Mereka kembali ke neraka jahanam yang merupakan tempat kembali yang seburuk-
buruknya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Fath: 6.
b. Fasikun
Secara etimologis kata fasik berarti keluar dari jalan kebenaran. Menurut istilah
(terminologi) fasikun artinya orang-orang yang melakukan dosa besar atau terus-
menerus melakukan dosa-dosa kecil. Selain itu juga, istilah fasikun adalah orang yang
keluar/menyimpang dari ketentuan hukum Allah padahal hati mereka sebenarnya
mengetahui dan menyakini kebenaran hukum Allah yang dilanggar tersebut. Adapun
sifat-sifat orang yang fasik adalah sebagai berikut:
3) Mereka tidak mau mengamalkan kebenaran yang diyakini asalnya dari Allah dan
1) Selalu meneliti kebenaran yang mereka bawa (cek dan ricek) karena tidak jarang
mereka berkata dusta. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Hujurat: 6.
2) Ikuti selalu jalan kebenaran dan lurus, niscaya akan timbul kecintaan kita kepada
keimanan dan timbul pula kebencian kita terhadap kefasikan. Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. Al-Hujurat: 7-8.
3) Allah menggambarkan kesamaan sifat munafik dan sifat orang-orang fasik dalam
firman-Nya: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan
melarang perbuatan yang ma”ruf dan mereka menggenggamkan tanganya. Mereka
telah lupa kepada Allah dan Allah pun melupakan mereka. Sesungguhnya orang-
orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 67)
c. Murtadin
Istilah murtadin diberikan kepada orang-orang yang keluar dari Agama Islam atau
orang-orang kafir yang sebelumnya telah beriman. Jadi orang yang murtad berarti telah
menjadi kafir. Perlu kita ingat bahwa kita (manusia) pernah menerima amanat dan janji
kepada Allah tatkala berada di alam arwah dan manusia menyanggupi serta mempersak-
sikan bahwa Allah akan menjadi Tuhan yang senantiasa diagungkan dan itu semua
menjadi kata kunci bahwa manusia tidak mungkin dapat mengingkari diri dari
mempertuhankan Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-A”raf: 172-174.
Jika manusia benar-benar menjalankan amanat Tauhid dari Allah dengan mengikuti
perintah-Nya serta ajaran Rasul-Nya maka manusia itu akan digolongkan ke dalam
golongan orang-orang mukmin dan akan mendapat pahala yang besar di sisi Allah.
Dan begitu pula sebaliknya jika manusia berpaling serta menukarkan keimanan dengan
kekafiran (murtad) maka sesungguhnya mereka sesat dari jalan yang lurus.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 108.
Jika dia mati dalam keadaan murtad makan Allah tidak akan mengampuni dosa orang-
orang murtad itu. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa: 137.
Serta tempat kembali mereka adalah neraka jahanam, neraka dengan segala siksanya.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa: 115.
1) Orang-orang yang murtad atau murtadin (jamak) dari agama Islam dan mati dalam
keadaan kafir, maka sia-sialah amal mereka dan baginya siksa yang pedih.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali Imran: 90-91.
3) Amalan mereka seperti abu yang berterbangan ditiup angin kencang. Sebagaimana
yang tercantum dalam QS. An-Nisa: 18.
4) Perbuatan orang murtad itu akibat dari tipuan syetan. Sebagaimana yang tercantum
dalam Q.S An-Nisa:25-32.
5) Hitamlah muka mereka kelak di hari kiamat. Sebagaimana yang tercantum dalam
Q.S Ali Imran: 106.
6) Bagi mereka azab yang pedih dan menghinakan. Sebagaimana yang tercantum
dalam QS. Ali Imran: 176-178.
d. Kafirin
Kafir jamaknya kafirin adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang yang menolak
kebenaran agama Islam. Mereka tidak mengakui bahwa Islam adalah agama yang benar
yang membawa keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu
mereka mencari dan memeluk agama atau keyakinan yang lain selain Islam.
b) Mereka adalah orang tidak mau tahu tentang peringatan Allah Swt. Orang-orang
kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah, mau diberi peringatan atau tidak, sama
saja bagi mereka tidak akan beriman. Hati, pendengaran, dan penglihatan
mereka terkunci mati yang berakibat azab yang pedih bagi mereka. Sebagaimana
yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 6-7.
Amalan dan harta yang dinafkahkan oleh orang-orang kafir adalah sia-sia, tidak ada
gunanya, tidak akan mendapat pahala dari Allah, apa yang dimilikinya tidak akan
bergunan untuk menebus kekafiran dirinya. Sebagaimana yang tercantum dalam
QS. Ali Imran: 117.
Kemusyrikan adalah prilaku manusia yang telah berjalan sejak lama, dari periode Nabi
yang satu ke Nabi yang lain sampai diutusnya Rasulullah Muhammad saw sebagai nabi
terakhir merupakan kondisi yang senantiasa menjadi prioritas dakwah utama. Semua
Syirik (pelakunya disebut musyrik) adalah perbuatan dosa yang tidak beroleh ampunan.
Jika manusia yang melakukan penyelewengan akidah (keimanan) atau kemusyrikan
meninggal dunia dan tidak bertaubat dari kemusyrikannya, maka Allah tidak akan
pernah mengampuni dosa kemusyrikannya. Akan tetapi Allah masih mentolelir dan
akan mengampuni dosa selain kemusyrikan sebesar apapun dosa itu. Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. Az-Zumar: 53.
Syirik adalah perbuatan dosa yang sangat besar disisi Allah. Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. An-Nisa: 48.
Orang yang mempersekutukan Allah adalah orang yang telah melakukan kesesatan
yang sejauh-jauhnya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. An-Nisa: 116.
Jangan memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik (yang telah mati), kendatipun
mereka adalah orang-orang terdekat kita, karena Allah telah menetapkan keputusan
azabnya buat mereka. Sebagaimana firman-Nya dalam QS.At-Taubah: 113-114.
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi baik potensi untuk menjadi taat maupun
potensi untuk ingkar, kedua potensinya inilah yang menjadi instrumen manusia melakukan
aktifitas hidup di muka bumi ini dan sekaligus akan mempertanggung jawabkannya kelak
2) Hindari taklid, karena taklid buta dan mengikuti sesuatu tanpa ilmu pengetahuan,
salah satu sebab manusia akan diputuskan dengan azab oleh Allah adalah taklid
yang tanpa ilmu dalam melakukan suatu perbuatan. Sebagaimana yang tercantum
dalam QS. Al-An”am: 130.
3) Pendengaran, penglihatan, hati, lidah, tangan, kaki akan menjadi saksi atas dirinya
sendiri di hari penghisaban (perhitungan amal perbuatan). Sebagaimana yang
tercantum dalam QS. An-Nur: 24.
1) Tidak ada dosa bagi manusia terhadap sesuatu yang khilaf (tidak tahu atau lupa),
yang berdosa adalah sesuatu yang disengaja oleh hati. Sebagaimana yang tercantum
dalam QS. Al-Ahzab: 5.
2) Allah akan menghukum manusia terhadap perbuatan yang disengaja oleh hatinya.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 225.
3) Aktivitas manusia yang perbuatannya dilakukan ketika tidur/hilang akal akan lepas
dari pertanggungjawaban hukum di sisi Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam
QS.AL-An”am: 60.
Nur, Tajudin dkk. (2018). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Bandung: Unpad
Press.
Al-Ghazali. (1984). Ihya Al-Ghazali, Terjemahan Ismail Yakub. Jakarta: CV. Faizan.
Al-Qayyim. (1991). Ruh, Terjemahan Syed Ahmad Semait. Singapore: Pustaka Nasional Ltd.
Arifin, B. (1994). Hidup Sesudah Mati. Jakarta: PT. Kinta.
Dept. Agama RI. (1971). Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran. Alquran dan Terjemahnya.
Jakarta: Bumi Restu.
Effendi, Lalu Muchsin. (2006). Psikologi Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta.
Mujib dan Mudzakir, Abdul dan Jusuf. (2001). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Cet. I.
Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
Shihab, M. Quraish. (1996). Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan.