Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selalu mencari kebenaran dengan menggunakan akal
sehat maupun dengan ilmu pengetahuan dan sepanjang sejarahnya
manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang
sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan
dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan
mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengah dinamika perubahan
yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas
perubahan itu. Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan
kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang
manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final
dikarenakan realitas dalam kehidupan manusia selalu baru, meskipun
dalam subtansinya tidak berubah.

Sejak kecil manusia telah terbiasa dengan istilah roh, baik secara
lisan maupun di dalam batin. Di dalam perjalanan kehidupan sehari-hari,
efek tentang roh di dalam batin itu sangat kuat, bahkan sangat erat
kaitannya dengan perilaku orang itu dalam menghadapi setiap
aktivitasnya. Mengapa sejak kecil manusia telah terlekati oleh konsep
tentang roh tersebut. Secara sportif diakui bahwa pengaruh lingkungan
(keluarga, tetangga, dan seterusnya) begitu kuat. Kita semua menyadari
bahwa di sekitar kita penuh dengan pandangan sesat tentang roh yang
senantiasa ada di dalam tubuh, merasakan, melihat, serta dapat
'bertransmigrasi' ke surga atau ke neraka abadi. Spekulasi ini terus
berlangsung, bahkan para ilmuwan yang selalu berasaskan logika dan
sistematika berpikir masih terus berspekuIasi dalam usahanya
menelanjangi misteri roh.

Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna,


manusia dikarunia akal, pikiran, cipta, rasa dan karsa. Dari berbagai kelebihan
yang dimiliki oleh manusia inilah, maka manusia menjadi raja di raja di muka
bumi ini. Alam ini diciptakan untuk mnusia, maka segala sesuatu yang ada
disekitar manusia menjadi obyek kajian manusia mulai dari lingkungan alam,
hewan dansebagainya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas pemakalh ingin mengetahui bagaimana manusia


dikatakan dengan makhluk berbadan dan berjiwa

C. Tujuan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk memahami dan memberikan informasi


kepada pembaca tentang bagaimana yang dikatakan dengan manusia makhluk
yang berbadan dan berjiwa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani
dan ruhani. Manusia lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi-potensi
yang dimiliki oleh manusia tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan
produktif melalui proses pendidikan. Selain itu, manusia dalam pertumbuhan
dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dan
lingkungan.

Proses pendidikan Islam berusaha mengembangkan seluruh potensi yang


dimiliki oleh manusia secara keseluruhan dan berusaha untuk
mengembangkannnya dengan sebaik mungkin tanpa ada yang terabaikan
sedikitpun. Dengan demikian Proses pendidikan Islam yang dijalankan
diharapkan mampu mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri
manusia sehingga lahirlah manusia yang berkepribadian muslim dan manusia
yang selalu menghambakan dirinya kepada Allah SWT.1

Manusia selalu mencari kebenaran dengan menggunakan akal


sehat maupun dengan ilmu pengetahuan dan sepanjang sejarahnya
manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang
sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan
dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan
mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengah dinamika perubahan

1
Baharudin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas
perubahan itu. Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan
kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang
manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final
dikarenakan realitas dalam kehidupan manusia selalu baru, meskipun
dalam subtansinya tidak berubah.

Sejak kecil manusia telah terbiasa dengan istilah roh, baik secara
lisan maupun di dalam batin. Di dalam perjalanan kehidupan sehari-hari,
efek tentang roh di dalam batin itu sangat kuat, bahkan sangat erat
kaitannya dengan perilaku orang itu dalam menghadapi setiap
aktivitasnya. Mengapa sejak kecil manusia telah terlekati oleh konsep
tentang roh tersebut. Secara sportif diakui bahwa pengaruh lingkungan
(keluarga, tetangga, dan seterusnya) begitu kuat. Kita semua menyadari
bahwa di sekitar kita penuh dengan pandangan sesat tentang roh yang
senantiasa ada di dalam tubuh, merasakan, melihat, serta dapat
'bertransmigrasi' ke surga atau ke neraka abadi. Spekulasi ini terus
berlangsung, bahkan para ilmuwan yang selalu berasaskan logika dan
sistematika berpikir masih terus berspekuIasi dalam usahanya
menelanjangi misteri roh.2

Secara biologi. makhluk tersusun atas organ-organ. Organ


tersusun atas jaringan-jaringan yang memiliki fungsi unik. Jaringan
terbentuk oleh gabungan ribuan bahkan jutaan sel. Sel merupakan bagian
terkecil dari makhluk yang mampu beraktivitas hidup. Apabila sel kita
urai lagi maka sel tersusun atas komponen sel (organel) yang dibentuk
oleh senyawa karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat. Senyawa-

2
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: Gaya Media Pratama.
senyawa tersebut berasal dari oksigen. karbondioksida, nitrogen, garam
organik, dan ion logam yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Masalahnya, apakah perbedaan antara zat hidup dan tak hidup. Ciri
utama pembeda zat hidup dan tak hidup adalah kemampuan mereplikasi
diri menghasilkan zat yang memiliki bentuk, struktur molekul, dan massa
yang identik dengan zat asal. Kemampuan ini dimiliki oleh makromolekul
DNA RNA. Melihat hal ini, di dalam sebuah surat kabar ibukota
diberitakan bahwa ada pendapat dari ahli filsafat biokimia yang
mengatakan kalau roh itu ada. maka ada di dalam DNA bahkan
menyamakan DNA dengan roh! Agaknya terlalu pagi untuk memberi
jawaban 'ya' bagi pernyataan tersebut, sebagai sarana mengubah sistem
hidup melalui rekayasa genetika. Pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari secara global dapat dikelompokkan menjadi enam,
yaitu pengalaman melihat, mencium, merasa kecapan, mendengar,
pengalaman sentuhan badan, dan pengalaman melalui pikiran.
Pengalaman-pengalaman itu menyangkut segi batiniah dan kesadaran
yang mengalami tersebut memiliki fungsi yang unik (khas). Munculnya
kesadaran tersebut sepenuhnya tergantung pada kondisi. Sebagai contoh,
kesadaran melihat adalah hasil. Objek penglihatan mengkondisikan
'melihat' sebagai kesadaran melihat. Apabila tidak ada objek penglihatan,
tidak muncul kesadaran melihat. Indera mata, sejenis rupa di dalam mata
yang mampu menerima objek penglihatan, merupakan kondisi lain bagi
proses melihat. Jadi, kesadaran melihat berbeda dengan kesadaran
mendengar, juga berbeda dengan kesadaran lain. Fenomena di atas sangat
berbeda pula dengan anggapan 'umum' yang menyatakan bahwa setiap
kesadaran mengalami objek yang berbeda itu dialami oleh satu 'roh'.

Melihat fenomena diatas penulis melihat bahwa manusia terdiri


atas unsur jasmani yaitu yang bisa kita tangkap dengan indra, bisa
dirasakan dan bisa rusak besifat kebendaan dan unsur roh yang tidak
tampak tapi bisa merasakan dan memberi kehidupan bagi jasmani. Karena
jasmani atau badan tidak akan berfungsi tanpa roh.

B. Manusia Dan Badannya

Yang terang buat semua orang ialah, bahwa manusia itu adalah
makhluk yang berbadan. Lihatlah saja, bagaimanakah manusia itu
menjadi sadar, karena badan nya bersatu dengan realitas sekitar sehingga
dia bisa bangkit, menempatkan diri, mengerti sana dan sini, bisa berjalan,
bertindak dsb. Contohnya saja bila manusia cacat badannya mengurangi
kesadarannya dan apalagi jika cacat itu merusak semua keinderaan, maka
manusia juga tidak bisa mengerti dunia, jadi berkat badannyalah dia bisa
menjalankan dirinya.

Kemampuan manusia berdiri sendiri, bisa menghadapi orang lain


dengan sadar itu dikatakan manusia mempunyai sifat. Atau bisa dikatakan
manusia bersifat rohani, jadi seluruh saubjek manusia itu bersifat rohani,
makna bersifat rohani itu bukan yang ada di dalam tubuh manusia,
contohnya mata manusia berbeda dengan mata hewan, wajah manusia
berbeda dengan wajah monyet.

Manusia juga jasmani artinya materi, yang maknanya Dia berat


atau ringan, berdarah dan berdaging bisa dilihat secara anatomi mirip
dengan makhluk hidup lainnya. Juga kesenangannya, bahagianya,
sukarianya tidak lepas dari barang materinya. Jadi seluruh kesatuan
manusia adalah jasmani dan rohani. Jika kita bicara tentang badan sendiri,
maka disitu pandangan kita memecah belah satu kesatuan, dengan hanya
memandang dan menganggap seolah – olah badan itu ada tersendiri.
Dalam realitas yang ada bukan badan melainkan manusia yang
mempunyai asfek rohani dan jasmani. 3

Pada dasarnya manusia tidak di bedakan antara badan dan jiwa,


Badan terdiri dari satu kesatuan yaitu jasmani dan rohani. Badan adalah
bentuk konkrit dari kejasmanianku. Badan adalah manusia dalam bentuk
jasmani, badan adalah wujud sebagai makhluk jasmani. Bolehkah badan
kita sebut ”alat”? Boleh, asalkan jangan lupa, bahwa alat di sini tidak sama
dengan alat biasa.

Seluruh manusia adalah badani atau bodily. Sekarang kebadanian


itu harus kita pandang. Asfek jasmani kita atau kebadanian kita dalam
konkritnya berupa bentuk yang tertentu, ialah badan itu. Ini bias kita
pandang dalam keadaan biologisnya atau sepanjang badan itu bentuk dari
asfek jasmani kita. Dalam pandangan kita yang pertama kita melihat
badan sebagai kesatuan biologis. Disitu terlihat suatu struktur yang terjadi
dari banyak struktur yang tak terhingga jumlahnya. Di situ badan nampak
sebagai bangunan dari sel – sel, bangunan ini mempunyai diferensiasi
yang berupa organ-organ dengan fungsinya.Tetapi pandangan ini tidak
boleh dipisahkan dengan pandangan badan sebagai asfek jasmani dari
manusia. Dalam pandangan ini badan berupa tubuh atau diri fisik. Dalam
pandangan ini asfek jasmani adalah penuh dengan asfek rohani. Keduanya
itu tidak berdampingan, tetapi manusia adalah sekaligus jasmani dan
rohani. Badan merupakan suatu sruktur hidup, berproses menurut hokum
biologis.

3
Dr.K.Bertens & Drs.A.A.Nugroho. 1989. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: PT.
Gramedia
Dalam filsafat islam telah terbukti bahwa badan berperan sebagai
perantara bagi aktivitas ruh. Aktivitas yang dilakukan oleh anggota badan
pada hakekatnya sumbernya adalah ruh. Yakni melihat, mendengar,
mencium dan berbicara semuanya terkait dengan ruh. Mata, telinga,
hidung dan lidah hanya sekedar perantara untuk mengetahui segala
masalah-masalah ini. Misalnya sebuah kacamata, orang yang
penglihatannya lemah, ia menggunakan kacamata, lantas apakah
kacamata itu sendiri yang melihat atau kacamata hanya sekedar perantara
bagi mata? Jelas kacamata dengan sendirinya tidak bisa melihat akan
tetapi ia harus diletakkan di depan mata sehingga mata yang kerjanya
adalah melihat dengan menggunakan kacamata ia bisa melihat sesuatu.
Pada hakekatnya mata dalam contoh tersebut sama seperti ruh, dan
telinga, mata dengan lidah seperti kacamata tanpa perantara. Ruh dengan
perantara anggota badan bisa melakukan aktivitasnya dan sebaliknya
tanpa ruh anggota tersebut tidak bisa berbuat apa-apa.

Ada teori lain yang mengatakan bahwa hakekat wujud manusia


adalah ruh itu sendiri.Wujud manusia bukan komposisi dari badan dan
ruh. Yakni, wujud manusia adalah ruhnya itu sendiri, bukan ruh sebagai
satu bagian dari wujud manusia. Oleh karenanya, berdasarkan teori ini,
antara ruh dan badan ada sejenis hubungan yg disebut dengan hubungan
taktis ( ertebat-e tadbiri ), yang di dalam nya badan sebagai alat dan ruh
sebagai pengelola.

C. Siapakah Manusia

Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran


adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan masnusia adalah
hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para
filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik
adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan
bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol
tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo
feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat
gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh
dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang
ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam
sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan
kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens,
manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain.
Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan
manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah
satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk
yang senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya
dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi
lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan
untuk memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang
menganggap permainan sebagai ritus suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat
Modern, 2005)4

Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang


tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan kegiatan
hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek
kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia
butuhkan secara langsung bagi dirinya dan keturunnya, sedangkan
manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru

4
Prof. Dr. N. Drijarkara S.J.. 1969. Filsafat manusia. Jakarta: Pustaka Filsafat.
produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya.
Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi
menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi
mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan
manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam
bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai
beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat
menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh
sebab itu menurut Marx manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan
hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat
bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).

D. Pandangan Filsafat Tentang Hakikat Manusia

Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah perkaitan antara badan


dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri
sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain.

Dalam Al-Qur’an ALLAH SWT berfirman yang artinya “Dan


sesungguhnya kami ciptakan manusia dari saripati tanah kemudian kami
jadikan dari tanah itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang
teguh (rahim) kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal darah
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan dari segumpal
daging itu Kami ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang-belulang itu
Kami tutup dengan daging. Sesudah itu kami jadikan dia makhluk yang
baru yakni manusia yang sempurna. Maka Maha berkat (suci Allah)
pencipta yang paling baik .(Q.S. al- Mukminun: 12-14).”
Islam secara tegas menyatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi
alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah,
dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut
hukum alam material (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 1997: 108). Jadi, manusia itu
terdiri dari dua substansi yaitu materi yang berasal dari bumi dan ruh yang
berasal dari Tuhan. Maka hakikat manusia itu adalah ruh itu, sedangkan
jasadnya hanyalah alat yang digunakan oleh ruh untuk menjalani kehidupan
material di alam material yang bersifat sekunder dan ruh adalah yang primer,
karena ruh saja tanpa jasad yang material tidak dapat dinamakan manusia
(Zuhairini, dkk., 1995: 75-77).5

Manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani dan


rohani. Dengan kelengkapan yang dimilikinya ia dapat melaksanakan tugas-
tugas yang memerlukan dukungan jasmani dan rohani tersebut. Selanjutnya,
agar kedua substansi tersebut dapat berfungsi dengan baik dan produktif,
maka perlu dibina dan dikembangkan melalui pendidikan (Abuddin Nata,
2001: 28-35).6

E. Manusia Sebagai Makhluk Berjiwa

Semua orang mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk


hidup yang berbdan dan berjiwa. Badan dan jiwa bukanlah dua hal yang
saling terpisah, melainkan merupakan dua dimensi dari satu diri manusia.
Seluruh diri manusia bersifat jasmani dan rohani, sehingga dapat
dinyatakan bahwa bdan itu bersifat jasmani dan rohani, sehingga dapat
dinyatakan bahwa badan itu bersifat rohani dan rohani itu bersifat badani.

5
Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
6
Nata, Abuddin. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. IV, Jakarta: Logos
Badan yang menyatu dengan rohani dan rohani yang menyatu dengan
badannya ini membentuk suatu konsep tentang aku. Jadi, kalau manusia
berbicara tentang aku, maka hal ini menunjuk pada aspek bdan dan
rohaninya. Aku bukanlah bdan dan bukanlah jiwa. 7

Manusia bukan saja makhluk yang berbadan, tetapi juga berjiwa.


Hal ini membawa konsekuensi bahwa dalam pendidikan perlu diusahakan
agar peserta didik dapat mengembangkang kemampuan-kemampuan jiwa
yang dimilikinya. Ki Hadjar Dewantoro (1997) menyebut kemampuan-
kemampuan jiwa itu dengan istilah tri sakti jiwa. yaitu cipta, rasa dan
karsa. Cipta adalah kemampuan piker yang bertugas mencari kebenaran
sesuatu. Rasa adalah gerak-gerik hati kita yang menyebabkan hati kita
menjadi senang, sedih, malu atau bangga, benci dan cinta. Karsa
merupakan haawa nafsu kodrati yang sudah diasah oleh pikiran dan
diperhalus oleh perasaan. Berkat Ketiga kekuatan jiwa ini manusia
mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang mengatasi makhluk hidup
lain. 8

Berbicara Manusia sebagai makhluk berjiwa maka dari itu penulis


menyinggung sedikit mengenai manusia, dan manusia itu melahirkan adanya
empat aliran, di antaranya ;

 Aliran Serba Zat

Aliran ini dapat disebut juga aliran materealisme. Menurut aliran ini
bahwa yang sungguh-sungguh ada itu adalah zat atau materi. Zat atau materi
itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia itu
adalah unsur dari alam. Oleh sebab itu hakikat manusia adalah zat atau materi

7
Drijakarta (1978), Filsafat manusia. Kanisius. Yogyakarta
8
Ki Hajar Dewantara (1977). Tentang Pendidikan. Majelis Luhur Taman Siswa.
Yogyakarta.
(Zuhairini, dkk.,1995: 71). Karena materi berada di dunia, maka pandangan
materialisme cenderung identik dengan sifat duniawi tidak percaya pada sifat
rohani.

Dalam kaitanya dengan pendidikan, aliran ini memandang manusia adalah


sebagai makhluk reaksi yang pola reaksinya dapat disimpulkan sebagai satu
stimulus respon. Implikasi dari teori ini dalam pendidikan, manusia hanya butuh
pengalaman, latihan dan tidak mengakui adanya potensi- potensi kreativitas
dan inisiatif.

 Aliran serba Ruh

Aliran ini disebut juga dengan aliran idealisme. Menurut aliran ini
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat
manusia adalah ruh. Adapun zat itu adalah manifestasi dari ruh di atas dunia
ini. Aliran ini menganggap bahwa ruh itu adalah hakikat manusia, sedang badan
hanyalah bayangan saja. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempatai ruang,
sehingga tidak dapat disentuh dan dilihat oleh pancaindra, sedangkan materi
adalah penjelmaan ruh.

Dasar aliran ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi
nilainya daripada badan atau materi. Sebagai contoh seseorang yang
meninggal artinya ia tanpa ruh akan dikatakan “Dia telah pergi, dia sudah
tidak ada, dan lain sebagainya. Hubungannya dengan aliran ini maka pendidikan
harus dilaksanakan berdasarkan kodrat kebutuhan rohaniah, terutama untuk
membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit (Mohammad Noor Syam, 1988:
163-165).
 Aliran Dualisme

Aliran ini mencoba mengawinkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran


ini menganggap manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu
jasmani dan rohani, badan dan ruh. Kedua substansi ini masing-masing
merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung pada yang lain. Jadi badan
tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari badan. Hanya dalam
perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh, yang keduanya
berintegrasi membentuk yang disebut manusia. Antara badan dan ruh terjalin
hubungan yang bersifat kausal, sebab akibat. Artinya antara keduanya saling
pengaruh mempengaruhi. Apa yang terjadi di satu pihak akan mempengaruhi
di pihak yang lain. Sebagai contoh orang yang cacat jasmaninya akan
berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Sebaliknya, orang yang
jiwanya cacat atau kacau, akan berpengaruh pada fisiknya.

 Aliran Eksistensialisme

Pembicaraan tentang hakikat manusia ternyata terus berkembang dan


tak kunjung berakhir. Orang belum merasa puas dengan pandangan-
pandangan di atas, baik dari aliran serba zat, serba ruh maupun aliran
dualisme. Ahli-ahli filsafat modern dengan tekun berpikir lebih lanjut tentang
hakikat manusia mana yang merupakan eksistensi atau wujud sesungguhnya
dari manusia itu. Mereka yang memikirkan manusia dari segi eksistensinya
atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut dengan aliran eksistensialisme.

Mereka ini pada hakikatnya mengkaji manusia dari segi apa yang
menguasai manusia secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini
memandang manusia secara menyeluruh tentang cara beradanya manusia di
dunia ini (Zuhairini, dkk., 1995: 71-73). Mereka dihadapkan pada persoalan-
persoalan seperti “Sipakah saya?” dan “Apa makna eksistensi itu?”. Tindakan
kehidupan sehari-hari adalah sebuah proses perumusan esensinya. Setelah ia
mengalami hidup, ia membuat pilihan-pilihan dan mengembangkan kesenangan
dan ketidaksenangannya.9 Melalui tindakan ini ia merumuskan siapa dirinya
sebagai seorang individu. Lewat proses ini ia sampai pada kesadaran bahwa ia

9
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya
adalah apa yang ia pilih untuk ada dan mempertanggungjawabkan pilihan-
pilihannya. Manusia dihadapkan pada realitas-realitas senyatanya dari
kehidupan, kematian dan makna, dan ia mempunyai kebebasan yang tak
terucapkan untuk bertanggung jawab atas esensi dirinya (George R. Knight,
2007: 129- 13010

10
Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan ruhani.
Manusia lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia
tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan produktif melalui proses pendidikan. Selain itu,
manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
hereditas dan lingkungan.

Manusia juga makhluk yang unik. Berkat daya psikis cipta, rasa dan karsanya,
manusia bisa tahu bahwa ia mengetahui dan juga ia tahu bahwa ia dalam keadaan tidak
mengetahui. Manusia mengenal dunia sekelilingnya dan lebih daripada itu, mengenal dirinya
sendiri. Tetapi, manusia selain bisa jujur juga bisa berbohong atau berpura-pura.

Dan dalam bahasa filosofi barat bagaimana antara hubungan fisik dengan mental,
yang jelas pertemuan antara badan dan ruh, merupakan pertemuan dua hakekat yang sama,
yaitu hakekat spiritual. Keduanya larut dalam alam kesatuan yang utuh. Apa yang terjadi
dalam diri manusia, baik yang tampak fisik atau mental, adalah suatu kejadian yang tunggal
yaitu diri manusia itu sendiri. Setiap kejadian yang terjadi pada diri manusia pasti serentak
antara fisik dan mental. Ruh adalah energi kehidupan yang mengandung fungsi dasar
kehidupan itu sendiri. Badan manusia secanggih apapun dan sesempurna apapun, jika tidak
dialiri ruh hanya benda mati belaka. Jiwa adalah program aplikasi yang bisa menyebabkan
seorang manusia memeiliki program dan fungsi sentral. Jiwa inilah yang menyebabkan
seseorang berfungsi sebagai manusia seutuhnya. Badan manusia menjadi tempat dimana jiwa
dan ruh berkumpul dan membuatnya terwujud sebagai makhluk manusia. Semua makhluk
yang berbadan sudah pasti ber-ruh. Ruh yaitu potensi spiritual yang diberikan kepada
manusia untuk meningkatkan kreativitas hidup dan melahirkan kebudayaan.
DAFTAR ISI

Baharudin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan.

Jakarta: Gaya Media Pratama.

Dr.K.Bertens & Drs.A.A.Nugroho. 1989. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Gramedia

Prof. Dr. N. Drijarkara S.J.. 1969. Filsafat manusia. Jakarta: Pustaka Filsafat.

Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Nata, Abuddin. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. IV, Jakarta: Logos

Drijakarta (1978), Filsafat manusia. Kanisius. Yogyakarta

Ki Hajar Dewantara (1977). Tentang Pendidikan. Majelis Luhur Taman Siswa. Yogyakarta.

Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya

Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai