Anda di halaman 1dari 73

BAB I (HAKIKAT MANUSIA)

A. Pengertian Hakikat Manusia


Menurut ahli psikologi menyatakan bahwa hakikat manusia adalah
rohani, jiwa atau psikis. Jasmani dan nafsu merupakan alat atau bagian dari
rohani. Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara
prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan
hewan tertentu terdapat kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya.
Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia,
berjalan tegak dengan menggunakan kedua akinya, melahirkan, menyusui
anaknya dan pemakan segala. Bahkan Carles Darwin (dengan teori
evolusinya) telah berjuang menemukan bahwa manusia berasal dari primata
atau kera tapi ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primata atau
kera.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya
dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia
mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang
tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang
mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan.
Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan
otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan inilah yang
membedakan antara manusia dengan binatang.
B. Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang
secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia
dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakanmanusia itu Zoon
Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan
manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit) yang selalu gelisah dan
bermasalah.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang
keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual,
yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama
keadaannya, misalnya air karena perubahan temperature lalu menjadi es batu.
Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan orang utan dapat
dijadikan manusia. Padahal kita tahu bahwa manusia mempunyai akal dan
pikiran yang dapat dijadikan sebagai perbedaan manusia dengan hewan.
C. Wujud Sikap Hakikat Manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia menjadi
delapan, yaitu:
1. Kemampuan Menyadari Diri
Menurut kaum rasionalis kunci perbedaan manusia dengan hewan
pada adanya kemampuan adanya menyadari diri yang dimiliki oleh
manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh
manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri
khas atau karakteristik diri.
2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri,
menerobos, dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal
ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak
terbelanggu oleh tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang),
tapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa depan” ataupun “masa
lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang
disebut kemampuan bereksistensi. Justru karena manusia memiliki
kemampuan bereksistensi inilah maka pada diri manusia terdapat unsur
kebebasan. Dengan kata lain, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti
hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan
“meng-ada” di muka bumi.
3. Kata Hati (Consecience Of Man)
Kata hati atau (Consecience Of Man) sering disebut hati nurani,
pelita hati, dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat
keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia
sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati
merupakan “petujuk bagi moral/perbuatan”. Realisasinya dapat ditempuh
dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar
orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati
yang tajam.
4. Moral
Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri.
Seseorang dikatakan bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan
nilai-nilai yang tinngi, serta segenap perbuatannya merupakan peragaan
dari nilai-nilai yang tinggi.  Moral (etika) menunjuk kepada perbuatan
yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang
jahat.
5. Tanggung Jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang
menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung
jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam yaitu tanggung jawab
kepada diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada Tuhan. Tanggung
jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya
penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada masyarakat
berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial. Bertanggung jawab
kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama misalnya
perasaan berdosa dan terkutuk.
Tanggung jawab yaitu keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dengan demikian
tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan
bahwa suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
6. Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai
dengan kodrat manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan
moral. Yaitu kata hati yang sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang
sesuai dengan kodrat manusia.
7. Kewajiban dan Hak
Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia.
Sedangkan hak adalah merupakan sesuatu yang patut dituntut setelah
memenuhi kewajiban
Realisasi hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relatif,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jadi, meskipun setiap warga punya
hak untuk menikmati pendidikan, tetapi jika fasilitas pendidikan yang
tersedia belum memadai maka orang harus menerima keadaan relisasinya
sesuai dengan situasi dan kondisi.
8. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan
manusia. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan
saja, tetapi merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kepuasan dan
sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan.
Kebahagiaan ini dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal
yang dapat dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan
menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian
pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mencapai
kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.
Berikut ini ada 4 dimensi yang akan dibahas, yaitu:
1. Dimensi Keindividuan (Manusia Sebagai Makhluk Individu)
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang
merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide).
Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. (Lysen, individu dan
masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai
potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti)
dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi.
Demikian kata M.J. Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di
negeri Belanda)yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki
individualitas . Bahkan anak kembar yang berasal dari satu telur pun, yang
lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan
satu dari yang lain, hanya serupa tetapi tidak sama, apalagi identik. Hal ini
berlaku baik dari sifat-sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya
(kerohaniannya). Karena adanya individualitas itu setiap oarang memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan
yang berbeda.
2. Dimensi Kesosialan (Manusia Sebagai Makhluk Sosial)
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap
orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut
sehingga bila dipenjarakan merupakan hukuman yang paling berat
dirasakan oleh manusia. Karena dengan diasingkan di dalam penjara
berarti diputuskannya dorongan bergaul tersebut secara mutlak. Immanuel
Kant seorang filosofis tersohor bangsa jerman menyatakan: manusia hanya
menjadi manusia jika berada di sekitar manusia. Kiranya tidak ada seorang
pun yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
3. Dimensi Kesusilaan (Manusia Sebagai Makhluk Susila)
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang
lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak
cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu
misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu pengertian susila
berkembangsehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.
Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan
kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut biasanya
dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban.
4. Dimensi Keberagamaan (Manusia Sebagai Makhluk Religius)
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu
kala, sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di
luar alam yang dapat dijangkau dengan perantara alat indranya, diyakini
akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta
ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan
tersebut diciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya.
beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk
yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa
agama menjadi sandaran vertikal manusia. Ph. Khonstam berpendapat
bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orang tua dalam
lingkungan keluaraga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif
dan kata hati.
BAB II (DEFINISI,TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN)
A. Definisi pendidikan secara umum
Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran pengetahuan,keterampilan,dan
kebiasaan sekumpulan manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
selanjutya melalui pengajaran,pelatihan,dan penelitian. Dalam bahasa inggris
kata pendidikan disebut dengan Education dimana secara etimologi kata
tersebut berasal dari bahasa latin yaitu Eductum. Kata Eductum terdiri dari 2
kata yaitu E yang artinya perkembangan dari dalam keluar, dan Duco yang
artinya sedang berkembang. Sehingga secara etimologis arti pendidikan adalah
proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Agar
lebih memahami apa arti pendidikan ada beberapa pendapat ahli sebagai
berikut:
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak peserta didik,agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahgiaan
setinggi-tingginya.
Martinus Jan Langeveld
Pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas
hidupnya secara mandiri supaya dapat bertanggung jawab secara
susila.
Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau bimbingan secara sadar oleh
pendidik terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Carter V. Good
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam
sikap dan perilaku bermasyarakat. Proses sosial dimana seseorang
dipengaruhi oleh suatu ligkungan yang terorganisir,seperti rumah atau
sekolah,sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan
sosial.
B.Tujuan Pendikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan dan mengembangkan potensi
didalam diri para peserta didik. Dengan pertumbuhan kecerdasan dan potensi
diri maka setiap anak bisa memiliki ilmu pengetahuan,kreativitas,sehat
jasmani dan rohani,kepribadian yang baik,mandiri,dan menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab. Tujuan pendidikan juga disebutkan
didalam Undang-undang Republik Indonesia,diantaranya:
UU No. 2 Tahun 1985
Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
yang seutuhnya yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa,memiliki pengetahuan,sehat jasmani dan rohani,memiliki budi
pekerti luhur,mandiri,kepribadian yang mantap,dan bertanggung jawab
terhadap bangsa.
UU No. 20 Tahun 2003
Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan beratakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak
mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
MPRS No. 2 Tahun 1960
Membentuk manusia yang berjiwa pancasila sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945
dan isi UUD 1945.
C.Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan,membentuk
watak,kepribadian agar peserta didik menjadi pribadi yang bermartabat.
Menurut Horton dan Hunt fungsi pendidikan sebagai berikut:
Mempersiapkan setiap anggota masyarakat agar dapat mencari nafkah sendiri.
Membangun mengembangkan minat dan bakat seseorang demi kepuasan
pribadi dan kepentingan masyarakat umum.
Membantu melestarikan kebudayaan yang ada di masyarakat.
Menanamkan keterampilan yang dibutuhkan dalam keikutsertaan dalam
demokrasi.

Sedangkan menurut David Popenoe fungsi pendidikan adalah:


Untuk mentransfer atau pemindahan kebudayaan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Memilih dan mendidik manusia tentang peranan manusia

Bab III (Pengertian,Kegunaan dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam)

1.Pengertian Filsafat

Berikut di kemukakan beberapa pengertian filsafat menurut


para ahli mulai dari klasik hingga moderen.

Plato ( 427 – 347 SM ) mengatakan bahwa filsafat Itu tidak lain dari
pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.
Aristoteles ( 384 – 322 SM ) berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab
dan asas segala benda.
Marcus Tullius Cicero(106- 143 SM) merumuskan filsafat sebagai
pengetahuan tentang segala yang maha agung dan usaha usaha untuk
mencapainya.
Al-Farabi (w. 950 M ) mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang
sebenarnya.
Immanuel Kant ( 1724 – 1804 M ) mengutarakan bahwa filsafat adalah ilmu
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang didalamnya mencakup empat
persoalan yaitu apa yang didapat diketahui manusia, apa yang boleh
dikerjakan manusia sampai dimana harapan manusia ( agama ) dan apa yang
dinamakan manusia ( antropologi ).

Dari Banyaknya Pengertian Filsafat yang dikemukakan, kiranya dapat


dikatakan bahwa para ahli telah merumuskan filsafat secara berbeda-
beda. Hal ini mengidikasikan bahwa filsafat memang sulit untuk
di definisikan.Oleh karena itu, Mohammad Hatta dan langeveld
menyarankan agar filsafat itu tidak didefinisikan. Ditambah lagi
“hampir semua definisi bergantung pada cara orang berpikir mengenai
filsafat itu”, demikian menurut Abubakar Aceh. Namun demikian,
sesulit apapun definisi filsafat, pengertian mengenainya sebagai
patokan awal kirannya tetap di perlukan. Dalam konteks itu, penulis
lebih cenderung kepada pendapat Sidi Gazalba yang mengartikan
filsafat sebagai berpikir secara mendalam,sistematik,radikal, dan
universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai
segala yang ada. Dari pengertian ini ada lima unsur yang mendasari
sebuah pemikiran filsafat,sebagai berikut.

Filsafat itu sebuah ilmu yang mengandalkan penggunaan akal (rasio) sebagai
sumbernya.
Tujuan Filsafat adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang
ada.
Objek material Filsafat adalah segala sesuatu yang ada, segala sesuatu yang
mencakup yang tampak maupun yang tidak tampak.
Metode yang digunakan dalam berpikir filsafat adalah mendalam, sistematik,
radikal, dan universal.
Oleh karena filsafat itu menggunakan akal sebagai sumbernya,maka
kebenaran yang dihasilkan dapat diukur melalui kelogisannya.

Dalam kaitan ini, Saifuddin anshari menyebut filsafat sebagai “ilmu


istimewa”, karena filsafat mencoba menjawab persoalan- persoalan yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa. Setelah filsafat dapat dirumuskan
pengertiannya maka pembahasan berikut akan ditekankan pada terma
pendidikan islam. Objek Pendidikan Islam adalah subjek didik dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lebih rinci lagi, Abdurrahman al –
Nahlawi menyebutkan bahwa pendidikan islam merupakan suatu proses
penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk dan
taat kepada islam dan menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan
individu dan masyarakat. Sementara itu, menurut Muhammad Quthb yang
dimaksud pendidikan islam adalah usaha melakukan pendekatan yang
menyeluruh baik jasmani maupun rohani. Dalam pada itu Ashraf menulis :
“Pendidikan islam Adalah Pendidkan yang melatih sensibilitas murid – murid
sedemikian rupa,sehingga dalam berperilaku mereka terhadap
kehidupan,langkah-langkah dan keputusan, begitu pula pendekatan mereka
terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai islam yang sangat
dalam dirasakan”. Disini ashraf kiranya lebih menekankan aspek sensibilitas
dalam memberikan definisi pendidikan islam, jadi pendidikan islam menurut
ashraf adalah pendidikan akhlak. Demikianlah, begitu banyak pengertian
pendidikan islam yang dikemukakan para pakar bidang pendidikan islam.
Meskipun terma”filsafat” dan “pendidikan islam” telah diuraikan mengenai
definisi operasionalnya, perlu dikemukakan apa itu filsafat pendidikan islam,
berikut menurut para ahli :

Ahmad D. Marimba dalam buku klasiknya berjudul Pengantar Filsafat


Pendidikan Islam menyatakan bahwa filsafat pendidikan islam terdiri dari kata
filsafat,pendidikan,dan islam. Namun mempunyai hubungan yang erat
menurut hukum DM (diterangkan dan menerangkan).
Dalam pada itu Munir Mulkhan dalam Paradigma Intelektual Muslim :
Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah menyebutkan bahwa secara
khusus Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional
yang dilakukan secara kritis,radikal,sistematis,dan metodologis untuk
memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan islam.

Dari pendapat diatas mereka memperdebatkan dua wacana filsafat pendidikan


islam yaitu filsafat tentang pendidikan islam yang kedua mengenai filsafat
pendidikan islam dalam perspektif islam.

2.Peranan Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat Pendidikan Islam sebagai bagian atau komponen dari


suatu sistem, ia memegang peranan. Peranan Filsafat
Pendidikan Islam adalah mengembangkan filsafat islam dan
dan memperkaya filsafat islam dengan konsep – konsep dan
pandangan – pandangan filosofis dalam bidang kependidikan
dan ilmu pendidikan pun akan dilengkapi dengan teori-teori
kependidikan yang bersifat filosofis islami. Secara praktis
dalam prakteknya filsafat pendidikan islam banyak berperan
dalam memberikan alternatif pemecahan berbagai macam
problema yang dihadapi oleh pendidikan islam dan
memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan
islam.

Pertama-tama filsafat pendidikan islam menunjukan problema yang dihadapi


oleh pendidikan islam sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam dan
berusaha untuk memahami duduk masalah. Dengan analisa filsafat maka
filsafat pendidikan islam bisa menunjukan alternatif-alternatif pemecahan
masalah. Dengan proses seleksi maka dilaksanakan alternatif tersebut dalam
praktek pendidikan.
Filsafat pendidikan islam, memberikan pandangan tertentu tentang manusia.
Pandangan tentang hakikat manusia tersebut berkaitan dengan tujuan hidup
manusia dan merupakan tujuan pendidikan menurut islam. Filsafat
pendididkan islam berperan untuk menjabarkan tujuan umum pendidikan
islam dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional dan tujuan
operasional ini berperan mengarahkan gerak dan aktifitas pelaksanaan
pendidikan.

3 Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam


ruang lingkup yang menyangkut bidang – bidang sebagai
berikut:

Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan


dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai
makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan
hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari
mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan
menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah
pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat
(pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat
kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Philosophy of mind adalahcabang filsafatyang mempelajarisifat dari pikiran,
peristiwa mental,fungsi mental, sifatmental,kesadaran, dan hubungan mereka
dengantubuh fisik, terutamaotak. Masalahpikiran-tubuh, yaitu hubungan
pikirandengan tubuh, biasanya dilihatsebagai salah satuisu utamadalam filsafat
pikiran, meskipun adaisu-isu laintentang sifatpikiranyang tidak
melibatkanhubungannya dengantubuh fisik, seperti bagaimanakesadaran
adalahmungkin dansifatkeadaan mental tertentu.
Epistemologi, adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling
sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa
itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya
dengan kebenaran dan keyakinan
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam
ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan.
Secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
Pendidik, 2. Anak didik, 3. Alat – alat pendidikan baik materil maupun
nonmateril.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya.

Dengan demikian akan tampak jelas bahwa hasil pemikiran filsafat tentang
pendidikan islam ini merupakan pattern of mind (pola pikir ) dari pemikir –
pemikir yang bernafaskan islam atau berkepribadian muslim dan menjadi
obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya
manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana
tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan
Bab IV (komponen-komponen pendidikan)

Pengertian komponen pendidikan

Komponen adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam
keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem.
Komponen pendidikan yaitu bagian dari sistem proses pendidikan yang
menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan. Komponen pendidikan
adalah bagian-bagian yang mendukung dan menopang sistem pendidikan agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang semaksimal
mungkin. Setiap komponen pendidikan memiliki peran penting dalam proses
berjalannya pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus dari
berbagai pihak untuk menjaga keseimbangan komponen pendidikan.

Macam-macam komponen pendidikan


Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik, komponen-komponen itu yakni:
Tujuan Pendidikan
Peserta Didik
Pendidikan
Orang Dewasa
Orang Tua
Guru/Pendidik di Sekolah
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
Isi Pendidikan
Lingkungan pendidikan

Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah
pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat
dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan
pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan
praktis. Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan
merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran
tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum
pendidikan yang terjabar mulai dari :
Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945)
Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional)
Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah)
Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah)
Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional
umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang
dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang
berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Peserta Didik
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat
atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut :
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak
memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat
hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri,
membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun
rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan
anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas
dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan
mendidik.

Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Guru
sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik
dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal
maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan
pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk
kategori pendidik adalah:
orang dewasa
orang tua
guru/pendidik
pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan
Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian
orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah
sebagai berikut:
manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap.
manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu,
termasuk cita-cita untuk mendidik.
manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya
sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri.
manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan
aktif penuh inisiatif.
manusia yang telah mencapai umur kronologis paling rendah 18 tahun.
manusia berbudi luhur dan berbadan sehat.
manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga.
manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
Orang Tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang
kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pendidik
utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih
bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama,
bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan.
Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah pendidik,
namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan
dengan baik.
Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak
langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk
melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai
pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan
pribadi maupun persyaratan jabatan.
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain orang dewasa, orang tua dan guru, pemimpin masyarakat dan
pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin
masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin
dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang
dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas
pembinaan atau pengembangan sifat kerohanian manusia, yang
didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara
komponen-komponen pendidikan, terutama interaksi antara pendidik
dan anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang
dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan
berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode
pendidikan.
Pendidikan berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam
peristiwa pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan
pengajaran, diantara beberapa murid membuat suatu yang
menyebabkan terganggunya jalan pengajaran.

Isi Pendidikan
Isi pendidikan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada peserta
didik untuk keperluan pertumbuhan. Isi pendidikan berupa nilai,
pengetahuan, keterampilan.
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan diartikan sebagai faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan
sebagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang
merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan
dibagi menjadi tiga yaitu lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan
pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan masyarakat.

Jenis-jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan


Sebagaimana dikemukakan Philiph H. Coombs, ada tiga jenis sumber utama
input dari masyarakat bagi sistem pendidikan, yaitu:
Ilmu pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam
masyarakat.
Penduduk serta tenaga kerja tersedia.
Ekonomi atau penghasilan masyarakat.

Hasil seleksi sebenarnya, input sistem pendidikan dibedakan menjadi tiga


jenis, adalah sebagai berikut:

Input masukan (raw input)


Komponen/input masukan (raw input) adalah kualitas peserta didik
yang mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa
potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa dan
sebagainya.
Input alat (instrumental input)
Komponen/input alat adalah semua faktor yang secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaranm misalnya
kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar,
fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya.
Input lingkungan (environmental input)
Komponen/input lingkungan adalah faktor secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi proses pendidikan misalnya sosial budaya
masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua dan siswa, kondisi fisik
sekolah, dan lainnya.

Bab V (epistemologi dan pendidikan)

A.Konsep Dasar Epistemologi

Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme dan
logos. Episteme artinya pengetahuan; logos biasanya dipakai untk menunjuk
pengetahuan sistmatik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa epistemologi
adalah pengetahuan sistematik tentang pengetahuan. Istilah ini pertama kali
dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat,
yakni epistemology dan ontology (on=being,wujud, apa + logos = teori),
ontology (teori tenang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat
ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh
secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tidak
ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan
atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah
disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa, sehingga memenuhi asas
pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis.
Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya, sehingga memenuhi kesahihan
atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.Menurut
Jujun S. Suriasumantri (1985, hlm. 34-35), Epistemologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan
validitas atau kebenaran pengetahuan.

. Berdasarkan berbagai definisi itu dapat diartikan, bahwa epistemologi yang


berkaitan dengan masalah-masalah yang meliputi:

Filsafat, yaitu sebagai filsafat yang berusaa mencari hakikat


dan kebenaran pengetahuan;

Metode, sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk


memperoleh pengetahuan.

Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas


kebenaran pengetahuan itu sendiri.

B.Hubungan Epistemologi dengan Pendidikan

Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam


hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa
yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan
bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyampaikannya
seperti apa? Semua itu merupakan kajianepistemologi pendidikan.
Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu
usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Di mana
pendidikan yang sebelumnya lebih mengarahkan siswa pada aspek
kognitif saja. Akan tetapi apa aplikasinya? Munculnya KBK justru
membuat kebingungan tersendiri di kalangan para pengajar. Pada
peserta didik sebagai subyek pendidikan, mereka menjadi “korban”
dari KBK ini. Kejenuhan, kebosanan, merasa tidak ada waktu untuk
bermain merupakan respon dari akibat peserta didik yang merasakan
kurikulum ini. Pada kenyataannya siswa juga tidak jauh berbeda
dengan penerapan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Aspek kognitif
yang ditekankan. Secara konseptual, KBK memang diakui bagus.
Akan tetapi dalam tataran aplikasi? Masih sangat jauh sekali. Oleh
karena itu pemerintah mencoba memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia dengan kurikulum yang terbaru, yang diyakini dapat
membawa perubahan bagi dunia pendidikan Indonesia.

C.Implementasi Epistemologi Pendidikan menurut beberapa Aliran

Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan


cara memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru
pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin
tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak
dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak
bisa berkembang secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap
sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang
ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak
diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu
kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja.
Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui
diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar
dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara
seperti ini akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan
hanya sebagai objek yag pasif saja.

Bagaimana cara menyampaikannya? Pertanyaan ini terkait dengan


kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang mereka
terapkan. Sebenarnya jaman sekarang ini model ceramah yang bersifat
pasif sudahbukan jamannya lagi. Akan tetapi dibeberapa sekolah atau
bahkan Pergurun Tinggi sendiri masih memberlakukan sistem
pengajaran seperti ini. Cara penyampaian yang cukup mempengaruhi
motivasi siswa dalam belajar adalahsalah satu contohnya SD Kreatif.
SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan
pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau
dengan memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir
rasional (rasional thinking).

Dari dua persoalan diatas yang menjadi titik sentral dalam upaya
memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat
padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa
pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi)
secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung
dalam konsep tersebut. Hal ini berfungsi mempermudah dan
memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang
tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara
mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri.
Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa
menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip
belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengatasi hambatan belajar
dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep
merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya
yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung
dalam definisi (pengertian).Demikian pula, pengertian epistemologi
diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya,
sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan
epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami
apa sebenarnya epistemologi itu.

Dan berikut adalah pendapat menurut beberapa Aliran filsafat


mengenai epistemology:

Epistemology Idealisme

Epistemologi idealisme ini meniscayakan kurikulum yang digunakan


dalam pendidikan pun lebih berfokus pada isi yang secara objektif
menyediakan beragam pengalaman belajar sebanyak-banyaknya pada
subjek didik untuk mampu mneggerakkan jiwanya pada ragam realitas
yang akan memperkukuhcara berfikir dan analisisnya terhadap
keseluruhan realitas pengalamannya.Pribadi Idealis adalah pribadi
yang peka terhadap realitas disekitarnya, sehingga tidak satupun
kejadian yang dilihat dan didengarnya luput dari
pikirannya.Sedemikian rupa hingga memunculkan kepribadian yang
cermat dan tangkas dalam mencerna keseluruhan realitas yang
terbangun dari ruang idenya.

Epistemology Realisme

Epistemology pendidikan dalam realism adalah proses ilmiah yang


ditujukan pada hal-hal yang berkenaan dengan ragam persoalan
pendidikan seperti mengenai realitas peserta didik, pendidik, dan isi
pendidikan, strategi dan lain sebagainya yang dapat digunakan oleh
seseorang atau sekelompok orang sebagai dasar utama dalam
menyelenggarakan kegiatan pendidikan.

Realisme mengajarkan bahwa menanamkan pengetahuan tertentu


kepada anak yang sedang tumbuh dan berkembang merupakan tugas
paling penting disekolah.Oleh karena itu, inisiatif dalam penerapannya
terletak pada guru sebagai pengalihan warisan bukan pada siswa. Guru
yang musti memutuskan kearah mana subjek didik mau diarahkan dan
apa saja subjek matters yang mesti mereka pelajari didalam kelas.

Epistemology Pragmatisme

Menurut kaum pragmatisme tidaklah dikatakan pengetahuan, jika tidak


membawa pada perubahan bagi kehidupan manusia. Jadi nilai
pengetahuan dilihat dari kadar instrumentalianya yang akan membawa
pada akibat-akibat, baik yang setelah atau yang akan dihasilkan oleh
ide pikiran dalam dunia pengalaman nyata.

Menurut kaum pragmatis, seorang anak selalu belajar secara alamiah karena
memang ia adalah makhluk yang secara natural selalu ingin tahu tentang
sesuatu. Ia senantiasa akan mempelajari apapun yang ia rasakan ataupun yang
ia pikirkan. Oleh karena itu guru harus menghidupkan spirit inquiry ini agar
tampil dalam realitas pembelajaran. Mengajar subjek didik dari
subjek matters telah jelas baginya merupakan suatu kebutuhan nyata bagi
subjek didik dalam melaksanakan kegiatan belajar. Tugas penting guru adalah
menolong dan membimbing subjek didiknya agar mampu mempelajari apa
yang ia rasakan dan yang merangsang jiwa ingin tahunya yang selalu tumbuh.
Keum pragmatism juga meyakini bahwa subjek didik harus belajar dari
keingintahuan, sementara guru mesti merangsang keingintahuan itu tampil
dalam proses inquiry
Bab VI (Nilai dan Pendidikan)

Pengertian Nilai

Pepper (dalam Soelaeman, 2005:35) mengatakan bahwa nilai adalah


segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sejalan dengan
pengertian tersebut, Soelaeman (2005) juga menambahkan bahwa nilai
adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,
menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai
abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam
seleksi perilaku yang ketat.Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117)
mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia
baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983:161)
menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-
pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan
petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang
mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, nilai dapat dikatkan sebagai sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu
bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia. Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah
esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat.
Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan
di sekitarnya berlangsung. Pepper (dalam Soelaeman, 2005:35)
Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117) Soekanto (1983:161)

Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan


sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan
harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai di sini dalam konteks etika (baik dan buruk), logika
(benar dan salah), estetika (indah dan jelek).

Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang
terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku
membimbing”. paedogogike berarti aku membimbing anak. Hadi Purwanto
(dalam Amalia, 2010) juga menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat
pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang
pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat
mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Adler
(dalam Amalia, 2010) mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh
kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk
membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang
baik.Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa
nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah
kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya
yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti
hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan
dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan
pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius,
dan berbudaya. Hadi Purwanto (dalam Amalia, 2010) ,Adler (dalam Amalia,
2010)

Macam-macam Nilai Pendidikan

Sebagai bagian dari karya seni, film mempunyai berbagai unsur-unsur


layaknya karya seni yang lain semacam lagu ataupun novel. Sebagai
karya seni, film mengandung pesan atau nilai-nilai yang mampu
mempengaruhi perilaku seseorang. Adapun nilai-nilai pendidikan yang
dapat ditemukan dalam film adalah sebagai berikut.

Nilai Pendidikan Religius


Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya
menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga
menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam
integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, dalam
Amalia, 2010). Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar
manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada
Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya seni
dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-
renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai
agama. Nilai-nilai religius dalam seni bersifat individual dan personal.
(Rosyadi, dalam Amalia, 2010)

Semi (1993:21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil


kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama
yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi
manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai religius yang merupakan nilai kerohanian
tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan
manusia. Semi (1993:21)

Nilai Pendidikan Moral


Moral merupakan makna yang terkandung dalam karya seni, yang
disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam
bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral
(Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320). Hasbullah (dalam Amalia,
2010) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang
terkandung dalam karya seni bertujuan untuk mendidik manusia agar
mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan,
apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga
tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang
dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat,
lingkungan, dan alam sekitar. Uzey (2009) berpendapat bahwa nilai
moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani
kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan
dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral
berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral
inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan manusia
sehari-hari.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral


menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang
individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. (Kenny dalam
Nurgiyantoro, 2005: 320). Hasbullah (dalam Amalia, 2010) Uzey (2009).

Nilai Pendidikan Sosial


Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/
kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang
dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku
sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di
sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan
hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial
yang ada dalam karya seni dapat dilihat dari cerminan kehidupan
masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, dalam Amalia, 2010).
Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan
pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara
satu individu dengan individu lainnya. (Rosyadi, dalam Amalia, 2010)

Nilai pendidikan sosial mengacu pada hubungan individu dengan


individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang
harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan
menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam
masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya,
pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga
keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat
diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa
yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan
penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat
sesuai norma yang berlaku. (Rosyadi, dalam Amalia, 2010)

Nilai Pendidikan Budaya


Nilai-nilai budaya menurut merupakan sesuatu yang dianggap baik dan
berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang
belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku
bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan
karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya
merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar
dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya
lain dalam waktu singkat.

Bab VII (Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia)

Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Filsafat

Teori pengembangan manusia seperti; kekuatan fisik manusia,


pengetahuannya, keahliannya atau ketarampilannya, semangat dan
kreativitasnya, kepribadiannya serta kepemimpinannya. Telah menjadi
suatu kesepakatan para ahli, bahwa sumber daya manusia merupakan
aset penting, bahkan dianggap paling penting diantara sumber-sumber
daya yang lainnya dalam memajukan suatu masyarakat atau bangsa.
Namun dalam kenyataannya, sumber daya manusia baru menjadi aset
penting dan berharga apabila sumber daya manusia tersebut
mempunyai kualitas yang tinggi.[1]
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, ada
suatu jalan pemecahan yang harus ditempuh, yakni melalui pendidikan
dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihanlah yang akan meningkatkan
kemauan, kemampuan, dan kesempatan bagi seseorang untuk berperan
dalam kehidupannya, secara individu maupun masyarakat.

Lemahnya sumber daya manusia, dapat dikarenakan beberapa macam


sebab, antara lain seperti budaya masyarakat, struktur masyarakat,
atau rekayasa yang sengaja diterapkan pada masyarakat tertentu.
Gejala yang tampil dari lemanya sumber daya manusia adalah:

Lemahnya kemauan, merasa tidak mampu, tidak percaya diri, dan merasa
rendah diri.

Lemanya kemampuan, terbatasnya pengetauan,terbatasnya keterampilan,dan


terbatasnyapengalaman.

Terbatasnya kesempatan, kurang memenuhi kebutuhan yang diperlukan, sulit


ditingkatkan, tidak mampu menggunakan kesempatan, dan peluang yang
diberikan.

Sebenarnya ada beberapa langkah yang harus dilakukan demi tercapainya


pengembangan sumber daya manusia. Pertama: informasi-informasi yang
luas, aktual, dan hangat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan
wawasan, dan pada tahap selanjutnya akan menimbulkan gairah untuk
melakukan sesuatu yang diperlukan (tumbuh kemauan dan keinginan
berprestasi). Kedua: motivasi dan arahan yang dapat menumbuhkan semangat
untuk melaksanakan sesuatu atau beberapa tugas pekerjaan dengan adanya
kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah untuk mewujudkan suatu
tujuan (peningkatan produktivitas dan kemampuan diri). Ketiga: metodologi
dan system kerja yang dapat memberikan cara penyelesaian masalah dengan
efektif dan efesien, secara terus-menerus (manusia potensial, actual, dan
fungsional).
1.Teori Rasionalisme

Rasonalisme adalah suatu aliran filsafat yang muncul pada zaman


modern, yang menekankan bahwa dunia luar adalah sesuatu yang riil.
Rasionalisme memiliki suatu keyakinan bahwa sumber pengetahuan
terletak pada rasio manusia melalui persentuhannya dengan dunia
nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.[2]

Rasio adalah subjek yang berfikir sekaligus objek pemikiran.


Daripadanya keluar akal aktif, karena ia merupakan sesuatu yang
pertama diciptakan. Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa,
biasanya disebut dengan rational soul. Ia ada dua macam, yaitu:
pertama praktis, ini bertugas mengendalikan badan dan mengatur
tingkah laku. Kedua adalah teoritis, yakni khusus berkenaan dengan
persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima
persepsi-persepsi indrawi dan meringkas pengetahuan-pengetahuan
universal dari padanya dengan bantuan akal aktif.

Dengan akal kita bisa menganalisa dan membuktikan, dengan akal


pula kita mampu menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal
merupakan salah satu pengetahuan. Tidak semua pengetahuan
diwahyukan, tetapi ada pula yang harus didedukasi oleh akal melalui
eksprimen.

Rasionalisme menekankan bahwa kesempurnaan manusia tergantung


pada kualitas rasionya, sedangkan kualitas rasio manusia tegantung
kepada penyediaan kondisi yang memunkinkan berkembangnya rasio
kearah yang memadai untuk mencerna berbagai permasalahan
kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan.[3] Pribadi-pribadi
yang rasio adalah pribadi-pribadi yang mempunyai suatu keyakinan
atas dasar kesimpulan yang berlandaskan pada analisis mendalam
terhadap bebagai bukti yang dapat di percaya, sehingga terdapat
hubungan yang rasional antara ide dengan kenyataan empiric. Untuk
keperluan ini, ditemukan tata logic yang baik karena sangat berguna
bagi pengembangan rasionalitas tersebut.

Berdasarkan pemikiran ini, aliran rasioanalisme berpendapat bahwa


tujuan pendidikan pendidikan adalah semacam pertumbuhan dan
perkembangan subjek didik secara penuh berdasarkan bakat ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang luas untuk kepentingan
kehidupannya, sehingga ia pun dengan mudah dapat menyesuiakan
diri dengan masyarakat dan lingkungan.

2.Teori Realisme

Menurut aliran realisme, sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan
secara substantive ada. Suatu teori dikatakan benar apabila adanya
kesesuaian dengan harapan dapat diamati dan semuanya perfeck.
Aliran ini menyakini bahwa adanya hubungan interaksi antara pikiran
manusia dan alam semesta tidak akan mempengaruhi sifat dasar dunia.
Objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri, bukan
hasil persepsi dan bukan pula hasil olahan akal manusia. Dunia tetap
ada sebelum pikiran menyadari dan ia tetap akan ada setelah pikiran
tidak menyadarinya. Jadi menurut realisme ada atau tidak adanya akal
pikiran manusia, alam tetap riil dan nyata dalam hukum-hukumnya.

Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika


eksistensinya berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis
tentang dunia tidak dapat dikatakan benar semata-mata karena ia
koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan baru itu berubungan
dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran yang lama itu
memang benar, yaitu desebabkan pengetahuan lama koresponden
dengan apa yang terjadi dengan kasus itu.

Dengan demikian, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang


koresponden dengan dunia sebagaimana apa adanya. Dalam perjalanan
waktu, ras manusia telah dikonfirmasi secara berulang-ulang,
menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang tumbuh
merupakan tugas yang paling penting.

3.Teori Pragmatisme

Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar


apabila teori itu bekerja. Ini berararti pragmatisme dapat digolongkan
ke dalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory of thurth.
Hal ini dapat kita lihat dalam buku William James yang berjudul The
Meaning of Thurth. Menurut James kebenaran adalah sesuatu yang
terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak
statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu
yang bersifat relatif. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh.
Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori maka kebenaran teori
masih bersifat relatif sebelum kita membuktikan sendiri kebenaran dari
teori itu.

Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan tokoh


Pragmatisme Barat yaitu John Dewey. Bila filsafat pendidikan Islam
berkiblat pada pandangan pragmatisme John Dewey, tujuan yang ingin
dicapai dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang sifatnya nyata,
bukan hal yang di luar jangkauan pancaindera.[6]

Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok pemikiran aliran
Pragmatis antara lain:
Manusia pada dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses
belajar,

Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan, dan

Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan ukhrawi.

Teori Eksistensialisme

Dari sudut estimologi eksistensialisme berasal dari kata eks yang


berarti di luar dan sistensi yang berati berdri sendiri atau
menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai,
berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang
menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu
dunia dengan kesadaran. Jadi pusat renungan eksistensialisme adalah
manusia konkret.

Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu selalu melihat manusia


berada, ekssistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat
dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka
dan belum selesai dan berdasarkan pengalaman yang konkret. Jadi
dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia
sebagai suatu yang tinggi, dan keberadannya itu selalu ditentukan oleh
dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar
akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya. Ilmu-
ilmu yang berkaitan eksistensialisme yaitu sosiologi dan antropologi.

Eksistensialisme bisa dialamatkan sebagai saanlah satu reaksi dari


sebagian terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir
punah akibat perang dunia kedua.[7] Dengan demikian
Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat
yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai
dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.

Teori Menurut Islam

Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh


Nabi Muhammad SAW meliputi: (1)merencanakan dan menarik
sumber daya manusia yang berkualitas, (2)mengembangkan sumber
daya manusia agar berkualitas, (3)menilai kinerja sumber daya
manusia, (4)memberikan motivasi, dan (5)memelihara sumber daya
yang berkualitas.[9] Sejalan dengan langkah yang diambil Nabi
Muhammad tersebut, Mujamil Qomar mengungkapkan bahwa
manajemen sumber daya manusia mencakup tujuh komponen, yaitu:
(1)perencanaan pegawai, (2)pengadaan pegawai, (3)pembinaan dan
pengembangan pegawai, (4)promosi dan mutasi, (5)pemberhentian
pegawai, (6)kompensasi, dan (7)penilaian pegawai.[10]

Dalam upaya membangun sumber daya manusia yang Qurani dan


unggul, diperlukan adanya aktualisasi nilai-nilai Al-Quran.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Said Agil Husin al-Munawar
bahwa secara normatif, proses aktualisasi nilai-nilai Al-Quran dalam
pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus
dibina dan dikembangkan oleh pendidikan yaitu:[11]

Dimensi Spiritual, yakni iman, takwa, dan akhlak yang mulia.


Dimensi ini ditekankan kepada akhlak. Terbinanya akhlak yang
baik dapat menjadikan terbentuknya individu dan masyarakat
dalam kumpulan suatu masyarakat yang beradab.

Dimensi Budaya, yakni kepribadian yang mantap dan mandiri,


tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dimensi ini
menitikberatkan pembentukan kepribadian muslim sebagai
individu yang diarahkan kepada peningkatan dan
pengembangan faktor dasar dan faktor ajar (lingkungan)
dengan berpedoman pada nilai-nilai ke-Islaman.

Dimensi Kecerdasan, merupakan dimensi yang dapat


membawa kemajuan, yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin,
dll. Dimensi kecerdasan dalam pandangan psikologi
merupakan suatu proses yang mencakup tiga proses yaitu
analisis, kreativitas, dan praktis. Tegasnya dimensi kecerdasan
ini berimplikasi bagi pemahaman nilai-nilai Al-Quran dalam
pendidikan. Dari uraian di atas, hemat penulis, kunci dari
segala upaya membangun SDM yang unggul serta Qurani yaitu
pendidikan.

Bab VIII (Pendidikan Formal,Informal,Non Formal)

1.  Pengertian Pendidikan
 Pendidikan adalah usaha manusia dalam meningkatkan pengetahuan
tentang alam sekitarnya. Pendidikan diawali dengan proses belajar
untuk mengetahui suatu hal kemudian mengolah informasi tersebut
untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan
prestasi pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap individu yang terlibat
dalam proses pendidikan saling berinteraksi menjadi satu kesatuan
dengan lingkungannya. Lingkungan pendidikan sendiri dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
Pendidikan Formal
Pendidikan Informal
Pendidikan Non Formal

Lingkungan Pendidikan Formal


Pengertian Lingkungan Pendidikan Formal
Lingkungan pendidikan formal menurut Dinn Wahyudin (2007 : 3.9) adalah
suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja dibangun
dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan. Dalam
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal
11 dijelaskan bahwasannya pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Bentuk Pendidikan Formal
Pada jalur pendidikan formal pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah serta Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah
Tsanawiyah. Jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah
Atas ,

Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Aliyah


Kejuruan. Sedangkan pendidikan tinggi berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut dan universitas.
Tujuan Pendidikan Formal
Pendidikan formal atau sekolah mempunyai tujuan pendidikan sesuai dengan
jenjang bentuk dan jenisnya. Tujuan sekolah dapat ditemukan pada kurikulum
sekolah yang bersangkutan. Tujuan sekolah umumnya adalah memberikan
bekal kemampuan kepada peserta didik dalam mengembangkan
kehidupannya.
Lingkungan Pendidikan Non Formal
Pengertian Lingkungan Pendidikan Non Formal
Lingkungan pendidikan non formal merupakan lembaga kemasyarakatan
dan/atau kelompok sosial di masyarakat , baik langsung maupun tak langsung,
ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif (Tirtarahardja dan Sula , 2000 :
179). Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab I
Pasal 12 Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Bentuk Pendidikan Non Formal


Bentuk pendidikan non formal dapat terselenggara secara terstruktur dan
berjenjang, dapat pula diselenggarakan secara tidak terstruktur dan berjenjang.
Bentuk penyelanggaraan pendidikan non formal secara terstruktur dan
berjenjang antara lain kursus komputer, kursus bahasa inggris, kelompok
belajar paket A, kelompok belajar paket B yang merupakan lembaga kursus
yang mempunyai tingkat kecakapan. Adapun bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang tidak terstruktur dan tidak berjenjang misalnya informasi,
penyuluhan, ceramah melalui media.
Tujuan Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal mempunyai tujuan pendidikan ditentukan oleh bentuk
pendidikan formal itu sendiri sesuai dengan jenisnya. Dalam Wahyudin
(2007 : 3.13) pendidikan non formal dapat berfungsi sebagai pengganti,
pelengkap, penambah, juga pengembang pendidikan formal dan informal.

Lingkungan Pendidikan Informal


Pengertian Lingkungan Pendidikan Informal
Menurut Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab 1 Pasal 13, Pendidkan Informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan
cara-cara artificial, melainkan secara alamiah atau berlangsung secara wajar,
oleh sebab itu pendidikan dalam keluarga disebut pendidikan informal.
Bentuk Pendidikan  informal
Bentuk pendidikan informal adalah keluarga. Bentuk keluarga berdasarkan
keanggotaannya, menurut Kamanto Sunarto (Wahyudin, 2007 : 3.11)
dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas
(extended family). Keluarga batih adalah keluarga terkecil yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas
beberapa keluarga batih.

Tujuan Pendidikan Informal


Sekalipun tidak ada tujuan pendidikan dalam keluarga yang dirumuskan
secara tersurat, tetapi secara tersirat dipahami bahwa tujuan pendidikan dalam
keluarga pada umumnya adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap,
beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Fungsi
pendidikan dalam keluarga menurut Wahyudin (2007 : 3.7) adalah sebagai
berikut:
Sebagai peletak dasar pendidikan anak, dan
Sebagai persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya.

B.  Masalah-Masalah Yang Mempengaruhi Lingkungan Pendidikan


Masalah pendidikan Formal
Pendidikan formal umumnya didirikan oleh pemerintah atau lembaga tertentu
yang berkompeten dalam bidang pendidikan. Contohnya Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama dan seterusnya. Pendidikan formal ini selain didirikan oleh pihak
pemerintah juga didirikan pula oleh Pihak Swasta. Keberadaan pihak swasta
menjadikan pendidikan formal semakin mudah untuk didapat.[3]
Dari keberadaan pendidikan formal, masalah yang sering muncul adalah
kurangnya tenaga pendidik yang profesional. Banyak para guru dalam
mengajar tidak menggunakan metode pengajaran yang baik dan kurangnya
jiwa pendidik, mereka hanya bisa mengajar tapi tidak bisa mendidik.

Masalah Pendidikan Non Formal


Pendidikan Non Formal berada dalam lingkungan keluarga. Baik buruknya
pendidikan keluarga ditentukan oleh kepala keluarga masing-masing dalam
memanajemen keluarganya.
Masalah yang sering muncul dalam lingkungan pendidikan non formal adalah
kurangnya perhatian keluarga kepada anak, minimnya keadaan keuangan
keluarga sehingga banyak anak-anak mereka yang tidak mampu mengenyam
pendidikan tinggi.

Masalah Pendidikan Informal


Pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat, selain yang bentuknya formal ada juga yang tidak formal.
Masalah yang sring terjadi dalam pendidikan informal adalah kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pemahaman pendidikan, sehingga pergaulan
dalam masyarakat menjadi rudak dan individu tersebut tidak bisa mengartikan
betapa pentingnya pendidikan bagi dirinya sendiri kelak maupun bagi
masyarakat sekitar.

Bab IX (Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan)

A.Aliran-Aliran Dalam Filsafat Pendidikan


Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti
berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah
ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the
greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori
sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan
muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu
paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang
jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan
merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan
ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan
atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.

Idealisme
Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di
dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-
hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik.
Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh,
pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Kata idealisme pun merupakan istilah yang digunakan pertama
kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia
menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya
memperlawankan dengan materialisme Epikuros.
Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang
mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari
abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai
dalam pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup
banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund
Husserl, Messer dan sebagainya.
Rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan
melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan
fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Pada
pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang
terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir
bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya
mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental
yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas
terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap
sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal
yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali

Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa
yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau
hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian,
bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting
melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah
logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada
manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual
dan konkret. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan
diterima begitu saja. Representasi atau penjelmaan realitas
yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan
bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika
memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian,
filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-
pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik,
sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di
dalam sejarah.
Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.
Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa
fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme
lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume,
George Berkeley dan John Locke.
Positivisme
Istilah positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah
naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke pemikiran
Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat,
positivisme adalah cara pandang dalam memahami
dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham
positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit
perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam,
karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan
berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
Materialisme
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi
dapat dipahami sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang
tampak. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari
dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di
dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada
materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para
pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang
mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb). Maka
materilisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya
semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil
interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi.
Kemudian, istilah inipun sering digunakan dalam filsafat.
Humanisme
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran
yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum
dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan
manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika
yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas
manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal
yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme
keagamaan/religi dan Humanisme Sekular.
Diantara tokoh-tokoh Humanisme: Abraham Maslow, Albert
Einstein, Bertrand Russell, Carl Rogers, Cicero, Edward Said,
Erasmus, Gene Roddenberry, Hans-Georg Gadamer, Dr. Henry
Morgentaler, Isaac Asimov, Israel Shahak, Jacob Bronowski.
Feminisme
Tokoh feminisme disebut Feminis adalah sebuah gerakan
perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan
keadilan hak dengan pria. Mengenai latar belakang lahirnya
gerakan feminisme adalah ketika pada waktu itu setelah
Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792
berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang
beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika
itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun
bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan
pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh
karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan
laki-laki dihadapan hukum.
Pada 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan
pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan
Belanda. Gerakan feminisme berkaitan dengan Era Pencerahan
di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu
dan Marquis de Condorcet. Sedangkan mengenai tokoh-tokoh
yang terkenal dalam faham feminisme diantaranya adalah
Foucault, Naffine, Derrida (Derridean)
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat
pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya
bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang
tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing
individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat,
khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang
berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal
kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia
yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk
determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal
hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya
"human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk
bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai
derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana
kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru",
apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang
bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan
adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi
“seorang yang lain daripada yang lain”, sadar bahwa
keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar
kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik
ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme.
Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar
akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan
terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur,
pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh
eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas
keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

Bab X(Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan dan Implementasinya


dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam)

Aliran Progresivisme
Dalam pandangan Progresivisme, manusia harus selalu maju
(progress) bertindak konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan
dinamis. Sebab manusia mempunyai naluri selalu
menginginkan perubahan-perubahan. Menurut Imam Barnadib,
Progresivisme menghendaki pendidikan yang progresif (maju),
semua itu dilakukan oleh pendidikan agar manusia dapat
mengalami kemajuan (Progress), sehingga orang akan
bertindak dengan intelegensinya sesuai dengan tuntutan dan
lingkungan. Aliran Progresivisme didirikan pada tahun 1918,
muncul dan berkembang pada permulaan abad XX di Amerika
Serikat. Aliran Progresivisme lahir sebagai pembaharu dalam
dunia filsafat pendidikan terutama sebagai lawan terhadap
kebijakan-kebijakan konvensional yang diwarisi dari abad
XIX. Pencetus Aliran filsafat Progresivisme yang populer
adalah Jhon Dewey. Aliran filsafat Progresivisme bermuara
pada aliran filsafat pragmativisme yang diperkenalkan oleh
William James (1842-1910) dan Jhon dewey (1859-1952) yang
menitik beratkan pada manfaat praktis. Dalam banyak hal,
Progresivisme identik dengan pragmativisme.
Dalam bidang kurikulum Progresivisme menghendaki
kurikulum yang bersifat luwes dan terbuka. Kurikulum dapat
dirubah dan dibentuk, dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman dan Iptek. Hal ini sejalan dengan
kenyataan sejarah yang menunjukkan adanya perkembangan
dan perubahan kurikulum di Indonesia, yang dimulai dari
Rencana Pembelajaran pada tahun 1947, Kurikulum tahun
1975, Kurikulum tahun 1984, kurikulum tahun 1994,
kurikulum tahun 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP) dan
kurikulum tahun 2013 yang belum dilaksanakan menyeluruh
karena masih banyak problem dan kajian yang mendalam
terlebih dalam masalah evaluasi dan lainya.
Dalam kurikulum pendidikan aliran Progresivisme ini
menghendaki lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang
bersifat fleksibel, dinamis, tidak kaku, tidak terkait dengan
doktrin-doktrin tertentu, bersifat terbuka, memilki relevansi
dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum pendidikan.
Salah satu dari prinsip pengembangan kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
tehnologi dan seni agar dapat berkembang secara dinamis
(Sutrisno, 2012: 88).
Dari berbagai pandangan tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa sesungguhnya pengembangan kurikulum
pendidikan progresivisme menekankan pada how to
think (bagaimana berpikir), how to do (bagaimana bekerja),
bukan what to think dan what to do artinya lebih menekankan
dan mengutamakan metode dari pada materi. Tujuannya adalah
memberikan individu kemampuan yang memungkinkannya
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang selalu
berubah. Dengan menekankan pada aspek metodologi
kurikulum yang disusun berdasar landasan filosofi
progresivisme akan dapat menyesuaikan situasi dan kondisi,
luwes atau fleksibel dalam menghadapi perubahan, serta
familier terhadap masa kini. Progresivisme memandang masa
lalu sebagai cermin untuk memahami masa kini dan masa kini
sebagai landasan bagi masa mendatang.

Aliran Konstruktivisme
Salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor Konstruktivisme
adalah Jean Piaget. Konstruktivisme yang dikembangkan Jean Piaget
dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama kontruktivisme
kognitif atau personal contructivisme. Jean Piaget menyakini bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Aliran konstruktivisme adalah
satu aliran filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan adalah
kontruksi (bentukan). Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan (realitas), pengetahuan merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Seseorang dapat
membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang
diperlukan untuk pengetahuan. Proses pembentukan ini berjalan terus
menerus dan setiap kali akan mengadakan reorganisasi karena adanya
suatu pemahaman yang baru.
Pegembangan Kurikulum Pendidikan merupakan kurikulum yang
berorientasi pada standar kompetensi. Salah satu prinsip dalam
pelaksanaan pengembangan kurikulum pendidikan yaitu didasarkan
pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi dalam dirinya. Oleh karena itu peserta didik
harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,
dinamis dan menyenangkan. Prinsip ini merupakan bagian spirit
konstruktivisme yang lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa
dalam mengorganisasikan pengalaman siswa. Bukan kepatuhan siswa
dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh
guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi
sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Guru
berfungsi sebagai mediator, fasilisator, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada
diri peserta didik.
Implikasi konstruktivisme terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan Islam yang berkaitan dengan pembealajaran, berdasarkan
pemikiran konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu antara
lain sebagai berikut (1) Kaum konstruktivis personal berpendapat
bahwa pengetahuan diperoleh melalui konstruksi individual dengan
melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi dan bukan
lewat akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses pembelajaran
adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan
informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta
didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu.
Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik atas dasar proses
transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian tugas
pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek
pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan pengalaman peserta didik atau memberikan
pengalamanpengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap)
untuk dijadikan objek pemaknaan.

C.Aliran Humanistik
Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad 20 sebagai reaksi
teori psikodinamika dan behavioristik. Teori Psikodinamika yang
dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939) yang berupaya
menjelakan hakekat dan perkembangan tingkah laku kepribadian.
Model Psikodinamika yang di ajukan Freud disebut dengan Teori
Psikoanalisis (analytic theory). Menurut teori ini tingkah laku manusia
merupakan hasil tenaga yang beroperasi didalam pikiran yang sering
tanpa disadari oleh individu. Freud menyakini bahwa tingkah laku
manusia lebih ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologi yang
tidak disadarinya. Tingkah laku manusia lebih ditentukan dan
dikontrol oleh kekuatan psikologis, naluri irasional (terutama naluri
menyerang dan naluri sex) yang sudah ada sejak awal setiap individu.
Sedangkan behavioristik merupakan aliran dalam pemahaman tingkah
laku manusia yang dikembangkan oleh Jhon B.
Dalam konteks humanisme, pendidik harus mendorong peserta
didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta
memberikan penghargaan atas prestasi yang tinggi, memberikan
penghargaan atas prestasi yang mereka capai, betapapun kecilnya, baik
berupa ungkapan verbal maupun melalui ungkapan non-verbal.
Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan menumbuhkan
perasaan sukses dalam diri peserta didik serta dapat mengembangkan
sikap dan motivasi tinggi untuk berusaha mencapai kesuksesan. Kalau
terdapat peserta didik yang gagal tetap perlu diberi penghargaan atas
segala kemauan, semangat dan keberanian dalam melakukan suatu
aktivitas.
Pendekatan berpusat pada peserta didik (humanistic), memandang
pengajaran lebih holistik dimana belajar difokuskan dengan arah yang
jelas untuk membantu mengembangkan potensi peserta didik secara
utuh dan optimal. Oleh karena itu pengembangan kurikulum lebih
menekankan pada pelayanan peserta didik menemukan makna dalam
belajar sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, serta
mengakomodasi kebutuhan pengembangan kemampuan, minat, bakat
dan kebutuhan-kebutuhan khusus peserta didik.
Jika ditinjau dari sisi pedagogis, manusia merupakan mahluk
pembelajar, dan pada hakikatnya manusia juga mahluk yang dapat
mendidik dan dididik. Atas dasar potensi pedagogis yang dimiliki oleh
manusia inilah pendidikan selayaknya diarahkan pada proses
pemanusiaan manusia, agar pendidikan dilakukan dengan bermakna.
Kurikulum dan guru merupakan faktor penting yang besar
pengaruhnya terhadap proses belajar mengaja dan hasil belajar, bahkan
sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.
Dalam kurikulum Pendekatan berpusat pada peserta didik
(humanistic), memandang pengajaran lebih holistik dimana belajar
difokuskan dengan arah yang jelas untuk membantu mengembangkan
potensi peserta didik secara utuh dan optimal.

Bab XI(Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)


1. Pengertian Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Menurut Sunaengsih (2017:157), sekolah sebagai lembaga sosial yang
diselenggarakan dan dimiliki oleh masyarakat, harus memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Sekolah mempunyai kewajiban secara legal dan moral untuk
selalu memberikan penerangan kepada masyarakat tentang tujuan-tujuan,
program-program, kebutuhan dan keadaannya, dan sebaliknya sekolah harus
mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakatnya.
Secara etimologis “hubungan masyarakat” diterjemahkan dari perkataan
bahasa Inggris “public relation”, yang berarti hubungan sekolah dengan
masyarakat ialah sebagai hubungan timbal balik antara suatu organisasi
(sekolah) dengan masyarakatnya.According to Christine (2006:2) The British
Institute of Public relations (BIPR) defines public relations as “the deliberate
planned and sustained effort to establish and maintain mutual understanding
between an organization and its publics”. Artinya The British Institute of
Public relations (BIPR) mendefinisikan public relations sebagai “upaya yang
direncanakan dan berkelanjutan yang disengaja untuk membangun dan
mempertahankan saling pengertian antara organisasi dan publiknya”.
Menurut Rahmat (2016:119), hubungan sekolah dengan masyarakat
merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima
di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, dan simpati dari
masyarakat, serta mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah
dengan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah
penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensuksekan program-program
sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis.Menurut
Mulyasa (2014:50), hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik disekolah. Dalam hal ini
sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial
yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki
hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan
secara efektif dan efisien. Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan
dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk
memajukan sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan
kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu
mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah yang
bersangkutan.Hubungan sekolah dan masyarakat (husemas) adalah suatu
proses komunikasi antara sekolah dan masyarakat tentang kebutuhan dan
kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerja sama dalam
peningkatan dan pengembangan sekolah. Husemas ini merupakan usaha
kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah
yang efesien serta saling pengertian antara sekolah, personel sekolah dan
masyarakat

2. Fungsi dan Tujuan Hubungan Masyarakat dengan Sekolah


A. Fungsi Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat

Menurut Atiyah (2007:29) Fungsi humas bersifat melekat pada menajemen


organisasi/perusahaan, yaitu bagaimana humas menyelenggarakan komunikasi
dua arah atau timbal balik antara organisasi /lembaga yang diwakilinya
dengan publik, yang artinya peranan ini turut menentukan sukses atau
tidaknya misi, visi, dan tujuan bersama dari organisasi/lembaga
tersebut.Menurut Qoiman ( 2018:199-200) menyatakan bahwa fungsi humas
dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan pengertian masyarakat tentang semua aspek pelaksanaan
program pendidikan di sekolah.
2. Untuk dapat menetapkan apa harapan-harapannya mengenai tujuan
pendidikan di sekolah dan bagaimana harapan para masyarakat terhadap
lembaga/sekolah.
3. Untuk mendapatkan bantuan secukupnya dari para masyarakat kepada
lembaganya, baik material, finansial maupun moril.
menurut musanna bahwa setelah melakukan penelitian selama 35 tahun
tentang efektivitas sekolah ia menyadari bahwa ada banyak daftar factor yang
mempegaruhi tingkatan sekolah yang bisa di perlihatkan. Kali ini ia hanya
menuliskanya ke dalam lima factor, yaitu :
1.kurikulum yang terjamin dan layak
2.tujuan yang menantang dan efektif
3.keterlibatan orang tua dan masyarakat
4.lingkungan yang aman dan teratur
5. kolegialitas dan profesionalisme

Menurut Frida dalam buku karangan abdullah (2016: 19 – 20) menyatakan


bahwa ada dua fungsi Public Relations / humas, yakni Fungsi Konstruktif dan
Fungsi Korektif.
a. Fungsi Konstruktif, menganalogikan fungsi ini sebagi perata jalan. Jadi
humas merupakan garda terdepan yang dibelakangnya terdiri dari tujuan-
tujuan perusahaan. Ada tujuan marketing, tujuan produksi, tujuan personalia
dan sebaginya, peranan humas dalam hal ini mempersiapkan mental publik
untuk menerima kebijakan organisasi/lembaga, humas menyiapkan mental
organisasi/ lembaga untuk memahami kepentingan publik, humas
mengevaluasi perilaku, publik maupun organisasi untuk direkomandasikan
kepada manajemen, humas menyiapkan prakondisi untuk mencapai saling
pengertian , saling percaya, dan saling membantu terhadap tujuan-tujuan
publik organisasi/lembaga yang di wakilinya. Fungsi Konstriktif ini
mendorong humas membuat aktifitas ataupun kegiatankegiatan yang
terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif, termasuk
disini humas bertindak secara prefentif (mencegah).
b.Fungsi Korektif, apabila kita mengibaratkan fungsi konstruktif sebagai
perata jalan, maka fungsi korektif berperan sebagai pemadam kebakaran yakni
apabila api sudah terlanjur menjalar dan membakar organisasi/lembaga, maka
peranan yang dapat dimainkan oleh humas adalah memadamkan api tersebut.
Artinya apabila sebuah organisasi/lembaga terjadi masalah-masalah krisis
dengan publik, maka humas harus berperan dalam mangatasi terselesaikanya
masalah tersebut.

B. TUJUAN HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN SEKOLAH


Tujuan utama program humas dalam suatu lembaga pendidikan adalah untuk
membangun dan memelihara kerja sama yang positif antara lembaga lembaga
pendidikan dengan masyarakat yang terkait. Pelaksanaan program humas
diarahkan untuk membangun kegiatan humas secara internal dan secara
eksternal . dengan demikian tujuan dari program humas juga dapat dilihat baik
secara internal maupun eksternal ( Maskur, 2015:31).
Menurut Nurhasah(2017:65-66) tujuan bidang humas dilihat dari kepentingan
kedua belah pihak yaitu lembaga pendidikan dan masyarakat bahwa dilihat
dari kepentingan lembaga pendidikan tujuan bidang Humas yaitu:
1. Memelihara kelangsungan hidup lembaga pendidikan, meningkatkan mutu
di lembaga pendidikan
2Memperlancar proses belajar mengajar
3. Memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat dalam pengembangan
dan pelaksanaan program pendidikan.Sedangkan dari kepentingan masyarakat
tujuannya, yaitu:
1. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam
moral dan spiritual

2. Memperoleh batuan lembaga pendidikan untuk memecahkan berbagai


masalah yang dihadapi masyarakat
3. Menjamin relevansi program lembaga pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat
4. Memperoleh anggota masyarakat yang meningkat kemampuannya
Unsur-unsur dan Jenis jenis Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Menurut Agustinus (2013:187-188), Unsur unsur yang terlibat dalam
hubungan sekolah dan masyarakat antara lain :
A) Sekolah
Sebagai pusat pendidikan formal, sekolah lahir dan berkembang dari
pemikiran efisiensi dan efektivitas pemberian pendidikan bagi masyarakat.
Artinya bahwa sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat
masyarakat yang diserahi kewajiban memberikan pendidikan. Sekolah
merupakan lembaga sosial yang tumbuh yang berkembang dari dan untuk
masyarakat, karena itu segala bentuk dan tujuan sekolah harus diarahkan
kepada pembentukan corak pribadi dan kemampuan warga masyarakat sesuai
target atau sasaran pendidikan dalam masyarakat yang bersangkutan.
B) Orangtua murid
Hubungan sekolah dengan orangtua murid hendaknya dibawa ke dalam
hubungan yang konstruktif dengan program di sekolah. Karena itu, hubungan
antara keduanya hendaknya dibimbing ke arah positif, dan itu adalah tugas
kepala sekolah
C) Murid dan Guru
Murid merupakan unsur sekolah yang sangat penting, begitu juga guru. Tanpa
murid, sekolah tidak akan ada. Murid berasal dari lingkungan masyarakat,
yaitu keluarga yang memperoleh ilmu pengetahuan dan pendidikan dari
persekolahan dengan perantara guru

Menurut Kompri (2017:257-258), Jenis hubungan sekolah dan masyarakat itu


dapat digolongkan menjadi tiga jenis,yaitu:
1.Hubungan Edukatif
Ialah hubungan kerjasama dalam hal mendidik murid, antara guru di sekolah
dan orangtua di dalam keluaraaga. Adnya hubungan ini dimaksudkan agar
tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dapat
mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan sikap pada diri anak
2. Hubungan Kultural
Yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan
adanya sling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat
sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan hubungan kerjasama antara
kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kegiatan kurikulum
sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan
masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan bahan pembelajaraan dan
metode-metode pembelajarannya.

3.Hubungan Institusional
Yaitu hubungan kerjasama antara sekolah dengan lembagaa-lembaga atau
instansi resmi lain, baik swasta maupun pemerintah, seperti hubungan
kerjasama antara sekolah satu dengan sekolah-sekolah lainnya, kepalaa
pemerinta setempat ateupun perusahaan-perusahaan negara, yang berkaitan
dengan perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.
Model tipe hubungan komunitas sekolah menggambarkan hubungan di mana
sekolah atau komunitas mendapat manfaat. Yaitu, sekolah atau komunitas
memberikan kontribusi dengan mengorbankan yang lain. Di sini Anda
memiliki hubungan penerima-donor di mana satu pihak menyumbang dan
yang lain menerima, tanpa memberikan imbalan apa pun (Ibiam, 2015). Ini
bukan tipe hubungan yang sehat dan karena hal itu tidak seimbang, ini dapat
menghasilkan perselisihan antara sekolah dan komunitas tuan rumah seperti
yang biasa terjadi di beberapa komunitas Nigeria (Duru,2017: 39).
2.1.4 Prinsip-Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Menurut Rahmat (2016:125-129) bahwa program sekolah tentunya tidak dapat
berjalan dengan lancar apabila tidak mendapat dukungan masyarakat. Oleh
karena itu, pemimpin sekolah perlu terus membina hubungan yang baik antara
sekolah dan masyarakat. Sekolah perlu banyak memberi informasi kepada
masyarakat tentang problem-problem yang di hadapi, agar masyarakat
mengetahui dan memahami masalah-masalah yang di hadapi sekolah.
Harapannya yaitu tumbuhnya rasa simpati dan partisipasi masyarakat.
Beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dan di petimbangkan dalam
pelaksanaan hubungan sekolah dan masyarakat adalah sebgai berikut :
1. Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dan
masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang di jelaskan, di sampaikan dan
disuguhkan kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi
kegiatan akademik maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik.

2. Simplicity
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan
masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi
kelompok pihak pemberi informasi (sekolah) dapat menyederhanakan
berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat.
3. Coverage
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua
aspek, factor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh
masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial
teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa
segala informasi hendaknya lengkap, akurat dan up to date. Lengkap artinya
tidak satu informasipun yang harus ditutupi atau disimpan, padahal
masyarakat/orang tua murid mempunyai hak untuk mengetahui keberadaan
dan kemajuan (progress) sekolah dimana anaknya belajar. Oleh sebab itu
informasi kemajuan sekolah, kegagalan/masalah yang dihadapi sekolah serta
prestasi yang dapat dicapai sekolah harus dinformasikan kepada masyarakat.
Akurat artinya informasi yang diberikan memang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, dalam kaitannya ini juga berarti bahwa informasi yang
diberikan jangan dibuat-buat atau informasi yang obyektif. Sedangkan up to
date berarti informasi yang diberikan adalah informasi perkembangan, ke
majuan, masalah dan prestasi sekolah terakhir. Dengan demikian masyarakat
dapat memberikan penilaian sejauh mana sekolah dapat mencapai misi dan
visi yang disusunnya.
4. Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif dalam
arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif kepada masyarakat.
Dengan demikian masyarakat akan memberi-kan respon hal-hal positif tentang
sekolah serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah
(problem dan constrain) yang dihadapi sekolah. Apabila hal tersebut dapat
mereka mengerti, akan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
mereka untuk memberikan bantuan kepada sekolah sesuai dengan perma-
salahan sekolah yang perlu mendapat perhatian dan pemecahan bersama.
5. Adaptability
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan
keadaan di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Penyesuaian dalam hal ini
termasuk penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan
bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat.
Bahkan pelaksanaan kegiatan hubungan dengan masyarakat pun harus
disesuaikan dengan kondisi masyarakat

Bab XII (Filsafat Pendidikan Sekolah Dasar dan Pembangunan)

Pengertian Filsafat Pendidikan

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia, yang berarti


cinta akan kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
praktis. Filsafat dalam pengertian tersebut menunjukkan bahwa
manusia tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian
menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksudkan kebijaksanaan,
namun terus menerus harus mengejarnya. Filsafat adalah pengetahuan
yang dimiliki rasio manusia yang menembusi dasar-dasar terakhir dari
segala sesuatu. Sedangkan istilah pendidikan dalam bahasa Inggris;
education, berakar dari bahasa Latin, educare, yang dapat diartikan
pembimbingan berkelanjutan. Jika diperluas, arti etimologis itu
mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi
ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Sedangkan,
istilah pendidikan dalam terminology agama kita disebut dengan
tarbiyah, yang mengandung arti dasar sebagai pertumbuhan,
peningkatan, atau membuat sesuatu menjadi lebih tinggi. Karena
makna dasarnya pertumbuhan atau peningkatan, maka hal ini
mengandung asumsi bahwa setiap diri manusia sudah terdapat bibit-
bibit kebaikan, sudah tugas para orang tua dan para pendidik untuk
mengembangkan bibit-bibit positif anak-anak didik mereka dengan
sebaik-baiknya.
Menurut Al-Syaibany dalam Jalaludin & Idi (2007: 19), filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan
memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan
untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan
pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat
pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis
dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek
pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan
prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum
dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara
praktis. Menurut Hasan Langgulung dalam bahasannya tentang filsafat
pendidikan diberi definisi sebagai berikut:
Filsafat pendidikan adalah penerapan metoda dan pandangan filsafat
dalam bidang pengalaman manusia yang disebut pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan
gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana
menyeluruh, menjelaskan intilah-istilah pendidikan, mengajukan
asumsi- asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus
mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang
berhubungan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian
manusia.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan
filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan,
menyelaraskan, mengharmoniskan, dan penerapan nilai-nilai dan
tujuan- tujuan yang ingin dicapainya.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas yang dikerjakan oleh pendidik dan
filsuf-filsuf untuk menjelaskan proses pendidikan menyelaraskan,
mengkritik dan mengubahnya berdasar pada masalah-masalah budaya.
Filsafat pendidikan adalah teori atau ideology pendidikan yang muncul
dari sikap filsafat seorang pendidik, dari pengalaman-pengalamannya
dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya tentang berbagai ilmu
yang berhubungan dengan pendidikan, dan berdasar itu pendidik dapat
mengetahui sekolah berkembang.
Tujuan Filsafat Pendidikan

Tujuan filsafat pendidikan ialah memberikan inspirasi bagaimana


mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan
bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip
pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan
menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan
interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan
filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan
pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang
guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau
ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep
atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang
bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara almiah
adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah
adalah bertumbuh menuju tingkat kedewasaan, kematangan.
Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan
sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk
perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan,
dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.
Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh
manusia, apakah kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah
(pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung jawab dan
kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan ini adalah
persoalan yang amat mendasar, yang berkaitan langsung
dengan sistem nilai dan stan dari normatis sebuah masyarakat.
Filasafat pendidikan sangat penting bagi pendidik, bila
pendidik memandang formal substasialitas manusia itu bersifat
biologis, dapat mempunyai fisi pendidikan yang naturalistis.
Pendidik dalam lingkungan ini adalah Jeans Jacques Rouseuau
yang menuliskan pandangan-pandangannya dalam bukunya
Peranan Filsafat Dalam Penyelenggaraan Perencanaan Program Pendidikan Di
Sekolah Dasar
Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai
fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam
pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan
atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan
dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan
menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-
gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-
data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.
Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan
arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk
selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori
pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah
ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi
memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan
menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai
relevansi dengan kehidupan nyata, yang artinya mengarahkan
agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah
dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup
yang juga berkembang dalam masyarakat.
Di samping itu merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat
hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan
sendirinya akan menyangkut kebutuhan- kebutuhan hidupnya.
Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam
memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau
perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan
relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari
masyarakat. Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia,
kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak
ada suatu fungsi dan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses
pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan
dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-
lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi, scope
pendidikan lebih dari padanya hanya pendidikan formalitu. Di dalam
masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan perkembangan
kepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam
kehidupan sosial yang disebut pendidikan informalini, bahkan
berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Peranan filsafat pendidikan itu sendiri adalah memberikan
inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi
masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan
mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan
praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari
teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep
yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar
materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik. Hubungan Antara Filsafat
dan Ilmu, Suatu ilmu baru muncul setelah terjadi pengkajian
dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi
kegiatan pembentukan ilmu itu. Karena itu filsafat dikatakan
sebagai induk dari semua bidang ilmu.
Bagi filsafat pendidikan berkepentingan untuk membangun
Filsafat hidup agar bisa dijadikan pedoman dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, dan untuk selanjutnya, kehidupan
sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan. Jadi untuk
pendidikan, Filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran
menyeluruh tentang asal-mula, eksistensi, dan tujuan
kehidupan manusia. Bagi guru dan pendidik pada umumnya,
filsafat pendidikan itu sangat perlu karena tindakan-
tindakannya mendidik dan mengajar akan selalu dipengaruhi
oleh filsafat hidupnya dan oleh filsafat pendidikan yang
dianutnya. filsafat pendidikan akan memberi arah kepada
peerbuatannya mendidik dan mengajar.misal dalam menyusun
kurikulum sekolah,guru harus jelas merumuskan tujuan
kurikulum itu, dan untuk itu ia harus merujuk kepada filsafat
pendidikannya, perlakuannya terhadap siswa merupakan releksi
filsafatnya, gaya mengajarnya juga akan dipengaruhi oleh
filsafatnya yang dianutnya. Seorang guru seharusnya memiliki
filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang jelas yang
merupakan bagian dari kepribadiannya.
Oleh karena itu bagi seorang mahasiswa calon guru
mempelajari ilmu filsafat dan ilmu filsafat pendidikan adalah
perlu.bukan saja memperluas wawasannya mengenai
pendidikan serta membantunya dalam memahami siswa dan
mengembangkannya gaya belajar yang tepat, tetapi juga dapat
menyadarkannya mengenai makna dari berbagai aspek
kehidupan manusia dan yang lebih penting lagi bahwa sikap
dan tindakanya yang mencerminkan filsfatnya akan
berpengaruh kepada siswanya.
Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan
tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya
dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup
bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman
kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap
perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM).
Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan
mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana
dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Proses
pendidikan adalah proses perkembangan yang teleologis,
bertujuan.
Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah
kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang paling
alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi
alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya: iklim,
makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan
manusia adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan
merupakan jawaban manusia atas problema itu. Karena
manusia berkesimpulan, dan yakin bahwa pendidikan itu
mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga
aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan. Timbulnya
problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang pemikiran
filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan
adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan perkataan lain
ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan
pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan ilmu
pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan
pendidikan. Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat
metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak
sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna
untuk mengetahui tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Landasan Ilmu Pendidikan UNJ, Oleh: Tim Dosen MKDK
http://amellooows.blogspot.co.id/2012/12/hakekat-manusia-dari-
segi-psikologi.html
http://pohanrangga.blogspot.co.id/2012/11/hakekat-manusia-
dari-segi-sosiologi.html

Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung. Hasbullah, 2001.


Dasar-dasar ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

https://nugrahawisnuputra.wordpress.com/2014/11/30/makalah-peranan-
dan-ruang-lingkup-filsafat-pendidikan-islam/

Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan Sisitem dan Metode. Yogyakarta:


Andi Offset, 1997, hal. 54-57.

      Saduloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung

https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/nilai-nilai-pendidikan/

https://2frameit.blogspot.com/2011/06/teori-pengembangan-sumber-daya-
manusia.html?m=1
https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/pustaka/99464/teori-teori-
pengembangan-sumber-daya-manusia-dalam-pendidikan.html
Dimyati dan Mudjiono, Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Di
Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1989.
https://www.academia.edu/24671964/MAKALAH_ALIRAN_ALIRAN_
FILSAFAT_PENDIDIKAN
https://www.kompasiana.com/ermitafaradisa9404/5e7a99d0d541df0d824
94d12/5-aliran-filsafat-pendidikan-beserta-tokoh-pelopor-filsafat-
pendidikan

Atiyah Oemi ,2007. Profesionalisme Kehumasan. Komunika Majalah


Ilmiah Komunikasi dalam pembangunan. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. ISSN 0126-2491. Vo l.10 No,1

Chaedar Al wasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: Rosda


Karya,2008)
Dinn Wahyudin Dkk, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:UT, 2005)
Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utamam, 2010)
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002)

Anda mungkin juga menyukai