Disusun oleh :
DESY DASPIRA
IDA RATNA SARI
KEVIN ALFATEHAN
M. ISRO HIDAYAT
Dosen Pengampu :
Dr. RATNA RIYANTI, S. H, M, H
FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI
TAHUN 2021
Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang lahir dari adanya suatu perjuangan besar dan
pertumpahan darah untuk mencapai kemerdekaan. Kemerdekaan yang ada bukan muncul secara
tiba – tiba, melainkan kemerdekaan itu muncul karena dipengaruhi oleh adanya faktor – faktor yang
telah dilakukan oleh bangsa indonesia seperti contohnya peperangan, negosiasi, diplomasi, dan lain
sebagainya, sehingga terciptalah kemerdekaan yang ada seperti saat ini. Secara resmi, Indonesia
merupakan negara kesatuan yang sesuai dan tercantum jelas dalam Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang yang berbentuk republik”. Sebenarnya ada bentuk sistem negara lain yang bisa
diterapkan di Indonesia seperti contohnya bentuk federalisme dan monarki. Lalu, mengapa
Indonesia menganut dan menerapkan sistem bentuk republik? Mengapa bukan bentuk federal dan
monarki? Dalam tulisan kali ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai hal – hal tersebut.
Indonesia menganut bentuk republik. Mengapa demikian? Karena bentuk republik identik dengan
kedaulatan rakyat yang berarti dasar yang teguh untuk menyusun suatu sistem negara yakni
pemerintahan yang berdasarkan kepada pertanggungan jawab yang luas dan kekal. Hatta meyakini
bahwa kekuasaan negara yang didasarkan kepada kedaulatan rakyat, pada dasarnya adalah
kekuasaan yang kekal dan menjadi sendi kekuasaan dan pemerintahan negara yang kekal. Menurut
Hatta kedaulatan rakyat adalah pemerintahan rakyat yang dijalankan menurut peraturan yang telah
dimufakati dengan bermusyawarah (Hatta, 2014). Menambahi apa yang telah dikatakan Hatta, Tan
Malaka (1924) mengatakan bahwa dengan menganut sistem republik diharapkan akan dapat
mewujudkan persamaan kedudukan bagi setiap warga negara, terpenuhinya hak-hak setiap warga
negara seperti sosial ekonomi dan politik, setiap warga negara dapat menempuh pendidikan yang
layak, kebebasan bagi setiap individu dan setiap warga negara dianjurkan untuk berperan aktif
dalam menjaga kedaulatan negara Republik Indonesia (Malaka, 1924).
Hatta (2014) berpendapat bahwa sistem pemerintahan monarki bukanlah merupakan sistem
pemerintahan yang ideal untuk diterapkan di Indonesia karena pemerintahan negara yang
didasarkan kepada kedaulatan orang-seorang tidak dapat menanam sendi yang kuat dan kekal untuk
kedudukan negara. Sistem Monarki merupakan bentuk kekuasaan atas orang banyak yang dilakukan
oleh satu orang yaitu raja, ataupun suatu golongan kecil (Oligarki) pada dasarnya oleh
kedudukannya. Pemerintahan yang berdasarkan pada kedaulatan rakyat, pada hakikatnya lebih baik,
lebih tangguh dan lebih sempurna karena ia dijunjung oleh tanggung jawab bersama (Hatta, 2014).
Menurut Hatta (2014), Indonesia pernah menganut sistem federalisme pada masa kekuasaan
Belanda, Indonesia telah dibagi-bagi kekuasaannya menurut daerah - daerah. Hal ini memiliki
fondasi sama dengan negara federal masa kini. Indonesia tidak menyetujui karena ingin bersatu
sebagai negara kesatuan. Karena setiap daerah memiliki urusan yang banyak dan agenda masing-
masing (Hatta, 2014). Hal ini di dukung dengan pendapat Tan Malaka (1924) yang menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor lain yang menyebabkan Indonesia tidak menganut bentuk federalisme.
Faktor yang pertama yakni melihat pada pemerintahan imperialisme Belanda yang mempunyai
sistem pemerintahan federal dan menerapkan sistem kapitalisme, pemuda Indonesia pada masa itu
seakan melihat hal tersebut sebagai suatu hal yang sepatutnya tidak untuk ditiru dan tidak untuk
dilakukan. Tan Malaka beranggapan bahwa sistem kapitalisme yang ada disebabkan oleh bentuk
pemerintahan federal yang telah menerapkan sistem desentralisasi yang menerapkan sistem
kapitalis untuk memerintah sebuah koloni sehingga menyebabkan lahirnya kelas borjuis dari pihak
penjajah dan kelas proletar bagi pihak yang terjajah. Faktor yang kedua yakni pada masa itu rakyat
merasa bosan terhadap sistem pemerintahan yang dilakukan oleh Belanda yang selalu
memperlakukan masyarakat pribumi dengan perlakuan yang tidak semestinya dilakukan. Hal
tersebut membuat para founding fathers Indonesia menerapkan sistem republik yang membuat
masyarakat pribumi memiliki kewenangan dalam sistem pemerintahan negara. Faktor yang ketiga
yakni pemerintahan republik yang bersifat sentralisasi sangat mudah untuk diaplikasikan di
Indonesia, karena memiliki strruktur dasar jawa-sentris yang sudah ada sejak dulu dan tidak dapat
diubah (Malaka, 2014).
Latar belakang yang mempengaruhi kondisi sosial-politik terbentuknya negara Republik Indonesia
yakni menurut Hatta (2014) dalam lingkungan desa Indonesia yang asli, segala peraturan yang
mengenai kepentingan hidup bersama diputuskan dengan jalan mufakat yang dilakukan dalam rapat
desa. Selain itu, Indonesia menganut demokrasi yang merupakan konsep kerakyatan barat yang
tidak lebih dari sikap individualisme yang menuntut hak yang sama rata. Hatta berpendapat bahwa
demokrasi barat hanyalah berdiri atas dasar demokrasi politik dan belum ada demokrasi
ekonominya. Yang mana seharusnya demokrasi ekonomi merupakan salah satu komponen, karena
dengan adanya demokrasi ekonomi akan terjadi kesamarataan ekonomi antara kaum buruh dan
kapital (Hatta, 2014). Hal itulah yang membuat Moh. Hatta memilih bentuk republik sebagai bentuk
negara Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, penulis setuju dengan apa yang telah di uraikan oleh
Moh. Hatta. Penulis juga berpendapat bahwa bentuk republik merupakan bentuk negara yang paling
ideal bagi bangsa indonesia karena segala bentuk aturan dan tata negara berasal dari rakyat,
disetujui oleh rakyat dan dilakukan untuk rakyat. Dan sistem Monarki atau Federal bukanlah suatu
sistem yang cocok untuk di terapkan di Indonesia, karena kedua sistem tersebut tidak sesuai dengan
apa yang di inginkan oleh bangsa Indonesia.