Anda di halaman 1dari 10

AGAMA DAN ETIKA KATOLIK

MAHASISWA / NIM : KATHARINA N. NUE / 1906090051

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
SEMESTER 2
TAHUN 2020
TEORI EVOLUSI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN IMAN KATOLIK

Teori evolusi
Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu
populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini
disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang
menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk
hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi,
keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan
gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang
bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi
genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-
perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Menurut Meliya wati dan Fitriani (2017:7-9) mengatakan teori evolusi sebelum Darwin adalah :
1.    Anaximander (500 SM)
Evolusionis ini percaya bahwa manusia berevolusi dari makhluk akuatik yang mirip ikan
dan berpindah kedarat.
2.    Empedocles (495-435)
Empedocles adalah seseorang filsuf yunani yang menyatakan bahwa kehidupan bermula dari
lumpur dan berkembang menjadi tumbuhan selanjutnya berevolusi menjadi hewan yang
berbentuk seperti monster. Bentuk-bentuk ini berubah dan makhluk-makhluk yang memiliki
bentuk paling baik akan bertahan hidup. Pemikiran Empedocles ini adalah bentuk dari “seleksi
alam” yang merupakan mekanisme penting dalam evolusi.

3.    Georges Leouis Leclarc de Buffon (1707-1788)


De buffon merupakan naturalis pertama di era modern yang mengembangkan konsep
mengenai bentuk-bentuk kehidupan berevolusi.
4.    Sir Charles Lyell (1797-1875)
Lyell adalah seorang ahli geologi scotlandia yang berpendapat bahwa permukaan bumi
terbentuk melalui proses bertahap dalam jangka waktu yang lama. Pendapat ini bertentangan
dengan pendapat kebanyakan ahli pada waktu itu, para ahli menganggap bumi masih berusia
muda. Lyell menerbitkan teorinya dalam buku Principles Of Geology. Hasil karyanya ini
menjadi salah satu pendukung Darwin dikemudian hari.

Pencetus teori evolusi :


a.    Jean Baptise de Lamarck (1744-1829)
Menjelaskan teori evolusi bahwa perubahan pada suatu individu disebabkan oleh factor
lingkungan yang akan diwariskan pada keturunan. Lamarck menjelaskan jerapah berleher
panjang berasal dari jerapah yang berleher pendek. Jerapah yang berleher pendek berusaha
menjangkau dedaunan yang tinggi dari pohon (kondisi lingkungan diaman dedaunan rendah
sudah habis) dengan cara menjulurkan lehernya sehingga menyebabkan leher jerapah lama
kelamaan menjadi panjang.

b.    Charles Robert Darwin (1809-1882)


Mengatakan pertama spesies-spesies yang hidup sekarang ini berasal dari spesies-spesies
yang hidup dimasa lalu. Kedua, seleksi alam merupakan penyebab evolusi yang adaptif, seperti
yang dikemukakan Darwin tentang asal usul dari jerapah yang ada sekarang. Menurut Darwin
ada jerapah yang berleher panjang dan ada jerapah yang berleher pendek. Jerapah yang berleher
panjang akan bertahan hidup karena mampu menjangkau dedaunan yang tinggi sedangkan
jerapah yang berleher pendek akan punah karena tidak mampu menjangkau dedaunan yang
tinggi. Akibatnya jerapah yang berleher panjang akan lestari hingga saat ini.

Pandangan Agama Katholik Tentang Teori Evolusi


Agama katholik percaya bahwa evolusi itu terjadi tapi jiwa tidak ikut mengalami evolusi,
jiwa di berikan oleh Tuhan sesuai dengan bentuk tubuhnya. Prinsipnya, jika ada evolusi tidak
mungkn melangkahi batas penyelenggaraan Allah. Allah lah yangbmenciptakan manusia, yaitu
jiwa dantubuh. Jiwa manusia diciptak dari ketiadaan, dan tubuh dari matrei yang sudah ada,
namun Allah mempersiapkan tubuh itu agar layak menerima jiwa manusia.
Gereja Katolik Zaman Dulu
Menurut Dewan Vatikan (dalam buku Meliya wati dan Vivi, 2017:74) Gereja katholik
dulu menentang teori evolusi “dunia dan seisinya, matreial dan piritual, dan seluruh hal yang
membentuknya, di ciptakan Tuhan dari semula yag tidak ada”.

 Gereja Katolik Zaman Sekarang


Dalam gereja katholik pada zaman sekarang para ahli evolusi tidak bertentangan apa
yang di ajarkan oleh gereja. Karena mereka meyakini bahwa evolusi merupakan proses
penciptaan alam termasuk manusia melalui tahap-tahap yang sangat lama, maka penciptaannya
dalam pengawasan Tuhan.

Posisi Gereja Dalam Evolusi


Mengenai evolusi biologis, gereja tidak memiliki posisi resmi tentang apakah berbagai
bentuk kehidupan berkembang sejalan dengan waktu. Walaupun demikian, di katakan bahwa,
jika memang mereka mengalami perkembangan, mereka melakukannya dengan dorongan dan
bimbingan dari Tuhan, dan tujuan menciptakan mereka harus di serahkan kepadanya.

Ajaran Gereja
Ajaran gereja tidak menolak kemungkinan bahwa tubuh manusia berkembang dari bentuk
biologis lain, namun tetap dalam bimbingan Tuhan, gereja menegaskan adanya penciptaan
spesial yang berasla dari roh Allah.

Iman Katholik
Iman katholik mewajibkan kita untuk percaya bahwa roh diciptakan langsung oleh Tuhan
“(Pius XII, Humani Generis 36). Roh manusia di ciptakan secara spesial, tidak berevolusi, dan
tidak di wariskan dari orang tua kita, seperti tubuh kita.

Kisah Penciptaan
Kisah penciptaan dan teori evolusi tidak bertentangan atau saling menyangkal. Gereja
tetap mengajarkan kisah penciptaan dan sekaligus tak menyangkal proses historis kejadian segala
sesuatu. Teori evolusi menyadarkan kita, bahwa kisah penciptaan  dalam kitab  Kejadian 1-2
“tidak bermaksud proses penciptaan alam semesta tetapi menyajikan ajaran-ajaran iman tentang
manusia dan Allah”. Karena itu, ungkapan penciptaan dalam keenam hari tidak boleh di
mengerti secara harafiah, tapi harus dimengerti sebagai gaya simbolis penulis suci
menyampaikan ajarannya.
Dan kisah penciptaan yang telah terdapat dalam agama katolik, masih berlaku dimana
kisah penciptaan ini sebanyak enam hari. Dalam agama katholik antara kisah penciptaan dan
teori evolusi, didasarkan pada iman dan akal budi. Dalam ensiklik Fides et Ratio, Paus Yohanes
Paulus ke II menjelaskan, iman dan akal budi itu bagaikan dua sayap bagi manusia untuk terbang
kepada kontemplasi tentang kebenaran, kebenaran hidup manusia, dan kebenaran iman  akan
Allah.
Teori evolusi dalam ajaran agama katholik tidak bertantangan malah melainkan saling
melengkapi, dan teori ini telah adanya pengetahuan, pembentukan alam semesta, kehidupan dan
manusia. Akan tetapi tidak semua teori evolusi dalam ajaran agama katholik saling melengkapi,
dan teri tersebut di tolak oleh ajaran agama katholik seperti teori ideologis atau materialistis.
Dimana, teoriini mengajarakan bahwa segala sesuatu itu berasal dari materi yang kekal yang di
dalmnya sudah ada sebab-sebab yang mencukupi sehingga teori materialistis ini menolak ajaran
tentang penciptaan dan adanya Allah.
Dalam amanat kepada suatu rapat Akademi Kepausan untuk Ilmu Pengetahuan, Paus
Yohanes Paulus II memang menyampaikan komentar mengenai evolusi dan menghargai
perkembangan ilmu pengetahuan dalam menjelaskan asal-mula kehidupan dan proses
penciptaan. Namun demikian, Bapa Suci juga menggaris-bawahi keselarasan antara bukti-bukti
ilmiah dengan kebenaran-kebenaran iman, dan antara ilmu pengetahuan dengan teologi,
“Pemikiran akan metode yang dipergunakan dalam berbagai ilmu pengetahuan memungkinkan
keselarasan antara dua sudut pandang yang tampaknya bertentangan. Pengetahuan observasi
menggambarkan dan mengukur dengan ketepatan yang terlebih lagi manifestasi penggandaan
kehidupan sementara teologi merangkum maknanya terakhir sesuai rancangan sang Pencipta.”
Sebelum membahas masalah evolusi lebih lanjut, marilah kita terlebih dahulu melihat kisah
penciptaan dalam Kitab Kejadian dan kebenaran-kebenaran iman yang terungkap di dalamnya.
Patut kita ingat bahwa Kitab Kejadian tidak dimaksudkan sebagai suatu penjelasan ilmiah
mengenai bagaimana penciptaan terjadi. Tiga bab pertama dari Kitab Kejadian yang
menceritakan penciptaan, jatuhnya manusia ke dalam dosa, dan janji keselamatan, bukanlah
suatu teks fisika atau biologi yang menyajikan pemahaman ilmiah tentang manusia dan dunia.
Melainkan, kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian merupakan suatu karya teologi yang berpusat
pada siapa, mengapa dan apa itu penciptaan. Ditulis berabad-abad sebelum kelahiran Kristus,
para penulis kudus yang diilhami, di bawah bimbingan Roh Kudus merangkai suatu kisah untuk
menangkap kebenaran-kebenaran Tuhan dan ciptaan-Nya. Karena Abraham hidup kurang lebih
tahun 1850 SM, kisah-kisah dalam Kitab Kejadian kemungkinan diwariskan secara lisan selama
berabad-abad lamanya sebelum akhirnya diwariskan dalam bentuk tulisan.
Guna memahami keindahan dan pentingnya makna kisah Kejadian, kita perlu melihat
budaya-budaya kafir di sekitar bangsa Yahudi. Mereka hidup di antara beragam budaya, masing-
masing dengan kepercayaannya sendiri, pula dengan kisah penciptaannya sendiri. Sebagai
contoh, bangsa Babilonia mempunyai kisah yang disebut Enuma Elish. Dalam kisah ini, Dewa
Apsu dan Dewi Tiamat memperanakkan dewa bernama Ea, yang memperanakkan seorang putra
bernama Marduke. Ea membunuh Apsu, dan Marduke membunuh Tiamat. Dari jasad Tiamat,
Marduke menjadikan dunia. Marduke juga membunuh Kingu, penasehat Tiamat, dan dengan
darah Kingu, Marduke menjadikan manusia.
Sekte-sekte keagamaan bangsa Mesir lainnya juga mempunyai kisah-kisah penciptaan
yang lain pula. Sekte di Memphis mengisahkan bagaimana Dewa Ptah telah mengandung di
dalam hatinya dan telah berbicara dengan lidahnya hingga menghasilkan segala makhluk hidup.
Sekte Elephantine menggambarkan bagaimana Dewa Khnum sebagai dewa ahli tembikar
menjadikan segala makhluk hidup dari tanah liat dengan jentera pembuat tembikarnya. Tentu
saja, beberapa unsur dari kisah-kisah ini mirip dengan kisah yang kita dapati dalam Kitab
Kejadian, namun demikian perbedaan antara kisah-kisah ini dengan kisah dalam Kitab Kejadian
sungguh besar.
Coba perhatikan dengan cermat kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian 1:1-2:4. Di sana
kita menemukan Allah yang mahakuasa, mahatahu, mahapengasih, kekal dan tak terbatas. Ia
menciptakan dengan bebas menurut kebijaksanaan ilahi-Nya dengan digerakkan oleh kasih
sejati.
Tuhan menciptakan segala yang ada dari yang tidak ada (ex nihilo), menciptakan bahkan ciptaan
yang darinya ciptaan dijadikan. Namun demikian, Tuhan berbeda dari ciptaan-Nya. Teks bahasa
Ibrani mempergunakan kata “bara” untuk “menciptakan”, dan kata ini hanya dipergunakan untuk
tindakan Tuhan atas dunia. Obyek yang diciptakan Tuhan selalu merupakan suatu yang baru,
mengagumkan serta menakjubkan. Sabda Tuhan yang mencipta tidak hanya pribadi, penuh
tanggung-jawab dan berhasil guna, melainkan juga memberi hidup.
Dalam Kejadian, Tuhan menciptakan segalanya menurut suatu tata penciptaan yang amat
teratur, mengikuti suatu rancangan tujuh hari. Angka tujuh dianggap sebagai bilangan yang
sempurna bagi bangsa Yahudi. Meskipun `hari' pada umumnya berarti rentang waktu selama 24
jam, tetapi `hari' juga dapat dipergunakan untuk suatu masa, suatu waktu atau peristiwa tertentu
(misalnya “hari penghakiman”), atau suatu periode waktu. Kita patut ingat bahwa Tuhan adalah
tak terbatas dan karenanya tak dibatasi oleh waktu. Oleh sebab itu, dalam Kitab Kejadian, hari
dan rangkaian waktu selama tujuh hari lebih menunjuk pada suatu rentang waktu yang terencana
dengan maksud tertentu di mana Tuhan mencipta.
Walau bukan merupakan suatu catatan ilmiah, kisah penciptaan mengikuti suatu
rancangan ilahi yang masuk akal dari sudut pandang manusia. Dan yang lebih penting, di akhir
setiap hari, Allah melihat ciptaan dan menganggap semuanya itu baik. Point mengenai betapa
baiknya ciptaan itu ditekankan berulangkali guna menyangkal gagasan yang menyatakan bahwa
dunia materi itu jahat, buruk atau rusak, seperti anggapan sebagian budaya atau sekte. Kisah
Kejadian mencapai puncaknya dengan penciptaan laki-laki dan perempuan, “Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-
laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (1:27). Ayat yang indah ini menekankan bahwa
hanya laki-laki dan perempuan yang diciptakan seturut gambar dan citra Allah. Jadi, keduanya
baik laki-laki maupun perempuan, meski berbeda, sama-sama merupakan gambar dan citra
Allah. Dari keyakinan ini kita percaya bahwa Tuhan telah menciptakan dan memberikan kepada
masing-masing kita suatu jiwa yang unik dan abadi.
Kita akan segera dapat melihat perbedaan antara Kitab Kejadian dengan kisah-kisah
penciptaan menurut kebudayaan sekitarnya. Dalam Kejadian tidak ada keturunan para dewa-
dewi; dalam Kejadian, Allah itu kekal. Sebaliknya, dalam kisah-kisah lainnya, penciptaan
merupakan hasil dari tindakan seksual para dewa dewi, perebutan kekuasaan, pembunuhan,
insiden, dan tindakan sembrono. Dalam Kejadian, Tuhan mencipta melalui KebijaksanaanNya -
SabdaNya - dan Daya CiptaNya yang abadi, yang teratur, terencana, unik dan memiliki tujuan.
Tidak seperti kisah-kisah penciptaan lainnya, Kejadian menekankan Allah yang Mahapengasih
yang dengan bebas menciptakan semuanya baik, pula menciptakan manusia menurut gambar dan
citra-Nya, menganugerahi masing-masing mereka suatu jiwa yang unik dan abadi. Tuhan dalam
Kejadian bukan bagian dari ciptaan; melainkan, Tuhan yang jauh melampaui ciptaan, namun Ia
ada guna menopang dan memelihara ciptaan yang “baik” dalam pandangan-Nya. Akhirnya,
janganlah kita lupa bahwa segenap ciptaan - seluruh kisah Perjanjian Lama - mengarah pada
Kristus dan mendapatkan maknanya yang sebenarnya dari Kristus melalui Siapa segala sesuatu
diciptakan dan oleh Dia segala sesuatu diperdamaikan dengan DiriNya (bdk Kolose 1:15-20).
Berdasarkan pemahaman di atas, bagaimana kita dapat menyelaraskan kisah Kejadian
dengan teori-teori ilmiah “Bing Bang” dan evolusi? Pertama, kita patut ingat bahwa teori adalah
suatu pernyataan, atau “kisah”, yang berusaha menjelaskan serangkaian peristiwa. Sama seperti
Kejadian merupakan suatu kisah yang diilhami oleh Roh Kudus, yang menyajikan kebenaran-
kebenaran akan penciptaan oleh Allah, maka Bing Bang yang dipadukan dengan evolusi
membentuk suatu kisah atau teori yang berusaha menjelaskan bukti ilmiah seputar penciptaan.
Menurut teori-teori ini, berjuta-juta tahun yang lalu, suatu ledakan - suatu “Bing Bang” -
mengawali perkembangan alam semesta yang terus berlanjut hingga sekarang ini. Pada intinya,
ciptaan telah mengalami evolusi dengan berlalunya waktu dan akan terus berevolusi. Namun
demikian, kita harus berhenti sejenak dan melihat bahwa teori Bing Bang menyajikan penciptaan
lebih sebagai suatu kebetulan, kesalahan dan kekacauan daripada suatu perkembangan yang
ditata, dirancang dan direncanakan.
Namun demikian, bukti-bukti ilmiah sungguh menguatkan teori ini, dan oleh sebab itulah
Bapa Suci mengatakan, “Sekarang ini pengetahuan baru menghantar kita untuk mengetahui
bahwa teori evolusi lebih dari sekedar suatu hipotesa.” Patut dicatat bahwa Bapa Suci tidak
mengatakan bahwa baik teori Bing Bang maupun teori evolusi menangkap seluruh kebenaran
seputar penciptaan.
Lalu, bagaimana dengan Adam dan Hawa serta evolusi manusia? Di sini kita juga
bergumul dengan ilmu pengetahuan, terutama dengan mereka yang bersikukuh bahwa manusia
merupakan evolusi dari bentuk kehidupan yang lebih rendah. Kita juga bertanya-tanya
bagaimana manusia berlipat ganda dalam populasi sementara menurut Kejadian, Tuhan
menciptakan Adam dan Hawa yang dianugerahi tiga orang putera yaitu Kain, Habel dan Set,
tetapi kemudian Kain berhubungan dengan isterinya yang tampaknya muncul tiba-tiba dalam
kisah (Kejadian 4:17). Patut dicamkan bahwa ilmu pengetahuan berfokus pada bagaimana kita
ada, sementara teologi lebih berfokus pada siapa kita. Lagipula, ilmu pengetahuan tidak memiliki
semua jawaban, sementara Kitab Suci tidak menyajikan segala detail penciptaan. Para ahli
anthropologi terus menyempurnakan “teori-teori” mereka mengenai perkembangan manusia dan
transisi dari homo habilis ke homo erectus ke homo sapiens. Sesungguhnya, dengan mempelajari
rangkaian-rangkaian DNA, Allan Wilson dari University of California di Berkeley, bersama para
ilmuwan lainnya, berkesimpulan bahwa segenap umat manusia di dunia berasal dari satu leluhur
perempuan yang sama (yang menariknya mereka sebut “Hawa”) yang hidup di Afrika sekitar
200.000 tahun yang lalu. (Sejujurnya, para ahli anthropologi yang lain mengajukan kritik atas
teori ini; lagi, membuktikan bahwa tak seorang pun memiliki detail lengkap mengenai
penciptaan.)

Menanggapi penciptaan manusia dan evolusi, Paus Pius XII dalam ensikliknya “Humani
Generis” (1950) mengingatkan bahwa dalam iman Katolik, kita percaya bahwa Tuhan secara
langsung menciptakan dan menghembuskan suatu jiwa yang unik ke dalam setiap individu.
(Dalam amanatnya, Paus Yohanes Paulus II mengutip Humani Generis dan menggaris-bawahi
kebenaran ini.) Mengenai Adam dan keturunannya, Paus Pius XII menegaskan, “Sebab umat
beriman tak dapat berpegang pada pendapat yang menyatakan bahwa setelah Adam, ada di dunia
ini manusia-manusia lain yang tidak berasal dari keturunannya sebagai leluhur pertama semua
orang, ataupun bahwa Adam mewakili sejumlah leluhur pertama. Sekarang tampaknya tidak
mungkin bagaimana pendapat yang demikian dapat diselaraskan dengan sumber-sumber
kebenaran yang diwahyukan dan dengan pernyataan dari dokumen-dokumen otoritas mengajar
Gereja sehubungan dengan dosa asal, yang diwariskan dari suatu dosa yang sesungguhnya
dilakukan oleh pribadi Adam dan yang melalui generasi ke generasi diwariskan kepada semua
orang dan ada dalam setiap orang sebagai miliknya.” Pernyataan “sekarang tampaknya tidak
mungkin” tidak berarti bahwa tidak pula di kemudian hari.
Kesimpulan
Evolusi merupakan suatu perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan memakan
waktu yang lama. Perubahan yang di maksud adalah perubahan srtuktur dan fungsi makhluk
hidup dari yang sederhana menuju struktur dan fungsi yang kompleks (Meliya wati dan Fitriani,
2017:3). Menurut pandangn agama katholik terhadap teori yang telah ada telah di ketahui bahwa
teori teori tersebut tidak bermasalah dengan ajaran tersebut, bahkan menjadi sebagai pelengkap.
Akan tetapi tidak semua teori dapat di terima oleh agama tersebut, dikarenakan ada teori yang
bertentangan dengan ajaran agama katholik, yaitu teori materialistis.

Anda mungkin juga menyukai