Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KELOMPOK 4

PENDEKATAN KELOMPOK DALAM KONSELING

PENDEKATAN REALITY THERAPY DALAM KELOMPOK

Dosen Pengampu:

Dr.Netrawati,M.Pd., Kons
Dr.Yeni Karneli,
M.Pd.,Kons

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

Lita Fitara Cania (22151018)


Suci Amaliya Fradinata (22151034)
Zulfikar Fadhlullah (22151043)

PROGRAM MAGISTER BIMBINGAN DAN


KONSELING FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI
PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Selalunya kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia sehingga dapat
merasakan pengalaman dan pembelajaran dalam kehidupan. Shalawat beriring salam
senantiasa tercurahkan untuk Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa
umat manusia dari alam jahiliah menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kita rasakan pada saat ini sehingga kelompok dapat menyelesaikan
makalah dengan judul pembahasan “Pendekatan Reality Therapy Dalam Kelompok”.
Pemakalah kelompok tiga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Netrawati, M.Pd., Kons dan Dr.Yeni Karneli, M.Pd., Kons sebagai dosen
pengampu mata kuliah pendekatan kelompok dalam konseling

2. Penulis buku sumber sebagai acuan dan bahan referensi teori


untuk menyempurnakan makalah kelompok kami.
3. Anggota kelompok yang andil dalam berdiskusi dengan pemahaman-
pemahaman berkenaan dengan teori yang dibahas.
Tentunya besar harapan kami untuk dapat diberikan kritikan serta saran
yang bersifat membangun terhadap kekurangan-kekurangan. Atas perhatian kami
mengucapkan terima kasih serta semoga makalah ini memberikan manfaat
terhadap wawasan dan pengatahuan kita bersama.

Padang, 18 November 2022

Mengetahui

Pemakalah Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Sejarah Reality Therapy..................................................................................3

B. Pandangan Reality Therapy Terhadap Manusia.............................................4

C. Tujuan Reality Therapy..................................................................................5

D. Pendekatan Reality Therapy...........................................................................5

E. Tingkah laku bermasalah dalam Reality Therapy..........................................6

F. Reality Therapy dalam kelompok...................................................................11

G. Tahapan Konseling Reality Therapy..............................................................12

H. Teknik pendekatan Reality Therapy...............................................................14

I. Peran dan fungsi pemimpin kelompok...........................................................15

BAB III PENUTUP..................................................................................................16

A. Kesimpulan.....................................................................................................16
B. Saran...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

SOAL...................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Reality Therapy yang diperkenalkan oleh William Glasser menjelaskan
pendekatan yang menekankan pada dasarnya didaktik pemecahan masalah,
tanggung jawab pribadi, dan kebutuhan untuk mengatasi dengan tuntutan realitas
"seseorang." Teori Realitas ini didasarkan pada asumsi bahwa semua individu
perlu mengembangkan identitas, yang dapat baik" sukses" identitas atau "
Identitas kegagalan." Konseling Realitas telah menikmati kebangkitan
kepentingan dalam beberapa tahun terakhir karena sebagian fokus baru pada
peran tanggung jawab pribadi dalam kehidupan.

Dalam Konseling Realitas, menunjukkan bagaimana fokus pada


keramahan dan tanggung jawab sangat membantu untuk anak-anak, tidak hanya
ketika mereka berada di sekolah, tetapi juga setelah mereka pergi. Glasser
mampu mencapai sekelompok individu yang, pada awalnya, yang resisten
terhadap perubahan. Karyanya termasuk individu dan konseling kelompok, serta
pelatihan staf. la mengembangkan program khusus untuk anak perempuan yang
menyalahgunakan obat di Sekolah Ventura for Girls. Konseling Realitas
merupakan pengobatan jangka pendek yang telah banyak digunakan di sekolah-
sekolah, lembaga, dan pengaturan pemasyarakatan. Ini adalah pendekatan
konseling yang cukup sederhana, setidaknya untuk dasar-dasar, dan dapat
dikuasai tanpa pelatihan yang panjang dan pengawasan. Kelemahan dari
konseling realitas termasuk kecenderungan untuk menghargai perilaku
conforming, bahaya memaksakan nilai-nilai pribadi konselor realitas, dan
kecenderungan untuk mengobati gejala bukan kemungkinan penyebab. Maka
dari itu berdasarkan latar belakang di atas akan dibahas lebih lengkap dalam
makalah ini mengenai Reality Therapy dalam konseling kelompok.

1
B. Rumusan masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa
rumusan masalah, di antaranya :
1. Bagaimana Sejarah Reality Therapy?
2. Bagaimana pandangan Reality Therapy terhadap manusia ?
3. Apa saja tujuan dari Reality Therapy?
4. Apa saja pendekatan yang digunakan Reality Therapy?
5. Bagaimana tingkah laku bermasalah dalam Reality Theraphy?
6. Bagaimana Reality Therapy dalam Konseling kelompok ?
7. Apa saja tahapan pendekatan Reality Therapy dalam kelompok?
8. Apa saja teknik pendekatan Reality Therapy dalam kelompok?
9. Bagaimana peran dan fungsi pemimpin kelompok ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan makalah ini yaitu, sebagai berikut:
1. Mengetahui Sejarah Reality Therapy
2. Mengetahui pandangan Reality Therapy terhadap manusia
3. Mengetahui Tujuan Reality Therapy
4. Mengetahui pendekatan yang digunakan Reality Therapy
5. Mengetahui tingkah laku bermasalah dalam Reality Theraphy
6. Mengetahui Reality Therapy dalam Konseling kelompok
7. Mengetahui tahapan pendekatan Reality Therapy dalam kelompok
8. Mengetahui teknik pendekatan Reality Therapy dalam kelompok
9. Mengetahui peran dan fungsi pemimpin kelompok

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Reality
Therapy

Konseling realitas dicetuskan oleh william Glasser yang lahir pada


tahun 1925 dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di civeland,
obio. Pertumbuhannya relatif tanpa hambatan sehingga ia memahami dirinya
sebagai lelaki yang baik. Glasser meninggalkan kota kelahirannya setelah ia
masuk keperguruan tinggi ia memperoleh gelar sarjana muda dalam bidang
rekayasa kimia, sarjana psikologis klinis dan dokter dari case western reserve
university. Pada tahun 1961 Glasser mempublikasikan konsep konseling
realitas dalam bukunya yang pertama mental health or mental illnes. Konsep
ini diperluas, diperbaiki dan disusun pada penerbitan tahun 1965, reality
therapy: a new approach to psichiatry tidak lama setelah penerbitan yang
kedua ini Glasser membuka institut of reality therapy yang digunakan untuk
melatih profesi-profesi layanan kemanusiaan sebagai kata sambung atas
suksesnya sekolah-sekolah membutuhkan konsultasi glasser dan ia dapat
menyesuaikan dengan prosedur-prosedurnya dengan setting sekolah. Ia
mempublikasikan ide ini dalam school without failure (1969) dan mendirikan
educational training centre yang di dalamnya guru-guru mendapat latihan
konseling realitas.
Pada tahun 1956, Glasser bertindak sebagai konsultan psikiatri pada
Ventura School for Girls, suatu lembaga yang dikelola oleh State of
California, sebagai tempat perawatan bagi remaja wanita yang mengalami
gangguan kenakalan serius. Pengalamannya di sekolah atau lembaga ini,
mempengaruhi keyakinannya bahwa teknik psikoanalisis ternyata tidak efisien
dan karenanya landasan teori psikoanalisis tentang dorongan, harus diubah
dengan landasan teori yang lain. Dari pengalaman dan pokok-pokok
pikirannya, kemudian dituangkan dalam bukunya yang pertama dan ternyata
buku tersebut sebagai dasar dari konsepnya tentang teknik terapi realitas.
3
Konseling realita merupakan bentuk terapi yang berorientasi pada
tingkah laku sekarang dan konseling realitas merupakan suatu proses yang
rasional. Klien diarahkan untuk menumbuhkan tanggung jawab bagi dirinya
sendiri. Reality therapi memandang sebagai suatu proses yang rasional
dimana proses tersebut harus menciptakan suasana yang hangat dan penuh
pengertian serta yang paling penting menumbuhkan pengertian klien bahwa
mereka harus bertanggung jawab bagi dirinya sendiri Lumongga (2017:133).
B. Pandangan Reality Therapy Terhadap Manusia
Pada hakikatnya individu tidak dilahirkan seperti kertas kosong,
menunggu untuk diisi dengan hal-hal dari luar diri. Individu dilahirkan dengan
kebutuhan dasar yang meliputi: kelangsungan hidup, cinta dan kepemilikan,
kekuatan atau prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan kesenangan, yang
kesemuannya mendorong kita untuk hidup. Konseling realita memandang
inidividu secara positif dan dinamis. kebutuhan inidividu merupakan sumber
dari semua perilaku inidividu. Individu memiliki kemampuan untuk
menentukan dan mengarahkan dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya. Karena setiap individu memiliki kebutuhan dasar maka ada
kecenderungan untuk memenuhinya sehingga individu memutuskan untuk
memilih perilaku tertentu, dan karena individu yang memilih sendiri maka ia
juga bertanggung jawab atas hal tersebut. Prinsip ini berarti mengakui
tanggung jawab setiap individu untuk menerima akibat dari tingkah lakunya.
Individu akan menjadi apa yang ia inginkan, memiliki motivasi untuk tumbuh,
bukan ditentukan oleh penentu-penentu lainya misalnya lingkungannya.
Konseling realita memandang manusia atas dasar tingkah lakunya, Hal
ini bukan berarti tingkah laku yang berdasar stimulus-respon yang ada pada
behaviorisme, atau tingkah laku secara fenomenologis seperti person centered.
Tetapi memandang tingkah laku berdasarkan pengukuran objektif yang
disebut relaitas, yaitu realitas praktis dan moral Habsy (2022:104).

4
C. Tujuan Konseling Kelompok dalam Pendekatan Reality Therapy
Konseling realitas menitikberatkan pada realitas individu secara
rasional, Dalam kehidupan sehari-hari, konsep realitas bertujuan untuk
menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri dan dapat menentukan
perilaku dalam bentuk nyata mendorong klien agar berani bertanggung jawab
serta memikul segala risiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan
keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya, mengembangkan
rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian
kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya
keinginan individu untuk mengubahnya sendiri, terapi ditekankan pada
disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri Lumongga (2017:176).

Tujuan konseling realitas sebagaimana adalah membantu para anggota


untuk memahami kehidupan riilnya dan menuntunnya untuk dapat memenuhi
kebutuhannya dalam kerangka kerja (framework). Meskipun memandang
dunia realitas antara individu yang satu dengan yang lain dapat berbeda, tetapi
realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan orang lain.
Selanjutnya, konselor membantu konseli bagaimana menemukan
kebutuhannya dengan 3R, yaitu right, responsibility, dan reality sebagai
jalannya Latipun, (2006: 155).
D. Pendekatan dalam Reality Therapy
Lumongga (2017:176) Pendekatan realitas terapi yang digunakan
dalam konseling sebagai berikut:
a) Perilaku manusia didorong oleh usaha untuk menemukan kebutuhan
dasarnva baik fisiologis.
b) Jika individu frustrasi karena gagal memperoleh kepuasan atau tidak
terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dia akan mengembangkan identitas

5
kegagalan, sebaliknya jika dia berhasil maka akan mengembangkan
identitas keberhasilan
c) Individu pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mengubah
identitasnya dari identitas kegagalan ke idetitas keberhasilan.
d) Faktor tanggung jawab adalah sangat penting pada manusia
e) Faktor penilaian individu tentang dirinya sangat penting untuk menentukan
apakah dirinya termasuk memiliki identitas keberhasilan atau identitas
kegagalan.
E. Tingkah Laku Bermasalah dalam Reality Therapy

Reality Therapy untuk meningkatkan penyesuaian diri remaja dengan


gangguan major depressive disorder
Ady (2021:62) Subjek seorang wanita remaja berusia 18 tahun. Subjek
merupakan anak tunggal sehingga sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya.
Orang tua subjek bekerja di luar kota. Subjek seringkali dikunjungi oleh nenek
dan kakeknya seminggu dua kali. Saat ini subjek sedang menjalani masa
pidananya terkait perlindungan anak. Sebelum ditangkap subjek hanya bekerja
sebagai penjual online shopping dan seorang pelajar. Kasus yang membawa
subjek akhirnya harus mendekam di lapas yaitu dikarenakan dirinya
membunuh remaja wanita yang usianya satu tahun lebih muda yang diawali
konflik bedak yang subjek jual di online shopnya. Korban merupakan orang
yang baru dikenal subjek melalui pacar subjek dimana korban tersebut ternyata
menyukai pacar subjek dan ingin membunuh subjek jika subjek tidak
memberikan pacarnya pada korban.
Subjek awalnya mendapatkan hukuman 20 tahun namun berhasil turun
menjadi 14 tahun setelah mengikuti beberapa sidang dan meminta keringanan
pada hakim. Selain itu subjek juga pernah akan dibuat lumpuh oleh orang tua
korban mengingat korban juga merupakan anak tunggal sama seperti subjek.
Subjek memiliki keluhan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan lapas,
masih belum bisa menerima dirinya berada di Lapas, ingin menjadi orang lain,

6
serta beberapa kali berfikiran untuk mengakhiri hidup. Akibat pemikirannya
tersebut membuat subjek menjadi tidak nafsu makan, seringkali menangis,
kurang bisa mengontrol emosi, dan malas melakukan aktivitas di lapas
mengingat masa hukuman subjek sendiri yang sangat lama yaitu 14 tahun
sementara dirinya baru menjalani hanya 2 tahun.

Penyelesaian dari permasalah tersebut adalah dengan cara :


Pemberian terapi realita diketahui secara signifikan dapat meningkatkan
penyesuaian, emosional, sosial dan pendidikan Metode WDEP (wants, doing,
evaluation, planning) yang digunakan dalam terapi realita akan dilakukan
dalam setting individu dimana metode dilakukan untuk membimbing subjek
agar menemukan cara yang lebih efektif dalam mengatasi penyesuaian dirinya
yang ia rasakan terkait dengan berbagai hal perubahan-perubahan yang akan
subjek hadapi pada saat tinggal di lapas hingga masa tahanannya telah usai.
Subjek juga diharapkan akan memiliki kontrol yang baik dan lebih efektif atas
kehidupannya di masa yang akan datang. WDEP System merupakan akronim
sederhana yang digunakan Glasser. Setiap huruf mewakili sejumlah teknik
yang digunakan, bukan dalam set kronologi tahapan, tetapi sebagaimana yang
sesuai untuk klien. Keempat bagian dari sistem ini dicapai melalui pertanyaan
yang terampil yang membantu klien untuk berpikir.
Wants (W) yaitu mengacu pada keinginan kebutuhan (needs), dan persepsi.
Hal ini untuk membantu klien mengidentifikasi dan mendefinisikan keinginan
mereka, apa kebutuhan yang terpenuhi atau tidak terpenuhi dan membingkai
ulang masalah menjadi tujuan untuk memperjelas persepsi mereka. Mereka
juga diminta untuk mengukur tingkat komitmen mereka terhadap
keinginankeinginan ini.
Doing (D) yaitu mengacu pada arah, dan tindakan (actions). Pada tahap ini,
klien diminta untuk mempertimbangkan apa yang mereka lakukan dan arah
keseluruhan yang mereka tuju. Fokusnya di sini adalah pada tindakan dan
pikiran, karena kedua komponen inilah yang menjadi kontrol langsung klien.
Pada saat yang sama, mereka diminta untuk mempertimbangkan dan melihat
gambaran yang lebih besar; itulah yang mereka ’inginkan’ untuk kepuasan
7
jangka panjang dari satu atau lebih dari kebutuhan mereka.
Evaluation (E) yaitu mengacu pada evaluasi diri, Ini adalah inti dari Reality
Therapy, di mana klien diminta untuk mengevaluasi perilaku mereka saat ini
dan apakah perilaku ini menggerakkan mereka ke arah yang mereka inginkan.
Ini terjadi ketika klien mulai mengevaluasi perilaku mana yang lebih efektif
bagi mereka dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan dan perilaku mana
yang kurang efektif dalam proses penemuan diri ini.
Planning (P) mengacu pada perencanaan yang S (Sederhana), A (Dapat
Dicapai), M (Terukur), I (Segera dan Terlibat) dan C (Konsisten), Dikontrol
oleh klien, dan Disiapkan oleh klien. Menurut Dr. Wubbolding, rencana yang
disusun oleh klien memiliki efek terbaik. Waktu maksimum dikhususkan untuk
tahap sistem ini. Klien didorong untuk membangun beberapa perilaku yang
lebih efektif yang ia dapat lakukan, dan dia mencari lebih banyak melalui
proses evaluasi diri.
Sesi 1: Membangun raport dan kontrak kerja. Terapis menjalin raport dan
memperkenalkan program konseling yang akan dilakukan serta menjelaskan
aturan-aturan, yaitu terapis mendorong subjek untuk lebih terbuka, menjamin
kerahasiaan dalam terapi dan diskusi bersama. Dilanjutkan dengan pemberian
skala penyesuaian diri sebagai pretest. Pada sesi ini subjek dan terapis
memperkenalkan dirinya. Sesi ini berjalan lancar, seru dan tanpa malu-malu.
Saat diberikan penjelasan tentang aturan pelaksaan terapi subjek memahaminya
dengan baik. Hasil skala penyesuaian diri yang diberikan menunjukkan bahwa
subjek memiliki penyesuaian diri dalam kategori sedang.
Sesi 2: Eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi (Wants). Pada sesi ini
terapis menjelaskan secara verbal tentang adanya Quality of World dan Basic
needs pada subjek. Selanjutnya, subjek mengungkapkan keinginan, kebutuhan
dan sejauh mana pemenuhan kebutuhan yang telah diupayakan. Hasil dari sesi
yaitu subjek memiliki keinginan terkait mengahadapi kondisi lapas yang tidak
tentu, berusaha menghadapi kenyataan bahwa hukuman lapas merupakan
resiko perbuatannya.

8
Sesi 3: Mendiskusikan perilaku total (Doing) Pada sesi ini subjek
mendiskusikan perilakunya, bagaimana pikiran perasaan,respon fisik ketika
adanya perilaku yang tidak ia sukai dari orang lain. Dalam sesi ini, subjek
menceritakan bagaimana dan apa saja yang telah dilakukan dan rasakan selama
ini. Kesimpulan pada sesi ini bahwa subjek memiliki respon yang seringkali
meresahkan dirinya dalam menghadapi rasa ketidaknyamanannya yakni
dengan, tidak makan, tidak bisa tidur, sering menangis atau diam, serta malas
beraktivitas.
Sesi 4: Penilaian dan tindakan (Evaluasi). Pada sesi ini subjek memeriksa
keinginan dan mengevaluasi perilakunya selama ini. Terapis dalam sesi ini
memiliki peran sebagai pengarah dan pendorong bagi subjek untuk
mengevaluasi perilakunya supaya memiliki sisi postif di dalam dirinya, apakah
evaluasi pikiran sekarang dapat merugikan atau tidak dan apakah yang subjek
lakukan dapat membantu dirinya mencapai yang diinginkan. Hasil pada sesi ini
subjek dapat mengevaluasi dirinya dengan perilaku yang ia lakukan atas
perilaku orang lain.
Sesi 5: Menyusun keinginan dan komitmen bersama (Plan) Terapis dan
subjek berupaya menyusun perencanaan terkait dengan bagaimana atau apa
saja upaya yang dapat diusahakan untuk mendapatkan apa yang diinginkan
(wants) yaitu supaya nantinya lebih siap menghadapi kehidupan lapas sehingga
dengan rencana yang matang dapat meningkatkan penyesuaian dirinya saat ini
dan percaya atas kemampuan dalam dirinya. Target pada sesi ini ialah subjek
dapat membuat strategi dengan membuat rencana dan menentukan tindakan
yang realistis. Subjek diharapkan memiliki tujuan yaitu dapat menyesuaikan
diri dan menerima bahwa dirinya harus menjalani hukuman.
Sesi 6: Evaluasi dan Terminasi Terapis melakukan evaluasi terhadap
planning yang telah subjek rencanakan dengan menanyakan kesulitan dan
hambatan yang dialami. Kemudian subjek diminta untuk mengungkapkan
perasaannya setelah menjalankan sesi terapi dan diakhiri dengan pemberian
post-test adjustment scale untuk mengukur adanya perubahan tingkat
penyesuaian diri dari subjek setelah melakukan seluruh rangkaian terapi.
Sesi 7: Follow Up Follow Up dilakukan dua minggu setelah terminasi
9
untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan kondisi dan penurunan simtom
penyesuaian diri dari subjek. Follow Up dilakukan dengan pertemuan dan
perbincangan langsung dengan subjek. Subjek beserta terapis membicarakan
tentang perasaan yang dirasakan setelah sesi terapi selesai. Apakah subjek
mengalami peningkatan penyesuaian dan apakah subjek merasa lebih baik
dibandingkan kondisi sebelumnya. Pemberian adjustmen scale juga dilakukan
pada sesi ini untuk melihat apakah hasil dari intervensi yang dilakukan dapat
efektif untuk jangka panjang dan apakah ada faktor penghambat yang dialami
oleh subjek. Hasil dari sesi ini ialah Subjek merasa dirinya sudah lebih tenang
dan memiliki bayangan yang terarah tentang apa yang harus dilakukan. Selain
itu subjek juga mengaku bahwa ketidaknyamanannya lebih bisa terkontrol
karena subjek menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya memang salah
dan perlu untuk menerima konsekuensinya

Hasil dan Pembahasan :


Selain dapat lebih mengenal kekurangan dan kelebihan dirinya, metode
WDEP yang dilaksanakan dalam terapi ini juga mengahasilkan rencana
tindakan yang dapat dilakukan secara realistis oleh subjek. Rencana Tindakan
yang telah didiskusikan bersama subjek merasa lebih memiliki persiapan yang
matang untuk bertahan dan menikmati kegiataan serta menerima kehidupannya
di lapas. Selain itu, dengan support yang terjalin pada subjek merasa lebih bisa
menerima kenyataan bahwa setiap orang memang memiliki kekurangan dan
kelebihan namun sebagai individu kita tetap memiliki kontrol penuh atas apa
yang akan menjadi pilihan hidup kita kedepannya. Reality therapy dapat
membantu meningkatkan penyesuaian diri pada remaja napi lapas yang belum
bisa menerima dirinya masuk lapas. Selain itu, Menyusun keinginan dan
komitmen sangat membantu subjek untuk berkomitmen pada keinginannya
untuk berubah menjadi lebih baik. Melalui terapi realitas, subjek diharapkan
dapat mempertahankan penerimaan dirinya masuk lapas sehingga lebih mudah
untuk dirinya menyesuaikan diri serta produktif.

1
F. Reality Therapy dalam Konseling kelompok
Konseling kelompok realita adalah upaya bantuan kepada individu
dalam suasana kelompok dimana dapat diperoleh dukungan dan empati yang
diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yaitu perilaku yang
tidak produktif dan merusak diri sendiri dan orang lain pada saat sekarang.
Seperti tingkah laku membolos merupakan perilaku yang dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain serta merupakan perilaku yang tidak bertanggung
jawab. Penggunaan konseling kelompok realita membantu klien berperilaku
yang lebih bertanggung jawab dengan cara mengajak klien menilai perilaku
mereka serta menyusun rencana atau kontrak perilaku yang harus mereka
laksanakan dalam upaya untuk mengurangi tingkah laku membolos.
Konseling kelompok realita mengajarkan realita kepada klien mengenai cara-
cara yang baik untuk memenuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab
Lumongga (2017:134).
Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan
psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas
mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan,
ketersendirian, kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika
tingkah laku dipandang universal pada semua kebudayaan.
Menurut terapi realitas akan sangat berguna apabila menganggap
identitas dalam pengertian “identitas dalam keberhasilan” lawan “identitas
kegagalan”. Dalam pembentukan identitas masing-masing dari kita
mengembangkan keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri,
yang dengannya kita merasa relatif berhasil atau tidak berhasil. Orang lain
memainkan peranan yang berarti dalam membantu menjelaskan dan
memahami identitas kita sendiri. Terapi realitas adalah suatu sistem yang
difokuskan kepada tingkah laku sekarang, konselor berfungsi sebagai guru
dan model serta mengonfrontasikan konseli dengan cara-cara yang bisa
membantu menghadapi kenyataan dan kebutuhan dasar tanpa merugikan
dirinya sendiri ataupun orang lain.
Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa anggota kelompok
bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa
1
yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok
berfikir da

1
merasakan. Terapi realitas adalah terapi jangka pendek yang berokus pada
saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi dan pada dasarnya merupakan
jalan agar para anggota kelompok bisa belajar tingkah laku dan lebih
realistik . pemimpin kelompok reality therapy group memegang peranan
secara verbal yang aktif dan direktif dalam kelompok. Dan dalam
menjalankan fungsinya pemimpin berfokus pada kekuatan dan potensi para
anggota serta bukan pada penderitaan anggota atau mempunyai asumsi
anggota berada pada berbagai keterbatasan, permasalahan dan kegagalan
Rasimin & Hamdi (2018:112-113).
G. Tahapan Konseling Reality Therapy
Tahapan kegiatan konseling kelompok realitas (Wubbolding, 2011)
menggunakan akronim WDEP (Want, Doing, Evaluation dan Planning) untuk
menggambarkan prosedur kunci yang dapat diterapkan dalam praktek
konseling kelompok realitas. Secara praktis, Thompson, (2004:115-120)
mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.

1) Tahap pertama : Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli (Be


Friend) Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan bersikap
otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubunganyang sedang di
bangun, konselor harus dapat melibatkan diri pada konseli dengan
memperlibatkan sikap hangat dan ramah, menunjukkan keterlibatan dengan
konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku attending serta menunjukkan
sikap bersahabat.
2) Tahap kedua: Fokus pada Perilaku Sekarang, Setelah konseli dapat
melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan pada konseli
apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap kedua ini merupakan
eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan
yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor
meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan
dalam menghadapi kondisi tersebut, dalam tahap ini adanya keinginan
(Want) yang disampaikan konseli.
3) Tahap ketiga : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli, menanyakan apa
1
yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik

1
apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam Konseling Realita,
akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan
pada perasaannya.
4) Tahap keempat: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli apakah
pilihan perilakunya tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli,
tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri
kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi (Evaluating), apakah ia
cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.

5) Tahap kelima: Merencanakan Tindakan yang Bertanggung jawab, tahap


ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak meyelesaikan
masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan
membuat perencanaan (Planning) tindakan yang lebih bertanggung jawab.
Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret.
6) Tahap keenam: Membuat komitmen, konselor mendorong konseli untuk
merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan.
7) Tahap ketujuh: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang
telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan
perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau
belum berhasil melakukan apa yang telah direncanaknnya, permintaan
maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya,
konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan
mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya
membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia
lakukan
8) Tahap kedelapan: Tindak lanjut, merupakan tahap terakhir dalam
konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang
dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah
ditetapkan belum tercapai.

1
H. Teknik-Teknik yang Digunakan dalam Konseling Reality Therapy
Lumongga (2017:138) Tehnik yang digunakan dalam konseling
kelompok realitas adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan role playing (sebuah permainan yang para pemainnya
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut
sebuah cerita bersama dengan konseli
2) Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks
3) Tidak menjajikan kepada anggota maaf apapun, karena terlebih dahulu
diadakan perjanjian untuk melalukan perilaku tertentu yang sesuai
keadaan klien

4) Mendorong anggota untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan


dilakukannya
5) Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat
mendidik
6) Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
7) Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk
mengkonfrontasikan anggota dan perilakunya yang tak pantas
8) Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.
I. Peran dan Fungsi Pemimpin Kelompok dalam Reality Therapy
a. Peran pemimpin kelompok

Konseling realitas didasarkan pada antisipasi bahwa konseli


mengganggap sebagai orang yang bertanggung jawab kepada kebaikan
dirinya sendiri menerima tanggung jawab ini akan membantu konseli untuk
mencapainya sendiri atau menunjukan kematangannya oleh karena itu
harus mempunyai kepercayaan pada dorongan internalnya sendiri.
Pemimpin atau konselor dapat memberikan dorongan dengan cara memuji
konseli ketika ia melakukan tindakan secara bertanggung jawab, sebaliknya
menunjukan penolakan jika konseli tidak melakukannya. pemimpin
kelompok reality therapy group memegang peranan secara verbal yang
aktif dan direktif dalam kelompok. Dan dalam menjalankan fungsinya
pemimpin berfokus pada kekuatan dan potensi para anggota serta bukan

1
pada penderitaan

1
anggota atau mempunyai asumsi anggota berada pada berbagai
keterbatasan, permasalahan dan kegagalan.
Pemimpin hendaknya dapat memperkuat anggota yang memiliki harga
diri rendah dan konrol yang kurang efektif pemimpin juga dapat menantang
anggota untuk melihat potensi yang tidak terpakai serta selanjutnya
menemukan cara untuk bekerja kearah pilihan dan kontrol yang lebih
efektif Rasimin & Hamdi (2018:120).

b. Fungsi Pemimpin kelompok

Menurut Glasser fungsi pemimpin kelompok yaitu mengembangkan


psikologis yang aman suasana, mendiskusikan informed consent dan
menjelajahi aturan dan bahasan. Ketika suatu kelompok sedang dalam
masa transisi, pemimpin harus siap untuk bertransaksi efektif dengan
kecemasan, konflik, masalah, kontrol dan risestensi. Glasser menunjukan
bahwa cara terjadinya keterlibatan antara dua orang yang asing banyak
berurusan dengan kualitas-kualitas yang diperlukan pada konselor.
Menurut Glasser beberapa atribut atau kualitas pribadi itu adalah
memenuhi kebutuhan- kebutuhannya sendiri dalam kenyataan, bersikap
pribadi dan tidak memelihara sikap menjauhkan diri, menunjukan
keberanian dengan cara sinambung kepada klien tanpa megindahkan
penentangan dari para klien apabila mereka tidak hidup secara realistis,
memahami dan merasakan simpati kepada klien dan membangun ketrlibat
yang tulus dengan klien (SinggahD.G,2000)

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling realitas dicetuskan oleh william Glasser yang lahir pada
tahun 1925 dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di civeland,
obio. Konseling realita menurut william Glasser merupakan bentuk terapi
yang berorientasi pada tingkah laku sekarang dan konseling realitas
merupakan suatu proses yang rasional. Klien diarahkan untuk menumbuhkan
tanggung jawab bagi dirinya sendiri. Reality therapi memandang sebagai
suatu proses yang rasional dimana proses tersebut harus menciptakan suasana
yang hangat dan penuh pengertian serta yang paling penting menumbuhkan
pengertian klien bahwa mereka harus bertanggung jawab bagi dirinya sendiri.
Konseling realita memandang manusia atas dasar tingkah lakunya, hal
ini bukan berarti tingkah laku yang berdasar stimulus-respon yang ada pada
behaviorisme, atau tingkah laku secara fenomenologis seperti person centered.
Tetapi memandang tingkah laku berdasarkan pengukuran objektif yang
disebut relaitas, yaitu realitas praktis dan moral. Dan terapi realitas ini
bertujuan menitikberatkan pada realitas individu secara rasional, Dalam
kehidupan sehari-hari, konsep realitas bertujuan untuk menolong individu
agar mampu mengurus diri sendiri dan dapat menentukan perilaku dalam
bentuk nyata mendorong klien agar berani bertanggung jawab.
B. Saran
Uraian makalah di atas masih terdapat banyak kekurangannya, untuk
itu penulis berharap kepada pembaca untuk dapat memberikan saran atau
kritikan yang dapat membangun, supaya kita sama dapat menyempurnakan
pembuatan makalah ini.

1
KEPUSTAKAAN

Ady. I.N.C.2021.Reality Therapy untuk meningkatkan penyesuaian diri remaja dengan


gangguan major depressive disorder. Procedia.2722-7669.Vol 9(2):62–66

Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Habsy. B. A. 2022. Panorama Teori-Teori Konseling Modern dan Post Modern.
Malang: Media Nusa Creative
Lumongga. 2017. Konseling Kelompok. Jakarta Kencana
Rasimin & Hamdi. 2018. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Bumi
Aksara
Wubbolding. 2011. Reality Therapy for the 21 st century. Brunner/Routledge:
Philadelphia

2
SOAL

1. Siapa tokoh yang menggembangkan terapi realitas?


a. William Glasser
b. Erick Berne
c. Abraham Maslow
d. Carl Rogers
2. Jika dilihat dari sejarahnya, keterbatasan pendekatan berikut yang menjadi
latar belakang dikembangaknnya konsep pendekatan terapi realitas
adalah?
a. Gestalt
b. psikoanalisis
c. Self
d. Behavioral
3. Pada tahun berapa William Glasser
lahir? a. 1862
b. 1925
c. 1962
d. 1996
4. Berikut ini yang bukan merupakan kebutuhan psikologis menurut
konsep terapi realitas adalah?
a. Cinta
b. Kesenangan
c. Kebebasan
d. Aktualisasi
5. Berikut adalah konsep 3R dalam terapi realitas, kecuali
a. Recovery
b. Reponsibility
c. Reality
d. Right
6. Pribadi yang sehat menurut pendekatan terapi realitas adalah
a. Berfikir positif dalam menghadapi masalah
b. Mampu memenuhi kebutuhan psikologisnya
c. Istirahat teratur
d. Mampu menjalin komunikasi yang baik antar sesama
7. Dalam prosedur pelaksanaan terapi realitas, apa yang dimaksut dengan
WDEP Sistem?
a. Wish, Doing, Excercise, Progress
b. Want, Discuss, Excercise, Plans

2
c. Want, Doing, Evaluation, Plans
d. Wish, Discuss, Evaluation, Progress
8. Berikut ini merupakan tugas pimpinan kelompok dalam pelalsanaan
konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan terapi realitas adalah
a. Menentukan waktu bicara setiap anggota kelompok agat mendapt
porsi bicara yang sama
b. Memastikan anggota kelompok adalah orang-orang yang
memiliki permasalahan yang sama
c. Menyruh untuk salaing memberi penilaian antar anggota kelompok
d. Membantiu angguta kelompok mengevaluasi perilaku mereka saat ini
9. Yang bukkan merupakan kelebihan dari terapi realitas adalah?
a. Terapi realitas bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah
b. Terapi realitas ini fleksibel, dapat diterapkan dalam konseling
individu dan kelompok
c. Terapi realitas tepat diterapkan dalam perawatan penyimpangan
perilaku, penyalahgunaan obat, dan penyimpangan kepribadian
d. Terapi realitas meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam
diri individu, tanpa menyalahkan atau mengkritik seluruh
kepribadiannya
10. Berikut yang merupakan kelemahan dari terapi realitas adalah?
a. Tidak cocok diterapkan pada orang- orang pecandu obat-obatan terlarang
b. Terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang
mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah sadar dan riwayat
pribadi.
c. Sulit diterapkan pada anak remaja karena berfokus kepada orang
dewasa dengan tuntutan keja yang tinggi
d. Sifatnya tidak fleksibel

Anda mungkin juga menyukai