Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MODEL-MODEL KONSELING
“Reality Therapy”

DISUSUN OLEH :
Aulia Diba Ismarini (201801500683)
Khofifah Indah R (201801500717)
Maulinda Yuli Yani (201801500689)
Najma Lailiyah (201801500706)

Dosen Pengampu: Neng Triyaningsih Suryaman, M.Pd, Kons.

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


FAKULTAS ILMU PENGERTAHUAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
BIMBINGAN KONSELING
2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya sehingga kelompok kami dapat menyelesai makalah ini dengan sebaik-
baiknya dan lancar. Harapan kami sekelompok, semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca makalah ini.
Apabila makalah ini masih banyak kekurangnnya kami sekelompok
mengucapkan mohon maaf, karena kami hanya bisa berupaya agar bisa lebih baik lagi
dalam menyusun maupun merangkum materi dalam makalah ini. Oleh karena itu untuk
membantu kami agar lebih baik lagi, dimohon kritik sarannya setelah membaca makalah
ini, selebihnya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Penulis

i|Reality Therapy
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Sejarah ................................................................................................................... 3
B. Pandangan Manusia.............................................................................................. 4
C. Konsep Dasar ......................................................................................................... 7
D. Peran Konselor Dalam Konseling Terapi Realitas............................................. 9
E. Tujuan .................................................................................................................. 10
F. Tahapan ............................................................................................................... 10
G. Teknik Khusus ..................................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15
B. Saran..................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 16

ii | R e a l i t y T h e r a p y
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi realitas memiliki perbedaan yang sangat besar dengan sebagian
besar pendekatan konseling yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Terapi
realitas telah merai popularitas dikalangan konselor sekolah, para guru dan
pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah serta pekerja rehabilitas.
Terapi realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling
yang menjadi dasar pertanyaan-pertanyaan seperti : apa kenyataan itu? Haruskah
konselor mengajar klieannya? Apa yang harus diajarkannya? Model apa yang harus
disediakan oleh konselor? Filsafat siapa yang harus diajarkan? Apa peran nilai-nilai
dalam konseling?
Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku
sekarang. Konselor berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan
konseli dengan cara-cara yang bisa membantu konseli mengadapi kenyataan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun
orang lain. Inti dari terapi realitas adalah menerimaan tanggung jawab pribadi yang
dipersamakan dengan kesehatan mental.
Glasser mengembangkan terapi realitas dari kenyakinannya bahwa
psikiatrik konvensional sebagaian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru.
Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang
dirangcang untuk membantu orangorang dalam mencapai suatu “identitas berhasil,
dapat diterapkan pada psikoterapi konseli, pengajaran, kerja kelompok, konseling
perkawinan, pengelolaan lembaga, dan perkembangan masyarakat.
Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tinkah laku karena,
terutama dalam penerapan-penerapan institusionalnya pada dasarnnya ia merupakan
tipe pengondisian peran yang tidak ketat. Salah satu sebab mengapa Glasser bisa
meraih popularitasnya adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah

1|Reality Therapy
konsep modifikasi tingkah laku kedua model yang relatif sederhana dan tidak
berbelit-belit.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud reality theraphy?
2. Bagaimana pandangan manusia menurut reality therapy?
3. Apakah tujuan dari reality therapy?
4. Bagaimana proses konseling dengan reality therapy?

2|Reality Therapy
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah
Reality Therapy adalah sebuah pendekatan yang awalnya
dikembangkan pada 1950an dan 1960an oleh William Glasser. Pada tahun 1980an,
Glasser menambahkan control theory sebagai dasar teoretik bagi praktik relitas. Ini
terjadi karena Glasser tertarik di bidang teori control, ia membaca buku William
Powers (1973) Behavior: The Control of Perception. Teori Powers tentang
bagaimana otak berfungsi sebagai sebuah system control memberikan dasar teoritik
bagi terapi realitas. Pada tahun 1996, Glasser mengubah nama teori yang mendasari
terapi realitas dari terapi kontrol ke Choice Theory (teori pilihan), yang konsep
paling mendasar adalah “we can control only our own behavior” Glasser and
Glasser 2000: 40).
William Glasser tumbuh dan besar di Cleveland, Ohio, ketika berusia
4 tahun, ia menyadari bahwa kedua orangtuanya nyaris sama sekali tidak
kompatibel. Ayahnya memberikan kebebasan untuk berkembang sesuai dengan
kondisinya, sedangkan ibunya suka mengontrol atau mengatur anak-anaknya.
Glasser belajar teknik kimia di Case Institute of Technology di Cleveland. Pada usia
19 tahun, ia masih sangat pemalu, hal tersebut tidak mencegah Glasser untuk
menikahi Naomi Flasser dan memiliki tiga orang anak, ketika belum menyelesaikan
kuliah S1. Selama 3 tahun mengambil Ph.D di bidang psikologi klinis di Western
Reserve University, Glasser tidak menyelesaikannya dan pindah ke kedokteran.
Tahun 1953, Glasser meraih MD dari Western Reserve University, kemudian
memulai pelatihan psikiatri di Veterans Administration Brentwood Hospital dan
tahun 1957, menyelesaikan tahun terakhirnya di University of California di Los
Angeles.
Terapi realita muncul dari ketidakpuasan Glasser dengan psikiatri
psikoanalitik seperti yang diajarkan pada masa pelatihannya. Hal tersebut karena

3|Reality Therapy
ada tekanan yang terlalu besar pada perasaan dan riwayat masa lalu klien dan tidak
ada penekanan yang cukup pada apa yang dilakukan klien dan “apa yang anda
lakukan tentang apa yang anda lakukan?”.Selain itu, Glasser juga melihat gurunya
tidak melakukan yang mereka ajarkan dan apa yang tampak bekerja bukan apa yang
mereka katakan bekerja. Tahun 1956, Glasser menerima jabatan di California Youth
Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School of Girls.
Fase awal terapi realitas berkembang dari pekerjaannya menangani
remaja putri yang nakal (1956-1967), pasien rawat jalan (1956-1982), dan klien
yang mengalami cedera fisik di pusat rehabilitasi (1957-1966). Tahun 1961, buku
pertama Glasser diterbitkan, Mental Health or Mental Illness?, diikuti oleh Reality
Therapy: A New Approach to Psychiatry (1965).
Pada tahun 1992, Naomi meninggal karena kanker, setelah
sebelumnya, jatuh sakit. Sebelum kematiannya, Naomi mengatakan kepada Glasser
“Kau tidak akan bisa menjalani sendirian; kuharap kau dapat bisa menemukan
seseorang yang membuatmu bahagia”.
Glasser tidak menganggap dirinya seorang bujangan yang baik dan
pencariannya yang cukup sulit untuk mendapatkan pengganti pasangan hidup.
Akhirnya, Glasser menemukan pasangan hidup, Carleen, seorang instruktur senior
di William Glasser Institute. Glasser juga telah berkolaborasi dengan istri keduanya
Carleen Glasser untuk membuat The Language of Choice Theory (1999), dan
Getting Together and Staying Together: Solving the Mystery of Marriage (2000).
Glasser masih terus melatih dan memberikan sertifikasi kepada para
terapis realitas melalui William Glasser Institute yang dipimpinnya. Ia masih
teradiksi secara positif untuk mempromosikan, baik di Amerika Serikat maupun di
luar negeri, teori pikiran, ide terapi realitas, aliran kualitas, dan ide-ide perubahan
institusionalnya.

B. Pandangan Manusia
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis
yang secara konstan (terus menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan

4|Reality Therapy
harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh
satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan
psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan terhadap
realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan (Thompson, et. al., 2004, p. 111). Mengacu pada teori Hierarki
kebutuhan yang di kemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari pandangannya
tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk
merasa berharga bagi orang lain.
Secara lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologis manusia, meliputi :
1. CINTA (Belonging/Love)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya
untuk merasa memiliki dan terlibat atau melibatakan diri dengan orang lain.
Kebutuhan ini disebut Glasser sebagai identity society, yang menekankan
pentingnya hubungan personal, beberapa aktivitas yang menunjukkan kebutuhan
ini antara lain ; persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan
dalam organisasi kemahasiswaan. Kebutuhan ini oleh Glasser dibagi dalam 3
bentuk : social belonging, work belonging, dan family belonging.
2. KEKUASAAN (Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk
berprestasi, merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini
biasanya diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang disekitar kita,
memimpin, mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi
tempat bertanya atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau
gagasan dan sebagainya.
3. KESENANGAN (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Pada
anak-anak, terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini,
kemudian terus berkembang hingga dewasa. Misalnya berlibur untuk
menghilangkan kepenatan, bersantai, Melucu, humor, dan sebagainya.

5|Reality Therapy
4. KEBEBASAN (Freedom)
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan
kebebasan atau kemerdekaan dan ttidak bergantung kepada orang lain, misalnya
membuat pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan
melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan berpindah dari satu tempat ke
tempat lain, kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat universal, tetapi dipenuhi
dengan cara yang unik oleh masing-masing manusia (picture album : berisi
gambaran tentang bagaimana kita akan memenuhi kebutuhan tersebut, atau
disebut juga keinginan). Glasser memiliki pandangan yang optimis tentang
kemampuan dasar manusia, yaitu kemampuan untuk belajar memenuhi
kebutuhannya dan menjadi orang yang bertanggung jawab. Tingkah laku yang
bertanggung jawab merupakan upaya manusia mengontrol lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan dan menghadapi realita yang di alami dalam
kehidupannya.

Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser


orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan
kepribadian yang sehat, yang dutandai dengan berfungsinya individu dalam
memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat (Hansen, Warner dan Smith, 1980,
p.224). Dalam proses pembentukan identitas, individu mengembangkan keterlibatan
secara emosional dengan orang lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain
memberi perhatian kepadanya,dan berpikir bahwa dirinya memiliki arti. Proses ini
berlangsung sejak bayi.
Bagi anak-anak, interaksi dengan orang tua (ibu) atau orang dewasa
lain, membuat anak belajar merasakan keterlibatan orang lain, kedekatan,
kehangatan psikologis, dan ikatan emosional. Dari pengalaman tersebut, anak
belajar bagaimana menerima dan memberi kasih sayang, dan belajar bahwa dirinya
memiliki arti bagi orang lain dan orang lain juga berarti bagi dirinya.
Bila sejak kecil anak tidak merasakan bagaimana menerima dan
memberi kasih sayang, pada tahapan kehidupan berikutnya, ia mengalami kesulitan

6|Reality Therapy
dalam mencintai, memberi kasih sayang atau belajar bagaimana ia berarti bagi
dirinya juga bagi orang lain. Jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak
terpenuhi maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana
memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.
Belajar bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab
merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai “
identitas sukses “. Anak memperoleh “ identitas sukses “ nya dengan terlibat pada
berbagai aktivitas yang memenuhi kebutuhannya melalui interaksi dengan orang tua
yang bertanggung jawab, yang menunjukkan keterlibatan dalam pengasuhan
anaknya dengan menjadi model, melatih kedisiplinan, mencintai, dan sebagainya.
Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai
berikut :
1) Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
2) Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
3) Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-
kejadian di masa lalu, serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi di
bawah sadar.
4) Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini.

C. Konsep Dasar
Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan nya, dimana kebutuhan bersifat universal pada semua individu,
sementara keinginan bersifat unik pada masing-masing individu. Ketika seseorang
dapat memenuhi apa yang di dinginkan, kebutuhan tersebut terpuaskan tetapi, jika
apa yang di peroleh tidak sesuai dengan keinginan, maka orang akan frustasi, dan
pada akhirnya akan terus memunculkan perilaku baru sampai keinginan nya
terpuaskan.
Artinya, ketika timbul perbedaan antara apa yang di inginkan dengan
apa yang di peroleh, membuat individu terus memunculkan perilaku-perilaku yang

7|Reality Therapy
spesifik. Jadi, perilaku yang dimunculkan adalah bertujuan, yaitu dibentuk untuk
mengatasi hambatan antara apa yang diinginkan dengan apa yang di peroleh, atau
mucul karena dipilih oleh individu.
Perilaku manusia, merupakan perilaku total (total behavior), terdiri
dari doing, thinking, feeling dan psysiologi. Oleh karena perilaku yang di
munculkan adalah bertujuan dan di pilih sendiri, maka Glasser menyebutnya dengan
teori kontrol.
Penerimaan terhadap realita, menurut Glasser harus tercermin dalam
perilaku total (total behavior) yang mengandung 4 komponen, yaitu : berbuat
(doing), berfikir (thinking), merasakan (feeling), dan menujukan respon-respon
fisiologis (psysiologi). Konsep perilaku total membandingkan bagaimana individu
berfungsi sebagai mana mobil berfungsi. Seperti halnya keempat roda mobil
membawa arah mobil berjalan, demikian halnya keempat komponen dari total
behavior tersebut menetapkan arah hidup individu (Colledge, 2002:120).
Glasser dalam Corey (1991:524) menjelaskan bahwa secara langsung
mengubah cara kita merasakan terpisah dari apa yang kita lakukan dan pikirkan,
merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Meskipun demikian, kita memiliki
kemampuan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan apapun yang nanti
mungkin bisa kita rasakan. Oleh karena itu, kunci untuk mengubah suatu perilaku
total terletak pada pemilihan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan.
Sementara itu, reaksi emosi dan respon fisiologis termasuk dalam proses tersebut.
Bagaimana individu bertindak dan berfikir di analogikan sebagai
fungsi roda depan, sedangkan perasaan dan fisiologis mewakili fungsi roda
belakang. Mesin kendaraan di ibaratkan sebagai kebutuhan-kebutuhan individu, dan
setir yang dikendalikan merupakan gambaran keinginan untuk memenuhi
kebutuhan- kebutuhan tersebut. Sebagai mana kendaraan roda empat, jelas kontrol
utama berada d bagian roda depan, sehingga tindakan dan pikirkanlah yang berperan
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhan nya, menurut glasser
orang tersebut mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas Sukses ini terikat

8|Reality Therapy
pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang
dihadapinya, di capai dengan menunjukan total behavior (perilaku total), yakni
melakukan sesuatu (doing), berfikir (thinking), merasakan (feeling) dan menunjukan
respon fisiologis (physiology) secara bertanggung jawab (responsibility), sesuai
realita (reality), dan benar (right).
Konsep ini digambarkan glasser dalam bassin (1976:83-85) sebagai
berikut :
1. Responsibility (tanggung jawab)
Adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan nya
tanpa harus merugikan orang lain.
2. Reality (kenyataan)
Adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu
untuk memenuhi kebutuhan nya. Setiap individu harus memahami bahwa ada
dunia nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam
rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang
tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.
3. Right (kebenaran)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara
umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan
hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui
perbandingan tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam
tatacara yang diterima secara umum.

D. Peran Konselor Dalam Konseling Terapi Realitas


1. Konselor terlibat dengan konseli membawa konseli menghadapi realita. Seorang
konselor hendaknya bisa membuat konseli untuk memutuskan apakah mereka
akan atau tidak akan menempuh jalan yang bertanggung jawab.
2. Tidak membuat pertimbangan nilai dan keputusan bagi konseli. Hal ini
dilakukukan agar konseli tidak menyingkirkan tanggung jawab yang mereka
miliki, dan agar ada pembatas peran antara konselor dengan konseli.

9|Reality Therapy
3. Mengajarkan konseli membuat rencana yang sesuai dengan kemampuan &
ketrampilan yang mereka miliki.
4. Bertindak tegas. Hal ini dilakukan oleh konselor agar konseli bisa menerima
kenyataan.
5. Pembimbing
6. Memberi hadiah. Hadiah disini dalam artian memberikan pujian apabila konseli
mampu bertindak dengan bertanggung jawab.
7. Pemberi kontrak. Penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas,
hal ini bisa mencakup laporan dari konseli mengenai keberhasilan maupun
kegagalan dalam pekerjaan diluar situasi konseling.

E. Tujuan
1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat
menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala
resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam
perkembangan dan pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian
yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan
individu untuk mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri
.
F. Tahapan
Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua
unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa
prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada
konseli. Secara praktis, Thompson,et. al. (2004:115-120) mengemukakan delapan
tahapdalam Konseling Realita.

10 | R e a l i t y T h e r a p y
 Tahap 1 : Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli(Be Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap
otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang di bangun.
Konselor harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan
sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli
sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses
konseling jika dia merasa bahwa konselrnya terlibat, bersahabat, dan dapat
dipercaya. Oleh karena itu, penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar
proses konseling berjalan efektif. Menunjukan keterlibatan dengan konseli dapat
ditunjukan dengan perilaku attending. Perilaku ini tampak dalam kontak mata
(menatap konseli), ekspresi wajah (menunjukkan minatnya tanpa dibuat-buat),
duduk dengan sikapterbuka (agak maju kedepan dengan tidak bersandar), poros
tubuh agak condong dan diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi,
memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respon parafase.
 Tahap 2 : Fokus pada Perilaku Sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri pada konselor, maka
konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang.
Tahap ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan
ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya.
Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja
yang telah dilakukannya dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, tahap
ini meliputi:
a) Eksplorasi “picture album” (keinginan), kebutuhan, dan persepsi
b) Menanyakan keinginan-keinginan konsel
c) Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli
d) Menanyakan apa yang terakhir oleh konseli tentang yang diinginkan orang
lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konseli melihat hal tersebut

 Tahap 3 : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli

11 | R e a l i t y T h e r a p y
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu:
konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara
pandang dalam Konseling Realita, akar permasalahan konseli bersumber pada
perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan
setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam
pandangan Konseling Realita, yang harus diatasi bukan kecemasannya konseli,
tetapi ha-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.

 Tahap 4 : Konsili Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi


Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli
apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik
baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salahnya perilaku
konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri
kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu
dengan pilihannya tersebut.
Pada tahap ini, respon-respon konselor di antaranya
menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari
permasalahan atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah
pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya.
Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi
membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini.
Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia
cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.kemudian bertanya kepada konseli
apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli
saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal
tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah benar-
benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat
terjadi/dicapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, dan
menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseli.

12 | R e a l i t y T h e r a p y
 Tahap 5 : Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan
dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertangung jawab. Rencana
yang disusun sifatnya spesifik dan kongkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan
konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.

 Tahap 6 : Membuat Komitmen


Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang
telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.

 Tahap 7 : Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli


Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas
waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan
perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum
berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli
atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselr mengajak
konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa
konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan
kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya
konselor menghindari pertanyaan “Mengapa” sebab kecenderungannya konseli
akan bersikap defensive dan mencari-cari alasan.

8. Tahap 8 : Tindak Lanjut


Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan
konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau
dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.

G. Teknik Khusus
1. Menggunakan role playing dengan konseli

13 | R e a l i t y T h e r a p y
2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks
3. Tidak menjanjikan kepada konseli maaf apapun, karena terlebih dahulu
diadakan perjanjian untuk melakukan perilaku tertentu yang sesuai dengan
keberadaan klien.
4. Menolong konseli untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan
dilakukannya.
5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat
mendidik.
6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejekan yang pantas untuk
mengkonfrontasikan konseli dengan perilakunya yang tak pantas.
8. Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif.

14 | R e a l i t y T h e r a p y
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi realitas tampaknya amat cocok bagi intervensi-intervensi
singkat dalam situasi-situasi konseling krisis dab bagi penanganan para remaja dan
orangorang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari terapi realitas tampaknya adalah
jangka waktu terapinya yang relatif pendek dab berurusan dengan masalahmasalah
tingkah laku sadar.
Salah satu kekurangan terapi realitas adalah tidak memberikan
penerangan atau penekanan yang cukup pada dinamika-dinamika tak sadar dan pada
masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah lakunya sekarang.
Glasser disatu pihak tampaknya menrima peran masa lampau dan
ketidaksadaran sebagai faktor-faktor kausal dari tingkah laku sekarang, di lain pihak
dia menolaknilai faktor-faktor tersebut dalam memodifikasi tingkah laku sekarang.
Sebagaimana dinyatakan oleh Glasser “ tentunya para orang tua, seperti setiap orang
lainnya, memiliki alasan-alasan yang mungkin tidak disadari untuk bertindak
dengan cara yang mereka jalankan.

B. Saran
Setelah mempelajari mengenai Terapi Realitas, diharapkan kita yang
merupakan calon-calon seorang konselor dapat memiliki wawasan yang luas.
Sehingga dalam pelaksanaan bimbingan konseling kita bisa menjalankan tugas
sesuai dengan teknik-teknik yang ada.

15 | R e a l i t y T h e r a p y
DAFTAR PUSTAKA

https://fadhilghufron.wordpress.com/2016/02/17/makalah-terapi-realita/
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/14/terapi-realitas/
Corey, G. Theory and Pratice of Counseling and Psychoterapy (Teori Dan Praktek
Konseling Psikoterapi). Terjemahan oleh E. Koeswara. Bandung : Eresco. 1988
Komalasari, Gantina.Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : 2011

16 | R e a l i t y T h e r a p y

Anda mungkin juga menyukai