Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PSIKOLOGI KONSELING

“Pendekatan Konseling Realitas”

Dosen:

Gusmilizar

Disusun Oleh:

Dwi Nadia Octaria (13514301)

Ezzaty (13514710)

Nadia Kusuma Nastiti (17514736)

Nadya Shabrina (17514775)

KELAS 3PA10

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

2017

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pendekatan Konseling Realitas” ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan
didalamnya. Saya juga berterima kasih pada Ibu Gusmilizar dosen Psikologi Konselig
Universitas Gunadarma yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan tentang penjelasan Konseling Realitas ini yang sangat penting untuk
mahasiswa psikologi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya, saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Depok, 28 April 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... 1

DAFTAR ISI....................................................................................................... 2

BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................... 3

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah........................................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan…..........................................................................................4

BAB II: PEMBAHASAN..................................................................................................5

A. Sejrah Perkembangan Konseling Realitas........................................................................


B. 5

C. Hakekat Manusia.............................................................................................5

D. Perkembangan Kepribadian Konseling Realitas..............................................................7


E. Tujuan Konseling Realitas............................................................................................... 9
F. Ciri-Ciri Pendekatan Realistis.........................................................................................10
G. Teknik – Teknik Konseling Realitas...............................................................................11
H. Peran Konselor Dan Konseli Realitas.............................................................................14
I. Kelemahan dan Kelebihan Konseling Realitas................................................................15

BAB III: PENUTUP...........................................................................................17

A. Kesimpulan...................................................................................................17

B. Saran............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun hidup di dunia
ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang baik
adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan hidupnya. Manusia yang
mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang ada dan memiliki identitas adalah manusia
yang dapat berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari
masalahnya dan memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.

Di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar psikologisnya, yaitu
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa ia berguna
bagi diri sendiri maupun orang lain.

Pada dewasa ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang dipelajari oleh
konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan Client-Centered, Terapi
Gestalt, Terapi Tingkah Laku, Terapi Rasional-Emotif, Terapi Realitas, dan lain-lain. Diantara
berbagai pendekatan-pendekatan dan terapi tersebut, pendekatan dengan Terapi Realitas
menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebagian besar pendekatan konseling dan
psikoterapi yang ada. Terapi Realitas juga telah meraih popularitas di kalangan konselor
sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja
rehabilitasi. Selain itu, Terapi Realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling
yang menjadi dasar pernyataan-pernyataan. Sistem teori realitas difokuskan pada tingkah
laku sekarang. Oleh karena itu, seorang konselor maupun calon konselor wajib mempelajari
teori realitas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan konseling realitas?

3
2. Apa itu Hakikat Manusia Konseling Realitas ?
3. Bagaimana Perkembangan Kepribadian Konseling Realitas ?
4. Apa itu Tujuan Konseling Realitas ?
5. Apa saja teknik-teknik dalam konseling realitas ?
6. Apa peranan konselor dalam konseling kelompok realitas?
7. Apa saja kelemahan dan kelebihan konseling realitas ?

C. Tujuan pembelajaran :

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan konseling realitas.


2. Untuk Mengetahui Hakikat Manusia Konseling Realitas.
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Kepribadian Konseling Realitas.
4. Untuk Mengetahui Tujuan Konseling Realitas.
5. Untuk Mengetahui Teknik Konseling Realitas.
6. Untuk mengetahui peranan konselor dalam konseling kelompok realitas.
7. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan konseling realitas

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejrah Perkembangan Konseling Realitas

4
Konseling realitas dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun 1925 dan
menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di Cliveland, Obio. Pertumbuhannya relatif
tanpa hambatan, sehingga ia memahami dirinya sebagai lelaki yang baik. Glasser
meninggalkan kota kelahirannya setelah ia masuk ke perguruan tinggi. Ia memperoleh gelar
sarjana muda dalam bidang rekayasa kimia, sarjana psikologi klinis dan dokter dari Case
Western Reserve University.

Pada tahun 1961 Glasser mempublikasikan konsep konseling realitas dalam bukunya
yang pertama Mental Health or Mental Illness. Konsep ini diperluas, diperbaiki dan disusun
pada penerbitan tahun 1965: Reality Therapy : A New Approach to Psichiatry. Tidak lama
setelah penerbitan yang kedua ini, Glasser membuka Institute of Reality Therapy yang
digunakan untuk melatih profesi-profesi layanan kemanusiaan. Sebagai kata sambung atas
suksesnya, sekolah-sekolah membutuhkan konsultasi Glasser, dan ia dapat menyesuaikan
dengan prosedur-prosedunya dengan setting sekolah. Ia mempublikasikan ide ini dalam
School Without Failure (1969) dan mendirikan Educatinal Training Centre yang di dalamnya
guru-guru mendapat latihan konseling realitas.

B. Hakekat Manusia

Konseling Realitas merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif
sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli dalam suatu kelompok, yang dapat
dilakukan oleh guru atau konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina
kepribadian ataupun kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung
jawab kepada konseli yang bersangkutan. Adalah William Glasser sebagai tokoh yang
mengembangkan bentuk terapi ini.

Menurutnya, bahwa tentang hakikat manusia adalah: 1. Bahwa manusia mempunyai


kebutuhan yang tunggal, yang hadir di seluruh kehidupannya, sehingga menyebabkan dia
memiliki keunikan dalam kepribadiannnya. 2. Setiap orang memiliki kemampuan potensial
untuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-pola tertentu menjadi kemampuan aktual.
Karennya dia dapat menjadi seorang individu yang sukses. 3. Setiap potensi harus diusahakan
untuk berkembang dan terapi realitas berusaha membangun anggapan bahwa tiap orang
akhirnya menentukan nasibnya sendiri

Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat genetik.


Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol dunia agar memenuhi

5
kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya. Orang tidak pernah terbebas dari
kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi, muncul kebutuhan lain. Kehidupan manusia
adalah perjuangan konstan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan ini dan mengatasi
konflik yang selalu muncul di antara mereka. Secara rinci Glasser menjelaskan kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia, yaitu:

1. Kelangsungan hidup (Survival)

Kehidupan fisik ini bertempat di otak tua yang berlokasi di sebuah kelompok kecil
struktur yang terklaster di puncak tulang belakang. Gen orang mengistruksikan otak
tuanya untuk melaksanakan semua kegiatan yang menjaga kelangsungan hidup yang
mendukung kesehatan dan reproduksi.(kebutuhan memperoleh kesehatan, makanan,
udara, perlindungan, rasa aman, dan kenyamanan fisik)

2. Cinta dan rasa memiliki (Love and belonging)

Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa


memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang
menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan tertentu,
dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.

3. Kekuatan atau prestasi (Power or achievemen )

Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa


berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui
kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir,
meyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta
pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.

4. Kebebasan atau kemerdekaan (Freedom or independence)

Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau


kemerdekaan dan tidak tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif

6
pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan
apa, bergerak, dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

5. Kesenangan (Fun)

Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak, terlihat
dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus
berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan,
bersantai, melucu, humor, dan sebagainya.

C. Perkembangan Kepribadian Konseling Realitas

a. Struktur kepribadian

Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut


mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan kepribadian yang sehat,
yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya
secara tepat. Dalam proses pembentukan identitas, individu mengembangkan keterlibatan
secara emosional dengan orang lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberikan
perhatian kepadanya dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan psikologisnya
sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar
bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana
bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi
perkembangan anak untuk mencapai “identitas sukses”.

Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut telah
mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu
keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan
menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting), pikiran (thingking),
perasaan (feeling), dan fisik (physiology) secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu
realita (reality), dan benar (right), adapun konsep 3R yaitu:

1. Tanggungjawab (Responsibility)

Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merugikan


orang lain.

2. Kenyataan (Reality)

7
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi
kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, dimana mereka
harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang
dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.

3. Kebenaran (Right)

Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga tingkah laku
dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri
bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut ia merasa nyaman bila mampu
bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secara umum.

b. Pribadi sehat dan bermasalah

1. Pribadi Sehat

Konseling reality menekankan pilihan-pilihan pada setiap situasi individu memiliki


kemampuan membuat pilihan dan mempertanggung jawabkan berhasil. Status kesehatan
mental individu dapat dilihat dalam tahapan yang dialaminya, yaitu:

Tahapan Kemunduran/ Regresive Stage, dibagi menjadi 3 tahap :

1. “Saya Menyerah” (1 give up).


2. Simptom-simptom (-), pada perlikau menyeluruh
3. Kecanduan negative = individu mengulang-ulang perilaku yang tidak efektif dan
destruktif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tahapan positif / Progress Stage ,terjadi 3 tahap:

1. “Saya akan melakukannya”. “Saya ingin berkembang” “Saya berkomitmen untuk


berubah”
2. Simpton-simpton positif, pada perilaku menyeluruh
3. Kecanduan positif = ditandai dengan perasaan berharga pada diri sendiri (self
worth), konstruktif dan kepuasan terhadap pencapaian diri sendiri.

2. Pribadi bermasalah

Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam memenuhi


kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka
seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan
psikologis dirinya atau orang lain.

8
D. Tujuan Konseling Realitas

Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan


(connect) atau menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang
mereka pilih untuk mendasari kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas
juga bertujuan untuk membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara
yang lebih baik, yang meliputi kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau
berprestasi, kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang. Sehingga
mereka mampu mengembangkan identitas berhasil. Tujuan konseling realitas adalah
sebagai berikut :

1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat


menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala
resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam
perkembangan dan pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang
sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan
individu untuk mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

E. Ciri-Ciri Pendekatan Realistis

Ada 8 ciri yang menentukan pendekatan realitas sebagai berikut :

1. Terapi realitas menolak tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk


gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban.

2. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan


gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan mempersamakan
kesehatan mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.

9
3. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan
sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak
penting, tetapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang.

4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan


pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam
menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa
perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan
mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.

5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional


tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara
bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para
terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak
memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.

6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Teori


psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses-proses
ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi perubahan kepribadian, menekankan
pengungkapan konflik-konflik tak sadar melalui teknik-teknik seperti analisis transferensi,
analisis mimpi, asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi. Sebaliknya, terapi realitas
menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang
hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam
suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang
bertanggung jawab dan realistis.

7. Terapi realitas menhapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman


guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan
perusakan hubungan terapiutik.

8. Terapi realitas menekankan tanggng jawab, yang oleh Glasser(1965, hlm 13) didefinisikan
sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuha sendiri dan melakukannya
dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka”. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup.

10
F. Teknik – Teknik Konseling Realitas

Konseling Realita menggunakan banyak teknik untuk mencapai tujuan-tujuan


konseling, khususnya teknik-teknik dari perspektif konseling perilaku seperti yang
telah dikemukakan. Teori konseling realita memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu:

1. Metapor

Konselor menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan anekdot untuk
memberi konseli suatu pesan penting dalam cara yang efekitif. Konselor juga
mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli.

2. Hubungan

Menggunakan hubungan sebagai bagian yang asensial dalam proses terapoutik.


Hubungan ini harus memperlihatkan upaya menuju perubahan, menyenagkan, positif,
tidak menilai, dan mendorong kesadaran konseli.

3. Pertanyaan

Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari
konseli sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi
menggunakan pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli
menilai hidupnya dan kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak
perlu di ubah.

4. WDEP & SAMI2C3

Merupakan akronim dari wants (keinginan), direction (arahan), evaluasi (penilaian),


dan planing (rencana). Teknik ini digunakan untuk membantu konseli menilai
keinginan-keinginannya. Perilaku-perilakunya, dan kemudian merumuskan rencana-
rencana.

SAMI2C3 mempersentasikan elemen-elemen yang memaksimalkan keberhasilanya


keberhasilan rencana : mudah/ sederhana (simple), dapat dicapai (attainable), dapat
diukur (measurable), segera (immedate), melibatkan tindakan (involving), dapat

11
dikontrol (controled), konsisten (consistent), dan menekankan pada komitmen
(committed).

5. Renegosiasi

Konseli tidak selalu dapat menjalankan rencana perilaku pilihanya. Jika ini terjadi,
maka konselor mengajak konseli untuk membuat rencana ulang dan menemukan
pilihan perilaku lain yang lebih mudah.

6. Intervebsi paradoks

Terinspirasi oleh Frankl (pendiri konselng Gestalt), Glasser menggunakan paradoks


untuk mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi perilakunya sendiri.
Intetrvensi paradoksikal ini memiliki dua bentuk rerabel atau reframe dan paradoxical
pressciption.

7. Pengembangan ketrampilan

Konselor perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk memenuhi


kebutuhan dan keinginan-keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor
dapat mengajar konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir
rasional, dan membuat rencana.

8. Adiksi positif

Menurut Glesser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai


bentuk perilaku negatif dengan cara memberikan kesiapan atau kekuatan mental,
kreatifitas, energi dan keyakinan. Contoh : mendorong olah raga yang teratur, menulis
jurnal, bermain musik, yoga, dan meditasi.

9. Penggunakan kata kerja

Dimaksudkan untuk membantu konseli agar mampu mengendalikan hidup mereka


sendiri dan membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan
koseli dengan kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas . Konselor perlu
menggunakan kata memarahi, mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini
mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan merupakan keadaan yang mati
tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.

12
10. Konsekuensi natural

Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan
karena itu dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu
menerima permintaan maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak
memberikan sangsi. Alih-alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau
perilaku lain yang bisa membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami
kosekuensi negatif dari perilakunya yang tidak bertanggung jawab.

Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Dalam
membantu klien dalam menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan
beberapa teknik sebagai berikut :

1. Melakukan permainan peran dengan konseli


2. Menggunakan humor
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan
4. Tidak menerima alasan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab
5. Berperan sebagai model dan guru
6. Melibatkan diri pada perjuangan konseli mencari hidup yang efektif
7. Konfrontasi tingkah laku yang tidak realistis
8. Memberikan PR antar pertemuan dengan pertemuan berikutnya
9. Membaca artikel yang relevan
10. Kesepakatan kontrak antara konselor dan konseli

11. Debat konstruktif

Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh
pendekatan-pendekatan terapi lain. Pempraktek terapi realitas berusaha membangun
kerja sama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-
tujuannya. Teknik-teknik diagnostik tidak menjadi bagian dari terapi realitas. Teknik-
teknik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-
wawancara non direktif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis
transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.

G. Peran Konselor Dan Konseli Realitas


1. Konselor terlibat dengan klien dan membawa klien menghadapi realita. Tugas
utama konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian
menghadapi konseli dengan mengusahakan agar konseli mengambil
keputusan.
13
2. Konselor sebagai pembimbing. Konselor bertugas melayani sebagai
pembimbing untuk membantu konseli menaksir tingkahlaku mereka secara
realistis.
3. Memberi hadiah. Konselor diharapkan memberi hadiah bila konseli berbuat
dalam cara yang bertanggungjawab dan tidak menerima setiap penghindaran
atas kenyataan atau tidak mengarahkan konseli menyalahkan setiap hal atau
setiap orang.
4. Mengajar konseli Beberapa kualitas pribadi yang harus dimiliki konselor
adalah kemampuan untuk mengajar konseli, untuk mencapai kebutuhan
mereka secara terbuka, tidak untuk menerima ampunan, menunjukkan
dukungan yang terus menerus dalam membantu konseli, untuk memahami dan
mengempati konseli, dan untuk terlibat dengan tulus hati.
5. Motivator, yang mendorong konseli untuk: a) menerima dan memperoleh
keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya.
b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga
klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang
dapat menyulitkan dirinya sendiri.
6. Penyalur tanggung jawab, sehingga : a) keputusan terakhir berada di tangan
konseli. b) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam
menilai perilakunya sendiri.
7. Moralis Konselor memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari
tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila
konseli bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan
bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
8. Pengikat janji (contractor) Artinya peranan konselor punya batas-batas
kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang
dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.

H. Kelemahan dan Kelebihan Konseling Realitas

a. Kelebihan :

 Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.


 Asumsi mengenai kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan.
 Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai upaya untuk
memperbaiki tingkah laku malasuai. d. Klien bisa belajar tingkah laku yang
lebih realistik dan karenanya bisa tercapai keberhasilan.

14
 Langsung lebih cepat menyadarkan klien karena menggunakan secara
langsung mengajak klien berbuat. f. Bersifat praktis, luwes dan efektif.
 Mudah dilaksanakan dan tidak memerlukan pengetahuan tentang diagnosis.

b. Kelemahan:

 Teori ini mengabaikan tentang intelegensi manusia, perbedaan individu dan


faktor genetik lain.
 Dalam konseling kurang menekankan hubungan baik antara konselor dan
konseli, hanya sekedarnya.
 Pemberian reinforcement jika tidak tepat dapat mengakibatkan kecanduan atau
ketergantungan.
 Jangka waktu terapi yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah
tingkah laku sadar pada konseli.
 Teknik yang digunakan kurang mampu mengungkapkan data yang dialami
dari diri pribadi klien.
 Hanya menekankan perilaku tanpa mempertimbangkan sisi perasaan.
 Tidak memberikan penekanan yang cukup pada dinamika tidak sadar dan pada
masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah lakunya
sekarang.
 Bisa terjadi suatu tipe campur tangan yang dangkal karena ia menggunakan
kerangka yang terlampu disederhanakan.

15
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Pada dasarnya konseling realitas adalah membantu individu mencapai otonomi.


Otonomi merupakan keadaan yang menyebabkan orang mampu melepaskan dukungan
lingkungan dan menggantikannya dengan dukungan pribadi atau diri sendiri (internal).
Kriteria konseling yang sukses bergantung pada tujuan yang ditentukan oleh konseli. Dalam
konseling realitas, pengalaman yang perlu dimiliki oleh konseli adalah peran konseli
memusatkan pada tingkah laku dalam proses konseling (konseli diharapkan memusatkan
pada tingkah laku mereka sebagai ganti dari perasaan dan sikap-sikapnya), konseli membuat
dan menyepakati rencana (ketika konseli memutuskn untuk bagaimana mereka ingin berubah,
mereka diharapkan untuk mengembangkan rencana khusus untuk mengubah tingkah laku
gagal ke tingkahlaku berhasil), konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, dan konseli
belajar kecanduan positif (dalam hal ini Glasser mengungkapkan pentingnya belajar tanpa
kritik dari orang lain dalam setiap usaha kita.

b. Saran

16
Sebagai seorang calon konselor kita seharusnya mengetahui dan memahami  mengenai apa
itu teknik konseling realitas, karena dapat kita pakai sebagai model serta mengonfrontasikan
klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Corey. 2003.Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Semarang Press.Semarang Latipun.
2003. Psikologi Konseling. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Enik Nur Kholidah. 2013. Bahan Ajar Layanan Konseling Traumatik.Yogyakarta: Komalasari

Ilahiyah, nimatul. 2015. Makalah Konseling Realitas. (Online)


(https://nimahtulilahiyah1504.wordpress.com/2015/06/16/makalah-konseling-realitas/,
diakses 16 Juni 2015)

Eka, Dwi. 2016. Makalah Konseling Realitas. (Online).


(https://dwiekasite.wordpress.com/2016/06/24/41/, diakses 24 Juni 2016)

17

Anda mungkin juga menyukai