Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KONSELING KELOMPOK REALITA DAN PRAKTIK

Mata Kuliah : Pendekatan Kelompok Dalam Bimbingan Dan Konseling


Dosen Pengampu : -Bambang Dibyo Wiyono, S.Pd.,M.Pd.
-Denok Setiawati M.Pd., Kons.

Disusun Oleh :

1. Alya Alam Cahyani Putri 20010014004


2. Aulia Adilah 20010014018
3. Nanda Mujiati Choirun N. 20010014022
4. Adiba Faiha Amiriyyah 20010014054
5. Della Agysta 20010014056
6. Arifa Luthfi Aulia 20010014062
7. Bara Persada Mahargian 20010014068

2020 B

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah pendekatan
kelompok dalam bimbingan dan konseling yang berjudul “KONSELING
KELOMPOK REALITA DAN PRAKTIK” ini dengan lancar. Makalah ini disusun
demi mendapatkan informasi mengenai teori dan praktik konseling realita.

Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini mengalami hambatan dan


kesulitan. Namun dengan kemauan, kerja keras, serta binaan dan dukungan dari
semua pihak, akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi. Seperti kata pepatah, tak ada
gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak guna penyempurnaan proposal penelitian ini. Semoga
apa yang terkandung di dalam hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 15 November 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
C. Tujuan .......................................................................................................... 5

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

A. Konsep Dasar Konseling Kelompok Realita ............................................. 6


B. Tujuan Konseling Kelompok Realita ......................................................... 9
C. Kondisi Pengubahan dalam Konseling Kelompok Realita ...................... 10
(1) Peran Pemimpin Kelompok .................................................................. 10
(2) Peran Anggota Kelompok ..................................................................... 11
(3) Situasi Hubungan ................................................................................... 12
D. Mekanisme pengubahan dalam Konseling Kelompok Realita ................ 12
(1) Prosedur Konseling Kelompok Realita ................................................ 12
(2) Teknik Konseling Kelompok Realita ................................................... 17

BAB 3 PENUTUP .................................................................................................... 19

A. Kesimpulan ................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan dalam kelompok, hidup dan bekerja dalam
kelompok, menjadi gangguan dalam kelompok, dan dapat ditolong dalam
kelompok. Kelompok keluarga, Kelompok teman sebaya, kelompok sekolah
dan sosial, serta kelompok lain yang merupakan bagian dari kehidupan siswa.
Oleh karena itu, beberapa anak muda lebih nyaman dan ingin turut serta dalam
konseling kelompok daripada konseling individual.
Konseling kelompok di sekolah banyak diminati siswa sckolah,
terutama ketika belajar bagaimana mereka sering bertukar pikiran tentang
minat dan keprihatinan. Mereka senang mengetahui bahwa orang lain
memiliki perasaan dan pemikiran yang sama. Para siswa menyukai_ dukungan
dari anggota kelompok yang bekerja bersama baik untuk tujuan individu
maupun kelompok.
Layanan konseling kelompok yaitu upaya pembimbing atau konselor
membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-
masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok agar tercapai
perkembangan yang optimal. Dengan menggunakan konseling kelompok dan
memanfaatkan dinamika kelompok, maka proses konseling kelompok
dilaksanakan akan berjalan dengan terbuka guna membahas dan memecahkan
masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
Konselor dapat memberikan layanan dengan menggunakan layanan konseling
kelompok dengan terapi realitas.
Tujuan dari terapi realitas adalah agar setiap individu mendapatkan
cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan menjadi suatu
bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan. Dengan
menggunakan terapi realitas, diharapkan masalah kesulitan dalam
berkomunikasi yang dihadapi oleh klien dapat diselesaikan dan klien dapat
menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya.
Konseling kelompok dengan terapi realitas memiliki fungsi terapi yang
diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran- pertukaran masalah
pribadi antar anggota kelompok. Selain itu peserta didik juga dapat

4
memanfaatkan interaksi-interaksi yang terjadi untuk meningkatkan
pemahaman dan penerimaan nilai-nilai serta tujuan untuk belajar bersikap dan
berprilaku yang baik dan bersama-sama mencari pemecahan terbaik di dalam
menangani permasalahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar konseling kelompok realita ?
2. Bagaimana tujuan konseling kelompok realita ?
3. Bagaimana kondisi pengubahan dalam konseling kelompok realita ?
4. Bagaimana mekanisme pengubahan dalam konseling kelompok realita ?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar konseling kelompok realita.
2. Mengetahui tujuan konseling kelompok realita.
3. Mengetahui kondisi pengubahan dalam konseling kelompok realita.
4. Mengetahui mekanisme pengubahan dalam konseling kelompok realita.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Konseling Kelompok Realita


Pada awal 1980-an William Glasser mengembangkan teori kontrol /
control theory sebagai penjelasan atas perilaku manusia, yang menjadi dasar bagi
praktik terapi realitas. Pada bulan Maret 1996 ia mengganti nama teori ini menjadi
teori pilihan / choice theory. Premis dasar Glasser (2001, 2005) adalah bahwa
sumber dari hampir semua masalah klien adalah kurangnya kepuasan hubungan
saat ini. Singkatnya, Glasser percaya bahwa masalah inti yang sebagian besar dari
kita alami adalah ketidakmampuan untuk bergaul dengan orang lain sebaik yang
kita inginkan. Selanjutnya, karena inti dari teori pilihan adalah bahwa segala
sesuatu yang kita lakukan dipilih, kita dapat belajar untuk membuat pilihan yang
lebih baik. Terapi realitas adalah metodologi untuk menerapkan konsep-konsep
kunci dari teori pilihan. Fokus bab ini adalah pada penerapan konsep-konsep
kunci teori pilihan untuk praktek terapi realitas dalam kelompok.
Inti dari terapi realitas, yang sekarang diajarkan di seluruh dunia, adalah
bahwa kita bertanggung jawab atas apa yang kita pilih untuk dilakukan. Karena
semua masalah ada di masa sekarang, terapi realitas menghabiskan sangat sedikit
waktu untuk menyelidiki masa lalu. Glasser percaya bahwa kita hanya dapat
mengontrol apa yang kita lakukan saat ini. Kita mungkin adalah produk dari masa
lalu kita, tetapi kita bukanlah korban dari masa lalu kita kecuali kita memilihnya. .
Terapi realitas berkaitan dengan membantu klien memecahkan masalah dan
mengatasi tuntutan realitas dengan membuat pilihan yang lebih efektif. Orang
dapat meningkatkan kualitas hidup mereka melalui pemeriksaan yang jujur
terhadap keinginan, kebutuhan, dan persepsi mereka. Anggota kelompok
ditantang oleh pemimpin dan anggota lainnya untuk mengevaluasi perilaku
mereka saat ini, merumuskan rencana untuk perubahan, berkomitmen pada
rencana mereka, dan menindaklanjuti dengan komitmen mereka.

6
Konsep Kunci
1. Kebutuhan Manusia dan Perilaku Tujuan
Teori pilihan dibangun di atas gagasan bahwa perilaku manusia
memiliki tujuan dan berasal dari dalam individu daripada dari kekuatan
eksternal. Kami dimotivasi oleh kekuatan bawaan, dan semua perilaku kami
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Glasser (1998, 2001, 2005) dan
Wubbolding (2008) mengidentifikasi lima kebutuhan esensial manusia:
kelangsungan hidup, cinta dan kepemilikan, kekuasaan, kebebasan, dan
kesenangan.Bertahan hidup, atau pemeliharaan diri, berkaitan dengan
mempertahankan hidup dan kesehatan yang baik.
Cinta dan milik adalah kebutuhan untuk terlibat dengan orang lain dan
kebutuhan untuk mencintai orang lain dan dicintai. Kekuasaan, atau
pengendalian batin, adalah kebutuhan akan pencapaian dan pencapaian, atau
kebutuhan akan rasa bertanggung jawab atas hidup sendiri. Kebebasan, atau
kemerdekaan, adalah kebutuhan untuk membuat pilihan. Seru, atau
kenikmatan, melibatkan kebutuhan untuk menikmati hidup, tertawa, dan
mengalami humor. Teori pilihan didasarkan pada premis bahwa semua
perilaku kita pada dasarnya adalah upaya untuk mengendalikan dunia di
sekitar kita dengan tujuan untuk memenuhi lima kebutuhan dasar ini, yang
dibangun ke dalam struktur genetik kita.

2. Eksistensial / Orientasi Fenomenologis


Kita memandang dunia dalam konteks kebutuhan kita sendiri, bukan
sebagaimana adanya. Penting bagi konselor kelompok untuk mengajari
anggota perbedaan antara dunia yang mereka persepsikan dan dunia seperti
yang dilihat orang lain. Teori pilihan didasarkan pada asumsi eksistensial
bahwa adalah mungkin bagi orang untuk belajar menggantikan psikologi
kontrol eksternal dengan psikologi kontrol internal Kita dipandang sebagai
memilih tujuan kita sendiri dan bertanggung jawab atas jenis dunia yang kita
ciptakan untuk diri kita sendiri. Kami bukan korban yang tidak berdaya, dan
kami dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Glasser (1997, 1998, 2001) dan Wubbolding (2011) tidak menerima
gagasan bahwa kesengsaraan terjadi begitu saja pada kita; melainkan, itu
adalah sesuatu yang kadang-kadang kita pilih, bukan karena kita ingin
7
menderita tetapi karena penderitaan dapat memberi kita lebih banyak kendali
atas hidup kita. Penderitaan sering kali tampaknya menjadi satu-satunya
pilihan yang tersedia, dan orang-orang dengan cepat mengeluh bahwa mereka
kesal karena orang lain tidak berperilaku seperti yang mereka inginkan. Ini
adalah pelajaran yang kuat bagi orang untuk mengenali bahwa mereka
memilih perilaku mereka, termasuk merasa sengsara dan berpikir bahwa
mereka adalah korban. Beberapa rasa sakit psikologis dapat dikurangi dengan
membuat pilihan yang lebih efektif.

3. Jumlah Perilaku
Menurut formulasi teori pilihan Glasser saat ini (1998, 2001, 2005),
kita selalu memiliki kendali atas apa yang kita lakukan. Premis dasar ini
diklarifikasi dalam konteks pemahaman kitaperilaku total, yang mencakup
empat komponen yang tidak dapat dipisahkan, tetapi berbeda: akting (hal-hal
yang kita lakukan seperti berbicara atau jogging),pemikiran (pikiran sukarela
dan pernyataan diri), merasa (seperti kemarahan, kegembiraan, depresi,
kecemasan), dan fisiologi (seperti berkeringat, "sakit kepala," atau
mengembangkan gejala psikosomatik lainnya). Meskipun perilaku ini saling
terkait, salah satunya sering lebih menonjol daripada yang lain Terapis realitas
menerima bahwa orang merasa buruk atau bahwa fisiologi mereka mungkin
tidak sehat, seperti pada penyakit psikosomatik. Namun, mereka tidak fokus
pada komponen ini karena tidak dapat diubah secara langsung. Misalnya, kita
mungkin merasa kesal dan kemudian menekan diri sendiri jika kita gagal
mendapatkan pekerjaan yang kita lamar.
Kita tidak memiliki kemampuan untuk secara langsung mengubah
perasaan kita terlepas dari apa yang kita lakukan atau pikirkan. Tetapi kita
dapat mengubah apa yang sedang kita lakukan, dan kita memiliki beberapa
kemampuan untuk mengubah apa yang kita pikirkan, terlepas dari apa yang
mungkin kita rasakan. Karena itu, cara terbaik untuk mengubah perilaku total
terletak pada memilih untuk mengubah cara kita bertindak, karena ini adalah
perilaku yang dapat kita kendalikan. Jika kita secara nyata mengubah apa yang
kita lakukan, maka kemungkinan besar komponen pemikiran, perasaan, dan
fisiologis juga akan berubah (Glasser, 1998, 2001; Wubbolding & Brickell,
2005).
8
4. Esensi Teori Pilihan (Choice Theory) atau Teori Realita
Teori pilihan mengajarkan bahwa satu-satunya orang yang perilakunya
dapat kita kendalikan adalah diri kita sendiri. Satu-satunya cara kita dapat
mengontrol peristiwa di lingkungan kita adalah melaluiapa yang kita pilih
untuk dilakukan. Bagaimana perasaan kita tidak dikendalikan oleh orang lain
atau oleh peristiwa. Kita bukan budak psikologis orang lain, kita juga tidak
terjebak oleh masa lalu atau masa kini, kecuali kita memilih untuk
melakukannya. Dengan berfokus pada masa lalu atau gejalanya, klien dapat
menghindari pembicaraan tentang hubungan mereka yang tidak bahagia saat
ini. Sebuah aksioma teori pilihan adalah bahwa meskipun masa lalu mungkin
telah berkontribusi pada masalah saat ini, masa lalu tidak pernah menjadi
masalah.
Terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu, untuk berfungsi secara
efektif kita perlu hidup dan merencanakan di masa sekarang Glasser (2005)
berpendapat bahwa hampir semua gejala disebabkan oleh hubungan yang
tidak bahagia saat ini. Tugas kita adalah melakukan apa yang kita bisa untuk
memperbaiki hubungan kita saat ini (Glasser, 1998, 2001, 2005). Misalnya,
jika kita memiliki hubungan yang tidak memuaskan di masa lalu—mungkin
karena ditinggalkan oleh orang tua sewaktu kecil—apa yang sebenarnya
terjadi tidak dapat diubah. Yang bisa kita kendalikan hanyalah perilaku kita
sendiri, dan yang bisa kita lakukan hanyalah mencoba mengubah perilaku kita
saat ini sehingga kita bisa bergaul dengan orang-orang yang kita butuhkan
sekarang. Terapis kelompok realitas sering berkata kepada anggota: “Karena
masa lalu telah berlalu, itu tidak dapat diubah. Daripada membicarakan masa
lalu, mari hadapi masalah Anda saat ini dan cari solusi.”

B. Tujuan Konseling Kelompok Realita


Tujuan dasar dalam konseling realitas adalah untuk membantu individu
menemukan atau menjumpai kebutuhan psikologi mereka yaitu belonging (rasa
memiliki), power (kekuasaan), freedom (kebebasan), dan fun (kesenangan), atas
rasa tanggung jawab dan kepuasan dari setiap individu (Sharf, 2012: 422).
Menurut Corey (2009: 321), tujuan utama dari konseling realitas kontemporer
adalah untuk membantu para konseli dalam berhubungan atau menjalin hubungan
9
kembali dengan orang-orang yang mereka pilih dalam dunia berkualitas mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Sementara tujuan
dasar konseling realitas adalah membantu para konseli mempelajari cara yang
lebih baik dalam memenuhi semua kebutuhan mereka, termasuk kekuasaan atau
prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan kesenangan.
Sama dengan kebanyakan sistem psikokonseling, tujuan umum terapi
realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya
otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk
mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini
menyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung jawab atas siapa mereka
dan ingin menjadi apa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta
mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna
mencapai tujuan-tujuan mereka. Konseling realitas membantu orang-orang dalam
menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya, konselor
membantu mereka dalam menjelaskan cara-cara mereka menghambat kemajuan
kearah tujuan-tujuan yang ditentukan mereka sendiri. Konselor membantu
konseli menemukan alternatif - alternatif dalam mencapai tujuan-tujuan, tetapi
konseli sendiri yang menetapkan tujuan-tujuan konseling (Corey, 2010: 270).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
Konseling Realitas adalah untuk membantu konseli dalam membuat
pertimbangan nilai dan mempelajari tingkah laku yang realistis dan bertanggung
jawab untuk tercapainya kebutuhan psikologis individu, yaitu belonging (rasa
memiliki), power (kekuasaan), freedom (kebebasan), dan fun (kesenangan) serta
individu dihadapkan kembali pada kenyataan, sehinga dapat memahami dan
mampu menghadapi realitas.

C. Kondisi Pengubahan dalam Konseling Kelompok Realita


1. Peran Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok berusaha untuk membangun aliansi terapeutik
yang empatik dan saling percaya, yang merupakan dasar untuk
penggunaan terapi realitas yang efektif. Setelah hubungan terepeutik yang
efektif telah ditetapkan, terapis realitas mengajrkan klien dasar-dasar teori
pilihan dan penerapanya dalam kehdupan mereka (Wubbolding, 2008).
Terapi realitas mengajarkan bahwa orang paling mampu memperoleh
10
kendali efektif atas hidup mereka ketika mereka mengenali dan menerima
pertanggungjawaban atas perilaku yang mereka pilih sendiri dan membuat
pilihan yang lebih baik. Pemimpin kelompok membantu peserta
memahami bahwa mereka memilikl kendali atas perasaan mereka dengan
memilih untuk bertindak dan berpikir secara berbeda. Pemimpin kelompok
berfungsi sebagal mentor dengan mendorong anggota untuk
mempertimbangkan pilihan yang berbeda dengan cara berikut:
a. Mempromosikan diskusi tentang perilaku anggota saat ini dan
secara aktif mencegah alas an untuk perilaku yang tidak
bertanggung jawab atau tidak efektif
b. Membantu anggota membuat evaluasi atas perilaku mereka saat ini
c. Memperkenalkan dan mendorong proses evaluasi keinginan mana
yang dapat dicapai secara realistis
d. Mengajarkan anggota untuk merumuskan dan melaksanakan
rencana untuk mengubah perilaku mereka
e. Membantu peserta mengevaluasi tingkat komitmen mereka
terhadap rencana aksi mereka
f. Mendorong anggota untuk mengidentifikasi bagaimana
melanjutkan membuat perubahan yang mereka ingin kan setelah
grup berakhir
Pemimpin kelompok terapi realitas mengambil peran aktif secara
verbal dan direktif dalam kelompok. Dalam menjalankan fungsinya,
mereka memusatkan perhatian pada kekuatan dan potensi anggota
daripada penderitaan mereka. Mereka berasumsi bahwa memikirkan
keterbatasan, masalah, dan keegagalan cenderung memperkuat harga diri
klien yang rendah dan kontrol yang tidak efektif. Oleh karena itu, mereka
menantang anggota untuk melihat potensi mereka yang tidak digunakan
dan untuk menemukan bagaimana bekerja menuju pilihan yang lebih
efektif dan dengan demikian diperoleh kontrol yang lebih efektif.
2. Peran Anggota Kelompok
a. Memusatkan pada tingah laku dalam proses konseling (konseli
diharapkan memusatkan pada tingkah laku mereka sebagai ganti
dari perasaan dan sikap-sikapnya).

11
b. Konseli membuat dan menyepakati rencana perubahan yang akan
dilakukan.
c. Konseli harus dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan
belajar kecanduan positif.
3. Situasi Hubungan
Konseling kelomppok realita menerapkan hubungan pribadi antara
konselor dan konseli. Konseling kelompok realita juga memasukkan
hubungan terapeutik sebagai hal yang penting dalam proses konseling.
Pada konseling ini, akan muncul komitmen antara konselor dan konseli
terkait perencaanaan yang dibuat diantara keduanya. Melalui keterlibatan
langsung konselor, konseli kemudian akan lebih terpusat pada kesadaran
bahwa masih banyak hal-hal yang bermakna dan/atau positif dalam hidup
daripada hal- hal yang negatif.

D. Mekanisme pengubahan dalam Konseling Kelompok Realita


1. Prosedur Konseling Kelompok Realita
Wubbolding (200, 2008, 2009, 2010, 2011) dalam Corey menggunakan
akronim WDEP untuk menggambarkan pprosedur konseling kelompok
realita. Yang dimaksud dengan WDEP adalah :
a. W = Wants/Keinginan
Pada tahap awal, pemimpin kelompok yaitu konselor meminta para
anggotanya untuk menyampaikan keinginan mereka masing-masing.
Keinginan ini bersifat luas, bisa keinginan para anggota terhadap
keluarganya, temannya, cita-citanya, kondisi belajar yang dialaminya,
dan lain sebagainya. Konselor bisa memancing ungkapan keinginan
konseli melalui beberapa pertanyaan seperti :
1) “Kamu ingin menjadi orang yang seperti apa ?”
2) “Apa yang kamu inginkan dalam 5 tahun ke depan ?”
3) “Apa yang kamu harapkan dari keluargamu jika mereka
melihat kondisimu yang sekarang ?
4) Dan beberapa pertanyaan lainnya.

b. D = Direnction and Doing/Arah dan Melakukan


12
Setelah menelisik keinginan para anggota, selanjutnya konselor
membantu konseli untuk menentukan arah tujuan mereka dan
melakukan sesuatu sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut. Pada
tahap ini, konselor mengeksplorasi perilaku konseli untuk melihat
apakah perilakunya itu turut berkontribusi dalam perasaan dan/atau
pikiran konseli. Tahap ini tidak hanya bisa dilakukan oleh pemimpin
kelompok, para anggota lain juga bisa mengeksplor anggota yang lain
tentu dengan pemberian contoh di awal oleh konselor. Dalam
mengeksplor arah dan tujuan konseli, konselor bisa menggunakan
beberapa pertanyaan seperti :
1) “Apa yang kamu lakukan sekarang ?”
2) “Apa yang kamu lakukan minggu lalu ?”
3) “Apa yang akan kamu lakukan besok?”
4) Dan lain sebagainya

c. E = Self Evaluation/Evaluasi Diri


Tahap selanjutnya yaitu mengevaluasi konseli. Dalam evaluasi ini,
pemimpin kelompok bertugas untuk mengeksplorasi perilaku total
anggota kelompok. Seperti di tahap selanjutnya, para anggota bisa
saling mengevalusi anggota yang lain dengan tetap diberikan awalan
contoh dari pemimpin kelompok. Pemimpin maupun anggota
kelompok bisa menggunakan beberapa pertanyaan berikut untuk
mengevaluasi konseli :
1) “Apa yang kamu lakukan untuk memperbaiki dirimu ?”
2) “Apakah yang kamu lakukan itu kemudian membantu dirimu ?
atau menyakiti dirimu ? atau memberatksn dirimu ?”
3) “Seberapa intens kamu sudah melakukan suatu hal tersebut ?”
4) Dan lain sebagainya

d. P = Planning/Perencanaan
Corey mengatakan bahwa seni perencanaan adalah menetapkan tujuan
janagka pendek praktis yang memiliki kemungkinan besar untuk
berhasil dicapai, keberhasilan ini akan secara positif memperkuat
upaya anggota untuk mencapai tujuan jangka panjang. Wubbolding
13
“2000, 2011” dalam Corey menjelaskan terkait karakteristik
perencanaan yang efektif adalah sebagai berikut :
1) Baik, sederhana, mudah dipahami, realistis, positif, spesifik,
dilakukan segera, dan berulang.
2) Melibatkan aktivitas yang berpusat pada proses. Yang menjadi
poin utama bukanlah pencapaian dari rencana yang sudah
ditetapka, melainkan bagaimana proses anggota kelompok
mencapai rencananya.
3) Dalam kelompok, rencana dapat dibawa ke sini dan sekarang
dengan mempraktikkan cara baru untuk berhubungan dengan
seseorang, berlatih mengatakan “tidak”, atau mempraktikkan
perilaku asertif.
4) Ada baiknya untuk mengevaluasi rencana terlebih dahulu
sebelum rencana itu dilaksanakan. Baik pemimpin maupun
anggota kelompok memiliki hak dan peran untuk mengevaluasi
rencana. Evaluasi tidak hanya dilakukan sebelum rencana
dilaksanakan, namun setelah rencana itu dilaksanakan dalam
kehidupan anggota kelompok maka evaluasi dilakukan kembali.
Evaluasi kedua ini membahas tentang seberapa jauh anggota
kelompok dalam menjalankan rencananya, apakah ada yang
kurang, apakah berhasil, dan setiap anggota bisa memberikan
masukan satu sama lain.
5) Dibarengi dengan komitmen. Akan lebih baik lagi jika
komitmen yang dibuat kemudian diperkuat dengan
menuliskannya.

Dalam tahap perencanaan, pemimpin juga mengajarkan terkait komitmen.


Komitmen berguna sebagai pengingat konseli serta menunjukkan bagaimana
sikap konseli terhadap rencana yang sudah dibuat sebelumnya.

Sedikit berbeda dengan Wubbolding, Glasser (1965, 1969), serta Glasser


dan Zunin (1973) dalam Corey 2013 menyebutkan prosedur atau tahapan
konseling kelompok realita sebagai berikut :
a. Mengembangkan hubungan antara konselor dan konseli

14
Konselor sepenuhnya memberikan kehangatan, pengertian,
pemahaman, serta penerimaan pada konseli. Dengan begini, konseli
akan lebih membuka matanya dan lebih memusatkan dirinya pada
hal-hal yang positif daripada hal-hal yang negatif. Melalui
keterlibatan langsung dari konselor, konseli juga akan belajar dan
mengetahui bahwa banyak hal yang lebih bermakna dalam hidup ini
daripada hanya sekedar kegagalan, keputusasaan, tingkah laku tak
bertanggung jawab, dan lain sebagainya.
b. Fokus pada perilaku yang sekarang
Topic permasalahan yang diangkat dalam konseling adalah perilaku
yang saat itu ada pada diri konseli. Konselor akan meminta
setiapkonseli untuk fokus pada perilaku saat itu.
c. Konselor mengevaluasi perilaku konseli
Setelah setiap konseli terfokus pada perilakunya, berikutnya setiap
konseli diminta untuk mengidentifikasi apa yang mereka inginkan
selanjutnya dengan perilaku yang saat itu ada pada diri mereka.
Tidak hanya dilakuakan oleh konselor saja, antar konseli satu dengan
yang lain juga bisa saling memastikan apakah perilakunya itu
berdampak baik atau tidak.
d. Menciptakan perencanaan
Perencanaan merupakan hal yang esensial dalam konseling realita.
Konseling realita tidak hanya berhenti pada kondisi terapeutik dan
diskusi saja. Setelah keduanya dilakukan maka akan muncul rencana-
rencana kegiatan yang kemudian disepakati oleh konselor dan
konseli. Rencana-renacana ini dibuat untuk menunjang perbaikan
pada pribadi konseli. Rencana-rencana yang ditetapkan harus
spesifik serta dapat dijangkau oleh konseli. Sebelum disetujui,
rencana yang diajukan bisa dievaluasi terlebih dahulu.
Dari hasil evaluasi, jika rencana berkemungkinan tidak dapat
dilakukan maka bisa diganti dengan mengajukan bentuk rencana
yang lain. Glasser dan Zunin (1973) dalam Corey menganggap
bahwa penulisan dan/atau pencatatan rencana dalam bentuk kontrak
sangat diperlukan dalam konseling ini. Setelah rencana disetujui,
selanjutnya akan dikembalikan pada setiap konseli dalam bentuk
15
tanggung jawa mereka apakah rencana-rencana yang disepakati itu
dilakukan/diterapkan atau tidak.
e. Membuat komitmen
Komitmen merupakan kunci yang utama daam konseling realita.
Setelah muncul rencana yang sudah disepakati, selanjutnya konselor
akan membantu konseli dalam membuat komitmen. Adanya
komitmen digunakan sebagai pengingat dan/atau alarm otomatis
konseli dalam melaksanakan perencanaan-perencanaan yang telah
disepakati sebelumnya.
f. Evaluasi hasil perencanaan
Setelah komitmen dibentuk, masing-masing konseli kemudian
melakukan tindakan sesuai rencana yang telah dibuat dan disepakati
sebelumnya dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. Setelah
masa waktunya habis, konselor kemudian mengevaluasi para konseli
apakah mereka melaksanakan rencana-rencana mereka atau
mengabaikan rencana-rencana yang sudah dibuat.
g. Tidak diterimanya dalih
Kemungkinan yang sangat bisa terjadi adalah tidak semua konseli
berhasil menerapkan perencanaan yang telah disepakati sebelumnya.
Dalam proses evaluasi hasil perencanaan, konselor tidak bisa
menerima alasan apapun yang diberikan oleh konseli. Konselor lebih
fokus kepada apa maksud konseli melakukan hal tersebut daripada
alasan-alasan mengapa konseli melakukan hal tersebut.
Hubungan terapeutik antara konselor dan konseli bukan berarti
konselor menerima apapun yang dilakukan konseli. Dalam konseling
realita, konselor harus tegas dan menolak segala bentuk ke-tidak
tanggung jawaban konseli. Situasi konselor yang menolak segala
dalih atau alasan konseli akan menyadarkan konseli bahwa dia
menghadapi sesuatu dengan cara menghindarinya. Inilah yang
menjadi tugas utama konselor, yaitu menyadarkan konseli pada
realita atau keadaan yang sebenarnya ada dan/atau terjadi dalam diri
konseli.

16
2. Teknik Konseling Kelompok Realita
Konseling kelompok realita tidak membutuhkan teknik khusus, yang
diutamakan adalah konselor harus bisa membangun hubungan terapeutik
terlebih dahulu. Prinsip teori pilihan, konselor kelompok menyesuaikan
intervensi mereka dengan apa yang disajikan anggota kelompok sebagai
topik yang ingin mereka diskusikan. Meskipun pemimpin tidak beroperasi
dengan teknik yang telah ditentukan sebelumnya, langkah ke arah
hubungan yang memuaskan tetap diutamakan. Membangun keamanan
dalam kelompok terapi realitas dimulai dengan upaya konselor kelompok
untuk membangun iklim yang aman sebagai dasar penggunaan intervensi
yang efektif. Untuk menciptakan iklim terapeutik ini, konselor perlu
membangun hubungan kerja yang baik dengan anggota kelompok, yang
menyiratkan minat dalam kehidupan mereka dan menciptakan hubungan
yang akan menjadi dasar dari hubungan terapeutik.
Adalah penting bagi pemimpin kelompok untuk melihat dunia
sebagaimana para anggota melihatnya. Dalam arti tertentu, ini adalah
aspek yang paling penting dan menuntut dari sebuah kelompok, karena
tanpa adanya keterlibatan pribadi tidak akan ada terapi yang efektif. Ketika
terapi kelompok realitas tidak efektif, biasanya karena keterlibatan yang
tulus belum ditetapkan. Kepedulian di pihak pemimpin kelompok dapat
membantu membangun ikatan kepercayaan yang akan dibutuhkan klien
untuk berkomitmen pada tantangan membuat perubahan positif. Ketika
hubungan kerja terjalin, anggota umumnya dapat mengevaluasi baik apa
yang mereka inginkan maupun perilaku total yang mereka pilih saat ini.
Agar rasa aman tumbuh, pemimpin harus memiliki kualitas pribadi
tertentu, termasuk kehangatan, pengertian, penerimaan, perhatian, rasa
hormat terhadap klien, keterbukaan, dan kemauan untuk ditantang oleh
orang lain. Salah satu cara terbaik untuk mengembangkan niat baik dan
persahabatan terapeutik ini adalah dengan mendengarkan anggota
kelompok.
Namun, seperti yang disebutkan Wubbolding (2011), tingkat empati
yang tinggi ini lebih ditunjukkan oleh pertanyaan yang terampil daripada
dengan mendengarkan secara reflektif. Keterlibatan juga dipromosikan
dengan berbicara tentang berbagai topik yang memiliki relevansi untuk
17
anggota kelompok, topik yang berhubungan dengan perilaku dan
pengalaman sehari-hari anggota saat ini dan yang mengecilkan
kesengsaraan dan kegagalan masa lalu.
Dalam uraiannya tentang siklus konseling, Wubbolding (2000, 2010)
mengidentifikasi cara-cara khusus bagi konselor untuk menciptakan iklim
yang mengarah pada keterlibatan dengan klien, menekankan bahwa siklus
konseling tidak dapat diterapkan dengan cara yang sama dengan setiap
klien. Beberapa pendekatan untuk membangun lingkungan terapeutik
termasuk menggunakan perilaku memperhatikan, menunjukkan empati,
menunda penilaian, melakukan hal yang tidak terduga, menggunakan
humor dengan tepat, menjadi diri sendiri sebagai konselor, terlibat dalam
pengungkapan diri fasilitatif, mendengarkan metafora dalam mode diri
klien. -ekspresi, mendengarkan tema, meringkas dan fokus, dan menjadi
praktisi etis. Dasar intervensi terapeutik untuk bekerja bertumpu pada
lingkungan yang adil, tegas, ramah, dan saling percaya.

18
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Layanan konseling kelompok yaitu upaya guru BK atau konselor
membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-
masing anggota kelompok melalui kegiatan kelompok agar tercapai
perkembangan yang optimal. Pada awal 1980-an William Glasser
mengembangkan teori kontrol / control theory sebagai penjelasan atas perilaku
manusia, yang menjadi dasar bagi praktik terapi realitas. Pada bulan Maret
1996 ia mengganti nama teori ini menjadi teori pilihan / choice theory. Tujuan
dari terapi realitas adalah agar setiap individu mendapatkan cara yang lebih
efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan menjadi suatu bagian dari suatu
kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan. Dengan menggunakan
terapi realitas, diharapkan masalah kesulitan dalam berkomunikasi yang
dihadapi oleh klien dapat diselesaikan dan klien dapat menyelesaikan sendiri
masalah yang dihadapinya. Pemimpin kelompok membantu peserta
memahami bahwa mereka memilikl kendali atas perasaan mereka dengan
memilih untuk bertindak dan berpikir secara berbeda. Konseling kelompok
realita tidak membutuhkan teknik khusus, yang diutamakan adalah konselor
harus bisa membangun hubungan terapeutik terlebih dahulu. Meskipun
pemimpin tidak beroperasi dengan teknik yang telah ditentukan sebelumnya,
langkah ke arah hubungan yang memuaskan tetap diutamakan.

B. Saran
Sebagai seorang konselor atau guru BK, seharusnya memiliki
pemahaman mengenai teknik-teknik konseling terutama pada konseling
kelompok realita. Dimana teknik-teknik ini nantinya sebagai bekal bagi
konselor atau guru BK dalam membantu konseli atau peserta didik dalam
menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itu penting bagi konselor atau guru
BK mengasah kemampuan dala praktik konseling terutama pada konseling
kelompok realita.

19
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2013. Bandung : PT
Refika Aditama.

Corey, G. 2012. Theory and Practice of Group Counseling, Eighth Edition. Belmont,
CA: Brooks/Cole, Cengage Learning.

Kurnanto, M. Edi. Konseling Kelompok. 2014. Bandung : Alfabeta.

20

Anda mungkin juga menyukai