Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING

DOSEN PENGAMPU: ENI GUSNITA S.Pd.

Oleh:

Wahidah Indriani

12.112.200.101

FAKULTAS TARBIYAH DAN PENDIDIKAN

PROGAM BIMBINGAN KONSELING ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM ABDULLAH SAID BATAM

KEPULAUAN RIAU TAHUN 2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang memberikan kepada kita
rahmat dan karunianya agar kiata tetep istiqomah menjalankan perintahnya. Adapun tugas
yang penulis buat merupakan sumber yang didapatkan dari barbagai buku dan media sosial
yang dijadikan sebagai referensi. Dengan adanya makalah ini untuk memudahkan dan
menambahkan wawasan dalam berbagai bidang kususnya dalam bidang Pengantar
Kurikulum.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang dapat ditemui dan jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dari teman-teman maupun dosen
pembimbing sangatlah diharapkan. Supaya dalam penyusunan dan membuat makalah yang
akan datang menjadi lebih baik dari saat ini. Akhir kata, semoga dengan adanya makalah ini
kita bisa jadikan sebagai pedoman dan referensi baru dan lebih bermanfaat untuk kita semua.
Dan dapat mengikat hubungan silaturahmi antara kita semua.

Batam, 26 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................1


B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Masalah........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2

A. Teori Konseling Behavior........................................................................................2


B. Teori Konseling Realitas..........................................................................................7
C. Teori Konseling Client Centered............................................................................10

BAB III PENUTUP.....................................................................................................13

A. Kesimpulan.............................................................................................................13
B. Saran........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut American School Conselor Assosiation (ASCA), konseling adalah
hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya dalam mengatasi
maslahmasalahnya (Juntika, 2003).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan teori konseling behavior?
2. Apa yang dimaksud dengan teori konseling realitas?
3. Apa yang dimaksud dengan teori konseling client centre?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Mahasiswa mampu memahami tentang teori konseling behavior
2. Mahasiswa mampu memahami tentang teori konseling realitas
3. Mahasiswa mampu memahami tentang teori konseling client centre

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Konseling Behavior


1. Pengertian Konseling Bihavior
Menurut American School Conselor Assosiation (ASCA), konseling adalah
hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya dalam mengatasi
maslahmasalahnya (Juntika, 2003).
Sedangkan behavior, behavioral atau behaviorisme adalah satu pandangan
teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa
mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas (Chaplin, 2002).
Teori behavioristik dapat menangani kompleksitas masalah klien mulai dari
kegagalan individu untuk belajar, merespon secara adaptif hingga mengatasi masalah
neorosis. Adapun aspek penting dari terapi behavioristik adalah bahwa perilaku dapat
didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
Konseling behavior adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan
oleh konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tingkah
laku (behavioral), dalam hal pemecahan masalah-masalah yang dihadapi serta dalam
penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai oleh diri klien. Konseling behavioral
merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu (Surya, 2003).
Konseling behavior merupakan suatu teknik terapi dalam konseling yang
berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu
konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya melalui
teknik-teknik yang berorientasi pada tindakan. Behavior berpandangan, pada
hakikatnya kepribadian manusia adalah perilaku. Dimana perilaku tersebut
merupakan hasil dari bentukan pengalaman interaksi individu dengan lingkungan
sekitarnya.
Behaviorisme sendiri adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John
B. Watson pada tahun 1913 yang kemudian digerakkan oleh Burrhus Frederic
Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang

2
alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku
yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Para ahli behavioristik memandang bahwa gangguan tingkah laku adalah
akibat dari proses belajar yang salah. Oleh karena itu, perilaku dapat diubah dengan
mengubah lingkungan lebih positif sehingga perilaku menjadi positif pula. Perubahan
tingkah laku inilah yang memberikan kemungkinan dilakukannya evaluasi atas
kemajuan klien secara lebih jelas.
2. Karakteristik Konseling Behavior
Menurut Pihasniwati (2008), konsep utama dalam konseling behavior adalah
keyakinan tentang martabat manusia yang bersifat falsafah dan sebagian lagi
bercorak psikologis. Konseling behavioral berfokus pada perilaku manusia yang
dapat dipelajari dan dapat dirubah. Adapun kondisi-kondisi pada manusia yang
menjadi dasar dalam pelaksanaan konseling behavior adalah:
1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.
Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau
salah berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan (nativisme dan empirisme),
terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya.
2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa
yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah
laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola lama dahulu
dibentuk melalui belajar, pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang
baru. 
4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi oleh
perilaku orang lain.
3. Tujuan Konseling Behavior
Menurut Latipun (2008), tujuan konseling behavior adalah menciptakan suatu
kondisi baru yang lebih baik melalui proses belajar sehingga perilaku yang negatif dapat
dihilangkan serta mengubah tingkah laku adaptif dengan cara memperkuat tingkah laku
yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta berusaha
menemukan cara-cara bertingkah laku yang baru.
Konseling behavior bekerja dengan memusatkan perhatian perilaku manusia pada
yang nampak dan dapat dipelajari, tujuan yang ingin dicapai pada saat proses konseling
harus jelas dan sesuai dengan prosedur yang ada, memusatkan perhatian pada masalah
klien dan membantu dalam memecahkan masalah klien. Tujuan konseling behavior
adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa

3
mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam
jangka panjang atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial
Sedangkan menurut Komalasari (2011), tujuan konseling behavior adalah sebagai
berikut:
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
2. Membantu konseli membuang respons-respons yang lma yang merusak diri atau
meladaptif dan mempelajari respons-respons yang baru yang lebih sehat dan sesuai
3. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif,
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan. 
4. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama
antara konseli dan konselor.
4. Teknik Konseling Behvior
Menurut Latipun (2008), teknik yang digunakan dalam konseling behavior adalah
sebagai berikut:
a. Teknik tingkah laku umum
1. Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan pada
2. klien ketika tingkah baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien. Penguatan
harus dilakukan secara terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk
dalam diri klien.
3. Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku
baru secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin
dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
4. Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku
meladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak
akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan keuntungan.
b. Teknik-teknik spesifik
1. Desensitisasi Sistematik. Desensitisasi sistematik adalah teknik yang paling
sering digunakan. Desensitiasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk
menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa
diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan. Teknik ini diarahkan kepada
klien untuk menampilkan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik melibatkan teknik relaksasi dimana klien diminta untuk
menggambarkan situasi yang paling menimbulkan kecemasan sampai titik
dimana klien tidak merasa cemas.

4
2. Latihan Asertif. Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas
adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi
interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan
bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.
3. Terapi Aversi. Teknik-teknik pengondisian aversi yang telah digunakan secara
luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan
pengasosiasisan tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang
menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa
melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk
hukuman.
4. Pengondisian Operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar
yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi dilingkungan
untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku
yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca,
berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya.
5. Penguatan Positif. Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan
ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul
adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Penguatan positif
adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingkah
laku yang diharapkan muncul. Contoh penguatan positif adalah senyuman,
persetujuan, pujian, bintang emas, mendali , uang, dan hadiah lainnya. Pemberian
penguatan positif dilakukan agar klien dapat mempertahankan tingkah laku baru
yang telah terbentuk.
6. Pencontohan. Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model dan
kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung
dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya.
Dalam teknik ini, klien dapat mengamati seseorang yang dijadikan modelnya
untuk berprilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang
model. Dalam hal ini konselor, dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru
oleh klien.

5
7. Token Economy. Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba
lainnya tidak memberikan pengaruh. Metode ini menekankan penguatan yang
dapat dilihat dan disentuh oleh klien yang dapat ditukar oleh klien dengan objek
atau hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan pemikat
oleh klien untuk mencapai sesuatu.
5. Langkah-Langkah Konseling Behavior
Menurut Komalasari (2011), tahapan dalam konseling behavior adalah sebagai berikut:
a. Melakukan asemen
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada saat ini.
Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran konseli. Terdapat
enam informasi yang digali dalam asesmen yaitu:
1. Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini. Tingkah
laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
2. Analisis tingkah laku yang didalamnya terjadi masalah konseli. Analisis ini
mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku dan
mengikutinya sehubungan dengan masalah konseli.
3. Analisis motivasional.
4. Analisis self kontrol, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap tingkah
laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu dilatih atas dasar
kejadian-kejadian yang menentukan keberhasilan self kontrol.
5. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan
konseli diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli.
Metode yang digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis juga.
6. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma
dan keterbatasan lingkungan.
b. Menentukan tujuan
Konselor dan konseli menentukan tujuan konseling sesuai dengan kesepakatan
bersama berdasarkan informasi yang telah disusun dan dianalisis. Fase goal setting
disusun atas tiga langkah, yaitu:
1. Membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan
yang diinginkan.
2. Memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-
hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur.

6
3. Memecahkan tujuan ke dalam sub-tujuan dan menyusun tujuan menjadi
susunan yang berurutan.
c. Mengimplementasikan Teknik
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi
belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling
sesuai dengan masalah yang dialami oleh konseli (tingkah laku excessive atau
deficit).
d. Evaluasi dan mengakhiri konseling
Evaluasi konseling behavioristik merupakan proses yang berkesinambungan.
Evaluasi dibuat atas apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli digunakan
sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas tertentu dari
teknik yang digunakan. Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri konseling.
Terminasi meliputi:
1. Menguji apa yang konseli lakukan terakhir.
2. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan.
3. Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke
tingkah laku konseli.
4. Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku konseli.

B. Teori Konseling Realitas


Tokoh dari pendekatan realitas adalah William Glesser, ia merupakan seorang
insinyur kimia yang sekaligus psikiater pada tahun 1950-an. Glesser memanganggap
bahwa aliran yang dibawa oleh Freud tentang dorongan harus diubah dengan landasan
teori yang lebih jelas. Berangkat dari keyakinannya Glasser menilai bahwa sebagian
besar pendapat para psikiatri konvensional hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi yang
cenderung keliru. Sehingga Glasser menyusun pendekatan realitas dengan menguraikan
prinsip-prinsip dan prosedur yang dirancang untuk membantu konseli dalam mencapai
suatu “identitas keberhasilan”.
Corey menjelaskan bahwa pendekatan realitas merupakan model terapi dalam
konseling yang sistemnya difokuskan pada tingkah laku sekarang. Sehingga dalam
praksisnya konselor berperan sebagai guru dan model yang mengkonfrontasi konseli
dengan cara yang dapat membantu konseli untuk berperilaku lebih realistis sehingga
konseli dapat membentuk identitas keberhasilan dirinya. Maka dari itu pendekatan

7
realitas merupakan suatu bentuk pendekatan modifikasi tingkah laku, yang mana
modifikasi tingkah laku ini difokuskan pada perasaan dan tingkah laku saat ini serta
mengarahkan konseli keluar dari masalahnya dan fokus pada tujuan hidupnya dimasa
depan.
Pendekatan realitas berpandangan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar
yakni kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis sama halnya dengan
kebutuhan biologis. Namun Glasser memandang bahwa kebutuhan psikologis manusia
lebih cenderung pada akan rasa cinta, sehingga manusia dipandang sangat memerlukan
sebuah identitas yang disebut dengn identitas keberhasilan dengan mengembangkan
potensi diri dengan lingkungan.
Identitas keberhasilan ini juga membantu individu merasa memiliki dan berada
diantara orang lain sebagai makhluk sosial. Dari sini pendekatan realitas juga berasumsi
bahwa manusia adalah agen yang berperan dalam menentukan jati dirinya sendiri karena
individu akan bertanggung jawab atas konsekuensi tingkah lakunya. Maka, pendekatan
realitas berasumsi bahwa setiap individu dapat mengubah carahidup, perasaan, dan
tingkah lakunya dengan mengubah identitasnya.
Selain asumsi dasar pendekatan realitas mengenai manusia adapun hal-hal yang
dapat dicirikan sebagai pendekatan realitas antara lain: satu, pendekatan realitas menolak
akan konsep tentang penyakit mental, dua pendekatan realitas lebih menekankan pada
nilai, tiga pendekatan realitas menekankan pada aspek kesadaran dan bukan
ketidaksadaran, empat tidak ada konsep hukuman, lima pendekatan realitas menekankan
pada tanggung jawab.
Dalam penelitiannya Fiah & Lisa memberikan layanan konseling kelompok
menggunakan pendekatan realitas dengan tujuan agar setiap individu mendapatkan cara
yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang menjadi suatu bagian
kekuasaan, kebebasan, kesenangan dan keberhasilan. Sejalan dengan itu, Corey
menjelaskan bahwa tujuan pendekatan realitas adalah membantu orang-orang dalam
menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka, serta membantu konseli dalam
menyusun cara menuju arah tujuan yang telah ditentukan sendiri oleh konseli.
Pada intinya pendekatan realitas memiliki tujuan membantu konseli dalam melihat,
menentukan dan memperjelas tujuan kehidupan konseli dimana cara pencapaian tujuan
ditentukan oleh konseli dengan mengkonstruksikan rencana perubahan. Pendekatan
realitas berasumsi bahwa dasar masalah sebagian besar konseli adalah ketidakpuasan

8
dalam hubungan atau keterlibatan individu dengan orang lain, sehingga konseli menjadi
tidak mampu menjalin hubungan dengan orang-orang terdekat.
Maka semakin konseli mampu berhubungan baik dengan orang lain akan semakin
besar peluang konseli untuk bahagia. Sehingga peran dan fungsi konselor adalah sebagai
pembimbing.Dimana konselor bertugas membantu konseli dalam menilai tingkah
lakunya sendiri secara realiatis. Glasser berasumsi bahwa konselor harus bersikap
demikian disertai keyakinan bahwa konseli mampu menciptakan kunci kebahagiaanya
sendiri tanpa mengabaikan kenyataan.
Pendekatan realitas memiliki proses konseling yang dirumuskan oleh Wubbolding,
yang mana proses konseling ini dikenal dengan teknik “WDEP”. Secara spesifik W
berartikan Want (what do you want?), dalam tahap ini konselor berusaha menemukan
apa yang ada dalam dunia kualitas konseli yang diinginkan atau dikontrol oleh konseli
melalui perilakunya saat ini. Wubbolding menuliskan bahwa eksplorasi keinginan
mencakup, tetapi tidak terbatas, tiga elemen esensial dalam dunia kualitas relationship
(hubungan), treasured possessions (harta berharga), dan core belief (keyakinan dasar).
Proses awal ini konselor membantu konseli dalam mendeskripsikan apa yang
diinginkannya, keluarganya, ataupun lingkungannya yang membuat konseli merasa
terganggu. Untuk itu, konselor harusnya membantu konseli mendeskripsikan secara
spesifik mengenai apa yang ingin didapatkan dari hubungan-hubungan yang dijalin
konseli.
Tahap selanjutnya adalah D yang berarti Doing (what are you doing and in what
direction are you going?). Langkah selanjutnya dalam praktik konseling dengan
pendekatan realitas adalah konselor menanyakan “perilaku seperti apa yang anda pilih?”.
Tugas dan peran konselor adalah membantu konseli dalam mengkonstruksikan
perilaku apa yang konseli harapkan. Dimana diharapkan konseli mampu menyusun
perilaku yang bertanggung jawab sehingga dapat menggantikan perilaku yang tidak
bertanggung jawab.Secara khusus pendekatan realitas memfokuskan pada komponen
tindakan dan pikiran dari perilaku konseli yang dinilai paling memungkinkan untuk
diubah.Konseli menyusun tingkah laku yang bertanggung jawab, selanjutnya konselor
masuk pada tahap E evaluation. Pada tahap ini konselor mulai membawa konseli untuk
conduct a searching self-evaluation atau melakukan evaluasi diri dengan cermat.
Tidak hanya membantu konseli mengkonstruksikan perubahan perilaku yang
bertanggung jawab, konseling dengan pendekatan realitas konselor juga membantu
konseli untuk mengevaluasi dirinya mempercepat proses perubahan. Wubbolding
9
menulis bahwa dalam teknik konseling evaluasi diri, konselor sebagai sebuah cermin
metaforik di hadapan konseli serta meminta konseli untuk mengevaluasi dirinya, untuk
memeriksa efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara eksplisit dan cermat.
Dalam langkah ini konselor memberikan konseli pertanyaan seperti “apakah perilaku
anda, dapat membantu anda mencapai tujuan anda?”.Pertanyaan tersebut ditujukan
kepada konseli dengan tujuan mendorong konseli untuk menyadari bahwa perilaku yang
dipilih konseli benar-benar dapat membantu konseli mencapai tujuan yang
ditetapkannya.
Langkah selanjtunya adalah P yaitu Plan atau what is your plan?.Merencanakan dan
mengubah perilaku tentulah melibatkan komponen-komponen berupa mencari perilaku
alternatif, menegosiasikan rencana, mendapatkan komitmen pada rencana,
mengembangkan perilaku yang relevan, dan mengevaluasi kemajuan dalam
mengimplementasikan rencana. Dalam hal ini konselor membantu konseli menyusun
rencana pengubahan perilaku secara lebih spesific, dimana rencana perubahan ini
melibatkan perilaku alternatif yang bertanggung jawab dan berkomitmen dalam
melaksanakan rencana perubahan.
Pendekatan realitas juga memiliki kelebihan dan kekurang. Kelebihan dan
kekurangan tersebut antara lain: Kelebihan pendekatan realita yaitu jangka waktu terapi
relatif pendek karena konseli diharuskan dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri
berdasarkan pada pemahaman dan kesadaran tidak cukup, tetapi konseli dituntut untuk
melakukan tindakan atas komitmen yang telah dibuatnya. Sedangkan kekurangan dari
pendekatan realitas adalah tidak memperhatikan dinamika alam bawah sadar manusia,
karena disatu sisi pendekatan ini hanya memandang peristiwa masa lalu hanya sebagai
penyebab dari peristiwa sekarang.

C. Teori Konseling Client Centred


A. Client Centered sebagai Model Pendekatan dalam konseling
Bertolak dari peran konselor sebagai guru dengan beragam tindakannya dalam
memberikan perlakuan terhadap siswa, maka Client Centered sebagai model dalam
konseling merupakan pendekatan, deskripsi proses konseling, tujuan konseling,
teknik konseling, kelebihan dan keterbatasan serta hasil konseling dan penerapan
dalam proses belajar mengajar di sekolah
B. Client centered sebagai PENDEKATAN, merupakan cara umum dalam
memandang permasalahan atau objek kajian. Asumsi Perilaku Bermasalah menurut

10
Rogers adalah ketika tidak adanya hubungan yang kongruen antara real self dan ideal
self-nya serta self as thought to be seen by others.
C. Deskripsi proses konseling dalam model pendekatan Client Centered merupakan
suatu gambaran bagaimana proses pendekatan ini dilaksanakan. Adapun deskripsi
proses konseling itu adalah : (a) Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
(b) Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan
serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku dating melalui pemanfaatan
potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan
mendapat tilikan perasaan yang mengarah pada pertumbuhan. (c) Melalui
penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan
memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam konsep diri. (d) Dengan
redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain
dan menjadi orang yang berkembang penuh. (e) Wawancara merupakan alat utama
dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
D. Client Centered sebagai Tujuan Konseling, ia merupakan harapan yang ingin
dimiliki setelah proses konseling berlangsung. Adapun Tujuan Konseling yang
hendak dicapai dalam hal ini adalah: (1) Memberikesempatan dan kebebasan klien
untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, berkembang dan terealisir potensinya.
(2) Membantu individu untuk sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi
dengan lingkungannya, dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri. (3)
Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan pertumbuhan.
E. Teknik
Client centered sebagai teknik, ia merupakan suatu cara yang penekanan
masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor, dan mengutamakan
hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor. Implementasi
teknik konseling didasari olehpaham filsafat dan sikap konselor tersebut. Karena itu
teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan
dan komunikasi, menghargai orang lain dan memahaminya (klien). Karena itu dalam
teknik dapat digunakan sifat-sifat konselor berikut:
a. Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala
masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral.
b. Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan
perbuatan dan konsisten.

11
c. Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara
empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.
d. Non-judgemental artinya tidak memberi penilaianterhadap klien, akan tetapi
konselor selalu objektif.
F. Kelebihan dan Keterbatasan
Client centered sendiri merupakan model pendekatan konseling yang tentunya
memiliki kelebihan serta keterbatasan. Adapun kelebihan dan keterbatasan itu adalah:
Kelebihan:
a. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis
b. Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah
kepribadian.
c. Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
d. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan
kuantitatif.
e. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
f. Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis.
g. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka focus dalam
menyelesaiakan masalahnya.
h. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika
mereka mendengarkan dan tidak di justifikasi

Keterbatasan

Kekuranganya kekonkritan; dalam proses konseling, lebih efektif ketika


menggunakan bahasa verbal dan dengan klien yang cerdas; mengabaikan factor
ketidaksadaran (alam tak sadar) dan insting naluri; berurusan dengan hal-hal yang
ada di permukaan

G. Hasil Konseling
Setelah konselor melakukan konseling kepada konselinya, harapan yang ingin
diraih oleh seorang konselor yakni hasil konseling. Pada prinsipnya sulit untuk
membedakan antara proses dengan hasilkonseling. Ketika kita mempelajari hasil
secara langsung, maka sebenarnya kita menguji perbedaan-perbedaan antara dua
perangkat observasi yang dibuat pada awal dan akhir dari rangkaian wawancara.

12
Walau demikian Rogers mengatakan hasil konseling ialah klien menjadi lebih
kongruen, lebih terbuka terhadap masalah-masalahnya, kurang defensif, yang senua
ini Nampak dalam. dimensi-dimensi pribadi dan perilaku.
Berdasarkan hasil riset, beberapa hasil konseling antara lain:
a. Peningkatan dalarn penyesuaian psikologis.
b. Kurangnya keteganggan pisik dan pemikiran kapasitas yang lebih besar untuk
merespon rasa frustasi.
c. Menurutnya sikap defensive.
d. Tingkat hubungan yang lebih besar antara self picture dengan self ideal.
e. Secara, emosional lebih matang.
f. Peningkatan dalam keseluruhan penyesuaian dalam latihan-latihan vokasional.
g. Lebih kreatif.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan konseling yang menekankan pada keaktifan konseli untuk bereksplorasi
mengungkapkan dirinya pada permasalahan yang dihadapinya. Arah bantuan konselor
lebih menekankan pada pemahamandiri klien secara pribadi khususnya kesadaran akan
perasaan terbanding permasalahannya. Peran konselor pada kondisi tersebut adalah
sebagai “pendengar yang baik”, “cermin diri bagi konseli”, pemberi kemudahan bagi
konseli untuk berinisiatif karena setiap kesadaran yang muncul akan memberi perubahan
dan pengembangan diri dan berlanjut untuk mengaktualisasikan diri berdasarkan persepsi
konseli sendiri.

B. SARAN
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saran
penulis kepada pembaca agar dapat memahami dan mempelajari makalah ini dengan
sebaik mungkin dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kajianpustaka.com/2020/07/konseling-behavior.html
Rosada Ulfa Danni. (2019). Model Pendekatan Konseling Client Centered dan Penerapannya
Dalam Praktik. Jurnal Bimbingan dan Konseling. 14-25.

Fitradi Yodi. P. (2020). Pendekatan Realita dan Solution Focused Brief Theraphy dalam
Bimbingan Konseling Islam. Pendekatan Realitas dan Solution Focused Brief Therapi
dalam Bimbingan Konseling Islam. IX (1), 40-55.

14

Anda mungkin juga menyukai