MORAL REASONING
Disusun Oleh:
Kelompok V
I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Moral Reasoning ” yaitu
mengenai tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat yang berhubungan dengan nilai-nilai
susila, larangan, tindakan salah ataupun benar dan juga mengacu pada baik buruknya perilaku
manusia.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Berfikir Kritis. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat yang berhubungan
dengan nilai-nilai susila, larangan, tindakan salah ataupun benar dan juga mengacu pada baik
buruknya perilaku manusia. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................3
D. MANFAAT...............................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berpikir kritis (critical thinking) dalam kebidanan merupakan suatu proses disiplin
atau pendisiplinan intelektual aktif dan kemahiran dalam mengkonsep, menerapkan dan
mengevaluasi informasi dari hasil pengumpulan atau ditimbulkan dari pengamatan,
pengalaman, perenungan, penalaran atau komunikasi sebagai petunjuk yang dapat
dipercaya dan dalam bertindak. Berpikir kritis berdasarkan nilai-nilai akal budi yang
sesuai dengan “subject-matter” dan mencakup kejernihan, ketelitian, ketepatan, bukti,
kesempurnaan dan kejujuran.
Bepikir kritis dalam clinical practise merupakan suatu proses intelektual dari
penerapan proses penalaran yang mahir, sebagai petunjuk ‘untuk dipercaya’ atau
bertindak. Dengan maksud tertentu, proses berpikir dalam usaha untuk memecahkan
masalah. Berpikir kritis merupakan suatu kemampuan yang utama dalam penyediaan
pelayanan kesehatan yang professional terumata dalam Kebidanan. Betapa pentingnya
berpikir kritis ‘dibangun’ dalam praktek, sehingga sesuai dengan intelektual standard serta
keahlian dalam menggunakan penalaran, kemampuan untuk menggunakan “thinking
skills” dan kemampuan untuk mengambil pertimbangan klinis yang aman. Seseorang
yang berpikir kritis tidak akan menerima informasi (baik verbal atau tertulis) begitu saja,
tetapi mereka akan mencari fakta-fakta yang mendukung, mencari asumsi yang
tersembunyi dan membentuk berbagai macam keputusan atau kesimpulan. Sedangkan
orang yang tidak berpikir kritis, tidak dapat menggunakan dan menentukan pilihan secara
rasional, dapat membahayakan dirinya sendiri dan juga orang lain. Berpikir kritis
sangatlah berperan penting dalam penalaran klinis, sehingga didapatkan suatu
petimbangan klinis yang sesuai dengan diagnosis yang tepat.
Penalaran moral atau sering disebut moral thinking merupakan keputusan
seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan alasanny a. Sejalan
dengan tahap perkembnagan kognisi, maka keputusan moral atau penalaran moral
memiliki tahap-tahap perkembangan moral. Sidi Gazalba mengatakan bahwa moral itu
1
suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan umum diterima oleh kesatuan sosial
atau lingkungan tertentu (Abdul Muki, 2101: 33). Bagi Gazalba, ada perbedaan antara
moral dan etika. Moral bersifat praktik sedangkan etika bersifat teori.
Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-
nilai susila (Abdul Muki, 2101: 24). Sedangkan menurut Magnis Suseno, bahwa moral
selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral
adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikan manusia.
Dalam kerangka pendidikan moral, perlu diperhatikan unsur nilai moral, yaitu
penalaran nilai moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Penalaran moral terkait
dengan kesadaran atau alasan mengapa seseorang harus melakukan sesuatu hal, perasaan
moral adalah lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan
mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap oang lain merupakan ekspresi dari perasaan
moral(F, 2018).
Penalaran moral menekankan tentang alasan mengapa tindakan itu dilakukan,
daripada sekedar arti suatu tindakan, sehingga di sini tindakan itu dapat dinilai baik atau
buruk. Kohlberg juga tidak memusatkan perhatianya pada pernyataan orang apakah
tindakan itu benar atau salah. Alasannya, mungkin orang dewasa akan melakukan
tindakan yang sama dengan anak-anak, maka di sini tidak tampak adanya perbedaan
antara keduanya. Apa yang beda dalam kematangan moral adalah pada penalaran yang
diberikan terhadap suatu hal yang benar atau salah (F, 2018).
Penalaran moral bukan isi tetapi merupakan konstruksi atau struktur pemikiran.
Dengan demikian penalaran moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk,
tetapin tentang bagaimana seseorang berfikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu
baik atau buruk(F, 2018).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dalam Makalah ini, yaitu Apa yang dimaksud
dengan Moral Reasoning dalam mengambil suatu keputusan dalam Kebidanan?
2
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui moral reasoning dalam
mengambil suatu keputusan
D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa(i)
Manfaat bagi mahasiswa, yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Moral Reasoning dan bagaimana penerapannya dalam Kesehatan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
2. Sikap orang tua dalam keluarga
Sikap orang tua terhadap anak, ayah terhadap ibu, dan sebaliknya mampu
mempengaruhi perkembangan moral anak sebab anak mudah sekali meniru apa
yang dilihatnya.
3. Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut
Orang tua yang menanamkan nilai-nilai atau ajaran agama dengan
mengaplikasikannya maka akan dapat membentuk perkembangan moral anak dengan
baik.
4. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma
Orang tua harus mampu menerapkan norma-norma yang ada secara konsisten
dan tidak melanggar norma yang ada agar anak pun bersikap yang demikian,
sehingga dapat membentuk moral yang baik pada diri anak.
5
Pada tahap ini perkembangan moral mulai muncul. Memiliki keyakinan
bahwa semua orang harus diperlakukan sama dengan perlahan akan membuka jalan
ide-ide tentang keadilan, mempertimbangkan situasi tertentu. Anak yang memasuki
tahap ini biasanya akan menyatakan bahwa anak yang melakukan suatu kesalahan
harus diperlakukan tuntutan standar moral yang lebih longgar dibandingkan anak
usia 10 tahun yang melakukan hal sama.
Kohlberg mengatakan ada enam tahap perkembangan moral, yang dikelompokan menjadi tiga
tingkatan (C. Asri Budiningsih, 2004: 29-32, Lawrence Kohlberg, 1995: 231-234, Barry
Chazan,tth: 71) .
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis” atau keserasian
interpersonal dan konformitas (Sikap anak baik)
6
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang
disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip
mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut
niatnya, ungkapan “ dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang
mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
4. Orientasi hukum dan ketertiban (Moralitas hukum dan aturan)
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib sosial.
Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati
otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirina
sendiri.
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
7
Keenam tingkat penalaran moral tersebut dibedakan satu dengan lainya bukan berdasarkan
keputusan yang dibuat, melainkan didasarkan pada alasan yang digunakan untuk mengambil
keputusan.
8
D. Langkah-langkah Melakukan Critical Thinking
9
E. Jurnal Tentang Moral reasoning
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai legalitas aborsi yang dilakukan oleh
anak korban perkosaan inses. Merujuk pada catatan Komnas Perempuan tahun 2021 telah
terjadi kasus perkosaan inses terhadap perempuan sebanyak 215 kasus dimana 15 kasus
terjadi pada anak. Dari perkosaan inses tidak menutup kemungkinan terjadi kehamilan
pada anak dan ketidaksiapan fisik maupun psikis membuat seorang anak memilih jalan
untuk aborsi. Sehingga patut dipertanyakan tentang legalitas aborsi sebagaimana Pasal
75 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jika yang
melakukan aborsi adalah anak korban perkosaan inses. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aborsi dengan indikasi perkosaan adalah legal
karena adanya trauma psikologis yang diderita oleh korban dan dimungkinkan adanya
indikasi kedaruratan medis akibat perkosaan inses. Aborsi dapat dilakukan pada saat usia
kehamilan tidak lebih dari 6 minggu dihitung dari awal pertama haid, namun
tidak menutup kemungkinan aborsi dilakukan ketika usia kandungan melebihi batas
tersebut. Sehingga penegak hukum harus dapat memastikan bahwa aborsi akibat
perkosaan inses tidak dapat dituntut pidana karena telah dilindungi oleh hukum.
Kepastian hukum yang ada harus dapat ditegakan agar tercipta keadilan dan kemanfaatan
yang menjadi tujuan dari hukum. Selain itu, diperlukan adanya suatu edukasi mengenai
kesehatan reproduksi oleh ahli kesehatan agar kasus aborsi dapat diminimalisir.
Kata kunci: Hak Anak; Legalitas Aborsi; Perkosaan Inses
10
TINDAKAN ABORSI AKIBAT PEMERKOSAAN DITINJAU MENURUT
PANDANGAN ISLAM, BIOETIKA KEDOKTERAN DAN HUKUM DI INDONESIA
Abstrak
Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia terus menjadi sorotan, dimana
terdapat peningkatan kasus dari tahun sebelumnya (Tahun 2020). Pada tahun 2021 muncul
kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu kasus pemerkosaan yang dilakukan pada 13
santriwati. Aborsi sering menjadi pilihan sebagai cara menekan trauma psikologis yang
dialami korban pemerkosaan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan tinjauan tindakan
aborsi akibat pemerkosaan ditinjau menurut pandangan islam dan bioetika kedokteran
serta memberikan gambaran kebijakan hukum tindakan aborsi akibat pemerkosaan di
negara yang telah memiliki sistem aborsi secara legal akibat perkosaan, serta memberikan
gambaran dampak dari kebijakan yang telah dilakukan. Jenis penelitian yang
digunakan yuridis empiris dengan mengumpulkan dan menganalisis, serta berfokus pada
pandangan Islam, kaidah bioetika, dan norma hukum yang berlaku. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kajian dari sisi agama islam, tindakan aborsi akibat perkosaan di
perbolehkan, sebelum usia kehamilan 40 hari dan di sepakati oleh tim yang berwenang.
Sedangkan dari kajian bioetika kedokteran, dapat dilihat dari indikasi medis dalam hal ini
kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental
dengan menerapkan prinsip beneficence and non-maleficence, respect for human dignity
and human right, respect for autonomy, dan respect for confidentiality and privacy. Tindakan
aborsi akibat pemerkosaan secara hukum di Indonesia dan beberapa negara telah banyak
diatur, akan tetapi dalam implementasinya masih menjadi tantangan dalam menyediakan
akses informasi dan penyediaan layanan kesehatan yang memadai.
Abstrak
Salah satu risiko kehamilan adalah memiliki janin yang cacat. Dengan teknologi saat ini,
kecacatan pada janin dapat dideteksi sedini mungkin. Untuk menghindari komplikasi dan
beban di masa datang maka sang ibu diperbolehkan untuk melakukan aborsi yang secara legal
diperbolehkan dan dilindungi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah di Indonesia.
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan
data dari berbagai buku, baik dari buku kedokteran, buku etika moral, kitab hukum di
Indonesia, maupun buku-buku etika Kristen. Secara moral dan hukum maka aborsi akibat cacat
janin diperbolehkan yang memberikan legalitas aborsi bagi sang ibu. Namun demikian aborsi
tetaplah tindakan pembunuhan terhadap manusia yang tidak berdaya. Hal ini menuai pro dan
11
kontra bagi banyak kalangan. Untuk itu penelitian ini menjawab bagaimana orang percaya
akan memandang hal ini dan mencari kebenarannya di dalam Alkitab.
Kata-kata kunci: Aborsi; Cacat Janin; Etika Kristen; Rencana Allah; Aturan manusia
12
DOES MORAL REASONING INflUENCE PUBLIC VALUES FOR
HEALTH CARE PRIORITY SETTING?: A POPULATION-BASED
RANDOMIZED STATED PREFERENCE SURVEY
Abstrak
Objective: Preferences of members of the public are recognized as important inputs into health
care priority-setting, though knowledge of such preferences is scant. We sought to generate
evidence of public preferences related to healthcare resource allocation among adults and
children.
Methods: We conducted an experimental stated preference survey in a national sample of
Canadian adults. Preferences were elicited across a range of scenarios and scored on a visual
analogue scale. Intervention group participants were randomized to a moral reasoning exercise
prior to each choice task. The main outcomes were the differences in mean preference scores by
group, scenario, and demographics. Results: Our results demonstrate a consistent preference by
participants to allocate scarce health system resources to children. Exposure to the moral
reasoning exercise weakened but did not eliminate this preference. Younger respondent age and
parenthood were associated with greater preference for chil- dren. The top principles guiding
participants’ allocative decisions were treat equally, relieve suffering, and rescue those at risk of
dying.
Conclusions: Our study affirms the relevance of age in public preferences for the allocation of
scarce health care resources, demonstrating a significant preference by participants to allocate
healthcare resources to children. However, this preference diminishes when challenged by
exposure to a range of moral prin- ciples, revealing a strong public endorsement of equality of
access. Definitions of value in healthcare based on clinical benefit and cost-effectiveness may
exclude moral considerations that the public values, such as equality and humanitarianism,
highlighting opportunities to enrich healthcare priority-setting through public engagement.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Moral Reasoning merupakan kesadaran moral yang menjadi faktor utama yang
mempengaruhi perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis dalam mencapai
kesadaran etika bagi seorang profesional untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Moral
reasoning pada setiap individu memengaruhi mereka dalam membangun dan
meningkatkan efektivitas atas implementasi kode etik yang meliputi nilai akuntabilitas.
Terutama bidan dalam upaya melakukan critical reasoning akan melalui tahapan
menyusun data (look), pengumpulan data (collect), pemrosesan data (process), membuat
kesimpulan berupa keputusan atau diagnosis (decide), menyusun rencana asuhan (plan),
melaksanakan asuhan (act), melakukan evaluasi (evaluate) dan refleksi proses
pengalaman yang telah dilewati (reflect).
B. SARAN
Dalam menjalankan tugasnya sebagai professional tenaga kesehatan khususnya
bidan diharapakan mampu mengimplementasikan tahapan critical Thingking dan moral
reasoning dengan baik dalam memberikan asuhan yang tepat kepada klien/pasien sesuai
dengan kebutuhan wewenang yang dimiliki. Oleh kerena itu, diharapkan makalah ini
bisa memberi manfaat bagi pembaca dan menjadi referensi dalam menambah ilmu
pengetahuan.
14
DAFTAR PUSTAKA
F, K. Ge. (2018). Penalaran moral. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.
Ii, B. A. B. (2019). digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id. 20–52.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2019). 1 ), 2 ). 17–61.
ASTUTI, D. P. (2022). Penalaran mahasiswa ditinjau dari. 2005–2003 ,)8.5.2017(4 ,הארץ.
Denburg, A. E., Ungar, W. J., Chen, S., Hurley, J., & Abelson, J. (2020). Does moral reasoning
influence public values for health care priority setting?: A population-based randomized
stated preference survey. Health Policy, 124(6), 647–658.
https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2020.04.007
Fatahaya, S., & Agustanti, R. D. (2021). Legalitas Aborsi Yang Dilakukan Oleh Anak Akibat
Perkosaan Inses. Jurnal Usm Law Review, 4(2), 504. https://doi.org/10.26623/julr.v4i2.4041
Fitriani, I., Rahmat, Z., & Sarwita, T. (2021). P-ISSN Jurnal Ilmiah Mahasiswa SURVEI
PENGETAHUAN REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS DITINJAU DARI
TINGKAT PENALARAN MORAL PADA SISWA KELAS DUA SMA 2 BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2019 / 2020. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan, 2(1).
https://jim.bbg.ac.id/pendidikan/article/download/324/161
Hakiim, A., Abdullah, M., & Romelah. (2022). Tindakan Aborsi Akibat Pemerkosaan Ditinjau
Menurut Pandangan Islam, Bioetika Kedokteran dan Hukum di Indonesia. Jurnal Health
Sains, 3(3).
Islam, U., & Sunan, N. (2019). pembelajaran moral reasoning pada anak sejak dini. Mansasa,
2(0274), 2018.
Kruijtbosch, M., Floor-Schreudering, A., van Leeuwen, E., Göttgens-Jansen, W., & Bouvy, M.
L. (2022). Moral reasoning perspectives of community pharmacists in situations of drug
shortages. Research in Social and Administrative Pharmacy, 18(3), 2424–2431.
https://doi.org/10.1016/j.sapharm.2020.11.012
Faiz, A. (2018). Perkembangan Moral : Teori Piaget & Kohlberg. Academia, 2(3), 1–17.
https://padlet.com/mujarabatillah_alhassan/s1r1tr2ve7jz
15