Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“ KONSELING BEHAVIORAL”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pendekatan Koseling

Dosen Pengampu:

Riski Putra Ayu Distira, M.Pd

Di susun oleh:

1. Ana Ayu Aminah (210801014)


2. Imam Qomarudin (210801015)
3. Fanisa Alma Rahmadianti (210801027)

KELAS A

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ SUNAN GIRI

BOJONEGORO 2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah pendekatan konseling.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang telah tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca untuk melenkapi kekurangan dan kesalahaan dari makalah ini.
Akhirya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dan Pendidikan.

Bojonegoro, 20 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Behavioral ................................................................................... 3


B. Sejarah Konseling Behavioral ................................................................................ 4
C. Konsep Dasar Teori Konseling Behavioral .............................................................6
D. Hakikat Manusia Dalam Konseling Behavioral ...................................................... 7
E. Ciri Dan Tujuan Konseling Behavioral ................................................................... 7
F. Peran Konselor Dan Peran Konseli ........................................................................ 8
G. Metode Konseling Behavioral ............................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 14
B. Saran ....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori belajar Behavioral adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioral. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioral dengan model hubungan stimulus-responsnya, mendudukkan orang yang


belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Metode behavioral ini sangat
cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
diberi permen atau puji.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Teori Behavioral?


2. Bagaimana Sejarah Teori Behavioral?
3. Bagaimana Konsep Dasar Teori Konseling Behavioral?
4. Bagaimana Hakikat Manusia Dalam Konseling Behavioral?
5. Bagaimana Ciri Dan Tujuan Konseling Behavioral?
6. Bagaimana Peran Konselor Dan Peran Konseli?
7. Bagaimana Metode Konseling Behavioral
c. Tujuan Masalah

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian teori behavioral

2. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah teori behavioral

3. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar teori konseling behavioral

4. Mahasiswa dapat mengetahui hakikat manusia dalam konseling behavioral

5. Mahasiswa dapat mengetahui ciri dan tujuan konseling behavioral

6. Mahasiswa dapat mengetahui peran konselor dan peran konseli

7. Mahasiswa dapat mengetahui metode konseling behavioral

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian teori pendekatan behavioral


Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik,
yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pada hakikatnya konseling
merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien,
bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu
tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya
(Yusuf&Juntika,2005:9).

Pengertian konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena keduanya


merupakan sebuah keterkaitan. Muhamad Surya (1988:25) mengungkapkan bahwa
konseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih
berkenaan dengan masalah individu secara Pribadi. Juntika (2003:15) mengutip
pengertian konseling dari ASCA (American School Conselor Assosiation ) sebagai berikut
: Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap
penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor
mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya dalam
mengatasi maslah-masalahnya. Sedangkan pengertian behavioral/ behaviorisme adalah
satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah
laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas
(JP.Chaplin, 2002:54).

Aliran Behaviorisme ini berkembang pada mulanya di Rusia kemuadian diikuti


perkembangannya di Amerika oleh JB. Watson (1878-1958). Dari pengertian konseling
dan behaviorisme yang dipaparkan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan konseling behavioral adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang
diberikan oleh konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tingkah laku (behavioral), dalam hal pemecahan masalah-masalah yang dihadapi serta
dalam penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai 4 oleh diri klien. Menurut
Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah suatu proses
membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan
keputusan tertentu.

B. Sejarah dasar teori pendekatan behavioral


Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada
saat yang hamper bersamaan di Amerika behaviorisme muncul dengan salah satu tokoh
utamanya John B. Watson. Di bawah ini adalah berapa tokoh behaviorisme :
a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia yang
sangat dikenal dengan teori pengkondisian klasik (classical conditioning) dengan
eksperimennya yang menggunakan anjing sebagai obyek penelitian. Pengkondisian
model Pavlov ini menyatakan bahwa rangsangan yang diberikan secara berulang-ulang
serta dipasangkan dengan unsure penguat, akan menyebabkan suatu reaksi (JP.
Chaplin, 2002:103). Menurut Pavlov (Walgito,2002:53) aktivitas organisme dapat
dibedakan atas : 1. Aktivitas yang bersifat reflektif ; yaitu aktivitas organisme yang tidak
disadari oleh organisme yang bersangkutan. organisme membuat respons tanpa
disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2. Aktivitas yang disadari ; yaitu aktivitas atas dasar kesadaran organisme yang
bersangkutan. Ini merupakan respons atas dasar kemauan sebagai suatu reaksi
terhadap stimulus yang diterimanya. ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh
organisme itu sampai pada pusat kesadaran, dan barulah terjadi suatu respons. Dengan
demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas kesadaran yang
lebih panjang apabila dibandingkan dengan stimulus-respons yang tidak disadari
(respons reflektif). • Psikologi yang digagas oleh Pavlov dikenal dengan psikologi reflek
(psychoreflexiologi), karena Pavlov lebih memfokuskan perhatiannya pada aktivitas
yang bersifat reflek.
b. Edward Lee Thorndike (1874-1949) Edward Lee Thorndike (psikolog amerika)
lahir di Williamsburg pada tahun 1874 (JP.Chaplin 2002:509. Walgito,2002:55). Karya-
karyanya yang paling dikenal adalah penelitian mengenai animal psychology serta teori
belajar Trial and error learning. Thorndike (Walgito,2002:55) menitikberatkan
perhatiannya pada aspek fungsional 5 perilaku yaitu ; bahwa proses mental dan
perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organisme terhadap lingkungannya. Karena
pendapatnya tersebut maka Thorndike diklasifikasikan sebagai behaviorist yang
fungsional, berbeda dengan Pavlov yang behaviorist asosiatif dari hasil eksperimennya
Thorndike menetapkan ada tiga macam hokum yang sering disebut dengan hukum
primer dalam hal belajar, tiga hokum tersebut adalah :
1. Hukum Kesiapsediaan the law of readiness 2. Hukum Latihan The Law of exercise 3.
Hukum efek The Law of effect The law of readiness, adalah salah satu factor penting,
karena dalam proses belajar yan g baik organisme harus mempunyai kesiap sediaan,
karena tanpa adanya kesiapsediaan dari organisme yang bersangkutan maka hasil
belajarnya tidak akan baik. Sedangkan hukum latihan the law of exercise Thorndike
mengemukakan dua aspek yang terkandung di dalamnya yaitu ; 1). The law of use, 2).
The law of disuse. The law of use adalah hukum yang menyatakan bahwa hubungan
atau koneksi antara stimulusrespons akan menjadi kuat apabila sering digunakan. The
law of disuse; adalah hokum yang menyatakan bahwa koneksi antara stimulus-respons
akan menjadi lemah apabila tidak latihan. Mengenai hukum efek Thorndike
berpendapatkan bahwa memperkuat atau memperlemah hubungan stimulus-respons,
tergantung pada bagaiman hasil dari respons yang bersangkutan (Walgito,2002:56).
c. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) BF.Skinner dikenal sebagai tokoh dalam
bidang pengkondisian operan (operant condisioning). Untuk memahami konsep ini, kita
harus memahami dengan apa yang dimaksud perilaku operan dan perilaku respons
(Atkinson et.al,1996:304, Walgito,2002:57). Perilaku respons; perilaku respons adalah
perilakualami, perilaku ini merupakan respons langsung atas stimulus, perilaku ini
bersifat reflektif. Perilaku ini sama halnya dengan istilah aktivitas reflektif dalam
kondisioning klasik dari Pavlov. Perilaku operan; perilaku ini lebih bersifat spontan,
perilaku yang muncul bukan ditimbulkan oleh stimulus, melainkan ditimbulkan oleh
organisme itu sendiri. 6 Terdapat dua prinsip umum dalam teori pengkondisian operan
yang dipaparkan oleh Skinner, dua prinsip tersebut adalah:
1. Setiap respons yang disertai dengan Reward (sebagai reinforcement stimuli) akan
cenderung diulangi
2. Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan atau rate
terjadinya respons (Walgito,2002:57). JP.Chaplin (2002:466) memaparkan bahwa
hokum dasar pengkondisian operan adalah; apabila ada satu operan yang diikuti
dengan satu penguatan perangsang, maka kecepatan mereaksi akan bertambah pula.
Percepatan mereaksi tadi secara khas diukur selama satu pelaksanaan sampai
terjadinya pengakhiran. Penguatan perangsang reinforcement stimuli dapat bersifat
positif atau negative.
d. John Broadus Watson (1878-1958) Watson (JP.Chaplin, 2002:536 )
mendefinisikan psikologi sebagi ilmu pengetahuan tentang tingkah laku. Sasaran
behaviorisme adalah mampu meramalkan reaksi dari satu pengenalan mengenai
kondisi perangsang,dan sebaliknya, juga mengenali reaksi, agar bisa meramalkan
kondisi perangsang yang mendahuluinya. Inti dari behaviorisme adalah memprediksi
dan mengontrol perilaku. Karyanya diawali dengan artikelnya psychology as the
behaviorist views it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson
mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan
strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist
view) yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena
kesadaran adalah sesuatu yang dubios. Metode-metode obyektif Watson lebih banyak
menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak, seperti sebuah studi yang ia lakukan
dalam pengkondisian rasa takut pada anak-anak.

C. Konsep Dasar Teori Konseling Behavioral

Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang konsep dasar konseling adalah
membantu, sedangkan konsep dasar dari behaviorisme adalah prediksi&control atas
perilaku manusia yang tampak.Muhamad Surya (1988:186) memaparkan bahwa dalam
konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah
dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, 7 proses
konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu
individu untuk mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Hal yang
paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep
behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement , yang
nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan
operan dari Skinner. Menurut Surya (1988:186) menyatakan bahwa ada tiga macam hal
yang dapat memberi penguatan yaitu : 1. Positive reinforcer, 2. Negative reinforcer 3.
No consequence and natural stimuli

D. Hakikat manusia dalam konseling behavioral

Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah fasif dan mekanistis,
manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan
keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186)
menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristi sebagai
berikut : ‘ dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan control terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit
peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola
perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh
banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Dapat kita
simpulkan dari anggapan teori ini bahwa perilaku manusia adalah efek dari lingkungan,
pengaruh yang paling kuat maka itulah yang akan membentuk diri individu.

E. Ciri Dan Tujuan Konseling Behavioral

Konseling tingkah laku memiliki ciri yaitu sebagai berikut:


1. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifikasi
2. Kecamatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
3. Perumusan prosedurn treatment yang spesifik sesuai dengan masalah 8
4. Penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi(Gerald Corey, Terjemahan E. Koswara,
1988) Sementara menurut Thoresen(Shertzer & Stone, 1980) Ciri-ciri tingkah laku itu
adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku manusia itu dipelajari, oleh karena itu dapat diubah.
2. Perubahan spesifik lingkungan individu dan membantu perubahan tingkah laku yang
relevan. Prosedur konseling berusaha membawa perubahan tingkah laku konseli yang
relevan melalui pengubahan tingkah lingkungan.
3. Prinsip-Prinsip belajar sosial, seperti reinforcement dan social modeling dapat
digunakan untuk mengembangkan prosedur konseling.
4. Keefektifan dan hasil konseling diukur dari perubahan-perubahan tingkah laku
khusus konseling, diluar wawancara konseling.
5. Prosedur konseling tidak bersifat statis,tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi
dapat dirancang secara khusus untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah
yang khusus. Terkait dengan tujuan konseling, Krum Boltzmann(Ray Colledge,2002)
mengemukakan tiga prinsip untuk merumuskan tujuan konseling, yaitu :
1. Tujuan harus dirumuskam sesuai dengan masalah setiap konseli(sesuai dengan
keinginan konseli) .
2. Konselor harus berkeinginan membantu konseli mencapai tujuan.
3. Pencapaian tujuan perlu dapat diamati.
➢ Tujuan konseling dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu :
a. Memperbaiki tingkah laku salah suai,
b. Belajar tentang proses pembuatan keputusan,
c. Pencegahan timbulnya masalah-masalah. Tujuan-tujuan tersebut kadang-kadang
saling berhubungan, tetapi tidak selalu ilmiah, karena banyak sekali aspek yang
mempengaruhi konseli dalam memilih tujuan, dan metode yang digunakan konselor.
Tujuan-tujuan konseli itu meliputi hal-hal berikut :
1. Mengatasi kekurangan dan perilaku
2. Memperkuat tingkah laku adaptif
3. Mempengurangi atau menghapus tingkah laku maladaptive
4. Mengurangi reaksi-reaksi kecemasan
5. Memperoleh kemampuan untuk relaksasi
6. Memperoleh kemampuan untuk asertif diri
7. Memperoleh keterampilan sosial yang baik
8. Memiliki keberfungsian seksual
9. Memperoleh kemampuan mengendalikan diri (self-control).
F. Peran Konselor Dan Peran Konseli
➢ Peran Konselor
1. Konseling tingkah laku menekankan tentang pentingnya kesadaran dan partisipasi
konseli dalam proses terapeutik
2. Konseli aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan
3. Konseli bersedia bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan terapeutik, baik selama
maupun diluar konseling, dalam situasi kehidupan nyata
4. Konseli bereksperimen dengan bertingkah laku baru dengan maksut memperluas
perbendaharaan tingkah laku adaptifnya
➢ Peran Konseli
1. Aktif dan direktif dalam memberikan treatment.
2. Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku
yang maladaptif
3. Menentukan prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah kepada tingkah
laku yang baru dan adjustive
4. Konselor berperan sebagai pemberi reinforcement.
5. Konselor mengganjar respon-respon tertentu yang dilaporkan telah ditampilkan oleh
konseli dalam situasi kehidupan nyata, dan menghukum respon-respon lainnya.
6. Konselor berperan sebagai model bagi konseli. Hal ini didasarkan pada keyakinan,
bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan konseli bisa mempelajari
tingkah laku baru adalah faktor imitasi, atau percontohan sosial (social modeling) yang
disajikan atau ditampilkan oleh konselor. Aspek yang dicontoh konseli dari konselor
diantaranya adalah sikap, nilai, kepercayaan, dan tingkah laku

F. Metode Konseling Behavioral


Metode-metode pokok konseling tingkah laku behaviorial meliputi relaxation,
systematic desentization,assertive training, dan reinforcement techniques.
1. Relaxation (Relaksasi) Diantaranya sebagai berikut:
a. Progressive muscular relaxation
10 Untuk melaksanakan Teknik ini, maka kantor konselor perlu didekorasi secara
nyaman, lampunya terang, dan terhindar dari suara-suara yang mengganggu
(suasananya hening). Konseli diminta untuk rileks di atas matras atau kasur atau
kursi. Tujuan dari rileks Ini adalah untuk mereduksi ketegangan atau kejengkelan,
yang memungkinkan konseli dapat tidur di malam harinya. Konseli perlu mengetahui
manfaat atau relevansi prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalahnya,
karena dia terlibat dalam proses tersebut dengan menghabiskan banyak waktu.
Konselor perlu menjelaskan bahwa ketegangan itu merupakan hasil belajar dan
dapat dihapus melalui latihan dan praktik (seperti melalui relaksasi). Melalui
penjelasan itu, konseli dapat memahami bahwa relaksasi merupakan keterampilan
coping (mengatasi masalah) yang cocok atau bermanfaat bagi kehidupan, dan
praktik serta tugas rumah yang diberikan sangat penting baginya. Latihan relaksasi
ini terdiri atas 5 tahapan yaitu:
1. Memfokuskan perhatian kepada otot tertentu
2. Menegangkan otot tersebut
3. Menahan ketegangan itu selama 5-7 detik
4. Melepaskan ketegangan
5. Melemaskan otot Latihan pertama ini ditampilkan oleh konselor dan untuk
selanjutnya konseling melakukannya sendiri.
b. Relaxed Lifestyle
Suatu hal yang penting di sini adalah apakah lifestyle (gaya hidup) konseling cukup
rileks atau tidak. Ada sejumlah cara mencegah sederhana yang dapat digunakan
sebagai tujuan konseling, yaitu:
1. Tidak memiliki komitmen atau keinginan yang berlebihan
2. Memiliki waktu yang cukup untuk bekerja agar dapat mengurangi rasa takut
3. Mengambil hari libur yang tepat
4. Menjaga kebugaran dan memiliki hobi dan senang berekreasi.
2. Systematic desensitization (Desensitisasi sistematik)
Desensitization ystematic didasarkan kepada prinsip classical conditioning, sebagai
prosedur tingkah laku dasar yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, salah seorang
tokoh konseling tingkah laku. Melalui teknik ini, konseli secara gradual atau
sistematik menjadi kurang sensitif (desensitisasi) terhadap kecemasannya. Sebelum
11 Teknik ini diimplementasikan, konselor melakukan wawancara terhadap konflik
dalam rangka mengidentifikasi informasi khusus tentang kecemasan yang dialami
konseling dan mengumpulkan data lainnya yang relevan contoh
pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada konflik adalah
a. Dalam keadaan seperti apa konseli merasa cemas?
b. Jika konseling rasa cemas dalam situasi sosial apakah kecemasan itu
berhubungan dengan banyak orang?
c. Apakah konseli merasa cemas menghadapi pria atau wanita?
➢ Ada tiga elemen desensitisasi a systematic, yaitu:
a) Latihan relaksasi otot
b) Menyusun hierarki stimulus yang membangkitkan kecemasan
c) Meminta konseling untuk mengimajinasikan hal-hal yang membangkitkan
kemasan secara hierarki. ▪ Relaksasi merupakan hal yang penting dari teknik ini, dan
digunakan dengan ketika hasil asesmen tingkah laku menunjukkan bahwa konseling
memiliki kecemasan atau phobia khusus. Terkait dengan pelaksanaan hierarki
stimulus ada pada pokok yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut.
1) Pertama, mengidentifikasi tema-tema yang cocok untuk mengklasifikasi stimulus.
Tema-tema itu dapat diketahui dari hasil
assessment atau hal-hal yang khusus yang dirasakan mengganggu konflik seperti
cemas menghadapi ujian, takut berbicara di hadapan orang banyak, dan takut
berbicara dengan lawan jenis.
2) Kedua, menjelaskan Skala atau rentang kecemasan kepada konseli, biasanya
menggunakan angka 0 sampai 100. Artinya skala 0 adalah tidak cemas dan skala 100
adalah sangat cemas.
3) Ketiga, memperhatikan hal-hal hierarki yang dia kan diformulasikan. Untuk
merumuskan hal-hal hierarki ini dapat mengambil data konsumsi dari hasil
assessment, angket, dan ungkapan konseling sendiri

.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konseling behavioral merupakan adaptasi dari aliran psikologi behaviorisme yang memfokuskan
perhatiannya pada tingkah laku yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya
pemberian bantuan dari seseorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai
upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri. Dalam
pandangan kaum behaviorist (termasuk konselor behavioral) manusia dianggap sebagai sesuatu
yang dapat dirubah dan dibentuk, manusia bersifat mekanistik dan fasif. Banyak pendekatan dalam
konseling behavioral, dari keseluruhan pendekatan yang ada semua menjurus pada pendekatan
direktif dimana konselor lebih berperan aktif dalam penanganan masalahnya.

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak
ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Syamsu. 2016. Konseling Individual: Konsep Dasar & Pendekatan. Bandung: Refika
Aditama

Mulyadi, setyo, Muhammad Fakhrurrozi, Diana Rohayati, 2015. Psikologi Konseling. Jakarta:
Gunadarma

Corey, Gerald, E. Koswara. 2005. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama

Hafizh Vivi, "Bahan Behavioral", Jurnal Academia 2011

Anda mungkin juga menyukai