Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELOMPOK 13

PSIKOLOGI DAN PENDEKATAN DALAM KONSELING


“ KONSELING BEHAVIORISTIK (LANJUTAN)”

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd., Kons

OLEH:
AIDUL PUTRA 19006003
AMINAH DAULAY 19006006
BETA REZKI ANANDA 19006011
FANI YOLANDA SAFITRI 19006016

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT


karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tentang“ KONSELING BEHAVIORISTIK (LANJUTAN)” dalam keadan sehat
wal’afiat dan tepat waktu.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis cukup banyak hambatan. Meskipun
demikian, atas petunjuk dan limpahan Rahmat-Nya, hambatan dan kesulitan
tersebut dapat teratasi dengan adanya uluran tangan dan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga pada saatnya makalah ini dapat terwujud meskipun dalam bentuk
sederhana. Untuk itu, sudah sepantasnya jika penulis menyampaikan
penghormatan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada dosen pembimbing Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd.,
Kons. atas petunjuk dan bimbingan yang diberikan kepada penulis sehingga
makalah sederhana ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan dan segenap pihak
yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data selama penyusunan
makalah sederhana ini tidak akan ada tanpa restu dan dorongan semua pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa makalah yang sederhana ini masih banyak
kekurangan, baik dalam penulisan maupun keterangan-keterangan isinya. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan saran, tanggapan dari para pembaca demi
kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini untuk masa-masa yang akan datang.
Akhirnya penulis harapkan juga supaya makalah ini memberi manfaat bagi para
pembaca semuanya.

Padang, 06 Desember 2021

Kelompok 13

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah ................................................................................................iii
C. Tujuan ..................................................................................................................iii
D. Manfaat ................................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai ............................................................ 1
B. Tujuan Konseling ................................................................................................. 2
C. Teknik Konseling.................................................................................................. 2
D. Cara Menganalisis Masalah Klien dengan Model Konbe ....................................4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 5
B. Saran .....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 6

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendekatan behavioristik banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan
klinis (Corey, 2005; Woolfe and Dryden, 1998; Ivey, 1987), sehingga pendekatan
behavioristik merupakan usaha untuk mengubah penyimpangan tingkah laku
dengan menggunakan conditioning atau proses belajar lainnya. Pengertian
penyimpangan tingkah laku (behavior disorder) menunjuk pada berbagai bentuk
abnormalitas yang sulit dirumuskan secara tegas dan tepat. Ada yang merumuskan
abnormalitas dalam pengertian statis, yaitu bahwa individu yang terletak di luar
batas garis normal pada kurva normal termasuk abnormal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkembangan tingkah laku salah suai?
2. Apakah tujuan konseling?
3. Apa saja teknik konseling?
4. Bagaimana cara menganalisis masalah klien dengan model konbe?

C. Tujuan
1. Dapat memahami perkembangan tingkah laku salah suai
2. Dapat memahami apa-apa saja tujuan dari konseling
3. Dapat mengetahui teknik yang digunakan dalam konseling
4. Dan memahami cara menganalisis masalah klien dengan model konbe

D. Manfaat
1. Lebih mengenal secara luas tentang perkembangan tingkah laku salah suai
2. Dapat mengenal dan memahami teknik-teknik, tujuan serta cara menganalisis
masalah klien dengan model konbe

III
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai


Pendekatan behavioristik banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan
klinis (Corey, 2005; Woolfe and Dryden, 1998; Ivey, 1987), sehingga pendekatan
behavioristik merupakan usaha untuk mengubah penyimpangan tingkah laku
dengan menggunakan conditioning atau proses belajar lainnya. Pengertian
penyimpangan tingkah laku (behavior disorder) menunjuk pada berbagai bentuk
abnormalitas yang sulit dirumuskan secara tegas dan tepat. Ada yang
merumuskan abnormalitas dalam pengertian statis, yaitu bahwa individu yang
terletak di luar batas garis normal pada kurva normal termasuk abnormal. Gordon
Alport memandang abnormalitas sebagai matter of degree, sedangkan Aubrey
Yates mengklasifikasikan penyimpangan pada tingkah laku dalam empat kategori,
yaitu :

a. Menunjukkan gejala neuroticism yang tinggi, sekalipun ada tekanan (stress)


yang rendah tetapi dihayati subyek sebagai ancaman.
b. Memperlihatkan gejala neuroticism yang rendah akan tetapi mengalami
tekanan (stress) yang tinggi.
c. Memperlihatkan gejala neuroticism yang rendah akan tetapi gagal untuk
memperoleh keterampilan yang kompleks.
d. Memperlihatkan gejala psychoticism yang tinggi. Pendekatan behavioristik
mencoba mengubah tingkah laku yang termasuk abnormal, baik yang tergolong
neurotik, psikotik ataupun tingkah laku manusia yang tergolong normal.
Penyimpangan tingkah laku dapat berbentuk ngompol, gagap, pobia, obsesi dan
kompulasi, histeria, tiks, psikopat, kriminalitas, ketimpangan sosial, psikosa
alcoholism, dan mental deficiency pada manusia yang tergolong normal.

Ukuran tingkah laku yang salah suai hanya terdapat jika tingkah laku tersebut
berada pada derajat tingkah laku yang dapat mengecewakan individu atau
lingkungannya. Oleh sebab itu, keberadaan budaya akan sangat menentukan
sebagai refleksi pertimbangan kesesuaian. Ketepatan atau ketidaktepatan perilaku
akan sangat bergantung pada determinasi pemenuhan kebutuhan yang

1
disandarkan kepada kondisi lingkungan dan budaya. Karena itu pula, interaksi
dengan kebudayaan akan berguna sebagai pembelajaran dan dalam merangking
hirarki khasanah tingkah laku.

B. Tujuan konseling
Tujuan konseling harus memperhatikan kriteria berikut:
1. Tujuan harus diinginkan oleh klien.
2. Konselor harus berkeinginan untuk membantu klien mencapai tujuan.
3. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai pencapaiannya oleh
klien. (Mohammad Surya, 2003:24).
Tujuan konseling behaviour adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami
perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan
perilaku, yang dapat membuat ke tidak puasan dalam jangka panjang atau
mengalami konflik dengan kehidupan sosial. (Latipun. 2008:137)

C. Teknik konseling.
Dalam kegiatan konseling behavioral (perilaku), tidak ada suatu tekhnik
konseling pun yang selalu harus digunakan, akan tetapi tekhnik yang dirasa
kurang baik dieliminasi dan diganti dengan tekhnik yang baru, dan tekhnik-
tekhnik yang digunakan itu harus disesuaikan dengan kebutuhan klien karena
tidak semua tekhnik yang ada dapat digunakan untuk perubahan perilaku klien.
Berikut ini dikemukakan beberapa tekhnik konseling behaviour:

a. Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu tekhnik yang paling luas digunakan
dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan
tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak
dihapuskan itu(Gerald Corey, 2009:208). Desensitisasi sistematik yang digunakan
untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya berupa
kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang
akan dihilangkan. (Latipun. 2008:141) Desensitisasi sitematik ini diarahkan pada
mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan
kecemasan. Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi.

2
Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau
divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat
tidak mengancam sampai yang sangat mengancam.

b. Terapi implosif atau pembanjiran


Dalam terapi implosif, konselor memunculkan stimulus-stimulus penghasil
kecemasan, klien membayangkan situasi, dan konselor berusaha mempertahankan
kecemasan klien.(Latipun. 2008:110) Alasan yang digunakan oleh tekhnik ini
adalah bahwa jika seseorang secara berulang-ulang membayangkan stimulus
sumber kecemasan dan konsekuensi yang diharapkan tidak muncul, akhirnya
stimulus yang mengancam tidak memiliki kekuatan dan neurotiknya menjadi
hilang. (Latipun. 2008:143) Dalam tekhnik ini klien dihadapkan pada situasi
penghasil kecemasan secara berulang-ulang dan konsekuensi-konsekuensi yang
menakutkan tidak muncul, maka kecemasan tereduksi atau terhapus. Klien
diarahkan untuk membayangkan situasi yang mengancam.

c. Latihan asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah
latihan asertif yang biasa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal
dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa
menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.(Gerald
Corey, 2009:213) Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar. (Latipun. 2008:143) Sasarannya adalah untuk membantu individu-individu
dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi
interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan, melalui permainan peran,
kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu diharapkan
mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar bagaimana mengungkapkan
perasaan dan pikiran mereka secara terbuka disertai keyakinan bahwa mereka
berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

3
D. Cara menganalisis masalah klien dengan model Konbe
1. Pada awalnya konselor memulai pembicaraan untuk dapat mengakrabkan diri
dengan konseli sehingga konselor mengetahui masalah utama dari konseli.
2. Konseli menyatakan masalahnya kepada konselor dan konseli diberikan
pemahaman tentang kerugian yang ditimbukan dari masalahnya.
3. Konseli mengungkapkan masalah lain yang hal tersebut mempunyai
keterkaitan dengan masalah utama yang dialaminya.
4. Setelah itu terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak masalah mana yang
akan ditangani terlebih dahulu.
5. Konselor memberikan penjelasan tentang tujuan-tujuan konseling dan
keuntungan dari proses konseling serta memperhitungkan perubahan apa yang
dialami konseli.
6. Kemudian konselor bersama dengan konseli mencari alternatif pemecahan dari
masalah yang dihadapi konseli.
7. Konselor meminta kepada konseli untuk memberikan sesuatu sebagai bukti
bahwa konseli mempunyai konsekuensi dari setiap tindakannya.
8. Kedua belah pihak menyetujui tujuan-tujuan awal sebagai syarat untuk
mencapai tujuan akhir dari proses konseling.
9. Konselor bersama dengan konseli memilih tindakan atau tekhnik mana yang
akan dilakukan terlebih dahulu.
10. Diadakan evaluasi oleh konselor terhadap proses konseling yang telah
Dilaksanakan.
11. Konselor memperhatikan adakah kemajuan yang dialami oleh konseli.
12. Setelah diadakan monitoring kemajuan atau perilaku konseli maka tujuan
baru akan dikembangkan setelah terjadi kesepakatan bersama.
13. Kemudian konselor menyeleksi perilaku konselor yang positif.
14. Konselor memonitor kembali perilaku konseli apakah terjadi perubahan pada
perilaku konseli setelah proses konseling.
15. Kedua belah pihak menerapkan belajar perilaku ke arah pemeliharaan
perilaku yang positif.
16. Konselor bersama konseli menyetujui bahwa tujuan dari proses konseling
telah dicapai.
17. Konselor mengadakan pembuktian bahwa konseli telah memelihara perilaku
yang positif tanpa konselor.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan behavioristik mencoba mengubah tingkah laku yang termasuk
abnormal, baik yang tergolong neurotik, psikotik ataupun tingkah laku manusia
yang tergolong normal. Penyimpangan tingkah laku dapat berbentuk ngompol,
gagap, pobia, obsesi dan kompulasi, histeria, tiks, psikopat, kriminalitas,
ketimpangan sosial, psikosa alcoholism, dan mental deficiency pada manusia yang
tergolong normal.
Ukuran tingkah laku yang salah suai hanya terdapat jika tingkah laku tersebut
berada pada derajat tingkah laku yang dapat mengecewakan individu atau
lingkungannya. Oleh sebab itu, keberadaan budaya akan sangat menentukan
sebagai refleksi pertimbangan kesesuaian. Ketepatan atau ketidaktepatan perilaku
akan sangat bergantung pada determinasi pemenuhan kebutuhan yang disandarkan
kepada kondisi lingkungan dan budaya. Karena itu pula, interaksi dengan
kebudayaan akan berguna sebagai pembelajaran dan dalam merangking hirarki
khasanah tingkah laku.

B. Saran
Manusia adalah makhluk yang sering berbuat salah karena manusia tidak
sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dan apabila dalam
pembuatan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan jauh dari sempurna kami
selaku penulis meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
pembuatan makalah lain ke depannya. Atas saran perbaikan makalah ini yang di
berikan pembaca, maka penulis mengucapkan terima kasih.

5
DAFTAR PUSTAKA

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika
Aditama, 2009)
Latipun. Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008).
Mohammad Surya, Teori Teori Konseling, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003).

Anda mungkin juga menyukai