Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENDEKATAN BEHAVIOR

Dosen Pengampu: Rina Rifayanti, S.Psi, M.Psi, Psikolog

Diajukan Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Psikoterapi

Disusun Oleh:

Femy Febriyanti 1702105002


Yuni Wahyuni 1802105056
Hadi Purwo Wiyono 1802105057
Sarah 1802105058
Anti Suryani 1802105060
Ayu Ulfiani 1802105061
Linda Sari 1802105066
Zakki Abdallah A 1802105075
Novita Puspa Dewi 1802105081
Hajriah 1802105085
Adi Ali 1802105099

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan


pada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan judul Pendekatan Behavior
ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu.
Makalah Pendekatan Behavior ini disusun guna memenuhi tugas yang
diberikan dosen mata kuliah Psikoterapi. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pendekatan
Behavior.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Rina
Rifayanti, S.Psi, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Psikoterapi.
Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis dan bagi para pembaca. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima untuk membantu dalam
pembuatan makalah selanjutnya.

Samarinda, 30 Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Pengertian Pendekatan Behavior.................................................................. 4
B. Sejarah Perkembangan pendekatan Behavior .............................................. 7
C. Tokoh-Tokoh Pendekatan Behavior ............................................................ 9
D. Hakikat Manusia ........................................................................................ 11
E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Konseling .......................................... 13
F. Tujuan Pendekatan Konseling.................................................................... 16
G. Teknik Pendekatan Konseling Behavioral ................................................ 18
H. Peran Dan Fungsi Konselor ....................................................................... 21
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 22
Kesimpulan ........................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi antara lain yakni,

pendekatan psikoanalisa, pendekatan humanistik, pendekatan kognitif dan

pendekatan behavioristik. Pendekatan behavior merupakan aliran dalam psikologi

yang diperkenalkan oleh John B. Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh

Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis

yang berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin

menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan

diramalkan. Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi

tindakan, dan berfokus pada perilaku saat ini daripada masa lampau. Belakangan

kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka,

seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku

organisme sebagai pengaruh lingkungan ( Rakhmat, 1994).

Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia

tidak memiliki bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus

yang diterimanya dari lingkungan di sekitarnya. Perilaku dapat dibedakan menjadi

nyata (overt) dan tersembunyi (covert). Perilaku nyata pada dasarnya merupakan

jelmaan dari perilaku tersembunyi. Pembagian ini penting artinya karena ada yang

penelitiannya hanya dan terhenti pada perilaku nyata yaitu behaviorisme dengan

stimulus responnya, seperti menyetel tv dengan dengan menekan knop (stimulus)

1
2

dan gambar muncul di layar (respons) tanpa ingin tahu apa yang terjadi antara

keduanya atau bagaimana terjadi. Seringkali orang mengalami kesulitan karena

tingkah lakunya sendiri berlebih atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas.

Konselor yang mengambil tingkah laku behavioral membantu klien untuk

belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk

memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Dengan perkataan

lain membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif dan menghilangkan

yang maladaptif.

Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang

mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan

disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang

diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi sebagai

orang tua atau interaksi sosial.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah Pendekatan Behavior.

C. Tujuan

Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, penulis memiliki beberapa

tujuan diantaranya :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi.

2. Untuk mengetahui dan memahami Pendekatan Behavior.


3

D. Manfaat Penulisan

1. Diharapkan dapat menjadi sumber penambah wawasan bagi pembaca

terutama bagi penulis.

2. Dapat memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Behavior

Komalasari (2011) Behavioral merupakan pendekatan yang menekankan

pada dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang

berorientasi pada tindakan dalam membantu mengambil langkah yang jelas dalam

mengubah tingkah laku. Behaviorisme memandang perilaku manusia sangat

ditentukan oleh kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau conditioning terhadap

manusia tersebut.

Pendekatan behavioristik bersandar pada konsep stimulus dan respon

dimana seorang individu akan berperilaku sesuai stimulus yang ia terima,

mempelajarinya kemudian menentukan respon atas stimulus tersebut.

Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa

psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (Yusuf dan

Nurihsan, 2012). Pendekatan behavioristic tidak menguraikan asumsi-asumsi

filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang

memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama, manusia

pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya (Corey,

2013)

Para ahli behavioristik memandang bahwa gangguan tingkah laku adalah

akibat dari proses belajar yang salah, oleh karena itu perilaku tersebut dapat

diubah dengan mengubah lingkungan lebih positif sehingga perilaku menjadi

4
5

positif pula, perubahan tingkah laku inilah yang memberikan kemungkinan

dilakukannya evaluasi atas kemajuan klien secara lebih jelas (Lubis, 2013)

Behavioral adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia.

Tingkah laku yang dimaksud adalah perbuatan yang ditampilkan oleh individu.

Tujuan dari pendekatan behavioral adalah untuk memodifikasi tingkah laku yang

tidak diinginkan (maladaptif) sehingga menekankan pada pembiasaan tingkah

laku positif (adaptif). Pada pendekatan behavioral dikenal reinforcement dan

punishment. Tingkah laku adaptif yang tampak diberi penguatan (reinforcement)

yaitu memberikan penguatan yang menyenangkan setelah tingkah laku yang

diinginkan ditampilkan bertujuan agar tingkah laku itu cenderung akan diulangi,

meningkat, dan menetap di masa akan datang. Sementara tingkah laku maldaptif

akan diberikan punishment yang bertujuan agar tingkah laku tersebut tidak

terulang di masa akan datang.

Pendekatan behavior didasarkan pandangan ilmiah tentang tingkah laku

manusia yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling.

Konseling behavior juga dikenal sebagai modifikasi perilaku yang dapat diartikan

sebagai tindakan untuk mengubah tingkah laku. Terapi ini berfokus pada perilaku

yang tampak dan spesifik. Dalam konseling, konseli belajar perilaku baru dan

mengeliminasi perilaku yang maladaptif, memperkuat serta mampertahankan

perilaku yang diinginkan dan membentuk pola tingkah laku dengan memberikan

imbalan atau reinforcement muncul setelah tingkah laku dilakukan.

Empat pilar utama dalam behavioristik adalah classical conditioning,

operant conditioning, social learning theory dan cognitive behavior therapy.


6

Dalam teori pengkondisian klasik, perubahan perilaku yang diharapkan adalah

adanya stimulus langsung. Terjadinya perilaku tertentu disebabkan oleh stimulus

tertentu yang secara langsung terkait, sedangkan dalam operant conditioning

perilaku yang terbentuk diakibatkan oleh stimulus yang telah dikondisikan.

Cognitive behavior therapy mengemukakan empat komponen penting pada

manusia yaitu fisik, perilaku, kognisi dan emosi, di mana gangguan emosional

akan mempengaruhi perilaku pada manusia sehingga terapi yang dikembangkan

adalah mensikapi gangguan emosi secara kognitif dan perilaku yang menunjukkan

kestabilan kognitif. Pendekatan behavioristik klasik manusia dipandang secara

mekanistik dan deterministik, namun dalam behavioristik kontemporer difokuskan

pada pendekatan scientific yang terstruktur dan sistematis yang berusaha

menghilangkan model mekanistik.

Thompson (2004) berargumentasi bahwa manusia pada dasarnya bersifat

netral (tabula rasa), konsep ini memiliki anggapan bahwa potensi manusia tidak

dihargai dan menekankan pentingnya aspek lingkungan sebagai penentu dalam

pekembangan manusia. Social learning theory yang dikembangkan Bandura

mendeskripsikan bahwa lingkungan merupakan stimulus yang kuat dalam proses

belajar, sehingga manusia akan berkembang jika berada dalam lingkungan yang

mampu memberikan dukungan (positive reinforcement). Teori belajar sosial ini

berusaha mengeliminasi konstruk dan konsep tentang mekanistik yang telah

terbangun sejak tahun 1950-an. Pada konsep konseling behavior, tingkah laku

manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan

mengkreasikan kondisi-kondisi belajar (Sanyata, 2012).


7

B. Sejarah Perkembangan Pendekatan Behavior

Baviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.

Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner.

Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam

bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang

tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Terapi perilaku ini

lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada perilaku

saat ini daripada masa lampau.

Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985) menyebutkan bahwa dikalangan

konselor atau psikolog, teori dan pendekatan behavior sering disebut sebagai

modifikasi perilaku dan terapi perilaku. Sedangkan menurut Carlton E. Beck

(1971) istilah ini dikanal dengan behavioral therapy, behavioral counseling,

reinforcement therapy, behavior modification, contingency management. Istilah

pendekatan behavior pertama kali digunakan oleh Lindzey pada tahun 1954 dan

kemudian lebih dikenalkan oleh Lazarus pada tahun 1958. Istilah pendekatan

tingkah laku lebih dikenal di Inggris sedangkan di Amerika Serikat lebih terkenal

dengan istilah behavior modification. Dikedua negara tersebut pendekatan tingkah

laku terjadi secara bersamaan.

Peristiwa penting dalam salah satu sejarah perkembangan behavioristic

adalah dipublikasikannya tulisan seorang psikolog inggris yaitu H,J. Eyseneck

tentang terapi behavior pada tahun 1952. Pada tahun 1953 B.F. Skinner menulis

buku Science dan Human Bahavior yang menjelaskan tentang peranan dari teori

operant conditioning didalam perilaku manusia. Pendekatan behavior merupakan


8

pendekatan yang berkembang secara logis dari keseluruhan sejarah psikologi

eksperimental.

Eksperimen Pavlov degna classical conditioning dan Bakhterev dengan

instrumental conditioning-nya memberikan pengaruh besar terhadap pendekatan

behavior. Perkembangan ini diperkuat dengan tulisan dari Joseph Wolpe (1958)

dalam bukunya Psychotherapy by Reciprocal Inhibition yang menginterpretasi

dari perilaku neurotis manusia dengan inspirasi dari Pavlovian dan Hullian serta

memberikan rekomendasi teknik khusus dalam terapi behavior yaitu desentisisasi

sistematis (systematic desensitization) dan pelatihan asertivitas (assertiveness

training).

Pada tahun 1960-an muncul gagasan baru yang mengemukakan tentang

terapi behavior dan neurosis oleh Eysenck yang pada akhirnya berpengaruh besar

pada Principles of Behavior Modification dari Bandura (1969). Perkembangan

yang pesat membawa terapi behavior untuk pertama kalinya ditulis dalam

publikasi ilmiah yaitu Behavior Research and Therapy dan Journal of Applied

Behavior Analysis. Akhir tahun 1960-an dimasukkan elemen baru dalam konsep

terapi perilaku yaitu imitation learning and modeling di mana pada saat yang

sama, psikologi juga memberi perhatian pada imitation.

Tahun 1960-an dan di tahun 1970-an awal, Albert Bandura mengganti titik

tekan perhatiannya pada teknik perilaku baru yaitu participant modeling.

Perkembangan selanjutnya adalah digagasnya teori dan metode cognitive-

behavioral dengan pendekatan A-BCs oleh Albert Allis pada tahun 1970-an.

Kontributor dari pendekatan baru ini adalah Aaron T. Beck (1976), Donald
9

Meichenbaum (1977) dan Albert Bandura dengan konsep yang dikemukakan

adalah self-efficacy, manifestasi dari pendekatan belajar sosial (social learning

approach). Social learning theory merupakan kombinasi dari classical dan operant

conditioning.

Awal tahun 1980-an muncul pembaharuan behaviorisme yaitu neo-

behaviorisme yang menekankan pada classical conditioning dalam etiologi dan

perlakuan (treatment) terhadap neurosis, di mana konsep baru ini berlawanan

dengan sebutan black box/black boxes. Pada akhir tahun 1980-an konsep

behaviorisme difokuskan pada behavioral medicine yang merujuk pada

pendekatan psikologis yang menangani kondisi physical or medicine disorder.

Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini di

tahun tahun 1980-an peran emosi ditekankan, dua hal yang sangat penting untuk

dikembangkan dalam behaviorisme adalah ; (1) cognitive behavior therapy

sebagai kekuatan utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi behavioral untuk

mencegah dan memberi perlakuan pada medical disorders. Pada akhir tahun 1980

Association for Advancement of Behavior Therapy telah memiliki anggota kurang

lebih 4.300 orang dan tidak kurang dari 50 jurnal sebagai media publikasi ilmiah.

C. Tokoh-Tokoh Pendekatan Behavior

Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya

manusia tidak memiliki bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan

stimulus yang diterimanya dari lingkungan di sekitarnya. Beberapa tokoh terapi

perilaku yang terkenal antara lain:


10

1. B. F. Skinner

Berkembang pada tahun 1953, Skinner berpendapat kepribadian

terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu. Dasar

utamanya Skinner peroleh dari analisis perilaku tikus dan merpati. Skinner

menyebutkan dua pengondisian, yaitu klasik dan operan. Dalam

pengondisian klasik, sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat

satu stimulus spesifik yang telah diketahui. Sedangkan pengondisian operan

adalah proses pengubahan perilaku dimana pengautan atau penghukuman

diperlukan bagi pemunculan perilaku tertentu.

2. Albert Bandura

Berkembang pada tahun 1977. Teori Bandura yang terkenal adalah

kognitif sosial. Dalam teori ini Bandura meyatakan bahwa manusia cukup

fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap dan

berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari semua ini adalah dari

pengalaman yang tak terduga (vicarious experiences). Bandura mengatakan

mengatakan bahwa manusia tidak perlu mengalami atau melakukan sesuatu

terlebih dahulu sebelum ia mempelajari sesuatu. Manusia dapat belajar

hanya dari mengamati atau meniru perilaku orang lain.

3. Ivan Pavlov

Pavlov adalah sorang ahli fisiologi Rusia. Teorinya didasarkan pada

percobaan dengan anjingnya yang membuktikan bahwa perilaku dapat

dikendalikan dengan memberikan rangsangan tertentu melalui proses yang

dinamakan conditioning (pembiasaan). Anjing yang sudah dikondisikan


11

untuk mendengar bel terlebih dahulu sebelum mendapatkan makanannya

akan mengeluarkan air liurnya begitu mendengar bel meskipun makanan

belum dating. Menurut Pavlov, hewan dan manusia pada dasarnya terdiri

dari jaringan saraf dan otot yang bereaksi secara langsung jika diberi

rangsangan tertentu. Dengan begitu, perilaku manusia juga dapat

dikendalikan.

4. Edward Thorndike

Thorndike mengembangkan teori koneksionisme di Amerika Serikat.

Dalam melakukan eksperimennya Thorndike menggunakan kucing sebagai

binatang percobaannya. Dalam eksperimen tersebut Thorndike menghitung

waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk dapat keluar dari kandang

percobaan. Dasar dari teori ini adalah trial and error. Rata-rata kucing

percobaan Thorndike mampu melepaskan diri dari kandang, namun

membutuhkan waktu (latihan) untuk cepat keluar dari kandang. Berdasarkan

pada percobaan yang telah dilakukan, Thorndike pada akhirnya

mengemukakan tiga macam hokum belajar, yaitu hokum kesiapan (law of

readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of

effect).

D. Hakikat Manusia

Berdasarkan pada hakikat manusia, teori dan pendekatan behavior ini

menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon

kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik
12

dan sedikit berperan aktif dalam menentukan martabatnya. Manusia memulai

kehidupannya dan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini

menghasilkan pola-pola perilaku yang akan membentuk kepribadian. Perilaku

seseorang ditentukan oleh intensitas dan beragamnya jenis penguatan

(reinforcement) yang diterima dalam situasi hidupnya.

Pendekatan behavior di dalam proses konseling membatasi perilaku sebagai

fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilku yang dapat diamati

merupakan suatu kepedulian dari konselor sebagai kriteria pengukuran

keberhasilan konseling. Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan

hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-

kondisi belajar. Di mana proses konseling merupakan suatu proses atau

pengalaman belajar untuk membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga

dapat memecahkan masalahnya. Dalam konsep behaviorisme modern, perilaku

manusia dipandang dalam mekanisme dan pendekatan ilmiah yang diimplikasikan

pada pendekatan secara sistematis dan terstruktur dalam proses konseling.

Manusia tidak diasumsikan secara deterministik tetapi merupakan hasil dari

pengkondisian sosio kultural. Trend baru dalam behaviorisme adalah diberinya

peluang kebebasan dan menambah keterampilan konseli untuk memiliki lebih

banyak opsi dalam melakukan respon.


13

E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Konseling

Ivey (1987) menjelaskan bahwa dalam pendekatan behavior hal yang

penting untuk mengawali konseling adalah mengembangkan kehangatan, empati

dan hubungan suportif. Corey (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang

terbangun dalam pendekatan behavioristik terdiri dari empat hal yaitu: (1) tujuan

terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik, jelas, konkrit,

dimengerti dan diterima oleh konseli dan konselor; (2) peran dan fungsi

konselor/terapis adalah mengembangkan keterampilan menyimpulkan, reflection,

clarification, dan open-ended questioning; (3) kesadaran konseli dalam

melakukan terapi dan partisipasi konselor ketika proses terapi berlangsung akan

memberikan pengalaman positif pada konseli dalam terapi; (4) memberi

kesempatan pada konseli karena kerjasama dan harapan positif dari konseli akan

membuat hubungan terapis lebih efektif.

Sedangkan Ivey (1987) menjelaskan bahwa kesuksesan dalam melakukan

konseling dengan pendekatan behavioristik didasarkan pada: (1) hubungan antara

konselor dengan konseli; (2) operasionalisasi perilaku (making the behavior

concrete and observable); (3) analisis fungsional (the A-B-Cs of behavior); (4)

menetapkan tujuan perubahan perilaku (making the goals concrete).

Woolfe dan Dryden (1998) menegaskan bahwa dalam kerangka hubungan

antara konselor-konseli secara bersama-sama harus konsisten dalam hal: pertama,

konseli diharapkan untuk memiliki perhatian positif (minat), kompetensi

(pengalaman) dan aktivitas (bimbingan); kedua, konselor tetap konsisten dalam


14

perhatian positif, self-disclosure (engagement) dan kooperatif (berorientasi pada

tujuan konseli).

Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah proses

asesmen. Dalam behavioral proses ini dapat dilakukan dengan memakai instrumen

asesmen, self-report, behavior rating scales, format self monitoring, teknik

observasi sederhana. Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari upaya

behavioral konseling, sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan

adalah :

1. Teknik operant conditioning,

Prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan

negatif, extinction, hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005;

Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971).

2. Model asesmen fungsional,

Merupakan blueprint bagi konselor dalam memberikan intervensi yang

diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah yang disiapkan konselor

dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan perlakuan (Corey, 2005).

3. Relaxation training and related methods,

Merupakan teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan

relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi teknik ini

dengan systematic desentisization, asertion training, self management

programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey,

2005; Ivey, 1987; Carlton, 1971).


15

4. Systematic desentisization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi

konseli yang mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif,

kompulsif, gangguan body image (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985;

Carlton, 1971).

5. Exposure therapies

Variasi dari exposure therapies adalan in vivio desentisization dan flooding,

teknik terapi ini dengan memaksimalkan kecemasan/ketakutan konseli

(Corey, 2005; Lynn and Garske, 1985).

6. Eye movement desentisization and reprocessing,

Didesain dalam membantu konseli yang mengalami post traumatic stress

disorder (Corey, 2005).

7. Assertion training,

Metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif perilaku.

Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam

dirinya (Corey, 2005; Lynn, 1985).

8. Self-management programs and self-directed behavior,

Terapi bagi konseli untuk membantu terlibat dalam mengatur dan

mengontrol dirinya (Corey, 2005).

9. Multimodal therapy;

Clinical behavior therapy dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan

secara holistic dari teori belajar sosial dan terapi kognitif kemudian sering

disebut dengan technical eclecticism (Corey, 2005).


16

Teori kognitif perilaku merupakan kelanjutan dari hasil eksperimen yang

dirintis Skinner dan Pavlov. Dalam model ini konseli diajak untuk dapat

mengubah tingkah laku baru dengan terapiterapi emosi dan kognitif, modifikasi

teori kognitif perilaku dari sebelumnya teori behavior terletak pada peranan emosi

dan kognisi yang turut menjadi penyebab timbulnya perilaku salah suai serta dapat

menentukan pengubahan tingkah laku baru.

F. Tujuan Pendekatan Konseling

Corey (2005) mengatakan bahwa pendekatan behavioral bertujuan untuk

memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta

memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Terapi behavioral

menurut Corey (2005) memiliki ciri- ciri yakni, pemusatan perhatian kepada

tingkah laku yang tampak dan spesifik Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan

treatment, perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan

masalah Penaksiran obyektif atas hasil-hasil terapi.

Pendekatan behavioristik merupakan usaha untuk memanfaatkan secara

sistematis pengetahuan teoritis dan empiris yang dihasilkan dari penggunaan

metode eksperimen dalam psikologi untuk memahami dan menyembuhkan pola

tingkah laku abnormal. Untuk pencegahan dan penyembuhan abnormalitas

tersebut dimanfaatkan hasil studi eksperimental baik secara deskriptif maupun

remedial. Pendekatan behavior bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang

salah suai dan membentuk tingkah laku baru. Pendekatan tingkah laku dapat
17

digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang

sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok.

Menurut Corey (1986) tujuan pendekatan behavioristik adalah sebagai

refleksi masalah konseli, dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling dan

sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling. Karakateristik pendekatan

behavioristik yang dikemukakan oleh Eysenck merupakan pendekatan tingkah

laku yang:

2. Didasarkan pada teori yang dirumuskan secara tepat dan konsisten yang

mengarah kepada kesimpulan yang dapat diuji,

3. Berasal dari hasil penelaahan eksperimental yang secara khusus

direncanakan untuk menguji teori-teori dan kesimpulannya,

4. Memandang simptom sebagai respons bersyarat yang tidak sesuai (un-

adaptive conditioned responses),

5. Memandang simptom sebagai bukti adanya kekeliruan hasil belajar,

6. Memandang bahwa simptom-simptom tingkah laku ditentukan berdasarkan

perbedaan,

7. Individual yang terbentuk secara conditioning dan autonom sesuai dengan

lingkungan masing-masing,

8. Menganggap penyembuhan gangguan neurotik sebagai pembentukan

kebiasaan (habit) yang baru,

9. Menyembuhkan simptom secara langsung dengan jalan menghilangkan

respon bersyarat yang keliru dan membentuk respon bersyarat yang

diharapkan,
18

10. Menganggap bahwa pertalian pribadi tidaklah esensial bagi penyembuhan

gangguan neurotik, sekalipun untuk hal-hal tertentu yang kadang-kadang

diperlukan

G. Teknik Pendekatan Konseling Behavioral

Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah proses

asesmen. Dalam behavioral proses ini dapat dilakukan dengan memakai instrumen

asesmen, self-report, behavior rating scales, format self monitoring, teknik

observasi sederhana. Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari upaya

behavioral konseling, sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan

adalah:

1. Teknik operant conditioning,

Prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan

negatif, extinction, hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005;

Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971);

2. Model asesmen fungsional,

Merupakan blueprint bagi konselor dalam memberikan intervensi yang

diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah yang disiapkan konselor

dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan perlakuan (Corey, 2005);

3. Relaxation training and related methods,

Merupakan teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan

relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi teknik ini

dengan systematic desentisization, asertion training, self management


19

programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey,

2005; Ivey, 1987; Carlton, 1971);

4. Systematic desentisization

Merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi konseli yang mengalami

phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif, kompulsif, gangguan body

image (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971);

5. Exposure therapies

Variasi dari exposure therapies adalan in vivio desentisization dan flooding,

teknik terapi ini dengan memaksimalkan kecemasan/ketakutan konseli

(Corey, 2005; Lynn and Garske, 1985);

6. Eye movement desentisization and reprocessing

Metode ini didesain dalam membantu konseli yang mengalami post

traumatic stress disorder (Corey, 2005);

7. Assertion training,

Metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif perilaku.

Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam

dirinya (Corey, 2005; Lynn, 1985).

8. Self-management programs and self-directed behavior

Terapi bagi konseli untuk membantu terlibat dalam mengatur dan

mengontrol dirinya (Corey, 2005);


20

9. Multimodal therapy

Clinical behavior therapy dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan

secara holistic dari teori belajar sosial dan terapi kognitif kemudian sering

disebut dengan technical eclecticism (Corey, 2005).

Selama pertemuan terapiutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang

terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai

tercapai keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, klien diberi tahu

tentang cara relaksasi digunakan, cara menggunakan relaksasi itu dalam

kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu

(Corey, 2005).

Dalam pendekatan konseling behavioural tedapat teknik-teknik yang dipakai

dalam proses konseling dalam membantu memecahkan masalah klien. Terdapat

empat metode dalam teknik psikoterapi behavior yaitu:

a. Teknik Modelling

b. Teknik Relaksasi

c. Teknik Desensitisasi sistematis

d. Teknik Meditasi.

Tahap-tahap dalam konseling behavior terdiri atas empat tahap yaitu :

a. Assessment (Penilaian Fungsional)

b. Goal Setting (Menetapkan Tujuan)

c. Technique Implementation (Implementasi Teknik)

d. Evaluation-Termination (Evaluasi dan Pengakhiran)


21

H. Peran Dan Fungsi Konselor

Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkahlaku harus

memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis

menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi

masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi

sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan

dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah

pada tingkahlau yang baru dan adjustive.


BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Baviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.

Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner.

Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam

bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang

tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.

Pendekatan behavior didasarkan pandangan ilmiah tentang tingkah laku

manusia yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling.

Konseling behavior juga dikenal sebagai modifikasi perilaku yang dapat diartikan

sebagai tindakan untuk mengubah tingkah laku. Terapi ini berfokus pada perilaku

yang tampak dan spesifik.

Empat pilar utama dalam behavioristik adalah classical conditioning,

operant conditioning, social learning theory dan cognitive behavior therapy.

Dalam teori pengkondisian klasik, perubahan perilaku yang diharapkan adalah

adanya stimulus langsung. Terjadinya perilaku tertentu disebabkan oleh stimulus

tertentu yang secara langsung terkait, sedangkan dalam operant conditioning

perilaku yang terbentuk diakibatkan oleh stimulus yang telah dikondisikan.

Cognitive behavior therapy mengemukakan empat komponen penting pada

manusia yaitu phisik, perilaku, kognisi dan emosi, di mana gangguan emosional

akan mempengaruhi perilaku pada manusia sehingga terapi yang dikembangkan

adalah mensikapi gangguan emosi secara kognitif dan perilaku yang menunjukkan

22
23

kestabilan kognitif. Adapun tokoh-tokoh yang terkenal antara lain, B.F Skinner,

Ivan Pavlov, Edward Thorndike dan Albert Bandura.


DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT


Refika Aditama.

Corey, G. (2005). Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi. (E.
Koeswara, Trans). Jakarta: ERESCO.

Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.


Belmont, CA: Brooks/Cole.

Gerald Corey. (2013). Teori dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama

Ivey, A., & Ivey M. (2003). Intentional interviewing and counselling: Facilitating
client development in a multicultural society. California, USA:
Brooks/Cole – Thomson Learning.

Kumalasari, D. (2017). Konsep Behavioral Therapy dalam Meningkatkan Rasa


Percaya Diri pada Siswa Terisolir. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan
Dakwah Islam. Vol.14(1): 15-24.

Namora Lumongga Lubis. (2013). Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam


Teori Dan Pratik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Rakhmat, J. (1994), Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanyata, S.(2012) Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling.


Jurnal Paradigma. Vol.14,(7): 1-11.

Sharf, R. S. (2012). Theories of psychotherapy and counseling: concepts and


cases (5th ed.). Belmont: Brooks/Cole.

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. (2012). Teori Kepribadian. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Thompson, C.L. et.al (2004). Counseling children. Canada: Thompson


Brooks/Cole.

24

Anda mungkin juga menyukai