Anda di halaman 1dari 16

Supevisi Bimbingan Dan Konseling

Supervisi diadopsi dari bahasa inggris yakni “supervision” yang berarti pengawasan dan
kepengawasan. Sementara itu beberapa ahli seperti yang dikutip oleh Piet A. Sahertian memberikan
rumusan yang berbeda-beda antara lain: a) merumuskan supervisi sebagai program yang berencana
untuk memperbaiki pengajaran (perbaikan hal belajar mengaja. 15 Dari pengertian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah segenap usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan
membimbing secara continue pertumbuhan guru.

Supervisi bimbingan konseling adalah upaya untuk mendorong, mengkoordinasikan dan menuntun
pertumbuhan petugas bimbingan konseling atau konselor secara berkesinambungan baik secara
individual maupun kelompok agar lebih memahami dan lebih dapat bertindak secara efektif dalam
melaksanakan layanan bimbingan konseling, sehingga mereka mampu mendorong pertumbuhan
tiap siswa (klien) secara berkesinambungan agar dapat berpartisipasi secara cerdas dan kaya di
dalam kehidupan masyarakat demokratis. Pihak yang berwenang dalam melakukan supervisi ini
adalah kepala sekolah maka dari itu kepala sekolah tentu harus menguasai berbagai prinsip, metode,
dan teknik supervisi, sehingga dapat menentukan strategi, pendekatan, atau model supevisi yang
cocok untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau program. Materi ini merupakan salah satu
bahan yang ditujukan bagi supervisor untuk menguasai kompetesi tersebut.

Metode Supervisi

Terdapat dua metode penelitian dalam supervisi yang dapat dilakukan Kepala sekolah. Metode
tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan Kelompok yang masing-masing mempunyai
kelebihan dan kelemahan.

a. Metode supervisi individual; adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan Kepada konselor
tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat Peronrangan. Supervisor disini hanya
berhadapan dengan seorang konselor Yang dipandang memiliki persoalan tertentu.
b. Metode supervisi kelompok; adalah satu cara melaksanakan program Supervisi yang
ditujukan kepada dua orang atau lebih. Konselor-konselor Yang diduga, sesuai dengan analisi
kebutuhan, memiliki masalah kebutuhan Atau kelemahan-kelemahan yang sama
dikelompokkan atau dikumpulkan Menjadi satu atau bersama-sama. Kemudian kepada
mereka diberikan Layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang
Mereka hadapi.

2. Teknik-Teknik Supervisi

Ada bermacam- macam teknik supervisi dalam upaya pembinaan Kemampuan konselor, yang
meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, Buletin, profesional, perpustakaan profesional,
laboraturium kurikulum, Penilaian konselor, demostrasi bimbingan, darmawisata, lokakarya,
kunjungan Atar kelas, bacaan profesional, survei masyarakat sekolah. Sedangkan, teknik-Teknik
supervisi tersebut bisadikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu Teknik supervisi individual dan
tenik supervisi kelompok.Kegiatan supervisi dapat dilakukan melalui berbagai proses pemecahan
Masalah pengajaran untuk mengubah proses belajar mengajar menjadi kegiatan Yang efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaannya, tentu saja menggunakan teknik-Teknik supervisi yang merupakan
bagian pokok dalam pelaksanaan supervisi Pendidikan, maka dari itu teknik dalam melaksanakan
supervisi pendidikan Diantaranya adalah “teknik perseorangan dan teknik kelompok”. Teknik
Individu, yang meliputi : kunjungan kelas, observasi kelas dan percakapan Pribadi dan Teknik
kelompok. Yang meliputi: orientasi bagi guru-guru baru Rapat guru, studi kelompok antar guru, tukar
menukar pengalaman, lokakarya, Diskusi, seminar.

Piet A. Sahertian dan Ida Alaida Sahertian (1990) mengemukakan tiga Cara pendekatan supervisi
pengajaran yaitu supervisi yang bersifat directive, Collaborative dan non-directive yaitu inspeksi dan
supervisi yang bercorak Demokratis. Bertolak dari pendapat diatas maka model supervisi bimbingan
Konseling meliputi Inspeksi ( supervisi yang bersifat directive), non-directive dan Collaborative
(supervisi yang bersifat demokratis)

Kriteria Supervisi Bimbingan Konseling

Keputusan MENPAN nomor 118 tahun 1996, menetapkan persyaratan Umum dan khusus untuk di
angkat dalam jabatan pengawas sekolah. Syarat-

Syarat tersebut berlaku bagi pengawas BK.

a. Syarat umum: Pegawai negeri sipil yang memenuhi angka kriteria yang Ditentukan,
berkedudukan dan berpengalaman sebagai guru sekurang-Kurangnya selama enam tahun
berturut-turut, telah mengikuti pendidikan Dan pelatihan kedinasan dibidang pengawasan
sekolah dan memperoleh Surat tanda tamat pendidikan, setiap unsur penilaian pelaksanaan
Pekerjaan sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir dan Sia setinggi-
tingginya lima tahun sebelum mencapai batas usia pensiun Jabatan pengawas sekolah.
b. Syarat khusus: Pendidikan serendah- rendahnya sarjana atau yang Sederajat. Berkedudukan
serendah-rendahnya guru dewasa, memiliki Spesialisasi atau jurusan program bimbingan
dan konseling atau Bimbingan dan penyuluhan, dan kepala sekolah sebagai Supervisor
Pendidikan.

Dalam bidang supervisi kepala sekolah mempunyai tugas dan Bertanggung jawab memajukan
pengajaran melalui peningkatan profesi guru Secara terus menerus. Adapun tugas kepala sekolah
tersebut, sebagai berikut: Membantu guru memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah
dalam Mencapai tujuan tersebut, membantu guru melihat secara lebih jelas dalam Memahami
keadaan dan kebutuhan siswanya, membentuk moral kelompok Yang kuat dan mempersatukan guru
dalam satu tim yang efektif, dan Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari strategi,
keahlian dan alat Pembelajaran. Betapa Pentingnya tujuan pendidikan, Ahmad dkk, Menambahkan
bahwa Pendidikan pada usia remaja menjadi momen yang Penting dalam menentukan karakter
seseorang setelah dewasa. Lingkungan pergaulan di sekolah maupun di rumah mempunyai peluang
yang sama kuatnya dalam pengembangan karakter.

Kompetensi Kepala Sekolah

Ada lima kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh seorang Kepala sekolah. Kelima
kompetensi itu meliputi kompetensi kepribadian, Manajerial, sosial, kewirausahaan, dan supervisi.
Kompetensi supervisi adalah Kemampuan kepala sekolah dalam pelaksanaanya, yakni menilai dan
membina Guru atau konselor dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran Yang
dilaksanakannya, agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar klien. Inti dari supervisi adalah
membina guru atau konselor dalam Meningkatakan mutu pembelajaran. Oleh itu, tujuan umum
supervisi Disekolah, serta mengembangkan mengembangkan kemampuan dalam Menilai dan
membina guru untuk mempertinggi kualitas proses pembelajaran Yang dilaksanakannya agar
berdampak terhadap kualitas hasil belajar klien.

Rumusan Supervisi Seorang Kepala Sekolah, (Farid Mashudi, 2013):

1) Mampu melakukan supervisi sesuai kebutuhan guru


a. Mampu melakukan supervsi bagi konselor/guru dengan Menggunakan ternik
supervisi yang tepat.
b. Mampu menindaklanjuti hasil supervisi kepada guru/ konselor Melalui
pengembangan profesional guru, penelitian tindakan kelas, Dan sebagainya.
2) Mampu melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan program Pendidikan sesuai dengan
prosedur yang tepat:
a. Mampu menyusun standar kinerja program pendidikan yang dapat Diukur dan
dinilai.
b. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi kinerja program Pendidikan dengan
menggunakan teknikyang sesuai.
c. Mampu menyusun laporan sesuai dengan standar pelaporan Monitoring dan
evaluasi.

Pendekatan dalam Supervisi

Menurut sahertian (sahertian, 2000:44-52), ada tiga pendekatan yang digunakan dalam
melaksanakan supervisi yaitu:

a. Pendekatan langsung

Pendekatan langsung adalah cara pendekatanvterhadap masalah yang bersifat langsung. Karena
supervisor mamberi arahan langsung, sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.

b. Pendekatan tidak langsung (nondirektif)

Pendekatan nondirektif adalah pendekatan terhadap permasalah yang bersifat tidak langsung.
Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tetapi ia terlebih dahulu
mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan para konselor.

c. Pendekatan kolaboratif

Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan nondirektif menjadi pendektan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor
maupun konselor, bersepakat menetapkan struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses
percakapan terhadap masalah yang dihadapi konselor. Dengan demikian pendekatan dalam
supervisi berhunbungan pada dua arah, dari atas dan dari bawah kea ata. Perilaku supervisor adalah
menyajikam, menjelaskan, memdengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi. Fungsi dari
supervisi BK adalah meonitor, mencatat, memberi dukungan, megukur, dan manilai kinerja, dan
mendorong untuk merefleksikan Supervisi berarti pengawasan, penilikan, dan pembinaan. Secara
terminolog, supervisi adalah bantuan berbentuk pembinaan yang diberikan kapada seluruh staff
sekolah untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih baik. Setelah mengetahui
supervisi, harus diketahui juga pengertian dari bimbingan, baik secara umum maupun khusus.
Bimbingan bersifat umum merupakan usaha-usaha untuk memberikan penerangan atau pendidikan
agar yang menerima bimbingan lebih mengetahui, lebih menyenangi dan bersikap positif. Bimbingan
yang bersifat khusus adalah bimbingan yang diberikan guru, pembimbing, atau konselor, kepada
anak yang dalam perkembangan pendidikannya memperlihatkan kelambatan atau hambatan.
Adapun program kegiatan supervisee bukan merupakan konseling/psikoterapi, pemaksaan
(imposing), kritik negatif (negative criticism), memperdayakan (disempowering), pertemanan
(friendship), mencari kesalahan (fault finding), hukuman (punishment), maupun untuk konselor yang
baru (vovicecounselor).

Tujuan yang diharapkan tercapai dalam supervisi BK di sekoalah, yaitu meningkatkan kesadaran dan
identitas profesional, mendorong perkembangan pribadi dan profesional, mempromosikan kinerja
profesional, dan memberikan jaminan mutu terhadap praktik profesional. Namun demikian, dalam
pelaksanaan supervisi BK perlu diperhatikan beberapa prinsip dasarsupervisi BK, sehingga proses
yang dilakukan bisa terukur dan dipertanggungjawabkan. Secara garis besar prinsip supervisi BK ada
dua, yaitu:

1. Prinsip umum

Supervisi harus bersifat praktis, dalam arti dapat dikerjakan sesuai dengan situasi dan kondisi
sekolah:

a. Hasil supervisi harus berfungsi sebagai sumber-sumber informasi bagi Staf sekolah untuk
mengembangkan proses belajar mengajar Bimbingan konseling;
b. Supervisi dilaksanakan dengan mekanisme yang menunjang Kurikulum yang berlaku.

2. Prinsip khusus

Supervisi hendaknya dilaksanakan secara sistematis, objektif, Realistis, antisipatif, konstruktif, dan
kreatif.

a. Sistematis artinya supervisi dikembangkan dengan perencanaan yang Matang sesuai dengan
sasaran yang diingiinkan;
b. Objektif artinya supervisi memberiakan masukan sesuai dengan aspek Yang terdapat dalam
instrumen;
c. Realistis artinya supervisi didasarkan atas kenyataan yang Sebenarnya, yaitu pada keadaan
hal-hal yang sudah dipahami dan Dilakukan oleh para staf sekolah;
d. Antisipatif artinya supervisi diarahkan untuk menghadapi kesulitan Yang mungkin akan
terjadi;
e. Konstruktif artinya supervisi memberikan saran perbaikan kepada Yang disupervisikan untuk
berkembang sesuai dengan ketentuan atau Aturan yang berlaku;
f. Kreatif artinya supervisi mengembangkan.

Adapun tujuan dari Supervisi bimbingan dan konseling diantaranya: Tujuan mengendalikan kualitas,
supervisor bertanggung jawab memonitor Pelaksanaan kegiatan bimbingan konseling dan hasil-
hasilnya yang berupa Kehidupan dan perkembangan siswa atau klien yang lebih baik. Maka
Supervisor bimbingan konseling perlu memiliki Kemampuan dalam Kepemimpinan, kemampuan
dalam hubungan manusia, kemampuan dalam Proses kelompok kemampuan dalam administrasi
personel, kemampuan Dalam bimbingan konseling dan kemampuan dalam evaluasi
Konsultasi

1. Pengertian Konsultasi

Konsultasi merupakan interaksi tripartit dalam agensi pelayanan manusia, yang terdiri Dari konsultan
(seorang spesialis) membantu konsultee (pegawai agensi yang juga profesional) Dengan hal-hal yang
berhubungan dengan kerja (komponen ketiga). Komponen ketiga ini adalah Klien dan atau
pelayanan terhadap klien. Konsultasi merupakan hubungan kerja, dalam hal ini seorang profesional
dalam Pelayanan manusia (konsultan) memberi bantuan kepada orang lain (konsultee) untuk
Memecahkan masalah konsultee yang berhubungan dengan kerjanya atau yang berhubungan
Dengan pemeliharaan terhadap kliennya.Psikiater Gerald Caplan (dalam Woody dan Hanger, 1989)
mendefinisikan konsultasi Sebagai sebuah proses interaksi antara dua orang profesional-konsultan,
yang merupakan seorang Spesialis dan konsultee, yang meminta bantuan konsultasi berkaitan
dengan permasalahan-Permasalahan kerja terkini, dimana individu tersebut memiliki beberapa
kesulitan daMendapatkan suatu masalah yang merupakan wilayah kompetensi khusus yang lain,
atau dengan Kata lain, masalah yang dialaminya bukan merupakan wilayah kompetensinya.

Konsultan disini secara umum tidak memiliki kontak langsung dengan klien sebagai Gantinya
konsultan bekerja dengan konsultee, yang memberikan pelayanan langsung kepada Klien. Konsultasi
termasuk hubungan secara kolektif karena konsultan tidak memiliki otoritas di Luar konsultee.
Lounsbury dkk (dalam Woody dan Hanger, 1989) menyimpulkan bahwa konsultasiMerupakan
sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan/menjelaskan macam-macam Aktivitas dan
hubungan-hubungan yang luas. Konsultasi tidak hanya digambarkan sebagai Hubungan antara dua
pekerja profesional pada sebuah kasus melainkan juga interaksi antara Agen-agen atau profesional-
profesional yang berkenaan dengan sumber daya, pelatihan, atau Pengembangan program-program
baru. Spesialis pelayanan manusia juga telah memodifikasi Konsep-konsep konsultasi dengan
memasukkan sebuah hubungan antara profesional dan orang Tua atau guru. Konsultasi telah
digunakan merujuk pada hampir semua jenis pertemuan antara Profesional-profesional atau agen-
agen secara langsung untuk peningkatan kualitas pelayanan.

2. Model-model Konsultasi.

Model-model konsultasi untuk profesional dapat berwujud dalam berbagai bentuk. Menurut
Hershensen (1996) ada 4 model konsultasi:

a. Pembekalan (provision): disini konsultan memberi pelayanan langsung pada konsultee yang
Kurang pengalaman atau keterampilan dengan problem tertentu (Schein: menyebutnya
Menjadi model ekspert)
b. Pemberian resep (prescription): konsultan memberi advis kepada konsultee mengenai apa
Yang salah dengan unsur ketiga dan apa yang harus dikerjakan.
c. Perantara (mediation): konsultan bertindak sebagai koordinator. Tugas utama mereka
adalah Membantu untuk mempersatukan pelayanan-pelayanan bagi bermacam-macam
orang yang Berusaha untuk mengatasi problemnya. Yang dilakukan ada 2: 1) mengkoordinasi
pelayanan-Pelayanan yang telah ada, 2) membuat rencana alternatif pelayanan-pelayanan
yang dapat Diterima bersama untuk memecahkan berbagai soal.
d. Kolaborasi: konsultan yang bekerja dalam posisi ini adalah fasilitator-fasilitator dari proses
Pemecahan masalah. Tugas utama mereka adalah untuk membuat konsultee aktif ikut serta
Menemukan pemecahan dalam konsultasi yang dihadapi dengan kliennya sekarang. Jadi
Konsultee harus mendifinisikan secara jelas, mendesain pemecahan yang dapat kerja,
danKemudian mengimplementasikan dan mengevaluasi rencana kerjanya sendiri. Peran
Konsultan: mengadakan pertemuan-pertemuan dengan konsultee ketika mereka membuat
Rencana dan membuat desain.

Adapun model-model konsultasi menurut Schein (dalam Woody dan Hanger, 1989) Antara lain:

a. Model pembelian (purchase model)

Model-model yang sangat umum, menurut Scheinn menyebut model pembelian, karena Konsultee
membeli layanan pengetahuan dari seorang ahli. Dalam model ini pembeli atau Konsultee,
mendefinisikan sesuatu yang mereka ingin ketahui atau sesuatu yang tidak mampu Mereka/agensi
lakukan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan: 1) konsultee Harus mendiagnosa
dengan benar kebutuhannya, 2) keberhasilan tergantung pada ketepatan Konsultee dalam
mengkomunikasikan kebutuhannya kepada konsultan, 3) penilaian yang tepat Mengenai kebutuhan
akan mengarah pada layanan konsultasi yang benar, 4) efektivitas model ini Juga tergantung pada
pemikiran/persepsi konsultee akan konsekuensi meminta bantuan seorang Konsultan.

b. Model Dokter/Pasien

Model ini sering digunakan ketika sebuah evaluasi program dibutuhkan. Tujuan dari Model ini adalah
konsultan menentukan apa yang salah dari sebuah program dan kemudian Merekomendasikan
(menyarankan) strategi-strategi untuk membuat perbaikan.

c. Model Proses

Schein (dalam Woody dan Hanger, 1989) menggambarkan model proses sebagai Kumpulan-
kumpulan prosedur yang lebih mungkin mengarah kepada kesuksesan. Karena Konsultee sering tidak
mengetahui secara tepat apa masalahnya, Konsultan perlu membuat Konsultee terlibat dalam
proses diagnosis. Model ini menekankan bahwa konsultee memiliki Sebuah maksud/tujuan
konstruktif untuk memperbaiki sesuatu, dan ketika mereka diberi bantuan Dalam mengidentifikasi
masalah dan menjalankan rekomendasi yang diberikan, maka Kemungkinan akan berhasil. Banyak
konsultee, baik individu atau organisasi-organisasi, dapat Menjadi efektif ketika para konsultee
belajar dalam mendiagnosa kekuatan dan kelemahan yang Mereka miliki. Konsultan tidak dapat
dengan sendirinya (otodidak) belajar dengan cukup mengenai sistem klien untuk membuat
rekomendasi-rekomendasi yang baik; oleh karena itukonsultee tersebut memerlukan bergabung
dalam hubungan kerja dengan konsultee, yang benar-benar mengetahui situasi tersebut. Dengan
mengikuti diagnosa-diagnosa yang dibuat bersama, konsultee dapat secara aktif mengusulkan
perbaikan-perbaikan.

Model proses memiliki dua versi, yakni model katalis (the catalyst model) dan model fasilitator (the
facilitator model). Model katalis digunakan ketika konsultan tidak mengetahui solusi tetapi memiliki
keahlian dalam membantu klien mengembangkan solusi-solusi mereka sendiri. Model fasilitator
terjadi ketika konsultan memiliki ide-ide atau solusi-solusi yang mungkin tetapi memutuskan bahwa
solusi yang lebih baik atau implementasi yang lebih baik terhadap solusi tersebut akan terjadi jika
para konsultan tidak memberikan saran-saran dan berkonsentrasi pada membantu konsultee
memecahkan masalah.Peran utama konsultan adalah memberikan altrernatif-alternatif yang baru
dan menantang bagi konsultee untuk dipertimbangkan. Keputusan tentang apa yang dilakukan
diambil bersama-sama dengan konsultee. Model ini memberikan penekanan pada keahlian
konsultan dalam proses diagnostik dan membangun hubungan kerja dengan konsultee.
Keterampilan interpersonal dan keahlian pada bidang terkait sangat dibutuhkan disini.

d. Model Caplan

Caplan (dalam Woody dan Hanger, 1989) menggambarkan empat tipe konsultasi dalam kesehatan
mental, fokus pada klien, konsultee, program, atau adminidtrator program.

1) Konsultasi berpusat pada klien. Tujuan utama membantu konsultee menghadapi kasus atau klien
(membantu pengukuran/penilaian, mendiskusikan yang terbaik dalam menghadapi problem klien
dengan konsultee).

2) Konsultasi berpusat pada konsultee. Konsultan berusaha menemukan kesukaran konsultee dalam
menangani kasus dan memperbaiki kesulitan tersebut (apakah sumbernya keterampilan yang
kurang, kurang percaya diri atau kurang objektif).

3) Konsultasi administrasi yang berpusat pada program. Tujuan utamanya adalah menyarankan
beberapa perbuatan kepada konsultee untuk mempengaruhi perkembangan, perluasan atau
perubahan program agensi.

4) Konsultasi administratif yang berpusat pada konsultee. Konsultan berusaha menemukan


kesulitan-kesulitan pada konsultee yang tampaknya membatasi keefektifan kerjanya. Yang
didiskusikan adalah bagaimana konsultee melakukan pelayanan yang diberikan.

e. Model Parson dan Meyer

Berdasarkan empat tipe Caplan, Parson dan Meyer menggambarkan empat kategori konsultasi yang
sama, pelayanan langsung pada klien, pelayanan tidak langsung klien, pelayanan kepada konsultee,
dan pelayanan kepada sistem.

f. Model Hodges dan Cooper

Hodges dan Cooper (dalam Woody dan Hanger, 1989) mengajukan tiga model dasar dari konsultasi:
1) model pendidikan, berfokus pada perhatian konsultan dalam memecahkan sebuah masalah yang
berkaitan dengan kesehatan mental yang terutama dikarenakan kekurangan kemampuan atau
pengetahuan; 2) konsultasi proses-proses individual berfokus pada sikap-sikap konsultee, motivasi,
konflik intrapsychic, atau gaya personal. Intervensi konsultan bertujuan pada menghilangkan
pertahanan diri, pemecahan interferensi dengan tujuan-tujuan personal, dan memfasilitasi
pengembangan personal; dan 3) konsultasi proses-proses sistem mempersepsikan bahwa sebuah
masalah berkaitan dengan kharakteristik organisasi konsultee. Intervensi konsultan secara langsung
terhadap peningkatan proses-proses komunikasi antara individu dan unit-unit organisasi.

g. Model Triadik (triadic model)

Tharp dan Wetzel (dalam Woody dan Hanger, 1989) menggambarkan konsultasi dalam model triadik
yang meliputi konsultan, konsultee, dan klien. Dalam model-model ini pertemuan konsultasi
melibatkan konsultan, konsultee, dan klien. Secara jelas, bahwa model triadic partikular ini berdasar
pada teori pembelajaran sosial.

h. Model perilaku (behavioural model).


Konsultasi behavioural menggunakan prinsip-prinsip teori belajar dalam proses-proses
konsultasinya. Model ini menggunakan analisis perilaku yang nyata untuk membantu konsultee
memahami dan merubah perilaku klien. Berger (dalam Woody & Hanger, 1989) menggambarkan
langkah-langkah dalam konsultasi perilaku (behavioural) yakni, mengidentifikasi masalah, analisis
masalah, menjalankan rencana, dan mengevaluasi program.

i. Teori A-Meta

Dalam mengembangkan paradigma ini, Gallessich (dalam Woody dan Hanger, 1989) mengidentifikasi
lima elemen umum dalam model konsultasi yaitu pengetahuan konsultan, tujuan, peran hubungan
antara konsultan-konsultee, proses konsultasi untuk mencapai tujuan, dan ideologi, sistem nilai yang
ditentukan oleh konsultan. Kemudian Gallessich menggabungkandalam 3 konfigurasi baru. Ketiga
konfigurasi tersebut adalah: 1) model konsultasi teknologi/ilmiah, didasarkan pada kepercayaan
pada metode ilmiah. Peran konsultan adalah sebagai pakar teknologi, dan tujuan dicapai dengan
menggunakan proses kognitif yang diterapkan dalam pengetahuan dan teknik-tekniknya, 2) model
konsultasi dalam pengembangan manusia, problem dilihat sebagai kebutuhan personal dan
pengembangan profesional konsultee, dan 3) model konsultasi sosial-politik, terkait dengan
perspektif ideologis dari pekerjaan dan organisasi konsultee. Tujuannya adalah merubah organisasi
untuk menjadi lebih konsisten terhadap nilai-nilai tertentu.

3. Prosedur-prosedur Konsultasi

Menurut Woody dan Hanger (1989) proses atau prosedur konsultasi terdiri atas lima tingkatan:

a. Pre-entry

Tahap pre-entry digunakan oleh konsultan sebelum menerima sebuah konsultasi.Konsultan harus
menetapkan nilai-nilai, kebutuhan dan asumsi-asumsi yang mereka miliki tentang individu atau
organisasi. Nilai-nilai ini pasti akan memperngaruhi praktik-praktik mereka dalam memecahkan
masalah. ketika mereka berada dalam posisi yang berpengaruh, sangat penting bahwa mereka sadar
bias-bias mereka dan tidak menekan mereka pada konsultee.Pelatihan yang spesifik dalam
konsultasi dengan jelas menguntungkan. Brown (dalam Woody dan Hanger, 1989) mengajukan
modal-modal pelatihan untuk mengambangkan kompetensi spesifik. Gibbs (dalam Woody dan
Hanger, 1989) membuat pelatihan spesifik dengan perspektif lintas budaya. Gibbs juga memasukkan
informasi didaktis mengenai dampak faktor-faktor sosial-budaya dalam konsulatasi, strategi-strategi
intervensi yang sesuai berkaitan dengan kebudayaan, dan penempatan pengalaman-pengalaman
dengan grup-grup yang berbeda.

b. Kontak awal (initial contact) dan membangun hubungan

Kontak awal biasanya dibuat oleh individu yang meminta bantuan atas sebuah masalah. Konsultan
biasanya dapat mensyaratkan kesediaan untuk bekerja terhadap penemuan solusi masalah.
Keberhasilan proses ini akan bergantung pada besarnya keluasan tingkat keterbukaan dari
penjelasan-penjelasan konsultee. Pada diskusi awal, konsulatan akan meminta jawaban atas dua
pertanyaan: Apakah konsultee bersedia untuk menjelajahi mengapa situasi-situasi atau masalah-
masalah hadir? yang lebih penting, adalah konsultee bersedia untuk berubah jperubahan itu
perlu/dibutuhkan? Sikap-sikap konsultee tersebut secara keseluruhan akan diuji Perubahan itu
perlu/dibutuhkan? Sikap-sikap konsultee tersebut secara keseluruhan akan diuji Oleh konsultan.di
luar pembuatan catatan mental. Konsultan tersebut seharusnya secara terbuka Mendiskusikan
kesediaan untuk berubah dengan para konsultee, agar para konsultee dengan jelas Menyadari
bagian yang akan mereka perankan dalam proses. Konsultan memiliki dua tujuan dalam pertemuan
awal: membangun hubungan kerja dan Membangun sebuah sebuah pemahaman/pengertian
mengenai situasinya konsultee. Alasan bagi Konsultee untuk mencari konsultasi seharusnya diuji
dengan jelas dan memberikan sebuah Ketajaman fokus. Konsultee seharusnya jelas dalam
pikirannya mengenai program apa dan apa

Yang diharapkan konsultan. Penetapan peran sangat penting jika konsultan berfungsi dengan efektif.
Ketika diskusi Awal ini, konsultan harus mendengarkan dengan hati-hati apa yang dikatakan dan apa,
(jika ada) Makna-makna yang tersembunyi apa yang telah dikatakan oleh konsultee. Sebagai contoh,
jika Konsultee meminta sebuah evaluasi program, terdapat sebuah asumsi bahwa seorang konsultan
Juga akan melaporkan mengenai keefektifan pegawai individual? Dengan kata lain, apakah
Konsultan melakukan evaluasi terhadap program, atau akan memberikan informasi mengenai
Pegawai individual yang dapat digunakan bagi pemecatan/pembubaran? Kurpius menulis Konsultan
butuh untuk: a) menentukan apa yang telah dilakukan konsultee untuk memecahkan Masalah, b)
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang menjadi halangan terhadap tujuan-tujuan Dalam
pemecahan masalah, c) mengidentifikasi sumber-sumber (resources) yang dapat Digunakan dalam
memecahkan masalah, d) menghindari menawarkan/memberikan solusi dalam Pertemuan awal, dan
f) mencari informasi-informasi yang relevan dan konsultee telah jelas Mengenai wilayah-wilayah
masalah tersebut.

d. Assessment dan diagnosis

Tahap penilaian melibatkan tiga proses: kelanjutan perkembangan hubungan antara Konsultan dan
konsultee, pengumpulan data, dan diagnosis. Perkembangan hubungan antara Kedua pihak
merupakan elemen-elemen vital jika terdapat pengertian berbagi tanggung jawab Bagi target
pemecahan masalah. Dalam memecahkan masalah-masalah yang lebih kompleks Dengan
melibatkan jumlah individu yang lebih luas, sangat dibutuhkan bagi konsultan untuk Membangun
hubungan kerja dengan banyak individu atau sub-grup dalam sebuah organisasi.Tanpa kepercayaan
(trust) dan konfidensi yang timbal-balik, hanya sedikit kemajuan yang dibuat Dalam diagnosis atau
intervering masalah.

Proses-proses nyata diagnosis harus ditentukan secara hati-hati. Konseptualisasi nyatamasalah


terletak dalam pikiran konsultee. Blake dan Mouton (dalam Woody dan Hanger, 1989). Menekankan
bahwa konsultan berfokus pada isu-isu yang mempengaruhi masalahnya klien, dan kemudian
menawarkan empat isu-isu vokal. Isu-isu konsultee mungkin salah satu dari keempat isu tersebut
ataupun kombinasi dari keempatnya. Konsultan memusatkan perhatian pada apa yang dipikirkan
mengenai isu-isu tersebut meskipun isu-isu lainnya dapat, dengan beberapa cara, berkaitan dengan
masalah konsultee. Pertama, isu pertama meliputi latihan kekuasaan dan otoritas kedua, berkaitan
dengan moral dan kohesi, ketiga, meliputi masalah-masalah yang muncul dari standar-standar atau
norma-norma tingkah laku (kelakuan), dan yang keempat, perhatian setiap isu dalam goal ataupun
wilayah tujuan. Tipe-tipe intervensi yang digunakan mengikuti pada isu-isu vokal yang dipikirkan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk menentukan informasi apa yang dibutuhkan, dimana
informasi itu berada, dan siapa yang mengumpulkan informasi tersebut dan bagaimana menganalisa
dan mensitesiskan informasi tersebut bagi pembuatan keputusan. Metode-metode bagi
pengumpulan data biasanya dipilih oleh konsultan dan konsultee. Pengumpulan data dilakukan
melalui diskusi dengan kosultee sendirian, pengamatan situasi, wawancara, atau survey kuesioner
(angket). Poin mendasar dari pengumpulan data adalah menjadi dasar (rujukan) dalam
pembentukan sebuah diagnosis maupun dalam membuat rekomendasi-rekomendasi. Terlalu
sederhana jika konsultan melakukan campur tangan sebelum data-data yang cukup dikumpulkan
dan diselidiki. Hasilnya, mungkin menghasilkan rekomendasi-rekomendasi atau saran-saran yang
tidak sesuai. Seharusnya dicatat bahwa mispersepsi sering dapat terjadi; sebelum melangkah lebih
lanjut, perbedaan-perbedaan ini harus diuji dan didiskusikan sehingga terdapat pemahaman
informasi dan makna-makna informasinya yang timbal balik.

d. Intervensi (intervention)

Proses intervensi termasuk pekerjaan konsultan dengan konsultee baik aktivitas-aktivitas dan
prosedur-prosedur konsultee dan klien akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Seharusnya ada
batas waktu yang sesuai bagi setiap langkah dalam proses pemecahan masalah dan pernyataan
kriteria yang digunakan dalam menentukan kesuksesan intervensi.Sebuah intervensi terjadi ketika
kapan saja konsultan membantu konsultee dalam pemecahan masalah. Blake dan Mouton (dalam
Woody dan Hanger, 1989) menguraikan secara singkat lima intervensi dasar: yakni, penerimaan
(acceptance), katalisis (catalysis), konfrontasi (confrontation), resep/anjuran (prescription), dan teori
dan prinsip. Penerimaan konsultan pada konsultee digunakan untuk memberikan konsultee sebuah
perasaan aman secara personal, yang dibutuhkan dalam membangun sebuah hubungan kerja.

Konsultee akan merasa bebas untuk menunjukkan pikiran-pikiran personal baik berupa informasi
spesifik tanpa mengaitkan dengan penilaian atau penolakan konsultan. Intervensi katalisis termasuk
kerjasama pengumpulan informasi jadi, konsultee dapat mencapai pernyataan masalah yang lebih
jelas dan situasi-situasi yang mungkin. Intervensi yang bersifat konfrontasi menantang konsultee
untuk menguji pemikiran atau persepsi-persepsi yang hadir/ada.Konfrontasi persepsi selektif
konsultee atau asumsi-asumsi bermuatan nilai yang akan memberikan struktur situasi yang lebih
akurat. Konsultan dapat memberikan anjuran/resep. Atau memberitahukan klien apa yang harus
dilakukan untuk memecahkan situasi. Dalam intervensi ini konsultan bertanggung jawab untuk
merumuskan sebuah resolusi (jalan keluar) dan merekomendasikan tindakan-tindakan
khusus/spesifik. Akhirnya, konsultan dapat mengajarkan teori-teori atau prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan masalah sehingga klien dapat mempelajari cara-cara memahami situasi dan
melaratnya secara sistematik dan empiris. Konsultan dapat menggunakan satu dari bentuk-bentuk
intervensi ini dan mengabaikan cara-cara yang lain;namun demikian, banyak konsultan
menggunakan beberapa bentuk intervensi dalam setiap situasi konsultasi.

e. Terminasi

Banyak situasi-situasi dihentikan setelah seleksi intervensi dengan meninggalkan konsultee untuk
menyelesaikan rencana dan mengevaluasi rencana (proses intervensi) tersebut. Dalam situasi-situasi
lainnya, konsultan tetap dapat terlibat dalam proses sementara konsultee mengimplementasikan
rencana, dan keduanya dapat berpartisipasi dalam evaluasi. Ketika permasalahan telah dipecahkan
atau mode penanganan situasi telah diputuskan, maka butuh bersiap-siap untuk mengakhiri
hubungan keduanya (proses konsultasi). Jadwal sebuah pertemuan akhir dapat disediakan, dan
membuat keputusan mengenai apakah akan ada tindak lanjut (follow up). Konsultee sering
menunjukkan beberapa kecemasan pada saat pemikiran (pembicaraan) terakhir, dan konsultan
seharusnya membuat keadaan dengan jernih bahwa konsultan selalu bersedia untuk diminta
bantuan oleh konsultee. Namun demikian, konsultasi difokuskan pada solusi terhadap masalah-
masalah yang khusus (spesifik). Dan konsultasi seharusnya tidak Dilanjutkan di luar wilayah-wilayah
masalah tersebut. Jika para konsultee telah cukup belajar Untuk melakukan pendekatan terhadap
masalah dengan lebih efektif, para konsultee akan dapat Sewaktu-waktu menggantikan pengertian
(perasaan) dan kepercayaan mereka pada konsultan Dengan meningkatkan perasaan kepercayaan
diri secara realistik (nyata). Ada beberapa masalah yang akan ditemukan dalam penghentian
(terminating) konsultasi. Jika konsultan tidak memiliki waktu untuk melakukan penutup, proses
konsultasi mungkin tidak Berlangsung secara penuh dan berakhir secara alamiah. Konsultee
kemudian tinggal dengan Banyak permasalahan yang telah diselidiki/diperiksa tetapi sedikit
keputusan-keputusan yang Dibuat untuk membantu kerjanya menjadi lebih efektif.Perhatian kedua
melibatkan kepuasan personal. Karena kepuasan personal/diri, konsultan Atau konsultee dapat
melakukan konsultasi yang sangat panjang di luar waktu ketika konsultasi Sebenarya telah
menghasilkan pemecahan masalah. Sebuah masalah lain terjadi ketika konsultan Cenderung untuk
masuk dalam peran supervisor (pengawas), yang bertugas untuk mengevaluasi Pekerjaan konsultee
secara langsung dan mengarahkan mereka serta bertanggung jawab kepada Konsultan atas
pencapaian para konsultee (Beisser dan Green, dalam Woody dan Hanger, 1989).

Evaluasi Program

Gibson & Mitchell menyatakan bahwa jantung hati Bimbingan dan konseling adalah program
konseling [10]. Gronlund & Linn mengungkapkan bahwa evaluasi adalah “the systematic process of
collecting, analyzing, and Interpreting information to determine the extent to which Pupils are
achieving instructional objectives”. Artinya suatu Proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis,
dan Penafsiran data atau informasi untuk menentukan tingkat Ketercapaian tujuan pelajaran yang
diterima oleh peserta Didik [11]. Gibson & Mitchel [12], evaluasi juga merupakan Suatu proses untuk
menilai efektifitas program atau aktifitas.Menurut Cronbach dan Stufflebeam evaluasi program
Adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan Kepada pengambil keputusan [9]. Penilaian
yang diberikan Terletak pada kondisi suatu program tertentu dengan Menggunakan standar dan
kriteria evaluasi program yang Ada didalam kerangka kerja program BK komprehensif [2].

1. Program Bimbingan dan Konseling

Dalam buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan BK dalam Konseling jalur
pendidikan formal (Departemen Pendidikan Nasional, [13]) dijelaskan bahwa Program BK
mengandung empat komponen layanan sebagai Berikut:

a. Layanan dasar

Layanan dasar adalah sebagai proses pemberian bantuan Kepada seluruh konseli melalui kegiatan
penyiapan Pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok Yang disajikan secara sistematis
dalam mengembangkan Perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-Tugas
perkembangan (yang dituangkan sebagai tandar Kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
Pengembangan kemampuan memilih dan mengambil Keputusan dan menjalani kehidupannya.

b. Layanan perencanaan individual

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan Kepada konseli agar mampu merumuskan dan
Melakukan aktifitas yang berkaitan dengan perencanaan Masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan Dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang Dan kesempatan yang tersedia
di lingkungannya.

c. Layanan responsif

Layanan responsif merupakan pemberian bantuan Kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan
Masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, Sebab jika tidak segera dibantu
menimbulkan gangguan Dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual,
konseling krisis, konsultasi Dengan orang tua, guru dan alih tangan kepada ahli lain adalah bantuan
yang dapat dilakukan pelayanan responsif.

d. Dukungan sistem

Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja,
infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi) dan pengembangan kemampuan
profesional konselor secara berkelanjutan yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada
konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

3. Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

Menurut W.S Winkel (Sukardi [1]) evaluasi program bimbingan adalah usaha menilai efisiensi dan
efektivitas pelayanan bimbingan itu sendiri demi peningkatan mutu program bimbingan. Kemudian
Azizah, et al [6] mengungkapkan bahwa penilaian program bimbingan konseling merupakan usaha
untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya Don C Locke (Diniaty [14]) meninjau evaluasi program BK lebih sempit yaitu
pengumpulan informasi tentang kualitas dan membantu menentukan keputusan tentang program
konseling yang akan dilakukan.Hasil evaluasi akan memberikan manfaat dalam pelaksanaan program
bimbingan dan konseling selanjutnya. Diniaty [14] beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi
diantaranya:

a. Untuk mengetahui apakah program bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada?

b. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian
tujuan program itu?

c. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai kriteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari
program itu?

d. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya?

e. Adakah masalah-masalah baru yang muncul sebagai bahan pemecahan dalam program
berikutnya?

f. Untuk memperkuat perkiraan-perkiraan (asumsi) yang mendasar pelaksanaan program


bimbingan?

g. Untuk melengkapi bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan dan dapat digunakan dalam
memberikan bimbingan siswa secara perorangan atau kelompok.

h. Untuk meneliti secara periodik hasil pelaksanaan program yang perlu diperbaiki.

Dengan demikian konselor dapat mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan
dan konseling di sekolah melalui prosedur sebagai berikut [15]):

a. Fase Persiapan

Fase persiapan terdiri dari kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan ini diperlukan
beberapa langkah yang harus dilalui antara lain:

1) Langkah pertama, penetapan aspek-aspek yang di evaluasi adalah:

a) Penentuan dan perumusan masalah yang hendak dipecahkan atau tujuan yang akan dicapai
b) Program kegiatan bimbingan

c) Personel atau ketenagaan

d) Fasilitas teknik dan administrasi bimbingan

e) Pembiayaan

f) Partisipasi personel

g) Proses kegiatan

h) Akibat sampingan

2) Langkah kedua, penetapan kriteria keberhasilan evaluasi. Misal, bila proses aspek kegiatan yang
akan dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi ditinjau dari lingkungan bimbingan, sarana yang
ada, dan situasi daerah.

3) Langkah ketiga, penetapan alat-alat atau instrumen evaluasi. Misal, aspek proses kegiatan yang
hendak dievaluasi dengan kriteria langkah kedua, maka instrumen yang harus digunakan adalah
check list,observasi kegiatan, tes situasi, wawancara, dan angket.

4) Langkah keempat, penetapan prosedur evaluasi. Seperti contoh pada langkah kedua dan ketiga,
maka prosedur evaluasinya melalui penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil kerja, konferensi kasus,
dan loka-karya.

5) Langkah kelima, penetapan tim penilaian atau evaluasi. Berkaitan dengan contoh sebelumnya,
maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian proses kegiatan ialah ketua bimbingan dan
koneling, kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling dan konselor.

b. Fase persiapan alat atau instrumen evaluasiDalam fase kedua ini, dilakukan kegiatan-kegiatan

seperti berikut:

1) Memilih alat-alat atau instrumen evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan alat-alat

evaluasi yang diperlukan.

2) Penggandaan alat-alat instrumen evaluasi yang akan digunaan.

c. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi. Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini, evaluator melalui
kegiatan, yaitu persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi dan melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan.

d. Fase menganalisis hasil evaluasi Dalam fase analisis hasil evaluasi dan pengolahan data hasil
evaluasi ini dilakukan dengan mengacu pada jenis datanya. Data-data tersebut, diantaranya tabulasi
data dan analisis hasil pengumpulan data melalui statitik atau nonstatistik.

e. Fase penafsiran atau interpretasi dan pelaporan hasil evaluasi Pada fase ini, dilakukan kegiatan
membandingkan hasil analisis data dengan kinerja penilaian keberhasilan, kemudian
diinterpretasikan dengan menggunnakan kode-kode tertentu, untuk kemudian dilaporkan serta
digunakan dalam rangka perbaikan atau pengembangan program layanan bimbingan konseling.
Konseling

Definisi Konseling

American Counseling Association mendefinisikan konseling sebagai Hubungan profesional yang


memberdayakan keberagaman individu, keluarga, dan Kelompok untuk mencapai kesehatan mental,
kesehatan, pendidikan, dan tujuan Karir. Menurut Mappiare konseling (counseling), kadang disebut
juga dengan Penyuluhan yang merupakan suatu bentuk bantuan. Di dalam konseling Membutuhkan
kemampuan profesional pada pemberi layanan yang sekurangnya Melibatkan pula orang kedua,
pemberi layanan yaitu orang yang sebelumnya Merasa ataupun tidak dapat berbuat banyak yang
kemudian setelah mendapat Konseling menjadi dapat melakukan sesuatu.8Definisi lain menurut
Division of counseling Psychology, konseling adalah Proses yang dapat membantu individu untuk
mengatasi hambatan-hambatan Perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan
kemampuan pribadi Yang dimilikinya secara optimal.

Tujuan Konseling

Ada beberapa tujuan konseling diantaranya adalah:

1. Membantu seorang individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan, tuntutan positif lingkungannya dan predisposisi yang dimilikinya seperti kemampuan
dasar dan bakatnya, dalam berbagai latar belakang yang ada seperti keluarga, pendidikan, atau
status ekonomi.

2. Membuat seseorang mengenali dirinya sendiri dengan memberi informasi kepada individu
tentang dirinya, potensinya, kemungkinan-kemungkinan yang memadai bagi potensinya dan
bagaimana memanfaatkan pengetahuan sebaik-baiknya.

3. Memberi kebebasan kepada individu untuk membuat keputusan sendiri serta memilih jalurnya
sendiri yang dapat megarahkannya.

4. Dalam menjalani hidup menjadikan individu lebih efektif, efisien dan sistematis dalam memilih
alternatif pemecahan masalah.

5. Konseling membantu individu untuk mengahapus / menghilangkan tingkah laku maladaptif


(masalah) menjadi tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.

2.1.3 Asas – Asas Kosenling

Dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling selain terdapat fungsi dan prinsip, juga terdapat
kaidah-kaidah didalamnya yang dikenal dengan asas asas bimbingan konseling. Dalam pemenuhan
asas-asas tersebut dapat melancarkan pelaksanaan dan keberhasilan layanan atau kegiatan lebih
terjamin, sebaliknya jika asas-asas tersebut terlalaikan dapat menghambat atau bahkan
menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan bimbingan dan
konseling itu sendiri. Adapun beberapa asas-asas bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah :

1. Asas kerahasiaan

Bimbingan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah, namun banyak orang yang
tidak mau memberitahukan masalah yang mereka hadapi selain diri mereka sendiri. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya sebagai konselor menjaga kerahasiaan individu tersebut, hal itu juga termasuk
dalam asas kerahasiaan yang merupakan kunci dalam bimbingan konseling.

2. Asas kesukarelaan

Ketika kerahasiaan telah dijaga oleh konselor, dalam asas kesukarelaan ini diharapkan klien yang
mengalami masalah secara sukarela membawa konselor kepada masalah yang ia hadapi.

3. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan yang efisien dimana berlangsung dalam situasi
keterbukaan, bukan hanya dalam sikap penerimaan saran melainkan juga bersedia membuka diri
untuk penyuluhan tersebut baik dari pihak konselor maupun k4. Asas Keinginan Masalah klien yang
ditanggulangi dalam upaya bimbingan konseling Merupakana masalah-masalah yang dirasakan oleh
klien saat ini, bukan Masalah yang lampau atau masalah yang akan datang. Pencegahan dapat
Dilakukan untuk menghindari kemungkinan buruk dimasa yang akan Datang.

5. Asas Kegiatan

Sebagai sasaran layanan diharapkan klien dapat berpartisipasi aktif Dalam melakukan layanan
bimbingan konseling. Usaha lain dilakukan oleh Konselor dimana konselor harus mendorong dan
memotivasi klien untuk Dapat aktif dalam bimbingan konseling yang dilakukan.13

6. Asas Kemandirian

Dalam asas kemandirian ini tertuju pada tujuan dan sasaran dari Bimbingan dan konseling dimana
klien diharapkan menjadi individu yang Mandiri dengan ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya,
mampu Mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Dalam Hal ini, konselor
mampu mengarahkan klien kearah kemandirian.

7. Asas Kekinian

Bimbingan dan konseling yang dilakukan adalah membahas tentang Permasalahan klien pada masa
yang sekarang dialaminya.

8. Asas Keterpaduan

Dalam asas ini dibutuhkan kerjasama antara konselor dan klien dimana satu sama lain saling
menunjang, harmonis, dan saling terpadukan.

Prinsip – Prinsip Konseling

Prinsip-prinsip konseling sebagai paduan kajian teoritik dan lapangan untuk menjadi pegangan dan
pedoman dalam bimbingan konseling. Beberapa prinsip-prinsip konseling, diantaranya adalah:

1. Prinsip-prinsip berkenan dengan sasaran pelayanan

Bimbingan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan atau yang menjadi orientasi
pokok pelayanannya, memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan aspek perkembangan, tanpa
memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi melayani semua
individu, serta berurusan dengan sikap dan tingkah laku yang komplek dan unik.15

2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu


Perhatian utama yang menjadi faktor timbulnya masalah dalam pelayanan bimbingan konseling
diantaranya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya. Berurusan dengan pengaruh lingkungan
terhadap kondisi mental dan fisik klien terhadap penyesuaian diri di rumah, sekolah, kontak sosial,
dan pekerjaan.

3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan

Bimbing konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan, sehingga
bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan
peserta didik. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu,
masyarakat, dan kondisi lembaga. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan
dari jenjang pendidikan terendah sampai yang tertinggi.

Keterampilan Konseling

Seorang konselor harus mempunyi berbagai keterampilan dasar konseling sebagai fasilitator
penyelenggaraan konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Keterampilan konseling
meliputi :

1. Keterampilan attending : usaha konselor untuk membangun kondisi awal, mulai dari upaya
menunjukkan sikap empati, menghargai, dan mengetahui apa yang dibutuhkan klien.

2. Keterampilan mengundang pembicaraan yang terbuka : membantu memulai wawancara serta


menguraikan masalah.

3. Keterampilan parafrase : mengungkapkan kembali esensi atau inti dari ungkapan konseling.

4. Keterampilan refleksi perasaan : merespon keadaan perasaan klien terhadap situasi yang sedang
dihadapi.

5. Keterampilan konfrontasi : untuk pemberian tanggapan terhadap pengungkapan kontradiksi dari


klien.

Anda mungkin juga menyukai