Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DASAR DAN PERKEMBANGAN PERILAKU MENURUT

KONSELING BEHAVIORAL

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
KONSELING BEHAVIORISTIK
Yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Nur Hidayah, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Admiral Athorid Mahardhika (180111600031)
Esti Aulia Putri (180111600054)
Lia Artika Sari (1801116000
Lu’luul Mukarromah (180111600071)
Salsabila (180111600022)
BK Off A8

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Februari 2020
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga makalah tentang “Konsep Dasar dan
Perkembangan Perilaku Menurut Konseling Behavioral” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Hidayah,
selaku dosen mata kuliah Konseling Behavioristik, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar.
Makalah ini disusun berdasarkan pengetahuan yang penulis dapat dari
berbagai sumber, baik dari jurnal yang didapatkan melalui internet, buku, dan
sumber-sumber lainnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum begitu memadai, masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami nantikan demi
kesempurnaan makalah.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dari berbagai kalangan khususnya untuk para
mahasiswa.

Malang, 5 Februari 2019

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................2

C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Konsep Teori yang Mendasari Konseling Behavioral.............................3

B. Falsafah Konseling Behavioral..................................................................9

C. Hakikat Manusia dalam Konseling Behavioral.....................................11

D. Perkembangan Perilaku Individu dalam Konseling Behavioral..........12

E. Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai........................................................16

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP.............................................................................................................18

A. Simpulan....................................................................................................18

B. Saran...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mendengar kata perilaku, maka yang ada pada benak kita adalah kegiatan
yang kita lakukan. Perilaku adalah segala aktivitas yang dapat diamati yang
termanifestasikan oleh gerak fisik, pikiran, perkataan maupun raut wajah. Perilaku
bisa terjadi secara sadar maupun tidak, namun perilaku memiliki suatu tujuan
tertentu.
Dalam konseling, perilaku menjadi kajian yang mendalam. Para ahli
menyatakan pendapatnya yang berbeda mengenai perilaku itu sendiri. Seperti
Freud dengan aliran Psikodinamiknya menyatakan bahwa perilaku manusia
merupakan hasil dorongan kekuatan irrasional. Namun hal ini juga bertentangan
dengan aliran Behavioristik.
Para ahli Behavioristik menyatakan bahwa perilaku bukanlah hasil pemikiran,
melainkan hasil dari belajar. Behavioristik menganggap jika faktor utama dari
tingkah laku individu adalah lingkungannya. Individu mendapatkan stimulus
sehingga tergerak untuk melakukan sesuatu. Manakah yang paling benar? Semua
pandangan sangatlah benar, karena para ahli sudah melakukan berbagai penelitian
untuk itu. Namun, pasti banyak hal lain yang akan muncul seiring berjalannya
waktu. Maka makalah ini disusun untuk membahas perilaku dan teori
behavioristik ini, sehingga diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang muncul selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep teori yang mendasari Konseling Behavioral?
2. Bagaimana falsafah Konseling Behavioral?
3. Bagaimana hakikat manusia dalam Konseling Behavioral?
4. Bagaimana perkembangan perilaku individu dalam Konseling Behavioral?
5. Bagaimana yang dimaksud dengan Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai?

1
C. Tujuan
Tujuan masalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui konsep teori yang mendasari Konseling Behavioral.
2. Mengetahui falsafah Konseling Behavioral.
3. Mengetahui hakikat manusia dalam Konseling Behavioral.
4. Mengetahui perkembangan perilaku individu dalam Konseling
Behavioral.
5. Mengetahui tentang Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori yang Mendasari Konseling Behavioral


Konselor perilaku berfokus pada perilaku yang dapat diamati secara
langsung, hal yang menentukan perilaku saat ini, pengalaman belajar yang
mengenalkan perubahan, menyesuaikan strategi perawatan untuk konseli individu,
penilaian dan evaluasi yang ketat. Konseling perilaku telah digunakan untuk
mengobati berbagai gangguan psikologis dengan populasi konseli tertentu.
Banyak gangguan yang telah berhasil diobati dengan menggunakan pendekatan
ini, seperti gangguan kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma,
penyalahgunaan zat, gangguan makan dan berat badan, masalah seksual,
manajemen rasa sakit, dan hipertensi. Prosedur perilaku digunakan dalam bidang
disabilitas perkembangan, penyakit mental, pendidikan dan pendidikan khusus,
psikologi komunitas, psikologi klinis, rehabilitasi, bisnis, manajemen diri,
psikologi olahraga, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, kedokteran, dan
gerontologi (Miltenberger, 2012; Wilson, 2011).
Konseling perilaku kontemporer didasarkan pada pandangan ilmiah tentang
perilaku manusia yang mengakomodasi pendekatan sistematis dan terstruktur
untuk konseling. Tren saat ini dalam konseling perilaku adalah menuju
pengembangan prosedur yang memberikan kontrol kepada konseli, dan dengan
demikian meningkatkan jangkauan kebebasan mereka. Konseling perilaku
bertujuan untuk meningkat keterampilan orang sehingga mereka memiliki lebih
banyak opsi untuk merespons. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang
membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang
sebelumnya tidak tersedia, yang meningkatkan kebebasan individu.
1. Sejarah Konseling Behavioral
Pendekatan behavioral mulai ada pada tahun 1950 dan awal 1960-an sebagai
cabang dari perspektif psikoanalitik. Selama kurun waktu saat ini gerakan
konseling behavior berbeda dengan pendekatan konseling yang lain, dalam
penerapannya prinsip pengkondisisan klasik dan operan pengkondisian untuk

3
perlakuan terhadap berbagai macam perilaku dalam menghadapi masalah. Saat ini
konseling behavior masih tidak bisa didefinisiskan secara sederhana karena dalam
perkembangannya yang menjadi semakin kompleks dan berasal dari berbagai
pandangan. Konseling behavior semakin hari mengalami perkembangan secara
terus menerus dimana prosedur dan penerapannya semakin berbeda dengan
pendekatan teoritis yang lain.
Pada tahun 1950-an konseling perilaku tradisional muncul bersamaan di tiga
negara yakni Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris Raya. Fokus konseling
ini menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku efektif dan menjadi
alternatif yang layak untuk konseling psikoanalitik, walau ada kritik dan
perlawanan dari psikoterapis psikoanalitik.
Di tahun 1960-an, Albert Bandura menggabungkan pengkondisian klasik dan
operan dengan pembelajaran observasional yang dikembangkan menjadi teori
pembelajaran sosial. Kognisi menjadi foku yang sah menurut Bandura untuk
konseling perilaku. Sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermuncul pada tahun
1960-an ini dengan berfokus pada representasi lingkungan dibandingkan pada
karakteristik lingkungan objektif.
Selama tahun 1970-an, konseling perilaku kontemporer muncul dan
berdampak signifikan pada pendidikan, psikologi, psikoterapis, psikiatri,
pekerjaan sosial dan menjadi kekuatan utama bagi psikologi. Teknik konseling
perilaku dipandang sebagai salah satu pengobatan untuk berbagai masalah
psikologis. Teknik perilaku diperluas yakni untuk memberikan solusi masalah
bisnis, industri, dan membesarkan anak.
Tahun 1980-an adanya pencarian cakrawala baru dalam konsep dan metode yang
melampaui dari teori pembelajaran tradisional. Konselor perilaku terus
menerapkan metode untuk pemeriksaan empiris dan untuk mempertimbangkan
dampak dari praktik konseling pada konseli dan masyarakat yang lebih besar.
Perhatian yang meningkat diberikan pada peran emosi dalam perubahan
terapeutik, serta peran faktor biologis dalam gangguan psikologis. Dua
perkembangan paling signifikan di lapangan adalah (1) kelanjutan kemunculan
konseling perilaku kognitif sebagai kekuatan utama dan; (2) penerapan teknik

4
perilaku untuk pencegahan dan pengobatan gangguan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Tahun 1990-an akhir, Assosiation of Behavioral and Cognitive
Therapies(ABCT)--yang sebelumnya dikenal dengan Assosiation for
Advancement of Behavior Therapy—mencakup sekitar 6.000 profesional
kesehatan mental dan siswa yang pada konseling perilaku berbasis empiris atau
konseling perilaku kognitif.
Di awal tahun 2000-an, tradisi perilaku telah meluas hingga melibatkan
ruang lingkup penilitian dan praktik. Perkembangan terbaru ini kadang dikenal
dengan “third generation” atau “third wave” dari konseling perilaku, termasuk
juga Dialectical Behavior Therapy (DBT), Mindfulness-based Stress Reduction
(MBSR), Mindfulness-based Cognitive Therapy (MBCT), dan Acceptance and
Commitment therapy (ACT). Saat ini konseling perilaku menjadi salah satu
intervensi pengobatan yang paling banyak digunakan untuk masalah psikologis
dan perilaku.
2. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Berikut tokoh- tokoh behaviorisme antara lain :
a. BF. Skinner
BF Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat
dan stabil. Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia
menerima gelar PhD di bidang psikologi dari Harvard University pada tahun
1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di beberapa universitas.
Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat
dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang ahli
eksperimen di laboratorium.
Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya
tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan
pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku
yang dapat diamati. Pandangannya muncul sebagai bentuk protes terhadap
psikoanalitik yang berfokus pada pikiran dan motif-motif yang tidak terlihat,
sehingga ia merasa prihatin akan fokus yang terlalu kecil terhadap lingkungan
yang dapat diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya

5
dalam dirinya sendiri. Skinner percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang
lebih baik.
b. Albert Bandura
Albert Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam anak di
sebuah keluarga keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia bersekolah di
sekolah yang kekurangan guru dan sumber daya. Hal ini yang menjadi asset
awal Bandura dalam mempelajari keterampilan memimpin diri, ia Memperoleh
gelar PhD dalam psikologi klinis dari University of Iowa pada tahun 1952, dan
setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas di Universitas Stanford.
Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling
dan memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang menjelaskan
beragam bentuk pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah Social Cognitive
Theory, yang menyatakan manusia dapat mengatur diri sendiri, dapat
mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan
dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah laku sendiri.
Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya dibentuk oleh kekuatan
lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang memotifasi.
Bandura berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan
pemodelan psikologis dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2)
mekanisme agensi manusia, atau cara orang mempengaruhi motivasi mereka
sendiri dan perilaku melalui pilihan; ( 3) persepsi masyarakat atas kemanjuran
mereka untuk menjalankan pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi hidup
mereka, dan (4) bagaimana reaksi stres dan depres disebabkan. Bandura telah
menciptakan salah satu dari beberapa teori besar yang masih berkembang pada
awal abad ke-21.
c. Arnold Lazarus
Lazurus lahir pada tahun 1932 di Johannesberg, Afrika Selatan,
merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara dan ia dilahirkan dilingkungan yang
sedikit sekali anak kecil atau anak-anak seumurannya dan di sangat merasakan
kesepian, ketakutan waktu itu. Dia dahulu sering menjadi korban diskriminasi
karena warna kulit putih yang berbeda dengan orang Afrika pada umumnya serta
dia juga sering terlibat perkelahian dengan teman-temannya dan karena itu dia

6
memilih angkat berat dan tinju sebagai olahraga favoritnya karena ia sering
berkelahi dengan teman-temanya. Tahun 1957 Lazurus mendapatkan gelar
master di bidang psikologi dan gelar Ph.D bidang psikologi klinis tahun 1960.
Pada tahun 1966 dia menjadi kepala Behavior Therapy Institute di California.
Kemudian tahun 1972 ia menjadi Guru Besar Utama di Rutgers Universit
fakultas Pascasarjana Psikologi Terapan dan Profesional. Behavior Therapy and
Beyond (1971) karangan Lazarus merupakan salah satu dari buku-buku awal
yang membicarakan konseling behavior-kognitif dan secara berturut-turut
menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan
multimodal therapy atau konseling multisarana. Orientasi multimodal yang
mendapat pengakuan baik di Amerika Serikat maupun lur Amerika Serikat.
Lazarus hidup demi dirinya sendiri. Istri dan anak-anak saya selalu mendapatkan
perhatian pertama diikuti oleh pemupukan persahabatan sejati yang bermakana
dan mencari kesenangan.

d. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Pavlov


dalam eksperimennya mengguanakan anjing sebagai binatang coba. Anjing
dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air liur keluar dapat dilihat dan
dapat ditampung dalam tempat yang yang telah disediakan. Menurut Pavlov
apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengaluarkan air liur, ini
merupakan respons yang alami, respons yang reflektif, yang disebut sebagai
respons yang tidak berkondisi.

Apabila anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan


telinganya, ini juga merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang
tidak berkondisi atau gerak telinga sebagai stimulus yang berkondisi. Persoalan
yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku
atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu mengeluarkan air liur. Hal
inlah yang kemudian diteliti secara eksperimental oleh Pavlov.

Dalam eksperimen ini, hasil pada akhirnya bunyi bel berkedudukan


sebagai stimulus yang berkondisi dan mengeluarkan air liur sebagai respons

7
berkondisi. Apabila bunyi bel diberikan setelah diberikan makanan, maka tidak
akan terjadi respons yang berkondisi tersebut.

e. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike salah seorang pendiri aliran tingkah laku, teori


behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus
(yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa
pikiran, perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah
laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non-
konkret (tidak bisa diamati).

Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur


berbagai tingkah laku yang non-konkret (pengukuran adalah satu hal yang
menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah
memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori
Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism).

Prosedur eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari


kurungannya sampai ketempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang
terkurung maka binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan,
seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau
lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang
itu akan lepas ke tempat makanan

f. John B. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang bisa diamati (observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan
mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting. Akan
tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah
terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah, menurut Watson, dapat
diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Hanya dengan

8
demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat disejajarkan dengan ilmu lainnya
seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiris.
Berdasarkan uraian ini, penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih untuk
tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap
mengakui bahwa hal itu penting

B. Falsafah Konseling Behavioral


Konseling perilaku kontemporer dapat dipahami dengan mempertimbangkan
empat besar bidang perkembangan : (1) pengkondisian klasik, (2) pengkondisian
operan, (3) teori belajar sosial, dan (4) konseling perilaku kognitif.
1. Pengondisian Klasik (Pengkondisian Respon)
Teori ini mengacu pada apa yang terjadi sebelum belajar yang
menciptakan respons melalui rangsangan. Ivan Pavlov yang menggambarkan
pengkondisian klasik melalui eksperimen,dengan anjing. Jika diberikan makanan
maka mulut anjing akan mengeluarkan air liur, yaitu respon sebagai tingkah
laku. Eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan
bahwa tingkah laku belajar terjadi karena adanya asosiasi antara tingkah laku
dengan lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini biasanya disebut classical
conditioning. Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua jenis,
yaitu Unconditioning Stimulus (UCS) dan Conditioning Stimulus (CS). UCS
adalah lingkungan yang secara alamiah menimbulkan respon tertentu yang
disebut sebagai Unconditionting Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis
menimbulkan respon bagi individu, kecuali ada pengkondisian tertentu. Respon
yang terjadi akibat pengkondisian CS disebut Conditioning Respone (CR).
Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat
terbentuk dengan suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan
CR. Hubungan CS dengan CR dapat saja terus berlangsung dan dipertahankan
meskipun individu tidak disertai oleh UCS dan dalam keadaan lain asosiasi ini
dapat melemah tanpa diikuti oleh UCS. Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini
dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan tingkah laku manusia.
Gangguan tingkah laku neurosis khususnya gangguan kecemasan dan phobia
banyak terjadi karena asosiasi antara stimulus dengan respon individu. Pada

9
mulanya lingkungan yang menjadi sumber itu bersifat netral bagi individu, tetapi
karena terkondisikan bersamaan dengan UCS tertentu, maka dapat
memunculkan tingkah laku penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan
tingkah laku yang normal dapat terjadi dalam perilaku rajin belajar misalnya,
yang terbentuk karena adanya asosiasi.
2. Pengondisian Operan
Teori pengkondisian operan yang dikembangkan oleh Skinner ini
menekankan pada peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi
yang mengikuti dari suatu tingkah laku. Menurut teori ini, tingkah laku individu
terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang
menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka tingkah lakunya
cenderung dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya tidak
menyenangkan maka tingkah lakunya akan dikurangi atau dihilangkan.Dari
prinsip ini dapat dipahami bahwa tingkah laku bermasalah dapat terjadi dan
dipertahankan oleh individu di antaranya karena memperoleh konsekuensi yang
menyenangkan yang berupa ganjaran dari lingkungan.  Konsekuensi yang tidak
tidak menyenangkan yang berupa hukuman tidak cukup kuat untuk mengurangi
atau melawan ganjaran yang diperoleh dari lingkungan lainnya. Dipertegas oleh
Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai tingkah laku belajar merupakan
tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih aktif
dibandingkan dengan pengkondisian klasik. Penguatan positif dan negatif,
hukuman, menggambarkan bagaimana pengkondisian operan dalam pengaturan
yang diterapkan dapat berperan dalam mengembangkan perilaku prososial dan
adaptif. Teknik operan digunakan oleh praktisi perilaku dalam program
pendidikan orang tua dan dengan program manajemen berat badan..

3. Pendekatan Pembelajaran Sosial


Pendekatan belajar sosial dicetuskan oleh Albert Bandura yang bersifat
interaksional, interdispiliner dan multimodal (1977, 1982). Teori belajar sosial
dan teori kognitif saling berinteraksi yang mengakibatkan timbal balik antara
lingkungan, faktor pribadi (keyakinan, preferensi, harapan, persepsi diri, dan
interpretasi), dan perilaku individu. Interaksi sosial yang terjadi di lingkungan
tempat indidvidu berkembang menjadi faktor penting terhadap terbentuknya

10
perilaku individu. Peristiwa lingkungan pada perilaku terutama ditentukan oleh
proses kognitif yang mengatur bagaimana pengaruh lingkungan dirasakan oleh
seorang individu dan bagaimana peristiwa-peristiwa ini ditafsirkan, sehingga
pada dasarnya individu dapat merubah perilakunya sendiri. Menurut Bandura
(Corey, 2013) efikasi diri juga dapat memepengaruhi perilaku individu karena
efikasi diri merupakan keyakinan atau harapan bahwa individu mampu
mengontrol dirinya dan dapat melakukan perubahan yang diharapkan.
Contohnya adalah bila individu mampu berhubungan sosial dengan orang
disekitar mereka secara efektif maka dapat dikatakan individu dapat
memodelkan perkembangan keterampilan interpersonal yang baik.
4. Konseling Kognitif Behavior
Teori kognitif dan teori belajar sosial saat ini menjadi sebuah pendekatan
konseling kontemporer atau modern karena perkembangannya disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Konseling perilaku kognitif
beroperasi dengan asumsi bahwa apa yang orang yakini memengaruhi cara
mereka bertindak dan merasakan. Awal tahun 1970-an, kognitif memiliki peran
utama dalam pembentukan perilaku karena kognitif sebagai faktor penting dalam
memahami dan membentuk perilaku individu. Contoh dari pendekatan konseling
kognitif behavior adalah konseli melakukan proses kognitif yang selanjutnya
akan mengalami self-talk atau dialog terhadap dirinya sendiri yang akan menjadi
media dalam pengubahan perilaku, dimana terjadi mekanisme perubahan yaitu
terjadi modifikasi pola pikir yang akan mengubah perilaku individu sesuai
dengan tujuan.

C. Hakikat Manusia dalam Konseling Behavioral


Konseling behavior didasarkan pada pandangan ilmiah tentang tingkahlaku
manusia secara sistematis dan terstruktur dalam konseling. Pendekatan behavior
tidak menguraikan asumsi tertentu tentang manunia secara langsung. Setiap
manusia memiliki kecenderungan untuk berperilaku positif dan negatif dan
tingkahlaku manusia pada dasarnya dibentuk oleh lingkungan sosial budayanya.
Manusia pada dasarnya terlahir layaknya kertas dan lingkungan sebagai tinta.
Baik atau buruk perilaku yang dimunculkan tergantung bagaimana keadaan

11
lingkungannya (antiseden maupun konsekuensinya). Manusia mampu untuk
merefleksikan perilakunya sendiri, memahami apa yang dilakukan, dan mampu
mengontrol perilakunya sendiri. Perilaku manusia sebenarnya adalah sebuah hasil
belajar, manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi atas perilakunya. Tujuan
konseling behavioristik adalah meningkatkan potensi individu untuk melakukan
perubahan atas perilaku yang negatif menjadi postif.

D. Perkembangan Perilaku Individu dalam Konseling Behavioral


Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya
adalah perilaku, karena hanya perilakulah yang dapat diuji dilaboratorium.
Perilaku itu terbentuk melalui suatu proses belajar dari lingkungannya.
Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari pengalaman belajarnya, yaitu
situasi atau stimulus yang diterimanya. Oleh karena itu untuk memahami
kepribadian individu ialah dengan melihat perilakunya yang tampak. Perilaku
yang tampak itu dapat berupa perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) atau perilaku
maladaptif (perilaku yang tidak sesuai).Perilaku itu terbentuk melalui suatu proses
belajar dari lingkungannya. Dalam behavioristik perilaku didasarkan pada model
ABC. Dalam model ABC ini ditampakkan bahwa perilaku yang nampak di
pengaruhi oleh alasan-alasan yang mendasari (Antiseden), juga hal-hal yang
diterima pada saat atau setelah melakukan suatu perbuatan (Consequen). Model
ABC akan lebih jelas dalam gambar berikut.

12
Terlihat bagaimana antiseden (A) dan Consequences (C) mempengaruhi
terjadinya perilaku / behaioral (B). Perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh
seseorang akan menjadi kepribadian. Kepribadian seseorang merupakan cerminan
dari pengalaman belajarnya, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Oleh
karena itu untuk memahami kepribadian individu ialah dengan melihat
perilakunya yang tampak. Perilaku yang tampak itu dapat berupa perilaku adaptif
(perilaku yang sesuai) atau perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai).

ASUMSI DAN KARAKTERISTIK DASAR


10 Karakteriktis kunci konseling perilaku yang dibahas di sini didasarkan pada
deskripsi yang disampaikan oleh Kazdin (2001), Miltenberger (2004), dan
Spiegler dan Gruevremont (2003).
1. Konseling perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip dan prosedur metode
ilmiah. Secara eksponensial diperoleh dari prinsip pembelajaran di mana
secara sistematis diaplikasikan untik membantu orang-orang mengubah
perilaku maladaptif mereka. Karakteristik yang membedakan praktisi
behavioral adalah kepatuhan sistematis mereka terhadap ketepatan dan
evaluasi empiris. Konselor perilaku menyatakan tujuan dalam untuk sasaran
konkrit untuk membuat replikasi Intervensi mereka mungkin dilakukan.
Penanganan tujuan disetujui oleh konseli dan konselor. Melalui pelaksanaan
konseling, konselor nilai masalah, perilaku dan kondisi yang menjaganya.
Metode evaluasi digunakan untuk melihat keefektifan prosedur penilaian dan
perawatan. Teknik konseling yang digunakan harus menunjukkan efektivitas.
Singkatnya, konsep dan prosedur perilaku dinyatakan secara eksplisit, diuji
secara empiris dalam kerangka kerja konseptual, dan direvisi terus menerus.
2. Konseling perilaku menangani masalah konseli sekarang dan faktor-faktor
khusus yang mempengaruhinya, berlawanan dengan analisis kemungkinan
determinan historis. Penekannnya adalah pada factor-faktor khusus yang
mempengaruhi fungsi sekarang dan faktor-faktor apa yang digunakan untuk
memodifikasi kinerja. Konselor perilaku terlihat pada kejadian lingkungan
sekarang yang mempertahankan perilaku bermasalah, dan membantu konseli
menghasilkan perubahan dengan mengubah peristiwa lingkungan, melalui

13
proses yang disebut penilaian fungsional, atau apa yang Wolpe (1990) sebut
sebagai "analisis perilaku." Konseling perilaku mengakui pentingnya
individu, lingkungan individu, dan interaksi antara orang dan lingkungan
dalam memfasilitasi perubahan.
3. Konseli yang terlibat dalam konseling perilaku diharapkan berperan aktif
dalam melakukan aksi tertentu dalam menangani masalah mereka. Daripada
hanya membicarakan tentang kondisi, konseli diminta untuk melakukan
sesuatu yang menghsilkan perubahan. Konseli memantau perilaku mereka
selama diluar sesi konseling, belajar dan mempraktikan keterampilan koping,
dan memainkan peran baru. Tugas konseling yang dilakukan konseli dalam
kehidupan sehari-hari, atau tugas pekerjaan rumah, adalah bagian dasar dari
pendekatan ini.
4. Pendekatan perilaku menekankan mengajari keahlian manajemen diri, dengan
harapan bahwa mereka akan bertanggung jawab dalam mentranfer apa yang
mereka pelajari di kantor konselor ke dalam kehidupan sehari-hari.
5. Fokusnya adalah pada menilai perilaku yang terbuka dan tersembunyi,
mengidentifikasi masalah, mengevaluasi perubahan. Terdapat penilaian
langsung dari masalah target melalui observasi dan self-monitoring dan
menilai dukungan budaya konseli mereka sebagai bagian dari lingkungan
sosial mereka, termasuk jaringan dukungan sosial yang berhubungan dengan
perilaku target (tanakan-matsumi, Hoggins dan Chang 2002).
6. Konseling perilaku menekankan pada Pendidikan kontrol-diri dimana konseli
mempelajari stategi self-management. Konselor seringkali melatih konseli
untuk melakukan dan mengevaluasi konseling mereka sendiri.
7. Intervensi penanganan behavioral secara individual disesuaikan terhadap
masalah spesifik yang dialami oleh konseli. Beberapa teknik dapat digunakan
untuk memperlakukan masalah konseli individual.
8. Praktek konseling perilaku didasarkan pada kerjasama kolaboratif antara
konselor dengan konseli, dan setiap usaha dilakukan untuk menginformasikan
konseli tentang sifat dan bentuk penanganan

14
9. Pendekatan diarahkan kepada aplikasi praktis. Intervensi diaplikasikan pada
seluruh aspek kehidupan sehari-hari dimana perilaku maladaptif berkurang
dan perilaku adaptif meningkat.
10. Konselor berusaha mengembangkan prosedur budaya spesifik dan
memperoleh kerjasama dan kepatuhan konseli mereka (Tanaka-Matsumi,
et.al. 2002).

PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU YANG TEPAT


Hosford ( Dalam Fauzan,2004:9) berpendapat bahwaasumsi dasar pendekatan
teori belajar dalam kepribadian adalah bahwa tingkah laku itu dipelajari individu
dalam interaksinya dengan lingkungan mereka. Orang tidak lahir jahat atau baik,
tetapi netral, mirip dengan tabula rasa dari Lock.interaksi individu dengan
lingkungan ditentukan brentuknya oleh tujuan, baik yang berasal dari diri pribadi
atau kadang dipaksakan oleh dilingkungan. Rother( dalam Fauzan 2004:10)
mengemukakan tiga sifat umum dari kebutuhan yang dipelajari:
1. Need potensial adalah kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh kebutuhan
untuk menarik tingkah laku kearahnya. Setiap saat individu dihadapkan
dengan berbagai kebutuhan sekaligus.
2. Freedom of movement, artinya individu mempunyai keyakinan bahwa pola
tingkah lakunya tertentu, akan menghasilkan sesuatu yang diharapkannya.
Walaupun respon selalu tertuju kepada stimulasi tertentu, individu itu bukan
robot, ia dapat mengontrol dirinya sendiri.
3. Need value, adalah nilai yang berkembang didalam diri individu mengenai
suatu kebutuhan. Derajat kebutuhan didalam diri individu ini yang membuat
individu lebih memilih suatu kepuasan dibandingkan dengan yang lain,
karena pada situasi tertentu kebutuhan atau tujuan itu dinilai lebih berharga.

PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU YANG TIDAK TEPAT


Menurut teori behavioral, tingkah laku yang tidak tepat dipelajari dengan cara
yang sama dengan tingkah laku yang tepat. Tingkah laku itu dipelajari karena
pada suatu titk perkembangan tertentu pernah menjadi jalan untuk memperoleh
kepuasan. Dapat disimpulkan bahwa tingkah laku yang tidak tepat diperoleh dan

15
dikembangkan oleh seseorang karena ia belajar dengan salah, sehingga tingkah
lakunya tidak tepat, kurang dan berlebihan.

E. Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai


1. Pribadi Ideal
Pribadi yang ideal dapat digambarkan sebagai individu yang dapat
merespon stimulus yang ada di lingkungannya secara tepat, tidak kurang dan
tidak berlebihan dalam bertingkah laku memenuhi kebutuhannya. Individu
tersebut mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah lakunya,
bertingkah laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungannya serta dapat
mengambil keputusan yang tepat atas konflik-konflik yang dihadapi. Secara
lebih jauh, individu yang diidealkan adalah juga memiliki atau dapat
mengembangkan reinforce internalnya disamping eksternal, dan memiliki self-
control yang memadai. (Fauzan 1991: 33).
2. Pribadi Malasuai
Sebagaimana tingkah laku normal atau adaptif, pola-pola perilaku yang
tidak normal atau maladaptif (malasuai) dipelajari melalui interaksi individu
dengan lingkungannya. Seperti dikemukakan Hosford (Hansen, 1982).
Kepribadian manusia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan positif dan negatif.
Kebiasaan yang tidak tepat (inappropiate habits) dalam banyak hal dipelajari
dengan cara yang sama sebagaimana tingkah laku yang normal.
Tingkah laku menyimpang, tidak normal, neurotik, maladaptip, malasuai,
berbeda dengan tingkah laku normal, bukan dalam bentuk bagaimana tingkah
laku itu dipelajari, melainkan pada tingkat bahwa tingkah laku itu menyimpang
menurut kacamata pengamat. Ukurannya adalah bila tingkah laku itu
kurang/tidak memuaskan individu atau akan membawa individu mengalami
konflik dengan lingkungannya (Hansen, 1982).
Tingkah laku menyimpang itu adalah segala kebiasaan buruk yang berupa
tingkah laku yang tidak memuaskan individu, kalaupun memuaskannya
hanyalah bersifat sementara atau semu dan yang dapat membawa individu
mengalami konflik dalam lingkungannya. Tingkah laku itu terjadi sebab
individu telah belajar bertingkah laku seperti itu. Tingkah laku itu dipelajarinya

16
melalui interaksinya dengan lingkungan. Adapun tampilan tingkah laku
menyimpang tersebut menurut pandangan penganjur modifikasi tingkah laku ada
tiga bentuk: tingkah laku berlebihan, tingkah laku yang kurang, dan respon yang
tidak tepat. Contoh tingkah laku berlebihan: setelah makan mencuci tangan
sampai sepuluh kali atau lebih, berkali-kali melihat pintu atau jendela rumahnya
untuk memastikan apakah sudah terkunci rapat atau belum, dsb. Contoh tingkah
laku yang kurang: tidur hanya empat jam sehari semalam, belajar hanya satu jam
dalam seminggu atau hanya ketika akan ada ulangan bagi anak sekolah, dsb.
Contoh tingkah laku yang tidak tepat: didekati cowok menghindar terus karena
dulu pernah dikecawakan seseorang, dimarahi malah senang, dsb.

17
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman dan kematangan. Tujuan umum konseling tingkah
laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Tingkah laku
adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Konseling
tingkah laku pada hakekatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang
tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya
respons-respons yang layak yang belum dipelajari.

B. Saran
Sebagai calon seorang konselor, maka kita akan menemui berbagai macam
konseli, dengan berbagai latar belakang. Bukan tidak mungkin jika suatu saat kita
akan menemui konseli yang membutuhkan bantuan yang mengharuskan
mengubah tingkah lakunya. Maka sebagai tenaga professional hendaknya kita
mempelajari semua aspek dasar ilmu konseling, termasuk teori behavioristik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizka & Fadholi, Ahmad Nur. 2018. Teori Behavioristik. Sidoarjo:
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,


CA: Brooks/Cole.

Corey, G. 2015. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Tenth


Edition. Boston: Cengage Learning.

Fauzan, L. 1991. Modul Ancangan Konseling Kelompok BehavioraL. Malang:


Tanpa Penerbit.

Fauzan, L. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang


Mas.

19

Anda mungkin juga menyukai