KONSELING BEHAVIORAL
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
KONSELING BEHAVIORISTIK
Yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Nur Hidayah, M.Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Admiral Athorid Mahardhika (180111600031)
Esti Aulia Putri (180111600054)
Lia Artika Sari (1801116000
Lu’luul Mukarromah (180111600071)
Salsabila (180111600022)
BK Off A8
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga makalah tentang “Konsep Dasar dan
Perkembangan Perilaku Menurut Konseling Behavioral” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Hidayah,
selaku dosen mata kuliah Konseling Behavioristik, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar.
Makalah ini disusun berdasarkan pengetahuan yang penulis dapat dari
berbagai sumber, baik dari jurnal yang didapatkan melalui internet, buku, dan
sumber-sumber lainnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum begitu memadai, masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami nantikan demi
kesempurnaan makalah.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dari berbagai kalangan khususnya untuk para
mahasiswa.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................18
A. Simpulan....................................................................................................18
B. Saran...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mendengar kata perilaku, maka yang ada pada benak kita adalah kegiatan
yang kita lakukan. Perilaku adalah segala aktivitas yang dapat diamati yang
termanifestasikan oleh gerak fisik, pikiran, perkataan maupun raut wajah. Perilaku
bisa terjadi secara sadar maupun tidak, namun perilaku memiliki suatu tujuan
tertentu.
Dalam konseling, perilaku menjadi kajian yang mendalam. Para ahli
menyatakan pendapatnya yang berbeda mengenai perilaku itu sendiri. Seperti
Freud dengan aliran Psikodinamiknya menyatakan bahwa perilaku manusia
merupakan hasil dorongan kekuatan irrasional. Namun hal ini juga bertentangan
dengan aliran Behavioristik.
Para ahli Behavioristik menyatakan bahwa perilaku bukanlah hasil pemikiran,
melainkan hasil dari belajar. Behavioristik menganggap jika faktor utama dari
tingkah laku individu adalah lingkungannya. Individu mendapatkan stimulus
sehingga tergerak untuk melakukan sesuatu. Manakah yang paling benar? Semua
pandangan sangatlah benar, karena para ahli sudah melakukan berbagai penelitian
untuk itu. Namun, pasti banyak hal lain yang akan muncul seiring berjalannya
waktu. Maka makalah ini disusun untuk membahas perilaku dan teori
behavioristik ini, sehingga diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang muncul selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep teori yang mendasari Konseling Behavioral?
2. Bagaimana falsafah Konseling Behavioral?
3. Bagaimana hakikat manusia dalam Konseling Behavioral?
4. Bagaimana perkembangan perilaku individu dalam Konseling Behavioral?
5. Bagaimana yang dimaksud dengan Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai?
1
C. Tujuan
Tujuan masalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui konsep teori yang mendasari Konseling Behavioral.
2. Mengetahui falsafah Konseling Behavioral.
3. Mengetahui hakikat manusia dalam Konseling Behavioral.
4. Mengetahui perkembangan perilaku individu dalam Konseling
Behavioral.
5. Mengetahui tentang Pribadi Ideal dan Pribadi Malasuai.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
perlakuan terhadap berbagai macam perilaku dalam menghadapi masalah. Saat ini
konseling behavior masih tidak bisa didefinisiskan secara sederhana karena dalam
perkembangannya yang menjadi semakin kompleks dan berasal dari berbagai
pandangan. Konseling behavior semakin hari mengalami perkembangan secara
terus menerus dimana prosedur dan penerapannya semakin berbeda dengan
pendekatan teoritis yang lain.
Pada tahun 1950-an konseling perilaku tradisional muncul bersamaan di tiga
negara yakni Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris Raya. Fokus konseling
ini menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku efektif dan menjadi
alternatif yang layak untuk konseling psikoanalitik, walau ada kritik dan
perlawanan dari psikoterapis psikoanalitik.
Di tahun 1960-an, Albert Bandura menggabungkan pengkondisian klasik dan
operan dengan pembelajaran observasional yang dikembangkan menjadi teori
pembelajaran sosial. Kognisi menjadi foku yang sah menurut Bandura untuk
konseling perilaku. Sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermuncul pada tahun
1960-an ini dengan berfokus pada representasi lingkungan dibandingkan pada
karakteristik lingkungan objektif.
Selama tahun 1970-an, konseling perilaku kontemporer muncul dan
berdampak signifikan pada pendidikan, psikologi, psikoterapis, psikiatri,
pekerjaan sosial dan menjadi kekuatan utama bagi psikologi. Teknik konseling
perilaku dipandang sebagai salah satu pengobatan untuk berbagai masalah
psikologis. Teknik perilaku diperluas yakni untuk memberikan solusi masalah
bisnis, industri, dan membesarkan anak.
Tahun 1980-an adanya pencarian cakrawala baru dalam konsep dan metode yang
melampaui dari teori pembelajaran tradisional. Konselor perilaku terus
menerapkan metode untuk pemeriksaan empiris dan untuk mempertimbangkan
dampak dari praktik konseling pada konseli dan masyarakat yang lebih besar.
Perhatian yang meningkat diberikan pada peran emosi dalam perubahan
terapeutik, serta peran faktor biologis dalam gangguan psikologis. Dua
perkembangan paling signifikan di lapangan adalah (1) kelanjutan kemunculan
konseling perilaku kognitif sebagai kekuatan utama dan; (2) penerapan teknik
4
perilaku untuk pencegahan dan pengobatan gangguan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Tahun 1990-an akhir, Assosiation of Behavioral and Cognitive
Therapies(ABCT)--yang sebelumnya dikenal dengan Assosiation for
Advancement of Behavior Therapy—mencakup sekitar 6.000 profesional
kesehatan mental dan siswa yang pada konseling perilaku berbasis empiris atau
konseling perilaku kognitif.
Di awal tahun 2000-an, tradisi perilaku telah meluas hingga melibatkan
ruang lingkup penilitian dan praktik. Perkembangan terbaru ini kadang dikenal
dengan “third generation” atau “third wave” dari konseling perilaku, termasuk
juga Dialectical Behavior Therapy (DBT), Mindfulness-based Stress Reduction
(MBSR), Mindfulness-based Cognitive Therapy (MBCT), dan Acceptance and
Commitment therapy (ACT). Saat ini konseling perilaku menjadi salah satu
intervensi pengobatan yang paling banyak digunakan untuk masalah psikologis
dan perilaku.
2. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Berikut tokoh- tokoh behaviorisme antara lain :
a. BF. Skinner
BF Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat
dan stabil. Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia
menerima gelar PhD di bidang psikologi dari Harvard University pada tahun
1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di beberapa universitas.
Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat
dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang ahli
eksperimen di laboratorium.
Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya
tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan
pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku
yang dapat diamati. Pandangannya muncul sebagai bentuk protes terhadap
psikoanalitik yang berfokus pada pikiran dan motif-motif yang tidak terlihat,
sehingga ia merasa prihatin akan fokus yang terlalu kecil terhadap lingkungan
yang dapat diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya
5
dalam dirinya sendiri. Skinner percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang
lebih baik.
b. Albert Bandura
Albert Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam anak di
sebuah keluarga keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia bersekolah di
sekolah yang kekurangan guru dan sumber daya. Hal ini yang menjadi asset
awal Bandura dalam mempelajari keterampilan memimpin diri, ia Memperoleh
gelar PhD dalam psikologi klinis dari University of Iowa pada tahun 1952, dan
setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas di Universitas Stanford.
Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling
dan memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang menjelaskan
beragam bentuk pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah Social Cognitive
Theory, yang menyatakan manusia dapat mengatur diri sendiri, dapat
mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan
dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah laku sendiri.
Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya dibentuk oleh kekuatan
lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang memotifasi.
Bandura berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan
pemodelan psikologis dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2)
mekanisme agensi manusia, atau cara orang mempengaruhi motivasi mereka
sendiri dan perilaku melalui pilihan; ( 3) persepsi masyarakat atas kemanjuran
mereka untuk menjalankan pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi hidup
mereka, dan (4) bagaimana reaksi stres dan depres disebabkan. Bandura telah
menciptakan salah satu dari beberapa teori besar yang masih berkembang pada
awal abad ke-21.
c. Arnold Lazarus
Lazurus lahir pada tahun 1932 di Johannesberg, Afrika Selatan,
merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara dan ia dilahirkan dilingkungan yang
sedikit sekali anak kecil atau anak-anak seumurannya dan di sangat merasakan
kesepian, ketakutan waktu itu. Dia dahulu sering menjadi korban diskriminasi
karena warna kulit putih yang berbeda dengan orang Afrika pada umumnya serta
dia juga sering terlibat perkelahian dengan teman-temannya dan karena itu dia
6
memilih angkat berat dan tinju sebagai olahraga favoritnya karena ia sering
berkelahi dengan teman-temanya. Tahun 1957 Lazurus mendapatkan gelar
master di bidang psikologi dan gelar Ph.D bidang psikologi klinis tahun 1960.
Pada tahun 1966 dia menjadi kepala Behavior Therapy Institute di California.
Kemudian tahun 1972 ia menjadi Guru Besar Utama di Rutgers Universit
fakultas Pascasarjana Psikologi Terapan dan Profesional. Behavior Therapy and
Beyond (1971) karangan Lazarus merupakan salah satu dari buku-buku awal
yang membicarakan konseling behavior-kognitif dan secara berturut-turut
menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan
multimodal therapy atau konseling multisarana. Orientasi multimodal yang
mendapat pengakuan baik di Amerika Serikat maupun lur Amerika Serikat.
Lazarus hidup demi dirinya sendiri. Istri dan anak-anak saya selalu mendapatkan
perhatian pertama diikuti oleh pemupukan persahabatan sejati yang bermakana
dan mencari kesenangan.
7
berkondisi. Apabila bunyi bel diberikan setelah diberikan makanan, maka tidak
akan terjadi respons yang berkondisi tersebut.
f. John B. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang bisa diamati (observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan
mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting. Akan
tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah
terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah, menurut Watson, dapat
diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Hanya dengan
8
demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat disejajarkan dengan ilmu lainnya
seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiris.
Berdasarkan uraian ini, penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih untuk
tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap
mengakui bahwa hal itu penting
9
mulanya lingkungan yang menjadi sumber itu bersifat netral bagi individu, tetapi
karena terkondisikan bersamaan dengan UCS tertentu, maka dapat
memunculkan tingkah laku penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan
tingkah laku yang normal dapat terjadi dalam perilaku rajin belajar misalnya,
yang terbentuk karena adanya asosiasi.
2. Pengondisian Operan
Teori pengkondisian operan yang dikembangkan oleh Skinner ini
menekankan pada peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi
yang mengikuti dari suatu tingkah laku. Menurut teori ini, tingkah laku individu
terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang
menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka tingkah lakunya
cenderung dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya tidak
menyenangkan maka tingkah lakunya akan dikurangi atau dihilangkan.Dari
prinsip ini dapat dipahami bahwa tingkah laku bermasalah dapat terjadi dan
dipertahankan oleh individu di antaranya karena memperoleh konsekuensi yang
menyenangkan yang berupa ganjaran dari lingkungan. Konsekuensi yang tidak
tidak menyenangkan yang berupa hukuman tidak cukup kuat untuk mengurangi
atau melawan ganjaran yang diperoleh dari lingkungan lainnya. Dipertegas oleh
Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai tingkah laku belajar merupakan
tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih aktif
dibandingkan dengan pengkondisian klasik. Penguatan positif dan negatif,
hukuman, menggambarkan bagaimana pengkondisian operan dalam pengaturan
yang diterapkan dapat berperan dalam mengembangkan perilaku prososial dan
adaptif. Teknik operan digunakan oleh praktisi perilaku dalam program
pendidikan orang tua dan dengan program manajemen berat badan..
10
perilaku individu. Peristiwa lingkungan pada perilaku terutama ditentukan oleh
proses kognitif yang mengatur bagaimana pengaruh lingkungan dirasakan oleh
seorang individu dan bagaimana peristiwa-peristiwa ini ditafsirkan, sehingga
pada dasarnya individu dapat merubah perilakunya sendiri. Menurut Bandura
(Corey, 2013) efikasi diri juga dapat memepengaruhi perilaku individu karena
efikasi diri merupakan keyakinan atau harapan bahwa individu mampu
mengontrol dirinya dan dapat melakukan perubahan yang diharapkan.
Contohnya adalah bila individu mampu berhubungan sosial dengan orang
disekitar mereka secara efektif maka dapat dikatakan individu dapat
memodelkan perkembangan keterampilan interpersonal yang baik.
4. Konseling Kognitif Behavior
Teori kognitif dan teori belajar sosial saat ini menjadi sebuah pendekatan
konseling kontemporer atau modern karena perkembangannya disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Konseling perilaku kognitif
beroperasi dengan asumsi bahwa apa yang orang yakini memengaruhi cara
mereka bertindak dan merasakan. Awal tahun 1970-an, kognitif memiliki peran
utama dalam pembentukan perilaku karena kognitif sebagai faktor penting dalam
memahami dan membentuk perilaku individu. Contoh dari pendekatan konseling
kognitif behavior adalah konseli melakukan proses kognitif yang selanjutnya
akan mengalami self-talk atau dialog terhadap dirinya sendiri yang akan menjadi
media dalam pengubahan perilaku, dimana terjadi mekanisme perubahan yaitu
terjadi modifikasi pola pikir yang akan mengubah perilaku individu sesuai
dengan tujuan.
11
lingkungannya (antiseden maupun konsekuensinya). Manusia mampu untuk
merefleksikan perilakunya sendiri, memahami apa yang dilakukan, dan mampu
mengontrol perilakunya sendiri. Perilaku manusia sebenarnya adalah sebuah hasil
belajar, manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi atas perilakunya. Tujuan
konseling behavioristik adalah meningkatkan potensi individu untuk melakukan
perubahan atas perilaku yang negatif menjadi postif.
12
Terlihat bagaimana antiseden (A) dan Consequences (C) mempengaruhi
terjadinya perilaku / behaioral (B). Perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh
seseorang akan menjadi kepribadian. Kepribadian seseorang merupakan cerminan
dari pengalaman belajarnya, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Oleh
karena itu untuk memahami kepribadian individu ialah dengan melihat
perilakunya yang tampak. Perilaku yang tampak itu dapat berupa perilaku adaptif
(perilaku yang sesuai) atau perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai).
13
proses yang disebut penilaian fungsional, atau apa yang Wolpe (1990) sebut
sebagai "analisis perilaku." Konseling perilaku mengakui pentingnya
individu, lingkungan individu, dan interaksi antara orang dan lingkungan
dalam memfasilitasi perubahan.
3. Konseli yang terlibat dalam konseling perilaku diharapkan berperan aktif
dalam melakukan aksi tertentu dalam menangani masalah mereka. Daripada
hanya membicarakan tentang kondisi, konseli diminta untuk melakukan
sesuatu yang menghsilkan perubahan. Konseli memantau perilaku mereka
selama diluar sesi konseling, belajar dan mempraktikan keterampilan koping,
dan memainkan peran baru. Tugas konseling yang dilakukan konseli dalam
kehidupan sehari-hari, atau tugas pekerjaan rumah, adalah bagian dasar dari
pendekatan ini.
4. Pendekatan perilaku menekankan mengajari keahlian manajemen diri, dengan
harapan bahwa mereka akan bertanggung jawab dalam mentranfer apa yang
mereka pelajari di kantor konselor ke dalam kehidupan sehari-hari.
5. Fokusnya adalah pada menilai perilaku yang terbuka dan tersembunyi,
mengidentifikasi masalah, mengevaluasi perubahan. Terdapat penilaian
langsung dari masalah target melalui observasi dan self-monitoring dan
menilai dukungan budaya konseli mereka sebagai bagian dari lingkungan
sosial mereka, termasuk jaringan dukungan sosial yang berhubungan dengan
perilaku target (tanakan-matsumi, Hoggins dan Chang 2002).
6. Konseling perilaku menekankan pada Pendidikan kontrol-diri dimana konseli
mempelajari stategi self-management. Konselor seringkali melatih konseli
untuk melakukan dan mengevaluasi konseling mereka sendiri.
7. Intervensi penanganan behavioral secara individual disesuaikan terhadap
masalah spesifik yang dialami oleh konseli. Beberapa teknik dapat digunakan
untuk memperlakukan masalah konseli individual.
8. Praktek konseling perilaku didasarkan pada kerjasama kolaboratif antara
konselor dengan konseli, dan setiap usaha dilakukan untuk menginformasikan
konseli tentang sifat dan bentuk penanganan
14
9. Pendekatan diarahkan kepada aplikasi praktis. Intervensi diaplikasikan pada
seluruh aspek kehidupan sehari-hari dimana perilaku maladaptif berkurang
dan perilaku adaptif meningkat.
10. Konselor berusaha mengembangkan prosedur budaya spesifik dan
memperoleh kerjasama dan kepatuhan konseli mereka (Tanaka-Matsumi,
et.al. 2002).
15
dikembangkan oleh seseorang karena ia belajar dengan salah, sehingga tingkah
lakunya tidak tepat, kurang dan berlebihan.
16
melalui interaksinya dengan lingkungan. Adapun tampilan tingkah laku
menyimpang tersebut menurut pandangan penganjur modifikasi tingkah laku ada
tiga bentuk: tingkah laku berlebihan, tingkah laku yang kurang, dan respon yang
tidak tepat. Contoh tingkah laku berlebihan: setelah makan mencuci tangan
sampai sepuluh kali atau lebih, berkali-kali melihat pintu atau jendela rumahnya
untuk memastikan apakah sudah terkunci rapat atau belum, dsb. Contoh tingkah
laku yang kurang: tidur hanya empat jam sehari semalam, belajar hanya satu jam
dalam seminggu atau hanya ketika akan ada ulangan bagi anak sekolah, dsb.
Contoh tingkah laku yang tidak tepat: didekati cowok menghindar terus karena
dulu pernah dikecawakan seseorang, dimarahi malah senang, dsb.
17
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman dan kematangan. Tujuan umum konseling tingkah
laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Tingkah laku
adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Konseling
tingkah laku pada hakekatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang
tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya
respons-respons yang layak yang belum dipelajari.
B. Saran
Sebagai calon seorang konselor, maka kita akan menemui berbagai macam
konseli, dengan berbagai latar belakang. Bukan tidak mungkin jika suatu saat kita
akan menemui konseli yang membutuhkan bantuan yang mengharuskan
mengubah tingkah lakunya. Maka sebagai tenaga professional hendaknya kita
mempelajari semua aspek dasar ilmu konseling, termasuk teori behavioristik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Rizka & Fadholi, Ahmad Nur. 2018. Teori Behavioristik. Sidoarjo:
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
19