Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

“KONSEP PENDEKATAN, MODEL, METODE, DAN TEKNIK DALAM


BIMBINGAN KELOMPOK”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bimbingan kelompok
Dosen Pengampu : Vesti Dwi Cahyaningrum, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Vina Nur Fatikha Rizqi (210801047)
2. Nur Pita Sari (210801050)
3. Rizka Dwi Febrianti (210801063)

KELAS BK 3B
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrokhim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta
inayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP
PENDEKATAN, MODEL, METODE, TEKNIK DALAM BIMBINGAN KELOMPOK”
sebagai tugas ulangan tengah semester genap mata kuliah “BIMBINGAN KELOMPOK” di
Universitas Nahdlatul Ulama’ Sunan Giri Bojonegoro.

Sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi agung Nabi
Muhammad SAW, yang mana beliau telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman Islamiyah yakni Addinul Islam.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Vesti Dwi Cahyaningrum, M.Pd. selaku
dosen mata kuliah “BIMBINGAN KELOMPOK” atas bimbingan, petunjuk dan
dorongannya. Kami hanya bisa berdo’a memohon kepada Allah SWT, semoga jerih payah
menjadi amal sholeh di mata-nya.

Harapan kami semoga makalah yang telah kami buat dapat bermanfaat bagi penulis dan
khususnya pembaca pada umumnya. Agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai “KONSEP PENDEKATAN, MODEL, METODE, TEKNIK DALAM
BIMBINGAN KELOMPOK”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik sangat kami butuhkan agar bisa mencapai kesempurnaan, sehingga kedepannya makalah
ini dapat jauh lebih baik dan bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bojonegoro, 15 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pendekatan, Model, Metode/Teknik Bimbingan Kelompok ................ 2
B. Macam- Macam Pendekatan, Model, Metode/Teknik Bimbingan Kelompok ............ 3
C. Prinsip- Prinsip Pendekatan, Model, Metode/Teknik Bimbingan Kelompok……….28

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………………….30
B. Saran…………………………………………………………………………………31

DARTAR PUSTAKA.............................................................................................................32

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan kelompok adalah bantuan yang diberikan oleh orang yang ahli kepada
sekumpulan orang baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Sejalan dengan itu menurut
Natawidjaja (dalam Lilis Satriah, 2014 : 17), bimbingan kelompok adalah proses
pemberian bantuan kepada sekumpulan orang yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu dalam kelompok tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dapat dan
sanggup mengarahkan dirinya, dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Dan
terdapat definisi lain yang dikemukakan oleh Winkel (dalam Lilis Satriah, 2014 : 17 )
bahwasanya bimbingan kelompok merupakan layanan bantuan yang diberikan kepada
individu yang terkumpul dalam suatu kelompok untuk mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan tempat mereka hidup. Didalam memberikan layanan bantuan atau dapat
kita katakan “bimbingan” dapat diberikan kepada individu maupun kelompok dari berbagai
rentang usia, artinya sasaran bimbingan adalah individu secara perorangan ataupun
individu dalam kelompok, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Pendekatan, Model, Metode/Teknik Bimbingan Kelompok?
2. Apa Saja Macam- macam Pendekatan, Model, Metode/Teknik Bimbingan Kelompok?
3. Apa Saja Prinsip-prinsip Pemilihan Metode/Teknik Kelompok?
C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa Dapat Memahami Konsep Dasar Pendekatan, Model, Metode/Teknik
Bimbingan Kelompok
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Macam- macam Pendekatan, Model, Metode/Teknik
Bimbingan Kelompok
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Prinsip-prinsip Pemilihan Metode/Teknik Kelompok.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pendekatan, (Model, Metode/Teknik) Bimbingan Kelompok


Bimbingan kelompok adalah bantuan yang diberikan oleh orang yang ahli kepada
sekumpulan orang baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Sejalan dengan itu menurut
Natawidjaja (dalam Lilis Satriah, 2014 : 17), bimbingan kelompok adalah proses
pemberian bantuan kepada sekumpulan orang yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu dalam kelompok tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dapat dan
sanggup mengarahkan dirinya, dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Dan
terdapat definisi lain yang dikemukakan oleh Winkel (dalam Lilis Satriah, 2014 : 17 )
bahwasanya bimbingan kelompok merupakan layanan bantuan yang diberikan kepada
individu yang terkumpul dalam suatu kelompok untuk mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan tempat mereka hidup. Didalam memberikan layanan bantuan atau dapat
kita katakan “bimbingan” dapat diberikan kepada individu maupun kelompok dari berbagai
rentang usia, artinya sasaran bimbingan adalah individu secara perorangan ataupun
individu dalam kelompok, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia.
Sebagaimana dalam pelaksanaan pengajaran pada umumnya salah satu prinsip
utama dalam penggunaan metode adalah keluwesan dalam pemilihan dan penggunaannya
yang disesuaikan dengan kondisi baru dan perubahan-perubahan yang dihadapi. Sebagian
besar teknik-teknik bimbingan kelompok yang dibicarakan dalam bab 5 dapat digunakan
dalam berbagai macam situasi mengajar titik istilah teknik digunakan dalam buku ini dalam
arti “cara untuk melakukan sesuatu”. Jadi teknik-teknik bimbingan kelompok adalah cara-
cara bagaimana kegiatan bimbingan kelompok dilaksanakan.
Karena kegiatan-kegiatan bimbingan kelompok menggunakan basis kurikuler dan
sebagian besar kegiatannya berupa kegiatan di kelas dengan menggunakan kegiatan
pemberian informasi, tanya jawab, diskusi, dan kegiatan latihan dalam kelompok-
kelompok kecil, maka aktivitas siswa dalam kegiatan-kegiatan ini sangat penting. Pokok-
pokok bahasan bimbingan kelompok beserta teknik-teknik yang dipakai untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan bimbingan kelompok tersebut harus dipilih dan disusun

2
sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan dan memperbaiki perilaku yang
diinginkan melalui bimbingan kelompok.
Teknik bukan merupakan tujuan tetapi hanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan bimbingan titik pemilihan dan penggunaan masing-masing teknik tidak dapat lepas
dari kepribadian konselor, guru atau pimpinan kelompok. Ini berarti bahwa teknik yang
dapat berhasil bagi digunakan oleh seorang konselor atau pemimpin kelompok belum tentu
memberikan hasil yang sama bila digunakan oleh pemimpin kelompok yang lain. Untuk
itu setiap guru, konselor atau pemimpin kelompok perlu berusaha untuk mencoba dan
mengembangkan kreativitasnya supaya dapat menggunakan dan memilih teknik yang tepat
sesuai dengan tujuan kegiatan bimbingan kelompok yang diharapkannya.

B. Macam- macam Pendekatan, (Model, Metode/Teknik) Bimbingan Kelompok


1. Macam- macam Pendekatan Bimbingan Kelompok
1. Sosiodrama
Sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan
masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konflik-konflik sosial
yang disosiodramakan adalah konflik yang tidak mendalam yang tidak menyangkut
gangguan kepribadian. Misalnya, pertentangan antar kelompok sebaya, perbedaan
nilai individu dengan nilai lingkungan, perbedaan nilai antara anak dengan orang
tua, dan sebagainya. Sosiodrama lebih merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mendidik atau mendidik kembali daripada kegiatan penyembuhan. Sosiodrama
dapat dilaksanakan oleh konselor atau guru yang sudah dilatih untuk itu. Kegiatan
sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi
masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-
sikap tertentu.
➢ Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama
Pelaksanaan sosiodrama secara umum mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan di
sosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab
untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
b. Membuat skenario sosiodrama

3
c. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai kebutuhannya
skenarionya, dan memilih individu yang akan dengan memegang peran
tertentu.
d. Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok
penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain.
Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan
permainan.
e. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi
kesempatan untuk berembug beberapa menit untuk menyiapkan diri
bagaimana sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah
permainan. Masing-masing pemain memerankan perannya berdasarkan
imajinasinya tentang peran yang dimainkannya. Pemain diharapkan dapat
memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-
perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan
yang dimainkannya. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi
yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran
yang dimainkannya.
f. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai
pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-
tanggapan penonton. Diskusi diarahkan untuk membicarakan: tanggapan
mengenai bagaimana para pemain membawakan perannya sesuai dengan
ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan
pemain dalam memainkan perannya. Dari hasil diskusi dapat ditentukan
apakah perlu diadakan ulangan permainan atau tidak. Pengulangan
permainan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
➢ Beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengulang permainan
peranan:
a. Bertukar peran (role reversal). Bertukar peran terjadi bila seorang
Pemain diminta untuk memainkan peran yang sebelumnya di-Perankan
oleh orang lain. Misalnya pemain A (orang tua) diminta Memainkan
peran yang semula dipegang oleh pemain B (anak Yang protes). Tujuan
dari pertukaran peranan ini adalah untuk:

4
• Mengklarifikasi situasi, dengan melihat bagaimana orang
lain Memerankan peran yang sama pemain dapat melihat dan
menghayati situasinya dengan lebih jelas;
• Meningkatkan spontan. Dengan bertukar peran pemain
menjadi terus bertumbuhan an lebih bebas dan tidak terikat
pada pola-pola perilaku tertentu, serta dipaksa untuk menilai
kembali perilakunya melalui sudut pandang yang lain
• Untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran bagaimana
orang lain merasakan dan melakukan ha yang sama.
b. Peran ganda (doubling). Peran ganda terjadi apabila ada orang ketiga
yang ikut bermain dalam permainan peranan dengan mengisi suara salah
seorang pemain. Dasar dari cara ini adalah apabila kita berinteraksi
dengan orang lain, kita memikirkan berbagai macam hal, sehingga kita
tidak mempunyai cukup waktu untuk merespon dengan cepat dan tepat.
c. Teknik cermin (the mirror technique). Anggota kelompok yang lain
diminta menirukan peran yang dibawakan oleh salah seorang pemain
seperti pada waktu pemain itu memerankannya. Supaya teknik ini tidak
menimbulkan tekanan pada pemain yang ditirukan pola permainannya,
sebaiknya peran yang ditirukan lebih dari satu peran
d. Teknik kursi kosong (the empty chair technique). Teknik ini digunakan
bila anggota kelompok mengalami kesulitan untuk berinteraksi Secara
langsung dengan anggota kelompok yang lain. Anggota yang
bersangkutan diminta untuk berkomunikasi dengan kursi kosong
sebagai ganti lawan perannya. Setelah ia dapat lancar berbicara,
seseorang diminta untuk mengisi kursi itu dan memerankan peran yang
sebenarnya.
e. Bermain peranan sendiri (monodrama, Sering terjadi seseorang dapat
meningkatkan penghayatannya terhadap peran yang dimainkannya
dengan bermain peran sendiri dengan berpindah-pindah tempat duduk
ke tempat duduk pemeran yang lain dan melakukan monolog. Misalnya
seorang individu memerankan pengawas, dan kemudian pindah tempat
duduk memerankan kepala sekolah.
2. Psikodrama

5
Psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksudkan agar
individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik
tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-
kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan tekanan terhadap
dirinya (Corey, 1985). Dalam psikodrama individu yang mempunyai masalah
memerankan dirinya sendiri. Psikodrama dilaksanakan untuk tujuan terapi atau
penyembuhan.
➢ Langkah-langkah pelaksanaan psikodrama
Pelaksanaan psikodrama terdiri dari tiga tahap, yaitu: persiapan,
pelaksanaan, dan diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perasaan.
1. Tahap persiapan. Tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi
anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara aktif dalam
permainan, menentukan tujuan-tujuan permainan, dan menciptakan
perasaan aman dan saling percaya dalam kelompok.
2. Tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana
pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permain
permainannya. Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota
kelompok lain pemeran utama memperagakan masalahnya. Satu
kejadian dapat diragakan dalam beberapa adegan. Adegan-adegan
dibuat berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan pemeran utama.
3. Tahap diskusi. Dalam tahap diskusi atau tahap bertukar pendapat dan
kesan, para anggota kelompok diminta untuk memberikan tangan dan
sumbangan pikiran terhadap permainan yang dilakukan oleh pemeran
utama. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah memimpin
diskusi dan mendorong agar sebanyak mungkin anggota kelompok
memberikan balikannya. Dalam memberikan balikan supaya ditekankan
pada saling berbagi perasaan dan memberikan dukungan.
3. Permainan peranan terstruktur (structured ole playing)
Permainan peranan terstruktur adalah permainan peranan di mana
fasilitator menentukan struktur dan menjelaskannya pada peserta permainan.
Peserta diberi instruksi mengenai hubungan antara pemeran utama dan peran-
peran yang lain, dan informasi lain mengenai sifat-sifat, situasi, serta hal lain
yang ada kaitannya. Selain itu juga dikemukakan mengenai tujuan dan isyu-isyu
yang akan dikonfrontasikan dalam permainan. Para pemain masih mempunyai
6
kebebasan untuk mencoba perilaku baru, mencoba berbagai teknik, dan
menentukan berbagai perilaku yang mereka anggap penting Tetapi, pada
dasarnya dalam permainan peranan terstruktur kelompok merespon pada
situasi, isu-isu, dan bahan-bahan yang diberikan oleh fasilitator bahan-bahan
dan isu-isu yang dikemukakan fasilitator sebainya berupa bahan yang
didasarkan pada penelitian yang saksama mengenai minat dan kebutuhan
anggota kelompok.
Beberapa prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam merencanakan
permainan peranan terstruktur adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan khusus yang berupa perilaku berdasarkan
b. Pada hasil pengamatan, wawancara, analisis data yang ada, atau dengan
menganalisis kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok secara umum.
c. Masalah-masalah dan tujuan-tujuan penting yang ada hubungannya dengan
tujuan yang ingin dicapai harus diidentifikasi sebelum permainan peranan
berlangsung.
d. Membuat petunjuk-petunjuk pada pemegang peran, pengamat, dan peserta
yang lain.
e. Membuat format untuk diskusi mengenai masalah-masalah pokok yang
dihadapi kelompok.

Berikut ini diberikan contoh salah satu permainan terstruktur. Materi ini
merupakan contoh yang digunakan oleh fasilitator dalam melaksanakan
permainan peranan terstruktur.

❖ Topik : Cara mengatasi perbedaan pendapat melalui


mendengarkan dengan aktif.
❖ Tujuan : Menambah kemampuan pemimpin kelompok
untuk mendengarkan secara efektif bila sedang menghadapi
tentangan pendapat.
4. Permainan Peranan Tidak Terstruktur
Permainan peranan tidak terstruktur atau permainan peranan yang
bersifat pengembangan adalah permainan peranan di mana hubungan antara
pemeran utama dengan pemeran-pemeran lain dalam permainan tidak
ditentukan oleh fasilitator tetapi oleh para anggota kelompok. Peserta
permainan tidak diberi petunjuk, deskripsi peran secara tertulis, pedoman

7
observasi, dan sebagainya. Peranan fasilitator adalah membantu anggota
kelompok merumuskan ciri-ciri penting dari situasi dan menciptakan interaksi
yang akan dapat membantu mengeksplorasi dan memperluas wawasan terhadap
masalah yang akan dinamakan.
Dalam permainan peranan tidak terstruktur fasilitator berperan untuk
menyiapkan situasi sehingga anggota kelompok merasa aman dan bebas
berekspresi, mengadakan intervensi dengan menggunakan berbagai teknik
untuk mendorong kelompok memberikan balikan kepada pemegang peran
utama. Dapat dikatakan permainan peranan tidak terstruktur sama dengan
psikodrama.

2. Macam- Macam Teknik Bimbingan Kelompok


1. Teknik Pemberian Informasi (Expository Tech- Niques)
Teknik pemberian informasi sering juga disebut dengan metode
ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada
sekelompok pendengar. sebenarnya pemberian informasi tidak hanya diberikan
secara lisan, tetapi juga dapat diberikan secara tertulis. Pemberian informasi
secara tertulis dapat dilakukan melalui berbagai media, misalnya papan
bimbingan, majalah sekolah, rekaman (tape recorder), selebaran, video dan
film. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian (Jacobsen, dkk., 1985).
Pada tahap perencanaan, terdapat tiga langkah yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Merumuskan tujuan apa yang hendak dicapai dengan pemerian informasi
itu;
2. Menentukan bahan yang akan diberikan apakah berupa fakta, konsep atau
generalisasi;
3. Menentukan dan memilih contoh-contoh yang tepat sesuai dengan bahan
yang diberikan.

Dalam tahap pelaksanaan, penyajian materi disesuaikan dengan tujuan


yang hendak dicapai. Apabila tujuannya untuk mengajarkan fakta, maka tugas
pemberi informasi adalah membuat bahan itu berarti sehingga mudah diingat
oleh siswa atau pendengar. Bila yang diajarkan konsep, penyaji harus mengikuti

8
langkah-langkah bagaimana mengajarkan konsep, yaitu: mendefinisikan
konsep, mengklarifikasi definisi yang dibuat, dan menghubungkan konsep
tersebut konsep lain yang bermakna dan ada kaitannya, dan memberi kan
contoh-contoh baik contoh yang benar maupun yang salah. Tahap terakhir dari
pemberian informasi adalah mengandalkan penilaian apakah tujuan sudah
tercapai atau belum. Penilaian dapat dilakukan secara lisan dengan menanyakan
pendapat siswa mengenai materi yang diterimanya, tetapi dapat juga dilakukan
secara tertuli dengan tes subjektif ataupun objektif.

Teknik pemberian informasi atau ekspositori mempunyai keuntungan-


keuntungan dan mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu.

➢ Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain adalah:


1. dapat melayani banyak orang;
2. tidak membutuhkan banyak waktu, sehingga efisien;
3. tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas untuk melaksanakannya;
4. mudah dilaksanakan bila dibandingkan dengan teknik yang lain
misalnya diskusi, permainan peranan;
5. Apabila pembicara pandai menggunakan "gambar" dengan kata- kata
bahannya akan menjadi menarik.
➢ Kelemahan teknik pemberian informasi antara lain adalah:
1. sering dilaksanakan secara monolog, sehingga membosankan;
2. Individu yang mendengarkan kurang aktif;
3. Memerlukan keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi
menarik.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pada waktu
memberikan informasi pemberi informasi perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Sebelum memilih teknik pemberian informasi, perlu
dipertimbangkan apakah cara tersebut merupakan cara yang paling
tepat untuk memenuhi kebutuhan individu-individu yang dibimbing.
b. Sebelum memberikan informasi perlu menyiapkan bahan informasi
c. Sebaik-baiknya. Pemberi informasi harus menguasai bahan yang
secara mendalam dan luas, sehingga apabila ada pertanyaan dari
pendengar dapat melayani sebaik-baiknya. Usahakan untuk

9
menyediakan bahan yang dapat dipelajari sendiri oleh pendengar
atau siswa.
d. Usahakan berbagai variasi penyampaian agar supaya pendengar
menjadi lebih aktif, misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang
dapat memancing saling tukar-menukar pendapat.
e. Gunakan berbagai alat bantu yang dapat memperjelas pengertian
pendengar terhadap bahan yang disampaikan, misalnya dengan
memberikan ilustrasi dengan gambar, bagan, menggunakan OHP,
atau membawa alat-alat peraga.

Dalam menyajikan informasi secara tertulis, misalnya di Papan


tulis bimbingan sekolah atau di majalah sekolah, supaya digunakan
bahasa ilas dan mudah dipahami siswa, dan hindari pemakaian kata atau
istilah asing yang tidak perlu. Selain uraian yang jelas, perlu juga
informasi tersebut dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi agar dapat
menarik perhatian siswa.

2. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara
tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk
memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin. Bloom
(dalam Bennett, 1963) memberikan definisi mengenai diskusi kelompok dengan
lebih menekankan pada aspek akademis, sebagai berikut:
Diskusi kelompok merupakan usaha bersama untuk memecahkan suatu
masalah, yang didasarkan pada sejumlah data, bahan-bahan, dan pengalaman-
pengalaman, di mana masalah ditinjau selengkap dan sedalam mungkin. Secara
idea, pemimpin kelompok membantu kelompok untuk memusatkan perhatian
pada masalah umum yang dihadapi, membantu meninjau masalah secara luas
dan mendalam, membantu memberikan sumber-sumber yang dapat dipakai
untuk pemecahan masalah, dan membantu kelompok mengetahui bilamana
masalah sudah terpecahkan serta implikasi selanjutnya dari pemecahan tersebut.
Di dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak
hanya untuk memecahkan masalah, tetapi juga untuk mencerahkan suatu
persoalan, serta untuk pengembangan pribadi. Dinkmeyer dan Muro (1971)
menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok, yaitu:

10
1. Untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri;
2. Untuk mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain;
3. Untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara
manusia.

Beberapa ahli lain seperti Jacobsen, Eggen, Kauchakd dan Dulaney (1985),
menyatakan bahwa metode diskusi dapat digunakan untuk mencapai tujuan-
tujuan berikut:

1. Mengembangkan Keterampilan-keterampilan kepemimpinan;


2. Merangkum pendapat pendapat kelompok;
3. Mencapai suatu konsensus;
4. Menjadi pendengar yang aktif;
5. Mengatasi perbedaan-perbedaan dengan tepat mengembangkan
keterampilan-keterampilan memparaprase;
6. Mengembangkan keterampilan-keterampilan belajar mandiri;
7. Mengembangkan keterampilan-keterampilan belajar mandiri
8. Mengembangkan keterampilan-keterampilan menganalisis, mensintesis,
dan menilai.

Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok


yang penting, malahan dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan
kelompok. Hampir semua teknik bimbingan kelompok menggunakan diskusi
sebagai cara kerjanya, misalnya permainan peranan, karya wisata, permainan
simulasi, pemecahan masalah, homeroom, dan pemahaman diri melalui proses
kelompok. Pelaksanaan diskusi meliputi tiga langkah, yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian.

➢ Pada tahap perencanaan, fasilitator melaksanakan lima macam hal, yaitu:


1. Merumuskan tujuan diskusi;
2. Menentukan jenis diskusi, apakah diskusi kelas, diskusi kelompok-
kelompok kecil, atau diskusi panel;
3. Melihat pengalaman dan perkembangan siswa, apakah memerlukan
pengarahan-pengarahan yang jelas, tugas yang sederhana dan waktu
diskusi yang lebih pendek, atau sebaliknya;
4. Memperhitungkan waktu yang tersedia untuk kegiatan diskusi;

11
5. Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi, misalnya
rangkuman, kesimpulan-kesimpulan atau pemecahan masalah.
➢ Pada tahap pelaksanaan, fasilitator memberikan tugas yang harus
didiskusikan, waktu yang tersedia untuk mendiskusikan tugas itu, dan
memberitahu cara melaporkan tugas, serta menunjuk pengamat diskusi
apabila diperlukan.
➢ Pada tahap penilaian, fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil
pengamatannya, memberikan komentar mengenai proses diskusi dan
membicarakannya dengan kelompok.

Penggunaan diskusi kelompok dalam pelaksanaan bimbingan kelompok


mempunyai keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahan. Keuntungan-
keuntungan diskusi kelompok antara lain adalah:

1. Membuat anggota kelompok lebih aktif karena tiap anggota mendapat


kesempatan untuk berbicara dan memberi sumbangan pada kelompok.
2. Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalamannya pikiran, perasaan,
dan nilai-rnilai, yang akan membuat persoalan yang dibicarakan menjadi
lebih jelas.
3. Anggota kelompok belajar mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan
anggota kelompok yang lain.
4. Dapat meningkatkan pengertian terhadap diri sendiri pengertian terhadap
orang lain. Melalui balikan yang anggota lain, terutama di dalam diskusi
kelompok kecil, Memberi anggota dapat melihat dirinya dengan lebih
mendalam.
5. Memberi kesempatan pada anggota untuk belajar menjadi pemimpin, baik
dengan menjadi pemimpin kelompok maupun dengan mengamati perilaku
menjadi pimpinan kelompok.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, diskusi kelompok juga mempunyai


kelemahan-kelemahan, yaitu:

a. dapat menjadi salah arah apabila pemimpin kelompok tidak melaksanakan


fungsi kepemimpinannya dengan baik;
b. Ada kemungkinan diskusi dikuasai oleh individu-individu tertentu,
sehingga anggota lain kurang mendapat kesempatan berbicara; dan

12
c. membutuhkan banyak waktu dan tempat yang agak luas, terutama untuk
diskusi-diskusi kelompok kecil, agar masing-masing kelompok tidak
terganggu.
3. Teknik Pemecahan Masalah (Problem-Solving Techniques)
Teknik pemecahan masalah (problem-solving tecniques) digunakan
dalam buku ini untuk menyebut "suatu proses yang kreatif di mana individu-
individu menilai perubahan-perubahan yang ada pada dirinya dan
lingkungannya, dan membuat pilihan-pilihan baru, keputusan-keputusan, atau
penyesuaian yang selaras dengan tujuan-tujuan dan nilai-nilai hidupnya".
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa teknik pemecahan masalah
merupakan teknik yang pokok untuk hidup dalam masyarakat yang penuh
dengan perubahan-perubahan.
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana
memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah dikemukakan oleh
Zastrouw (1987) untuk memecahkan masalah secara sistematis adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah.
Dalam langkah ini individu yang bersangkutan harus menyadari
bahwa dia mempunyai masalah, dan mempunyai kebutuhan untuk
memecahkannya. Setelah masalahnya diketahui kemudian dirumuskan.
Makin tepat masalah dirumuskan makin mudah untuk dicari proses
pemecahannya. Rumusan masalah harus memuat kesulitan yang dihadapi
sekarang, dan perubahan atau pemecahan yang diinginkan. Bandingkan dua
macam contoh rumusan masalah berikut "Lima puluh tujuh anak yang
tinggal di sekitar pabrik rokok membutuhkan bantuan pengawasan pada
siang hari selama jam kerja, karena kedua orang tuanya bekerja, agar mereka
dapat terpelihara dan merasa aman".
Apabila masalahnya merupakan masalah kelompok, rumusan
masalah dapat dilakukan bersama-sama. Untuk memudahkan pembuatan
rumusan masalah dapat dimulai dengan meminta masing-masing anggota
kelompok untuk mengemukakan pikirannya dengan bebas lebih dulu
(brainstorming). Dari berbagai macam pendapat tersebut kemudian dibuat
rumusan masalahnya.
b. Menentukan sebab-sebab masalah
13
Setelah masalah dirumuskan dengan jelas, langkah selanjutnya
adalah mengidentifikasi sebab sebab masalah. Untuk menentukan luasnya
masalah, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu: Berapa orang
yang terlibat dalam masalah itu? Sejauh mana masalah itu mempengaruhi
orang-orang tersebut? Data yang terkumpul kemudian dipilah-pilahkan,
mana yang merupakan pendorong dan yang menghambat pemecahan
masalah. Dari data yang mendorong pemecahan masalah diidentifikasi
mana yang paling membantu; demikian juga hal-hal yang menghambat
diidentifikasi mana yang paling menghambat pemecahan masalah.
c. alternatif pemecahan masalah
Setelah sumber dan sebab-sebab masalah sudah ditemukan, data
yang dapat mendorong pemecahan masalah sudah terkumpul, langkah
selanjutnya adalah menemukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
Masing-masing Ota diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Dari pendapat yang bermacam-macam itu dibuat dua atau tiga alternatif
pemecahan masalah.
d. Menguji masing-masing alternatif
Masing-masing alternatif pemecahan masalah yang dikemukakan
kelompok diuji keuntungan kelemahannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menguji alternatif pemecahannya adalah: sumber-sumber apa yang
tersedia haik yang berupa biaya, orang yang ahli maupun waktu.
e. alternatif pemecahan yang tepat dan melaksanakannya
Tahap pertama dalam langkah memilih alternatif yang tepat adalah
mengambil keputusan mana dari alternatif-alternatif itu yang dipilih
kelompok. Pemilihan alternatif itu dibuat dengan cara menguji keuntungan-
keuntungan dan kelemahan-kelemahan masing-masing alternatif. Setelah
alternatif yang dipandang tepat, yaitu alternatif yang paling sedikit
mempunyai kelemahan dipilih, pilihan itu kemudian dilaksanakan.
f. Penilaian
Setelah cara pemecahan masalah dilaksanakan, diadakan penilaian
terhadap hasilnya. Penilaian ini dilakukan dengan melihat apakah ada
kesenjangan antara masalah yang dirumuskan dengan pelaksanaan
pemecahannya atau tidak. Apabila masih ada kesenjangan, maka

14
masalahnya ditinjau kembali dengan menggunakan langkah-langkah yang
sama.

Latihan pemecahan masalah dengan memakai langkah-langkah yang


sistematis tersebut akan mengajar individu untuk mengalami proses berpikir
analitis sintetis, yaitu mengumpulkan data yang relevan, menghubung-
hubungkan data dan menarik kesimpulan.

Namun pelaksanaan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut


kadang kadang mengalami kesulitan, terutama apabila masalah yang dihadapi
mempunyai implikasi emosional. Hal-hal yang dapat menghambat pelaksanaan
metode pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

a. Masalahnya belum dipahami dengan benar.


b. Individu yang bersangkutan tidak dapat menarik hubungan antara situasi
yang satu dengan yang lain antara data yang satu dengan data lainnya, dan
tidak dapat menghubungkan antara pengalaman dan apa yang sudah
dipelajari dengan masalah yang dihadapinya.
c. Tidak mengikuti langkah pemecahan masalah tahap demi tahap, tetapi lebih
mengikuti intuisi dan emosinya.
d. Kurang percaya diri, tidak mempertimbangkan keputusan secara mendalam,
dan mempunyai prasangka pribadi.

Untuk menguasai keterampilan pemecahan masalah tersebut individu perlu


mendapat latihan latihan memecahkan masalah.

4. Permaianan Peranan (Role Playing)


Istilah permainan peranan mempunyai empat macam arti, yaitu:
3. Sesuatu yang bersifat sandiwara, di mana pemain memainkan peranan
tertentu sesuai dengan lakon yang sudah ditulis, dan memainntuk tujuan
hiburan;
4. Sesuatu yang bersifat sosiologis, Atau pola-pola perilaku yang ditentukan
oleh norma-norma sosial
5. Sesuatu perilaku turunan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha
memperoleh Atau perilaku tiruan atau perilaku tipuan di mana seseorang

15
berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan perilaku yang berlawanan
dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan.
6. Sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, Diinginkan; dan Individu
memerankan situasi yang imaginatif dengan tujuan Mana individu
membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan.
Ketrampilan-keterampilan, menganalisis perilaku, atau menunjukkan
Keterampilan-keterampilan orang lain bagaimana perilaku seseorang atau
bagaimana seseorang Ada orang yang Arang harus bertingkah laku (Corsini,
1966; Shaw, E.M. dkk., 1980).

Dalam pelaksanaan bimbingan dan psikoterapi, permainan peranan


Diartikan seperti pada kategori keempat. Pengertian yang serupa di Kemukakan
oleh Bennett (1963), yaitu “permainan peranan adalah Suatu alat belajar, yang
mengembangkan keterampilan-keterampilan Dan pengertian-pengertian
mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi
yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya”. Secara
singkat Corsini (1966) menyatakan bahwa permainan peranan dapat digunakan
sebagai:

1. Alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati


perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau
kejadian yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya
2. Media pengajaran, melalui proses “modeling” anggota kelompok dapat
belajar dengan lebih efektif keterampilan-keterampilan hubungan antar
pribadi dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan
masalah
3. Metode latihan untuk melatih keterampilan-keterampilan tertentu; melalui
keterlibatan secara aktif dalam proses permainan peranan, anggota
kelompok dapat mengembangkan pengertian-pengertian baru dan
mempraktekkan keterampilan-keterampilan para ahli yang bekerja di
bidang penyelenggaraan latihan-latihan baru.
Permainan peranan merupakan salah satu teknik yang telah di-Nan.
Mereka telah membuktikan bahwa permainan peranan melatih. Teknik latihan
yang bermutu. Teknik permainan peranan ini kenal sejak lama, yaitu ketika J.L.

16
Moreno, seorang psikiatri dari Vienna, pada tahun 1923 mengembangkan satu
teknik yang dari Vienna, pada psikodrama (Mclntyre, 1982).
➢ Dasar Teori Permainan Peranan
Para ahli sosiologi mempelajari perilaku individu dalam
hubungannya dengan individu lain dan dalam peranan-peranan yang
dilakukannya dalam masyarakat. Dengan kata lain kepribadian seseorang
adalah keseluruhan peranan yang diperankannya dalam kehidupan sehari-
hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang
dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila ia dapat
berperilaku sesuai dengan peranan yang dimilikinya baik sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial.
Moreno berpendapat bahwa spontanitaskan “respon yang tepat
untuk menghadapi situasi lama”. Implikasi ini adalah bahwa dalam setiap
situasi yang melibatkan manusia terdapat berbagai kekuatan psikologis dan.
Antarpribadi yang berpengaruh. Kemampuan individu untuk mereaksi
dengan berhasil terhadap kekuatan-kekuatan ini bergantung pada
kesadarannya mengenai kekuatan-kekuatan itu dan adanya kebebasan yang
dapat membantu ia mereaksi secara tepat. Agaknya, kita semua mempunyai
hambatan untuk merespon secara bebas dan tepat, karena pengalaman-
pengalaman pada waktu lampau dan berbagai tekanan sosial. Dapat
dikatakan bahwa manusia cenderung mengembangkan pola perilaku
tertentu yang sulit berubah. Biasanya pola-pola perilaku yang sudah
terbentuk itu tidak cocok untuk menghadapi hal-hal baru atau masalah-
masalah yang mendesak. Permainan peranan merupakan suatu alat belajar
yang dapat digunakan untuk menambah kemampuan individu dalam
menghadapi situasi yang terjadi “sekarang dan di sini”. Berkenaan dengan
hal tersebut Moreno (dalam Shaw, dkk.; 1980) komentar yang dapat
diringkaskan sebagai berikut: ketika seorang anak pertama kali menyadari
kemampuannya untuk mengeluarkan suara, ia mengeluarkannya secara
kreatif dan spontan dengan mengadakan percobaan dan latihan membuat
bunyi-bunyi tertentu. Peduli apakah suaranya baik atau buruk, sesuai atau
tidak apabila lebih menikmati proses itu sendiri. Sampai akhirnya ia
memerikan bahwa suara menghasilkan akibat tertentu, dan ia mulai
mengembangkan jenis suara tertentu. Ia dipaksa oleh orang tuanya dan
17
masyarakat untuk membentuk suara menjadi kata-kata. Dengan demikian,
ia mulai mengalami suatu proses di mana kreativitas dan mendapat
hambatan dan pembatasan dari berbagai tekanan dan tuntutan. Oleh sebab
itu, pendekatan psikodrama mengatasi kesulitan berbicara merupakan usaha
untuk menciptakan dan kembali spontanitas dan kreativitas seperti pada
waktu anak belajar berbicara. Secara analogi, permainan peranan dalam
hubungan berusaha untuk menciptakan suasana spontanitas dan kreativitas
di mana tekanan-tekanan yang menghambat dihilangkan dan individu
mendapat kesempatan untuk belajar dalam suasana yang bebas tanpa
hambatan.
Jadi menurut pendapat Moreno, salah satu faktor yang penting yang
menentukan dalam permainan peranan yang akan menghasilkan perubahan
perilaku adalah pengurangan hambatan-hambatan yang biasa timbul adalah
perasaan takut dikritik, takut dihukum, atau ditertawakan. Hambatan-
hambatan ini harus dihilangkan supaya perubahan dapat terjadi. Di dalam
per-mainan peranan hambatan-hambatan tersebut dihilangkan sehingga
Individu dapat mengadakan eksplorasi perilaku. Sebagai hasilnya timbullah
perasaan-perasaan baru, dan perasaan-perasaan lama di-hayati dalam
konteks yang baru. Permainan peranan menyediakan kondisi yang dapat
menghilangkan rasa takut atau cemas, karena dalam permainan peranan
individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena
“sanksi” sosial terhadap perbuatannya. Perubahan perilaku atau perubahan
sikap melalui permainan peranan terjadi secara bertahap. Lewin (dalam
Shaw, dkk.; 1980) menggolongkan perubahan itu dalam tiga tahap, yaitu:
a. Pola-pola perilaku yang tidak kaku
Secara umum perilaku manusia sehari-hari merupakan perilaku
yang “kaku” yang sudah terbentuk dan secara otomatis dilakukan tanpa
memerlukan banyak berpikir. Misalnya, cara memberi salam pada tamu,
cara menyapa orang lain, cara menerima telepon, atau cara mengadakan
rapat staf. Karena perilaku-perilaku tersebut dilakukan secara rutin,
kemungkinan hasilnya tidak memuaskan atau mengecewakan orang
lain. Individu baru mengetahui kalau perilakunya tidak efektif setelah
mendapat balikan atau penilaian dari orang lain. Di dalam permainan
peranan, tahap di mana individu menyadari pola-pola perilakunya,
18
merupakan tahap awal kearah perubahan perilaku atau sikap. Tahap ini
ditandai tidak enak, cemas karena mengetahui bahwa pola-pola
perilakunya selama ini tidak memuaskan, dan sementara itu individu
dengan rasa belum menemukan pola-pola baru yang lebih efektif. Dan
sementara itu individu
b. Perubahan kearah perilaku baru
Setelah ada kesadaran akan kebetulan yang mengubah perilaku,
individu harus mengembangkan kesadaran ini ke arah pengertian dan
pemahaman terhadap situasi kesalahan yang dihadapi. Pemahaman
terhadap masalah yang dihadapi secara mendalam terbantu dengan jalan
memerankan situasi itu dalam permainan peranan. Individu dapat
mencobakan perilaku baru dalam situasi yang aman. Di dalam situasi
permainan peranan individu sering menerima ide-ide baru yang
menakjubkan dari anggota kelompok yang lain mengenai bagaimana
orang lain akan mereaksi terhadap perilakunya yang baru, sehingga ia
dapat membuat rencana untuk menghindari hasil yang negatif.
c. Mencobakan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari
Dalam tahap terakhir perubahan perilaku ini, pengaruh
permainan peranan tidak langsung dapat dilihat. Menurut Lippitt dkk
(1958), nilai permainan peranan dalam tahap ini baru dapat dibuktikan.
Setelah pola-pola perilaku baru itu sudah dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Individu yang memerankan peran yang sama dalam
permainan peranan dengan perannya dalam kehidupan sehari-hari akan
mengalami perubahan perilaku secara lebih efektif dibandingkan
dengan individu yang hanya menjadi penonton. Perubahan kearah pola
perilaku yang lebih efektif ini mendapat dukungan dari kelompok
karena mereka mengetahui mengapa perilaku itu harus diubah dan
bagaimana proses perubahan itu terjadi. Dukungan kelompok ini sangat
besar artinya bagi individu yang bersangkutan karena ia akan merasa
aman dalam melaksanakan pola perilakunya yang baru.

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa proses belajar dalam


mempelajari perilaku baru atau mengubah perilaku lama kearah pola
perilaku baru dengan media permainan peranan adalah sebagai berikut;

19
melakukan perilaku yang sudah jelas dan biasa dilakukan; menemukan
bahwa perilaku itu tidak efektif untuk dilakukan dan mengetahui sebab-
sebabnya; mencoba perilaku baru yang juga tidak efektif dan
menemukan cara-cara baru yang lebih efektif; dan akhir efektif dan
melaksanakan pola-pola perilaku baru yang ditemukan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.

5. Permainan Simulasi (Simulation Games)


a. Pengertian ciri permainan simulasi
Untuk dapat memahami pengertian permainan simulasi, akan
dibicarakan dulu mengenai permainan, karena permainan simulasi
merupakan salah satu jenis permainan. Secara umum dapat diartikan bahwa
bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat
kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan dan masyarakat merupakan dua
hal yang berkembang bersama-sama. Permainan dilakukan baik oleh anak-
anak maupun orang dewasa. Dengan bermain anak-anak dapat mengenal
lingkungannya, badannya, belajar tentang aturan-aturan masyarakat,
menirukan dan menemukan pikiran-pikiran dan hubungan-hubungan yang
berarti. Dengan cara ini anak-anak dapat belajar berbagai macam
pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk dapat bergaul dan hidup di
masyarakat.
Jadi permainan dapat disebut sebagai alat untuk mengembangkan
pengenalan terhadap lingkungan. Dengan demikian bermain merupakan
cara belajar yang menyenangkan, karena dengan bermain anak-anak belajar
sesuatu tanpa mempelajarinya. Apa yang dipelajari ini disimpan dalam
pikirannya, dan akan dipadukan menjadi satu kesatuan dengan pengalaman-
pengalaman lain yang kadang-kadang tanpa disadarinya. .
Permainan simulasi seperti juga permainan yang lain mempunyai
batas waktu dan aturan-aturan tertentu yang agak membatasi kebebasan
pemain. Menurut Adams (1973) permainan simulasi adalah permainan yang
dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam
kehidupan yang sebenarnya. Tetapi situasi itu hampir selalu dimodifikasi,
apakah dibuat lebih sederhana, atau diambil sebagian, atau dikeluarkan dari

20
konteksnya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa situasi yang
disimulasikan hendaknya tidak terlalu kompleks dan tidak terlalu sederhana.
Permainan simulasi dibuat untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya
membantu siswa untuk mempelajari pengalaman-pengalaman yang
berkaitan dengan aturan-aturan sosial. Dalam hal ini peserta permainan
dapat memerankan peran yang sama sekali asing baginya. Permainan
simulasi hampir sama dengan permainan peranan tetapi dalam permainan
simulasi kadang-kadang pemain menghalangi pemain lainnya.
Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik
bermain peranan dengan teknik diskusi. Dalam permainan simulasi para
pemainnya berkelompok dan berkompetisi untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu dengan menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan bersama.
Dalam permainan tersebut para pemain harus berperan dan berperilaku
seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam situasi kehidupan yang
sebenarnya. Jumlah pemain saat permainan simulasi terbatas, dan lama
permainannya juga terbatas. Selain itu permainan simulasi membutuhkan
tempat dan peralatan tertentu.
Topik-topik permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan latar belakang lingkungan anak, dengan demikian
mereka tidak merasa melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai.
Permainan simulasi cocok dipakai untuk memotivasi anak belajar, terutama
bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik. Permainan
simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep menarik, dan
menanamkan pengertian tentang sesuatu hal, juga mempunyai kekuatan
untuk membangkitkan minat dan perhatian anak.
Penggunaan teknik permainan simulasi baik untuk kepentingan
pengajaran maupun bimbingan didasarkan pada pikiran bahwa belajar
secara berarti dapat terjadi apabila si belajar menyatu dan akrab dengan
lingkungan belajarnya. Belajar yang berlangsung dalam situasi demikian
disebut belajar aktif. Dalam konteks ini anak belajar dari pengalamannya
dengan lingkungan belajarnya dan mengintegrasikan apa yang dipelajarinya
dengan apa yang sudah ada pada dirinya. Informasi dan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara demikian akan lebih dapat meresap dan terus
mengalir seperti sungai, yaitu menemukan hal-hal baru yang
21
dikombinasikan dengan yang lama. Belajar aktif itu sendiri mengacu pada
belajar yang terjadi pada saat materi yang dipelajari anak diragakan sebelum
diasimilasikan dengan yang lama. Meskipun kegiatan belajar seperti itu
memakan banyak waktu, tetapi si belajar mendapatkan perasaan puas karena
berpartisipasi dengan aktif dalam proses permainan. Belajar dengan cara
simulasi sama seperti belajar dalam kehidupan yang sebenarnya.
a. Cara membuat permainan simulasi
Untuk membuat permainan simulasi dapat diikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Meneliti masalah yang banyak dialami anak, terutama yang
menyangkut bidang pendidikan dan sosial.
b. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan permainan itu.
Dalam melakukan hal ini anggota kelompok atau siswa supaya
diikut sertakan.
c. Membuat daftar sumber-sumber yang dapat dipakai untuk
membantu menyelesaikan topik yang akan digarap, m8isalnya alat-
alat yang diperlukan, buku sumber, dan waktu yang sesuai untuk
mengerjakan tugas antara konselor dan siswa.
d. Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitannya
dengan kehidupan siswa. Pelajari struktur situasi tersebut, dan
aturan-aturan yang mengatur perilaku mana yang dibolehkan dan
perilaku mana yang tak boleh dilakukan.
e. Membuat model atau skenario dari situasi yang sudah dipilih.
Misalnya topik yang dipilih adalah “Perbedaan nilai-nilai individu
dengan nilai-nilai masyarakat”. Masing-masing aspek nilai
masyarakat dan nila individu diidentifikasi dan dijabarkan dalam
bentuk perilaku: mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak
boleh. Selanjutnya masing-masing aspek dijabarkan dalam bentuk
pesan yang operasional dan ditulis dalam “kartu pesan”, baik di atas
beberan permainan maupun dalam kartu terpisah. Jumlah pesan
yang dibuat disesuaikan dengan jumlah waktu permainan yang
direncanakan. Untuk permainan yang akan dimainkan selama 45
menit dapat dibuat 10-12 pesan termasuk pesan yang ditulis dalam
kartu terpisah. Isi masing-masing pesan harus disesuaikan dengan
22
keadaan dan kejadian yang terdapat dalam kehidupan yang
sebenarnya.
f. Identifikasi siapa saja dan berapa orang yang akan terlibat dalam
permainan tersebut. Pemegang peran apa saja yang diperlukan dan
apa peran masing-masing. Apakah pemain bermain dalam satu
kelompok atau lebih dari satu kelompok.
g. Membuat alat-alat permainan simulasi, misalnya beberan, kartu-
kartu pesan, kartu-kartu yang berisi kegiatan yang harus dilakukan
untuk mengisi kegiatan selingan, dan sebagainya.

Setelah semua langkah tersebut dikerjakan, pemimpin kelompok


bersama-sama dengan anggota kelompok membuat aturan-aturan dasar
dalam memainkan permainan simulasi tersebut. Setelah semuanya
selesai, permainan dicoba untuk dimainkan untuk melihat apakah pesan-
pesan yang sudah dibuat cukup komunikatif dan dapat dipahami oleh
orang lain. Pesan-pesan yang tidak jelas kemudian diperbaiki dan
dicobakan kembali.

Setelah pesan-pesan yang tidak jelas diperbaiki, maka pesan-


pesan itu sebagian dituliskan dalam lembaran permainan dan sebagian
ditulis dalam kartu-kartu tersendiri. Keseluruhan perlengkapan
permainan simulasi yang siap dimainkan terdiri dari:

a. Lembaran permainan, yang memuat pesan-pesan dan gambar-


gambar yang sesuai dengan topik permainan.
b. Kartu-kartu pesan, yang berisi pesan-pesan yang tidak dipaparkan
dalam lembaran permainan. Kartu-kartu ini dapat diberi tanda
khusus, misalnya bintang, bendera merah putih, gambar buah
buahan atau gambar lain.
c. Alat penentu langkah, dapat berupa dadu, kubus yang bertuliskan
angka 1,2,3,4,5 atau kartu-kartu yang berisi angka atau gulungan
kertas (lot) yang bertuliskan angka 1-6.
d. Tanda untuk bermain bagi masing-masing pemain, dapat berupa segi
empat dari kertas manila, atau benda-benda lain misalnya kancing
baju, uang logam, dan lain-lain.

23
b. Cara melaksanakan permainan simulasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memainkan permainan
simulasi adalah menentukan peserta permainan. Peserta permainan
adalah mereka yang terlibat dalam permainan simulasi yang terdiri dari:
a. Fasilitator, yaitu individu yang bertugas memimpin permainan
simulasi. Tugas fasilitator adalah: menjelaskan tujuan permainan,
mendorong pemain dan penonton untuk aktif ikut berdiskusi,
membantu memecahkan masalah yang timbul selama permainan,
menjawab pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh peserta lain,
mengarahkan diskusi, dan memberi tugas penulis untuk mencatat
hasil diskusi dan melaporkan hasilnya.
b. Penulis, bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama
permainan berlangsung.
c. Pemain, yaitu individu-individu yang memegang tanda bermain dan
menjawab dan mendiskusikan pesan-pesan permainan simulasi.
d. Pemegang peran, yaitu individu-individu yang berperan sebagai
orang-orang atau tokoh yang ada dalam skenario permainan,
misalnya guru, kepala sekolah, orang tua, tokoh masyarakat, dan
sebagainya. Tugas pemegang peran adalah memberikan pendapat
pada masalah yang menyangkut bidangnya untuk memperjelas
informasi.
e. Penonton, yaitu mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi
dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan
ikut berdiskusi.

Setelah peserta permainan ditentukan, permainan dapat dilaksanakan


dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyediakan alat permainan beserta kelengkapannya.


b. Fasilitator menjelaskan tujuan permainan. Dalam kegiatan
bimbingan kelompok yang menjadi fasilitator adalah konselor, guru
atau wali kelas.
c. Menentukan pemain, pemegang peran, dan penulis.
d. Menjelaskan aturan permainan.
e. Bermain dan berdiskusi.

24
f. Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai, dan
mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan
pada saat itu.
g. Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain
berikutnya. Topik-topik permainan simulasi dapat diangkat dari
buku paket Bimbingan Karir, atau dari kreativitas konselor atau guru
berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kebutuhan siswa. Pesan-
pesannya dijabarkan dari elemen-elemen positif dan negatif yang
diidentifikasi dari masing-masing topik.
6. Karyawisata (Field Trip)
Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk
mengunjungi objek-objek yang ada kaitannya dengan bidan studi yang
dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus.
Memimpin karyawisata mempunyai tujuan yang sama dengan memimpin
diskusi kelompok di mana diharapkan siswa mendapatkan pengalaman-
pengalaman baru dan wawasan-wawasan baru terhadap situasi tertentu
(Pietrofesa, dkk., 1980). Mengamati perilaku siswa dalam kegiatan yang bebas
lebih menarik karena perilakunya lebih wajar dan spontan.
Karyawisata meskipun sukar dalam mengorganisasikannya, menyediakan
pengalaman-pengalaman belajar yang merupakan bahan untuk didiskusikan
lebih jauh. Beberapa keuntungan metode karyawisata adalah sebagai berikut:
1. Anak mendapat pengalaman-pengalaman pribadi yang nyata dan langsung,
misalnya merencanakan sesuatu bersama-sama, mengerjakan tugas-tugas
kelompok, dan memecahkan masalah bersama-sama.
2. Anak dapat mengamati kejadian-kejadian dalam situasi yang misalnya
mengamati orang melakukan pekerjaan, mewawancarai pekerja dan orang-
orang lain dilakukan ditumpatnya.
3. Anak dapat belajar berbagai macam hal dalam waktu yang bersamaan,
misalnya mengamati lingkungan alam, lingkungan sosial, sejarah,
hubungan kerja, dan sebagainya.
4. Anak dapat mengkaji pengetahuan, yang diperolehnya dari “buku” dengan
keadaan yang sebenarnya.

25
Untuk dapat melaksanakan karyawisata dengan berhasil pembimbing perlu
memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tujuan kegiatan supaya dibicarakan dan diinformasikan kepada siswa


secara jelas.
2. Aturan-aturan yang harus dipatuhi selama pelaksanaan kegiatan supaya
didiskusikan dengan siswa sebelum kegiatan berlangsung. Misalnya tugas
pimpinan kelompok, pembagian pekerjaan, bahan dan alat-alat yang
diperlukan, cara pembuatan laporan, dan sebagainya.
3. Objek dan waktu kegiatan supaya dipilih yang memungkinkan sebagian
besar siswa ikut, sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman-
pengalaman yang setara.
4. Pemilihan objek sejauh mungkin supaya disesuaikan dengan kebutuhan
kelompok dan individu, sehingga memungkinkan diperoleh hasil yang
sebesar-besarnya.
5. Setiap kelompok supaya mendapat tugas tertentu dan setelah selesai
karyawisata melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada pembimbing.

7. Teknik Penciptaan Suasana Kekeluargaan (Homeroom)


Teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik
untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam
pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor
(Pietrofesa, dkk., 1980). Yang ditekankan dalam diharap dapat mengungkapkan
masalah-masalah yang tak dapat pertemuan homeroom adalah terciptanya
suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana rumah yang menyenangkan.
Dengan suasana yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan
diharapkan dapat mengungkapkan masalah-masalah yang tak dapat dibicarakan
dalam kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.
Penggunaan teknik homeroomn untuk bimbingan kelompok
mempunyai beberapa keuntungan. Pietrofesa, dkk. (1980) mengemukakan
keuntungan-keuntungannya sebagai berikut:
a. Karena siswa mengikuti kegiatan homeroom yang dipimpin oleh guru atau
konselor tertentu selama satu tahun atau lebih, maka kontinuitas dan
kemajuan kegiatan bimbingan dapat direncanakan dengan lebih baik.

26
b. Waktu yang lama dalam mengikuti kegiatan homereoom memungkinkan
untuk membina kepercayaan dan kohesivitas kelompok, yang merupakan
elemen-elemen penting untuk bimbingan kelompok yang efektif
c. Bila kegiatan homeroom diorganisasikan sesuai dengan tingkat kelas siswa,
maka dapat diprogramkan kegiatan-kegiatan bimbingan kelompok yang
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
d. Apabila struktur kegiatan homeroom dilaksanakan di seluruh sekolah, maka
program kegiatan bimbingan yang terkoordinasi dapat dilaksanakan.

Ditinjau dari pelaksanaan program bimbingan kegiatan homeroom


mempunyai dua fungsi, yaitu: menyediakan program bimbingan yang
sistematis; dan merupakan suatu proses penyaringan yang efektif terhadap
siswa-siswa yang mempunyai masalah yang lebih mendalam yang perlu
dikirim ke konselor. Karena yang menyelenggarakan kegiatan homeroom selain
konselor juga guru, maka guru perlu mendapat latihan khusus agar dapat
melaksanakan kegiatan itu dengan baik. Guru perlu dilatih keterampilan-
keterampilan bimbingan mengenai cara-cara menciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan suasana yang bersahabat yang memungkinkan siswa
berkemauan dengan bebas mengungkapkan perasaan-perasaannya. Selain itu
harus mempunyai minat dan motivasi untuk membantu siswa peka terhadap
reaksi-reaksi siswa, menjadi pengamat dan pendengar yang terlatih, dan
memberikan respon-respon yang membantu terhadap hal-hal yang
dikemukakan siswa. Latihan keterampilan-keterampilan dasar bimbingan
kepada guru-guru yang akan membantu pelaksanaan kegiatan homeroom dapat
diberikan oleh konselor sekolah yang telah mendapatkan pendidikan.

Latihan in dapat diberikan secara bertahap dengan menggunakan


sebagian waktu yang disediakan untuk pertemuan-pertemuan staf di masing-
masing sekolah, atau menyediakan waktu khusus pada waktu liburan sekolah.
Materi yang diberikan pada latihan tersebu misalnya, mendengarkan secara
aktif, cara merespon perasaan, dinamika kelompok, cara merespon terhadap
ungkapan-ungkapan non-verbal, cara menggunakan teknik pemberian
penguatan secara sistematis, dan sebagainya.

27
Hal-hal yang dapat dibicarakan dalam kegiatan homeroom antara lain
adalah: pemilihan lanjutan sekolah, pembagian kerja dalam kegiatan kelompok,
pemilihan pekerjaan, penggunaan waktu senggang, perencanaan masalah-
masalah depan, dan hal-hal lain yang dikemukakan oleh siswa. Masalah-
masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kegiatan homeroom diteruskan ke
konselor untuk mendapat layanan lebih lanjut baik berupa konseling individual
atau kegiatan kelompok kecil lainnya. Waktu pelaksaan kegiatan ini dapat
dijadwalkan satu minggu satu kali pertemuan atau dua minggu satu kali satu
jam pelajaran dan dirundingkan dengan kepala sekolah serta guru- guru lain,
atau menggunakan jam-jam pelajaran yang kosong.

C. Prinsip-Prinsip bimbingan kelompok

a. Kegiatan bimbingan kelompok mengemban fungsi-fungsi konseling seperti


pemahaman, pencegahan, pengentasan masalah, pengembangan, pemeliharaan dan
fungsi advokasi serta menerapkan prinsip-prinsip dan asas konseling.
b. Bimbingan kelompok bukan berarti membimbing kelompok, melainkan suatu
layanan terhadap sejumlah siswa yang berperan sebagai anggota kelompok agar
setiap siswa memperoleh manfaat tertentu.
c. Kegiatan bimbingan kelompok tidak sama dengan diskusi ataupun rapat meskipun
ada diskusi, tukar pendapat, menganalisis, mengkritisi data, beda pendapat,
berargumentasi yang pada akhirnya tidak hanya sampai pada kesimpulan atau
keputusan, melainkan secara dinamis dan konstruktif membina setiap anggota
kelompok sesuai dengan tujuan layanan.
d. Heterogenitas kelompok akan membuat kelompok kaya masukan dan bersemangat
sehingga dinamika kelompok akan terjadi kemudian saling merangsang untuk
memberi masukan yang berfareasi.
e. Kegiatan bimbingan kelompok tidak hanya memberi informasi tapi juga saling
menerima dan dinamisasi kelompok ada pada anggota.

Berdasarkan pendapat diatas asas bimbingan kelompok meliputi asas


kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan, keeempat asas
tersebut harus ada dalam proses bimbingan kelompok agar dalam proses bimbingan
kelompok dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Menurut Prayitno (1995), asas-
asas bimbingan kelompok adalah:

28
a. Asas kerahasiaan
Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas
dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain.
b. Asas keterbukaan Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide,
saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa
malu dan ragu-ragu.
c. Asas kesukarelaan Semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa
malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok.
Asas kenormatifan Semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh
bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.

29
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
❖ Bimbingan kelompok adalah bantuan yang diberikan oleh orang yang ahli kepada
sekumpulan orang baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Sejalan dengan itu menurut
Natawidjaja (dalam Lilis Satriah, 2014 : 17), bimbingan kelompok adalah proses
pemberian bantuan kepada sekumpulan orang yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu dalam kelompok tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga dapat dan sanggup mengarahkan dirinya, dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat,
dan kehidupan pada umumnya.
❖ Dalam Bimbingan Kelompok ada Macam- macam Pendekatan, Model, Metode/Teknik
Bimbingan Kelompok yaitu sebagai berikut:
Sosiodrama, Psikodrama, Permainan peranan terstruktur (structured ole playing),
Permainan Peranan Tidak Terstruktur.
❖ Didalam Bimbingan Kelompok juga ada Tekni-teknik yaitu,
Teknik Pemberian Informasi (Expository Tech- Niques), Diskusi Kelompok, Teknik
Pemecahan Masalah (Problem-Solving Techniques), Permaianan Peranan (Role
Playing), Permainan Simulasi (Simulation Games), Karyawisata (Field Trip), Teknik
Penciptaan Suasana Kekeluargaan (Homeroom).
❖ Prinsip-Prinsip dalam bimbingan kelompok
a. Kegiatan bimbingan kelompok mengemban fungsi-fungsi konseling seperti
pemahaman, pencegahan, pengentasan masalah, pengembangan, pemeliharaan dan
fungsi advokasi serta menerapkan prinsip-prinsip dan asas konseling.
b. Bimbingan kelompok bukan berarti membimbing kelompok, melainkan suatu
layanan terhadap sejumlah siswa yang berperan sebagai anggota kelompok agar
setiap siswa memperoleh manfaat tertentu.
c. Kegiatan bimbingan kelompok tidak sama dengan diskusi ataupun rapat meskipun
ada diskusi, tukar pendapat, menganalisis, mengkritisi data, beda pendapat,
berargumentasi yang pada akhirnya tidak hanya sampai pada kesimpulan atau
keputusan, melainkan secara dinamis dan konstruktif membina setiap anggota
kelompok sesuai dengan tujuan layanan.

30
d. Heterogenitas kelompok akan membuat kelompok kaya masukan dan bersemangat
sehingga dinamika kelompok akan terjadi kemudian saling merangsang untuk
memberi masukan yang berfareasi.
e. Kegiatan bimbingan kelompok tidak hanya memberi informasi tapi juga saling
menerima dan dinamisasi kelompok ada pada anggota.
❖ Asas-asas dalam Bimbingan Kelompok yaitu ada Asas kerahasiaan, Asas keterbukaan,
Asas Kesukarelaan.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Tatiek Romlah, M.A. 2019. TEORI DAN PRAKTEK BIMBINGAN KELOMPOK. Malang:
penerbit Universitas Negeri Malang.

Hallen A, “Bimbingan Dan Konseling. Edisi Revisi, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005).

Hartinah, siti.2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. (Bandung, PT Refika Aditam).

32

Anda mungkin juga menyukai