Anda di halaman 1dari 16

KONSELING REALITA

MAKALAH TEORITIK
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Praktikum Konseling Individual
Yang dibina oleh Bapak Lutfi Fauzan S.Pd., M.Pd

Oleh:

Kelompok 1

1. Arnike Pujiyani (150111600948)


2. Ginsa Kusumawati (150111600707)
3. Nova Retno Sari (150111601540)
4. Yekti Mahmudah Meiluwati (150111600934)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
September 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’ailaikumWR.WB
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang memperkenankan
terselesainya makalah ini semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Rosulullah, keluarga dan para sahabat.
Dalam penyelesaian Makalah Teoritik Konseling Realita kami
mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktikum
Konseling Individu, Bapak Lutfi Fauzan dan semua pihak yang telah mengajarkan
dan membantu dalam terselesainya makalah ini.
Kami juga mengharapkan koreksi, kritik dan saran untuk kesempurnaan
makalah ini, bahwasanya makalah ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kesalahan.
Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini berguna dan menjadi
pedoman belajar bagi siapa pun yang membacanya dan mempelajarinya.
Wassalamu’alaikumWR.WB

Malang, 1 September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Bahasan.........................................................................................2
BAB II BAHASAN.................................................................................................3
A. Pengertian..................................................................................................3
B. Hakikat Manusia........................................................................................3
C. Manusia sehat atau identitas sukses :........................................................5
D. Manusia malasuai atau identitas gagal :...................................................5
E. Pandangan Tentang Konseling..................................................................6
F. Peran Konselor, Konseli Dan Tujuan Dalam Proses Konseling...............7
G. Situasi Hubungan......................................................................................7
H. Tahapan atau Prosedur dalam Konseling Realita......................................8
I. Teknik-Teknik Konseling Realita............................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Simpulan..................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun
hidup di dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang
lain. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap
permasalahan hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realita
yang ada dan memiliki identitas adalah manusia yang dapat berkembang dengan
baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya dan
memperoleh identitas diperlukan suatu terapi.
Di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas
keberhasilannya. Mereka masih belum dapat mencapai kebutuhan dasar
psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan
untuk merasakan bahwa Ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pada dewasa ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang
dipelajari oleh konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan
Client-Centered, Terapi Gestalt, Terapi Tingkah Laku, Terapi Rasional-Emotif,
Terapi Realita, dan lain-lain. Diantara berbagai pendekatan-pendekatan dan terapi
tersebut, pendekatan dengan Terapi Realita menunjukkan perbedaan yang besar
dengan sebagian besar pendekatan konseling dan psikoterapi yang ada. Terapi
Realita juga telah meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru dan
pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja rehabilitasi.
Selain itu, Terapi Realita menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang
menjadi dasar pernyataan-pernyataan seperti: Apa kenyataan itu? Haruskah
terapis mengajar pasiennya? Apa yang harus diajarkan? Dan sebagainya. Sistem
Terapi Realita difokuskan pada tingkah laku sekarang. Oleh karena itu, seorang
konselor maupun calon konselor wajib mempelajari Terapi Realita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konseling realita?
2. Bagaimana hakikat manusia menurut pendekatan konseling realita ?
3. Bagaimana pandangan konseling realita terhadap proses konseling ?
4. Bagaimana peran konselor, konseli dan tujuan proses konseling dalam
konseling realita ?
5. Bagaimana Situasi Hubungan dalam konseling realita ?
6. Bagaimana tahapan atau prosedur dalam konseling realita ?
7. Apa saja teknik-teknik yang digunakan dalam konseling realita ?

1
C. Tujuan Bahasan
1. Untuk mengetahui pengertian konseling realita
2. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut pendekatan konseling realita
3. Untuk mengetahui pandangan konseling realita terhadap proses konseling
4. Untuk mengetahui peran konselor, konseli dan tujuan proses konseling dalam
konseling realita
5. Untuk mengetahui situasi hubungan dalam konseling realita
6. Untuk mengetahui tahapan atau prosedur dalam konseling realita
7. Untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam konseling realita

2
BAB II
BAHASAN

A. Pengertian
Terapi realita adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku
sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan
klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun
orang lain. Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.

Terapi Realita adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena dalam
penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengkondisian  operan
yang tidak ketat. Glasser mengembangkan terapi realita dan meraih
popularitasnya karena berhasil menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi
tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan tidak berbelit-
belit.

B. Hakikat Manusia
Menurut terapi realita, ada lima macam kebutuhan pokok manusia, antara
lain kepemilikan, kekuasaan, kebebasan, ketergantungan, dan fisiologis. Dalam
mencapai tujuan hidup ini manusia diatur oleh adanya rambu-rambu, yaitu
tanggung jawab, realita, dan benar.

1. Lima dasar kebutuhan manusia :

a) Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis


yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan-kebutuhan
Fisiologis yajni seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh,
seks, tidur dan oksigen

b) Kebutuhan akan rasa aman

Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, munculah


apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik,
stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya
mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya,
kerusuhan dan bencana alam. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari
kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.
Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman
meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain. Menurut
Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti

3
anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu
dalam keadaan terancam besar.

c) Cinta dan Kasih Sayang

Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi,
maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-
dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat,
keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada
keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan
menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi
sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta Ia akan
memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang
memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak
akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat
dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.
Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika
kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya Maslow juga
mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan
cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu
mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Jika tidak, dunia akan
hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian

d) Kebutuhan Akan Penghargaan

Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas


untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Maslow menemukan bahwa
setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan,
yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah
adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status,
ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat,
bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri
termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan,
kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan
untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri,
kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.

e) Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri

Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri.


Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan
keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk
memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk

4
semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja
menurut kemampuannya.

2. Manusia mengejar identitas kesuksesan 3R


a) Kebenaran (Right)

Merupakan ukuran atau norma yang diterima secara umum, sehingga


tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu
mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan
tersebut, individu merasa nyaman bila bertingkah laku dalam tata cara yang
diterima secara umum. Pertimbangan nilai merupakan bagian kognitif pada
orang yang bertanggungjawab. Pertimbangan moral tidak hanya akan
membimbing tingkah laku orang, tetapi juga merupakan bagian yang
diperlukan dalam menemukan kebutuhan akan harga diri.

b) Tanggung Jawab (Responsibility)


Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri
tanpa harus merugikan orang lain.
c) Kenyataan (Reality)
Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk
memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia
nyata, dimana individu harus memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam
rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang
tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.

C. Manusia sehat atau identitas sukses :

1. Dikatakan individu yang sukses apabila dapat mencapai 5 kebutuhan


dasarnya.
2. Individu yang mampu memfungsikan 3R dengan tepat. Artinya individu
dalam memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis harus mempelajari yang
benar, bertingkahlaku secara bertanggungjawab, dan memahami serta
menghadapi kenyataan.

FAKTOR PENYEBAB karena individu tersebut dapat menggunakan


pemikirannya dalam bertingkahlaku, sehingga ia bisa survive dalam hidup

D. Manusia malasuai atau identitas gagal :

1. Individu disimpulkan memperoleh identitas gagal ketika individu gagal


memenuhi salah satu atau semua kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan
psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan

5
pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau
orang lain.

2. Gagal terlibat dengan orang lain. keterlibatan dengan orang lain adalah
prasyarat untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga saat individu gagal terlibat
dengan orang lain, ia akan gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar

3. tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitanya

4. tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realita.

FAKTOR PENYEBAB karena individu tersebut tidak dapat memfungsikan 3R


yang ia miliki dalam berpikir dan bertingkah laku.

E. Pandangan Tentang Konseling


Glesser menggambarkan depan prinsip umum pada proses konseling realita.
Menurut Ivey (dalam Fauzan, 2004 : 40) membagi konseling menjadi tiga fase.
Sedangkan Fauzan (2004:40) menambahkan 1 fase lagi dalam konseling realita.
Keempat fase tersebut antara lain :

1. Involvement (keterlibatan)
Pentingnya keterlibatan kemampuan konselor sebagai indivdu yang
mampu menampilkan keberhasilan. Keterlibatan konselor ini di tunjukkan
dengan tulus apa adanya. Konselor dalam hal ini harus memusatkan perhatian
pada keberhasilan konseli bukan kegagalan / masalah. Konselor dan konseli
ddalam hal ini juga harus membuat batas-batas keterlibatan.
2. You Are Behavior
Konselor memusatkan pada pemikiran dan tingkah laku konseli bukan
pada perasaan konseli. Fase tingkah laku ini berpusat pada waktu sekarang .
Perhatian dipusatkan juga pada kekuatan konseli bukan kelemahan konseli.
Konseli menyadari tingkah laku yang tidak realistis dan tidak bertanggung
jawab.
3. Re-Learning
Konseli melakukan evaluasi pada tingkah laku nya atas dasar tanggung
jawab. Konselor memberikan kebebasan kepada konseli untuk melakukan
evaluasi dengan pertimbangan nilai yang dimiliki konseli. Sehingga konseli
menemukan kebutuhan dirinya di dunia nyata. Kebutuhan tersebut
mengarahkan konseli untuk membuat perencanaan. Perencanaan akan tingkah
laku yang bertanggung jawab dan realistis. Seorang konselor mengusahakan
agar konseli membuat komitmen melaksanakan rencana-rencananya.

6
4. Evaluasi
Konseli melaporkan segala perkembangan rencana-rencannya.
Keberhasilan rencana konseli diberikan penguatan oleh konselor, sedangkan
untuk kegagalan rencana, konselor bersikap untuk mendesign atau
memodifikasi kesepakatan baru agar konseli tetap melaksanakan rencana
tersebut, dengan kata lain konselor menolak memberikan pemaafan terhadap
kegagalan konseli. Penolakan akan pemaafan yang dilakukan konselor tidak
dijadikan konselor bebas memberikan hukuman kepada diri konseli,
melainkan konselor mengganjar kegagalan konseli dengan memberikan
kesempatan konseli untuk merasakan akibat alami dari kegagalan rencananya.
Hal ini ditujukan agar konseli dapat bertanggung jawab atas rencananya
sendiri

F. Peran Konselor, Konseli Dan Tujuan Dalam Proses Konseling


Proses konseling tidak terlepas dengan 3 komponen yaitu konseli, konselor
professional dan tujuan proses konseling. Berikut pemaparan tiga komponen
tersebut.

1. Peran konselor
Pada proses konseling realita ini konselor memiliki tugas utama untuk
memusatkan perhatian terhadap perilaku dan pemikiran konseli bukan
terhadap perasaan konseli. Menyadarkan konseli akan tingkah laku tidak
realitis dan tidak bertanggung jawabnya yang terjadi pada waktu sekarang.
Konselor memberikan penguatan harapan terhadap keadaan konseli.
2. Tujuan Konseling
Dengan kesadaran konseli akan tingkah laku tidak realitis dan tidak
bertanggung jawabnya konseli diharapkan dapat membuat rencana tingkah
laku yang realitis dan bertanggung jawab bagi kehidupannya.
3. Pengalaman Konseli
Konseli melakukan evaluasi pada seluruh tingkah laku nya, dan memberikan
pertimbangan nilai tanggung jawab dan realitis pada setiap tingkah lakunya.
Merancang rencana tingkah laku yang positif dan bertanggung jawab sesuai
3R (Right, Responsibility, Reality)

G. Situasi Hubungan
Konseling realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan antara
konseli dan konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan dan
kepercayaan pada kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil, harus
mengkomunikasikan dirinya kepada konseli bahwa dirinya membantu. Melalui
keterlibatan ini, konseli belajar mengenai hidup daripada memusatkan pada
mengungkap kegagalan dan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab. Kunci
konseling realita adanya kesepakatan/komitmen dalam membuat rencana dan

7
melaksanakannya. Perencanaan yang telah dilakukan oleh konseli dinilai positif 
jika ditulis dalam kontrak. Dalam konseling realita ditekankan tidak ada ampunan/
no excuses ketika konseli tidak melaksanakan rencananya.

H. Tahapan atau Prosedur dalam Konseling Realita


1. Membangan Hubungan Baik (Rapport)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik,
hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun.
Menunjukan keterlibatan dengan konseli dapat ditunjukan dengan perilaku
attending. Keterlibatan dengan konseli juga dapat ditunjukan sikap antusias.
Konseli akan merasa bahwa ia benar-benar akan dibantu oleh konselor apabila
konselorr selalu menunjukan sikap antusias.
Hal yang penting sekali dalam proses konseling, konselor harus juga bersikap
genuine. Melalui proses konseling, konseli belajar bahwa mental yang sehat dan
kehidupan akan menjadi lebih baik jika relasi antar manusia didasari saling
keterbukaan dan apa adanya daripada bersikap pura-pura dan manipulasi. Oleh
karena itu bersikap jujur dan berterus terang dengan konseli juga sangat penting.

2. Eksplorasi Terhadap Perilaku


Konselor menanyakan apa yang dialkukan konseli (doing) yaitu menanyakan
secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling
realita ini berakar dari pemasalahan konseli yang bersumber pada perilkunya
(doing) bukan pada perasaannya.
a) “what they Wont” (apa yang diinginkan) =WANT

Konselor berusaha menemukan apa yang ada didalam dunia kualitias konseli
yang diinginkan atau dikontrol oleh konseli melalui perilakunya saat ini. ‘apa
yang sebenarnya anda inginkan saat ini ?”. Wubbolding dalam Nelson Jones
mengatakan “eksplorasi keinginan mencakup, tetapi terbatas, tiga elemen esensial
dalam dunia kualitas : relationship (hubungan), treasured possessions (harta
berharga). Dan core beliafe (keyakinan dasar). Konselor membantu konseli untuk
mendiskripsikan apa yang diinginkan dari dirinya, dunia sekitar, orang tua, anak,
istri, teman, dll dari intuisi yang menggangu hidupnya. Konseli dibantu untuk
mendeskripsikan apa yang didapatkan dan tidak didapatkannya dari hubungan-
hubungan itu. Konseling realita mengintroduksikan konsep teori pilihan tentang
kebutuhan-kebutuhan dasar kepada konseli. Setelah itu konselor dapat membantu
konseli untuk mengeksplorasi kebutuhan dasar mana yang ingin dipenuhi.

b) “what they are Doing and their overall direction” (apa yang sedang
dilakukannya kearah globalnya) =DOING

Ketika konseli mengidentifikasi ada yang diinginkan dan dibutuhkannya,


langkah selanjutya adalah menanyakan “ apa yang sedang ada ingin lakukan

8
sekarang?” konseli berbicara seakan-akan diirnya adalah korban pasif dari
keadaan atau orang lain. secara khusus konseling realita memfokuskan pada
tindakan dan pikiran dari oerilaku total karena mereka adalah komponen-
komponen yang paling mungkin untuk diubah. Konseling juga mencari perilku-
perilaku efektif yang dimiliki konselidan mungkin menanyakan saat-saat dimasa
lalu ketika konseli berfungsi secara efektif.

Pertanyaan-pertanyaan dalam konseling realita yang bertujuan menanyakan


tujuan dari konseli ialah seperti berikut :

1) “Kemana pilihan-pilihan ada saat ini akan membawa anda ?”


2) “Maukan anda mendeskripsikan ke arah yang dituju tanpa membuat
jugment tentang hal itu ?”

3. Melakukan Evaluasi terhadap Diri (EVALUATION)


Konselor menanyakan pada konseli apakah perilakunya itu didasari oleh
keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar
atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya
saat ini. Beri kesempatan konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu
dengan pilihannya, apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada
pilihannya, apakah hal tersebut merupaka perilaku yang dapat diterima, realistis,
apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli dapat
tercapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilkunya, sehingga konseli
dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan
komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.

Beberapa pertanyaan ilustratis yang yang dapat membuat konseli


mengevaluasi dirinya :

1) “Akapah yang menjadi tujuan hidup anda ini adalah hal baik atau
bahkan hal yang buruk ?”
2) “Apakah tindakan anda itu efektif untuk mendapatkan hal yang anda
inginkan ?”
3) “Apakah perilaku semacam itu melanggar aturan ?”
4) “Apakah yang anda inginkan adalah yang benar-benar baik untuk diri
anda ?”

Maksud pertanyaan seperti itu adalah untuk mendorong konseli menyadari


bahwa perilaku yang dipilihnya tidak membuatnya mendapatkan apa yang dia
inginkan.

9
4. Membuat Rencana Tingkah Laku (PLANNING)
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan
dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Rencana
yang disusun sifatnya spesifik dan konkrit. Hal-hal apa yang akan dilakukan
konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.

5. Komitmen Terhadap Rencana


Ketika membuat komitmen untuk rencana, adalah penting bahwa rencana
layak untuk dilakukan. Konselor dapat menggunakan kontrak lisan atau tertulis
untuk memastikan komitmen. Sebuah keuntungan dari kontrak tertulis adalah
bahwa hal itu membuat jelas apa yang akan dilakukan. Dan juga, akan sangat
membantu untuk berbicara tentang konsekuensi jika rencana tersebut tidak
dilakukan sesuai kesepakatan. Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan
rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu
yang ditetapkan.

6. Terminasi (Pengakhiran)
Pada tahap ini, konselor dapat mengakhiri proses konseling. Tidak lupa
konselor mengingatkan konseli untuk menjalankan komitmen yang sudah dibuat
ketika konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai,
konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum
tercapai..

I. Teknik-Teknik Konseling Realita


1. Metafora

Memperhatikan dan menggunakan bahasa konseli dapat sangat membantu


dalam memahami komunikasi kepada konseli melalui penggunaan bahasanya
(Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Pada intinya, konselor
berbicara secara kongruen dengan persepsi pribadi konseli. Contohnya ketika
konseli berkata “Ketika dia tersenyum seperti ribuan cahaya menyinari hati Saya”
konselor akan merespon “Apakah hal itu tampak seperti cahaya mentari di siang
yang terik ?”.

2. Melakukan permainan peran (role playing) dengan konseli

Metode permainan peran cocok untuk menilai masalah interpersonal, konselor


mengadopsi peran seseorang yang mengalami masalah bersama konseli. Role-
playing memberikan konselor sampel dari perilaku bermasalah, meskipun dalam
situasi buatan. Ketika konselor menilai dua orang konseli, keduanya diminta
untuk membahas isu-isu terpilih yang memungkinkan konselor untuk mengamati

10
dari dekat tingkat keterampilan interpersonal serta kemampuan mereka dalam
menyelesaikan konflik.

3. Questioning
Konseling realita perlu mengembangkan dan menggunakan questioning
(bertanya) yang baik dalam sistem WDEP. Questioning yang piawai bisa lebih
mengakselerasi proses perapi dibandingkan jika terapis mengambil jika pasif.
Questioning memiliki 4 manfaat antara lain, memasuki dunia batin konseli,
mengumpulkan informasi, memberikan informasi, memungkinkan konseli
“mundur” secara mental untuk mengevaluasi situasi atau hidupnya dengan
perspektif yang lebih luas, dan membantu konseli mengambil kontrol yang lebih
baik.
4. Menggunakan Humor
Ketika konselor mencoba membina hubungan yang baik dengan konseli, salah
satu hal yang bisa dilakukan adalah menggunakan humor. Konselor perlu melihat
dan menentukan kondisi yang tepat ketika akan menyelipkan atau menggunakan
humor dalam sesi konselingnya. Humor juga merupakan representasi komunikasi
dan ekspresi konseli. Konseli memanfaatkan humor untuk menanggapi berbagai
aspek yang disajikan dalam proses konseling. Karena tidak jarang bahwa konseli
merasa grogi atau cemas ketika memasuki proses konseling, maka humor menjadi
barometer tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan didapatkan dari interaksi
dengan konselor. Humor berperan sebagai pemecah kekakuan dan ketegangan
yang cukup sensitive.
5. Bibliotherapy
Bibliotherapy sering disebut juga terapi membaca, yang didalam prosesnya
seseorang yang mengalami masalah diminta membaca buku-buku yang bersifat
membantu dirinya dan memotivasi agar mempercepat penyembuhan. Membaca
mengenai kesulitan orang lain yang sama dengan mereka, dapat memberikan
kesadaran dan pemahaman terhadap masalah yang dihadapinya.
6. Paradoctical Teknik
Teknik paradoks memberikan instruksi yang bertentangan kepada konseli
(Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Perubahan positif bisa
diperoleh dari mengikuti beberapa pilihan yang diberikan konselor. Glasser
menggunakan paradoks untuk mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi
perilakunya sendiri. Teknik paradoks merupakan teknik yang tak terduga dan sulit
untuk digunakan.Ada dua jenis teknik paradoks, yaitu: reframing dan
prescriptions (Wubbolding & Brickell, 1998, dalam Sharf, 2012). Teknik
paradoks ini membantu konseli merasa bahwa mereka dapat mengontrol dan
memilih perilaku mereka. Reframing membantu individu mengubah cara pandang
mereka terhadap suatu topik, sedangkan Prescriptions mengacu kepada instruksi
kepada konseli untuk memilih satu gejala.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pada dasarnya konseling realita adalah membantu individu mencapai
otonomi. Otonomi merupakan keadaan yang menyebabkan orang mampu
melepaskan dukungan lingkungan dan menggantikannya dengan dukungan
pribadi atau diri sendiri. Kriteria konseling yang sukses bergantung pada tujuan
yang ditentukan oleh konseli. Dalam konseling realita, pengalaman yang perlu
dimiliki oleh konseli adalah peran konseli memusatkan pada tingkah laku dalam
proses konseling. Konseli membuat dan menyepakati rencana ketika konseli
memutuskan untuk bagaimana mereka ingin berubah, mereka diharapkan untuk
mengembangkan rencana khusus untuk mengubah tingkah laku gagal ke tingkah
laku berhasil, konseli mengevaluasi tingkah lakunya sendiri, dan konseli belajar
kecanduan positif.

B. Saran
Sebagai seorang calon konselor kita seharusnya mengetahui dan memahami
mengenai apa itu teknik konseling realita, karena dapat kita pakai sebagai model
serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien
menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa
merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

12
DAFTAR PUSTAKA

Corey,Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung : PT

Refika Aditama

Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang:

Elang Emas

Sharf, R. S. (2012). Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and

Cases (5th ed.). Belmont, California, United States of America:


Brooks/Cole, Cengage Learning

13

Anda mungkin juga menyukai