Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN

PERAWATAN JENAZAH

NAMA : NUNUNG NURHAYATI


NIM :

AKADEMI KEPERAWATAN
HERMINA MANGGALA HUSADA
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat,
Taufik, Hidayah dan Inayah – Nya. Sholawat serta salam kita tujukan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Makalah ini berisiskan informasi mengenai Perawatan Jenazah dalam Keperawatan.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang perawatan
jenazah.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita.

` Jakarata, Agustus 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Kegiatan .................................................................................... 3
D. Manfaat Kegiatan ...................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum tentang kebutuhan psikososial spiritual .......................5
B. Tinjauan tentang perawatan jenazah ................................................... ..6
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................. 7
B. Khalayak sasaran................................................................................... 8
C. Metode kegiatan ................................................................................. ..9
D. Waktu dan tempat kegiatan .............................................................. . .10
E. Sarana dan prasarana kegiatan........................................................... ..11
F. Keterkaitan dengan Institusi ............................................................. .11
G. Rancangan evaluasi ............................................................................ 12
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
A. Biaya kegiatan .................................................................................... 13
B. Jadwal Kegiatan ............................................................................... .14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat Suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan social serta tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat bukan merupakan suatu kondisi,
tetapi merupakan penyesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tetapi merupakan
proses { WHO, 2014 }. Adapun Proses adaptasi individu yang tidak hanya
terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya. Person {1972}.
Sedangkan Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas,
termasuk keadaan organisme sebagai system biologis dan penyesuaian sosialnya.
Manusia merupakan mahluk holistik yang berarti keseluruhan atau
utuh. Manusia terdiri dari aspek Psychologic, Spiritual, Biologic dan Sociologic.
Dari aspek spritual artinya manusia memiliki keyakinan atau mengaku adanya
Tuhan dan Memiliki pandangan hidup, dorongan hidup yang sejalan dengan sifat
religius yang dianutnya. Teori Holistik adalah Seluruh organisme hidup saling
berinteraksi. Konsep ini sebagai landasan untuk melakukan pembinaan dan
pelatihan pada lansia-lansia yang berada di panti. Kategori kebutuhan dasar
manusia menurut Maslow terdiri dari Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan rasa aman
dan perlindungan, Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, Kebutuhan harga
diri dan Kebutuhan perwujudan diri .
Para lansia yang hidup di panti werdha dimana mereka jauh dari keluarga,
bahkan tidak memiliki keluarga, maka banyak dari lansia tidak terpenuhinya lima
kebutuhan tersebut. Contohnya kebutuhan rasa cinta, memiliki, dan dimiliki,
Memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan dan Mendapat
tempat dalam keluarga dan kelompok social. Lansia juga perlu meningkatkan
Kebutuhan kehidupan spritual agar mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi
kematian yang khusnul khotimah.
Proses menghadapi kematian merupakan bagian dari kehidupan normal
yang harus dijalani. Permasalahannya adalah bagaimana menjalani proses kematian
secara manusiawi dan bermartabat, terutama berkenaan dengan kondisi berada
dalam suatu komunitas panti werdha. Kematian Sebagai wujud kehilangan
kehidupan dan abadi sifatnya, baik bagi yang tengah menjalani proses kematian
maupun bagi yang ditinggalkan. kematian ini dapat bermakna berbeda bagi setiap
orang. Wolf (1989:754) mengemukakan bahwa setiap orang mempunyai
kesempatan dan hak untuk meninggal secara damai dan nyaman, dan perawat dapat
menyediakan bantuan keperawatan yang memungkinkan seseorang untuk
meninggal secara damai menurut jalannya Pengalaman dan Kesadaran seseorang
dalam menjalani proses kematian (NDEs & NDAs).
Dalam konteks kondisi terminal, merupakan pengalaman yang dirasakan
sejalan dengan perubahan kondisi fisik yang dialami, sedangkan merupakan
pengalaman yang signifikan menjelang kematian, dapat terjadi tanpa disertai
perubahan kondisi fisik, berfungsi untuk menyiapkan diri menghadapi kematian,
dan dialami bila pasien dalam kondisi sadar penuh, Pada proses ini : Secara sadar
lansia akan mengulang pengalaman hidupnya secara mendetil, hal yang menjadi
minat utamanya dan bila memungkinkan berupaya terlibat dalam aktifitas itu.
Lansia yang bersangkutan mengidentifikasi apa yang selama ini telah
dipelajarinya dan kontribusi apa yang telah diberikan ke sekelilingnya, maaf
memaafkan menjadi kepedulian utama, lansia menyadari ini merupakan aspek
penting untuk mengatasi masalah yang tidak dapat diselesaikan. Lansia memulai
proses dengan menyatakan selamat berpisah kepada semua aspek kehidupan,
melepaskannya satu persatu pada waktu yang berbeda, aktifitas, peran,
kemandirian/kewenangan.
Berdasarkan studi pendahuluan secara kualitatif di dapatkan data panti
jompo tresna werdha minaula kendari, setiap bulan ada saja lansia yang mengalami
kematian sekitar 2 -3 lansia. Sedangkan penghuni panti baik petugas maupun
lansia sendiri belum mengetahui tata cara mengurus dan merawat jenasah, sesuai
sunnah Nabi Muhammad SAW, Sehingga keinginan untuk membantu,
memebrikan penyuluhan, melatih, dan membina secara kontinyu dan
berkesinambungan perlu dilakukan sebagai bagian mata ajar dalam materi
keperawatan yaitu KDM (kebutuhan dasar manuasia) dalam bentuk “Perawatan
Jenasah”, sehingga sebagai bukti terhadap pengabdian masyarakat di tingkat
Jurusan Keperawatan maka dosen-dosen yang terkait mata ajar berinisiatif untuk
menjadi nara sumber bagi kegiatan tersebut.
Salah satu bagian dari penyuluhan ini, dosen – dosen yang terlibat langsung
dalam penyuluhan dan pelatihan dasar juga telah menjalani tahap pelatihan
merawat, memandikan jenasah sesuai sunnah, sehingga adanya singkronisasi
anatara materi kuliah keperawatan dan materi pelatihan perawatan jenasah, sangat
diharapkan adanya pencapaian tujuan dari kegiatan yang dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam kegiatan
pengabdian masyarakat ini adalah : Apakah Pelatihan dasar dan penyuluhan
Perawatan Jenazah Dapat Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Petugas
Panti dan Perawat Panti?

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah penyuluhan ini perawat panti, petugas panti dan lansia dapat mengetahui
dan mempraktekan perawatan jenazah di PSTW Minaula Kendari tahun 2015
Tujuan Khusus :
1. Memahami tentang pentingnya kehidupan psiko-sosial-spritual sebagai
kebutuhan dasar lansia
2. Memahami tentang penerapan kebutuhan psiko-sosial-spritual sebagai
kebutuhan dasar lansia
3. Memahami tentang tahap-tahap menjelang kematian (pemenuhan kebutuhan
spritual )
4. Memahami tentang pentingnya perawatan jenasah
5. Untuk mempromosikan dan memperkenalkan tehnik pengurusan jenasah sesuai
sunnah dan prinsip-prinsip kesehatan
6. Mampu melakukan perawatan jenasah dengan memandikan jenasah sesuai
sunnah dan prinsip-prinsip kesehatan.
7. Mampu melakukan perawatan jenasah dengan mengkafani jenasah sesuai
sunnah dan prinsip-prinsip kesehatan.
8. Mengimplementasikan unsur tridharma perguruan tinggi dalam bentuk
pengabdian kepada masyarakat.

D. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat bagi PSTW Minaula
Diharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dari petugas panti, perawat dan lansia di PSTW Minaula dalam
perawatan jenazah, meningkatkan kemampuan dalam perawatan jenazah dan
akhirnya terpenuhi kebutuhan psikososial spiritual dari lansia yang berada di
panti.
2. Manfaat bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Diharapkan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi perawat yang akan
mengembangkan peningkatan kebutuhan psikososial spiritual bagi klien
khususnya klien lansia yang berada di panti. Untuk lansia dapat bekerjasama
dengan perawat untuk melakukan perawatan jenasah mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Spiritualitas
1. Konsep Spiritual
a. Definisi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.Spiritualitas mengandung pengertian hubungan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa,
zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).
b. Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan.Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan
dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri,
pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputiaspek sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atauketidakpastian dalam
kehidupan
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatandalam diri
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan denganAllah SWT
c. Dimensi spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan
ketika sedang menghadapistress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi
spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia
(Kozier, 2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
Yang Maha Penguasa.
Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan
orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi tersebut (Hawari, 2002).

2. Kebutuhan spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf (Kozier, 2004). Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual
manusia(Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :
a) Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus
diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b) Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untukmenemukan makna hidup
dalam membangun hubungan yang selarasdengan Tuhannya (vertikal) dan sesama
manusia (horisontat) sertaalam sekitaraya
c) Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatandengan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara
teraturmengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimananseseorang tidak
melemah.
d) Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah danberdosa ini
merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baikbagi kesehatan jiwa seseorang.
Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitupertama secara vertikal adalah kebutuhan akan
bebas dari rasabersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal
yaitubebas dari rasa bersalah kepada orang lain
e) Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance danself esteem),
setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui olehlingkungannya.
f) Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadapharapan masa depan.
Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitujangka pendek (hidup di dunia) dan
jangka panjang (hidup di akhirat).Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan
persiapan bagikehidupan yang kekal di akhirat nanti.
g) Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggisebagai pribadi
yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukanmanusia didasarkan pada tingkat
keimanan seseorang. Apabilaseseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan
Tuhan maka diasenantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.Kebutuhan akan
terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesamamanusia. Manusia hidup saling
bergantung satu sama lain. Oleh karenaitu, hubungan dengan orang disekitarnya
senantiasa dijaga. Manusiajuga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya
sebagai tempathidupnya. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban
untukmenjaga dan melestarikan alam ini.
h) Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilaireligius.
Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengansering berkumpul dengan
orang yang beriman akan mampumeningkatkan iman orang tersebut.

3. Pola Normal Spiritual


Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan
dimensi yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas
keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan
berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang
perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang
klien. Keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan
personal individu. Keyakinan tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam
penyembuhan dan pemulihan fisik (Hamid,2000).
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan
baik kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengena
spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk
makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi (Potter & Perry,
2005).
Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas karena
masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hal tersebur. Perbedaan
definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh tersebut
nantinya dapat mengubah pandangan seseorang mengenai konsep spiritulitas dalam
dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh
(Hawari, 2002).
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak
perawat dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena
menemui kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering
digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius
biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu
tindakan. Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai
praktikyang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry
mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang
dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka (Hawari, 2002)
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses
pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka.
Sedangkan spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang.
Terlepas dari prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan
tersebut (Hawari, 2002)
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang.
Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan terhadap
keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu
mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk
fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari
suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak
atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti (Hawari, 2004).

b. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual


Menurut Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah
mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan
keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan klien
(individu, keluarga danmasyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan
(Gaffar, 1999). Dalam hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan
menyadari bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi.
Usaha perawat menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau menolak
atas asuhan keperawatan, karenanya jangan sampaimuncul klien tergantung pada
perawat/tim kesehatan. Jadi pada dasarnya tanggung jawab seorang perawat adalah
menolong klien dalam membantu klien dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang
biasanya dia lakukan tanpa bantuan. Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat
membantu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan klien, diantaranya : Menciptakan
rasa kekeluargaan dengan klien, berusaha mengerti maksud klien, berusaha untuk selalu
peka terhadap ekspresi non verbal, berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya, berusaha mengenal dan menghargai klien.
Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual
memerlukan hubungan interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya
petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah
orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Kebutuhan spiritual klien
sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan
atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi klienya.
Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi
kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, danberhubungan
serta pengampunan (Hamid, 2000). Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan
tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien,
pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti.

C. Tata Cara Mengurus Jenazah


Rasulallah Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa
memandikan (jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan (aib)nya dengan baik,
maka Allah akan memberikan ampunan empat puluh kali kepadanya. Barangsiapa
membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya, maka akan diberlakukannya pahala
seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal kepadanya sampai hari kiamat
kelak. Barangsiapa mengkafaninya, niscaya Allah akan memakaikannya sundus
(pakaian dari kain sutera tipis) dan istabraq (pakaian sutera tebal) Surga di hari kiamat
kelak.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Al-Hakim berkata; Shahih dengan syarat
Muslim. Dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Hal-hal yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal Apabila menjumpai
seseorang yang telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, maka diharuskan untuk
melakukan hal-hal seperti berikut: Segera memejamkan mata sang mayat dan
mendoakannya, Menutup seluruh badan sang mayat dengan pakaian selain yang
dikenakannya., Menyegerakan pengurusan jenazah hingga proses pemakamannya bila
telah nyata kematiannya. Dan Memandikan mayat

a. Pihak Yang Berhak Mengurusi Jenazah


Hendaknya yang mengurusi jenazah adalah orang yang lebih mengetahui sunnahnya
dengan tingkatan sebagai berikut;

1. Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. Apabila telah
dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya.
Dengan dalil sabda Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam  tentang seorang muhrim (orang
Lٍ ‫ا ْغ ِسلُوهُ بِ َما ٍء َو ِس ْد‬
yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari untanya: ‫ر‬

‫و َكفِّنُوهُ فِي ثَوْ بَ ْي ِه‬,


َ Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua
helai kainnya. [Muttafaqun 'alaih].
2. Orang yang paling berhak memandikan seorang mayit, ialah orang yang diberi wasiat
untuk mengerjakan hal ini. Seseorang terkadang berwasiat karena ingin dimandikan
oleh orang yang bertaqwa, orang yang mengetahui hukum-hukum memandikan mayit.
Dahulu Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu berwasiat supaya dimandikan oleh
isterinya, yaitu Asma' binti Umais, kemudian dia (Asma' binti Umais) mengerjakannya.
Dikeluarkan oleh Malik dalam Al Muwatha', Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah.
Setelah orang yang diberi wasiat, orang yang paling berhak untuk memandikan ialah
bapaknya, kemudian kakeknya, kemudian kerabat dekat dari ashabahnya (kerabat
lelaki). Jika mereka semua sama di dalam hak ini, maka diutamakan orang yang paling
mengetahui hukum-hukum mengurus jenazah.
3. Diperbolehkan bagi suami atau isteri untuk memandikan pasangannya. 
Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepada
'Aisyah Radhiyallahu 'anha: ‫ك‬LLL ِ ُ‫ ْلت‬LLL‫َس‬
ِ ُ‫ك َو َكفَ ْنت‬ َ ‫ت قَ ْبلِ ْي لَغ‬
ِّ ‫وْ ُم‬LLLَ‫ل‬, Seandainya engkau mati
sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu.  [HR Ahmad, Ibnu Majah,
Ad Darimi].
4. Bagi seorang lelaki atau wanita, boleh memandikan anak yang di bawah umur tujuh
tahun, baik laki-laki atau perempuan. Ibnul Mundzir berkata,”Telah sepakat para ulama
yang kami pegang pendapatnya, bahwa seorang wanita boleh memandikan anak kecil
laki-laki." Karena tidak ada aurat ketika hidupnya, maka demikian pula setelah matinya.
[Lihat Al Mulakhash Al Fiqhi (1/207)].
5. Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir.
َ ‫ص ِّل َعلَى َأ‬
Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam: ‫ح ٍد ِم ْنهُ ْم‬ َ ُ‫َوالَ ت‬
ِ L‫ َماتَ َأبَدًا َوالَ تَقُ ْم َعلَى قَ ْب‬, Janganlah engkau menyalatkan seorang yang
‫رُوْ ا بِاهلل‬Lَ‫ر ِه ِإنَّهُ ْم َكف‬L
mati di antara mereka selama-lamanya, dan janganlah engkau berdiri di atas kuburnya,
sesungguhnya mereka kafir kepada Allah. [At Taubah:84]. Yang dimaksud dengan ayat
tersebut, yaitu haram menguburnya seperti mengubur seorang muslim. Akan tetapi kita
gali untuknya lubang, kemudian dimasukkan mayat orang kafir ke dalam lubang
tersebut, atau ditutup dengan sesuatu. Karena Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa
sallam  memerintahkan untuk melempar mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh
dalam Perang Badar ke dalam satu sumur di antara sumur-sumur yang ada di Badar.
[HR Al Bukhari di dalam kitab Al Maghazi].
6. Kaifiyat memandikan jenazah. Hendaklah dipilih tempat yang tertutup, jauh dari
pandangan umum, tidak disaksikan kecuali oleh orang yang memandikan dan orang
yang membantunya. Kemudian melepaskan pakaiannya semula dipakainya setelah
diletakkan kain di atas auratnya, sehingga tidak terlihat oleh seorangpun. Kemudian
dilakukan istinja' terhadap mayit dan dibersihkan kotorannya. Sesudah itu dilakukan
wudhu' seperti wudhu' ketika akan shalat. Akan tetapi, Ahlul Ilmi mengatakan, tidak
dimasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya, namun diambil kain yang dibasahi
dengan air, lalu dipakai untuk menggosokkan giginya dan bagian dalam hidungnya,
kemudian dibasuh kepala dan seluruh tubuhnya, dimulai dengan bagian kanan.
7. Hendaknya dicampurkan daun bidara ke dalam air. Daun bidara tersebut dipakai untuk
membersihkan rambut kepala dan janggutnya. Pada kali yang terakhir diberi kapur
(butir wewangian), karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallammemerintahkan demikian
kepada para wanita yang memandikan putrinya. Beliau bersabda: "Ambillah kapur pada
kali yang terakhir, atau sesuatu dari kapur." Kemudian dikeringkan dan diletakkan di
atas kain kafan. [70 Su'alan Fi Ahkamil Janaiz, Syaikh Muhammad Al 'Utsaimin, hlm.
6].
8. Tidak diperbolehkan untuk mendatangi tempat pemandian mayit, kecuali orang yang
akan memandikan dan orang yang membantunya.
9. Ketika memandikan mayit, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Yang wajib dalam memandikan mayit adalah sekali. Apabila belum bersih, maka tiga
kali dan seterusnya yang diakhiri dengan hitungan ganjil. Dan disunnahkan untuk
menyertainya dengan daun bidara atau sesuatu yang membersihkan, seperti sabun atau
yang lainnya. Hendaknya pada kali yang terakhir, dicampurkan butir wewangian
(kapur). Melepaskan ikatan rambut dan membersihkannya dengan baik, menguraikan
dan menyisir rambutnya, mengikat rambut wanita menjadi tiga ikatan dan meletakkan
di belakangnya. Memulai memandikan dengan bagian tubuhnya yang kanan, anggota
wudhu'nya terlebih dahulu. [Lihat Ahkamul Janaiz, hlm. 48].
10. Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-
sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah
kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di
tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah dan kedua tangannya dengan
penghalang dari kain atau yang lainnya.
11. Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah selesai memandikan mayit.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‫ضْأ‬
َّ ‫َم ْن َغس ََّل َميِّتًا فَ ْليَ ْغتَ ِسلْ َو َم ْن َح َملَهُ فَ ْليَت ََو‬
Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa
yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu'. [HR Ahmad, Abu Dawud dan
beliau menghasankannya].
12. Seorang yang mati syahid (terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan,
meskipun dia dalam keadaan junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang menempel
padanya. Dalam hadits Jabir Radhiyallahu 'anhu : ‫ َد ْف ِن‬Lِ‫ َر ب‬L‫سلَّ َم َأ َم‬ َ ‫َأ َّن النَّبِ َي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َّ ‫ ُشهَدَا ِء ُأ ُح ٍد فِي ِد َماِئ ِه ْم َولَ ْم يُغ‬Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa
َ ‫لُوْ ا َولَ ْم ي‬L‫َس‬
‫ َّل َعلَ ْي ِه ْم‬L‫ُص‬
sallam memerintahkan untuk mengubur para syuhada' Uhud dalam (bercak-bercak )
darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. [HR Al Bukhari]. Hukum ini
khusus bagi syahid ma'rakah (orang yang terbunuh di medan perang). Adapun orang
yang mati terbunuh karena membela hartanya atau kehormatannya, mereka tetap
dimandikan, meskipun mereka juga syahid. Demikian pula orang yang mati karena
wabah tha'un, atau karena penyakit perut, mati tenggelam atau terbakar. Meskipun
mereka syahid, mereka tetap dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/364).
13. Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka
dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah yang marfu': ‫َو الطِّ ْف ُل (و‬
ْ ِ‫ ِه ب‬Lْ‫ ْدعَى لِ َوالِ َدي‬Lُ‫صلَّى َعلَ ْي ِه َوي‬
‫ ِة‬L‫ال َم ْغفِ َر ِة َوالرَّحْ َم‬L َ ُ‫ ال ِّس ْقطُ) ي‬:‫في رواية‬, Seorang anak kecil (dan
dalam satu riwayat, janin yang mati keguguran), dia dishalatkan dan dido'akan untuk
kedua orang tuanya dengan ampunan dan rahmat.  [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].
Karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh, sebagaimana dalam hadits
tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dari Abdullah
bin Mas'ud.

b. Alat Dan Bahan Yang Diperlukan

1. Gunting, untuk menggunting pakaian si mayit sebelum dimandikan.


2. Sarung tangan bagi petugas yang memandikan mayit.
3. Sabut penggosok (spons).
4. Alat penumbuk dan cawan besar untuk menghaluskan kapur barus.
5. Perlak plastik atau sejenisnya.
6. Sidr (perasan daun bidara), bila sulit didapatkan boleh menggantinya dengan
shampoo dan sabun.
7. Kapur barus.
8. Masker bagi petugas.
9. Kapas.
10. Air.
11. Minyak wangi kesturi.
12. Plester perekat.
13. Gunting kuku dan rambut.
14. Handuk atau sejenisnya
15. Sisir
16. Kain kafan; dua lembar berwarna putih bersih dan satu kain putih bergaris
(hibarah) atau tiga lembar seluruhnya berwarna putih bersih bagi laki-laki.

c. Tata Cara Memandikan Jenazah

1. Menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Melepas pakaiannya (dengan


menggunakan gunting) serta menutupinya dari pandangan orang banyak.

2. Hendaknya melemaskan persendian si mayit, memotong kumisnya, kukunya dan


bulu ketiaknya jika kebetulan panjang. Sedangkan bulu kemaluan tidak boleh
dipotong karena termasuk aurat yang vital.
3. Mengangkat kepalanya sampai seolah-olah dalam posisi duduk, lalu mengurut
perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih tersisa dalam
perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran yang
keluar.
4. Petugas menggunakan sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit
(membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh
langsung auratnya. Dianjurkan air yang dipakai adalah air yang sejuk, kecuali bila
dibutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran yang melekat di jasad si mayit.
Namun jangan mengerik atau menggosok mayit dengan keras.
5. Kemudian mengucapkan basmalah dan mewudhu’kan si mayit sebagaimana wudhu
untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si
mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang
dibasahi diantara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidung
sampai bersih.
6. Setelah mewudhukan dianjurkan untuk mencuci rambut dan janggutnya dengan
busa perasan daun bidara. Bagi jenazah wanita, bila rambutnya dikepang diurai
terlebih dahulu baru dicucikan rambutnya.

7. Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit dari bagian depan
dilanjutkan ke bagian belakang dengan cara memiringkan si mayit ke sebelah kiri
petugas. Demikian pula anggota badan sebelah kiri. Jumlah siraman dengan
bilangan yang ganjil sampai dianggap bersih. Hendaknya memandikan dengan
menggunakan perasan daun bidara setiap kali siraman atau sabun.
8. Setiap kali membasuh bagian perut si mayit, keluar kotoran dari perutnya,
hendaknya langsung dibersihkan.

9. Dianjurkan siraman terakhir dengan menggunakan kapur barus.


10. Setelah selesai memandikannya hendaknya mengeringkan dengan handuk atau
sejenisnya.
11. Dianjurkan menyisir rambut si mayit. Adapun jenzah wanita, rambutnya dikepang
tiga dan diletakkan ke belakang punggungnya.
12. Apabila masih keluar kotoran setelah dimandikan, hendaklah menutup
kemaluannya dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena
najis lalu si mayit diwudhukan kembali
13. Janin yang gugur, bila telah mencapai empat bulan jenazahnya hendaklah
dimandikan, dikafani, dishalatkan dan diberi nama.
14. Bila tidak terdapat air, si mayit cukup ditayamumkan saja.

d. Tata Cara Mengkafani Jenazah

1. Tiga kain kafan dibentangkan dan disusun tiga lapis. Kain kafan yang langsung
bersentuhan dengan jenazah terlebih dahulu diberikan wewangian. Kemudian
meletakkan si mayit di atas kain kafan dalam posisi terlentang. Lalu letakkan kapas
yang telah dibubuhi wewangian pada selangkangan si mayit atau pada lipatan tubuh
yang lain.

2. Hendaklah menyediakan kain yang telah dibubuhi kapas untuk menutup aurat si mayit
dengan melilitkannya (seperti melilit popok bayi).
3. Hendaklah membubuhi wewangian pada lekuk-lekuk wajah si mayit seperti dua mata,
lubang hidung, bibir, kedua telinga dan ketujuh anggota sujudnya. Dan dibolehkan
juga membubuhi seluruh anggota badannya dengan wewangian.

4. Lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan, baru yang sebelah kiri sambil
mengambil handuk penutup auratnya. Menyusul lembaran kedua dan ketiga.
Wewangian juga dibubuhkan di sela-sela ketiga kain kafan tersebut dan bagian kepala
si mayit.
5. lalu gulunglah sisa kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas
ikatannya. Kemudian lipat ke arah kaki dan kepalanya. Jumlah sisa kain kafan sebelah
atas lebih banyak daripada sisa kain kafan di bagian bawah. Lalu ikatlah dengan tujuh
utas tali (tali diikatkan di; atas kepala, leher, dada, perut, paha, betis, dan setelah kaki).
Dibolehkan juga pengikatan kurang dari tujuh utas tali, sebab maksud pengikatan agar
kain kafan tersebut tidak lepas (terbuka).
6. Jenazah wanita dikafani dengan lima helai kain; kain sarung untuk menutupi bagian
bawahnya, baju kurung (yang terbuka sisi kanan dan kirinya), kerudung untuk
menutupi kepalanya, serta dua helai kain kafan yang digunakan untuk menutupi
sekujur tubuhnya.

e. Ketentuan Mandi Bagi Yang Memandikan Jenazah Dan Berwudhu Bagi Yang
Menandu Keranda Jenazah.

Disunnahkan bagi orang yang telah memandikan jenazah untuk mandi. Rasulallah
Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda; ” ‫ْأ‬LL‫ض‬
َّ ‫هُ فَ ْليَتَ َو‬LLَ‫لْ َو َم ْن َح َمل‬LL‫ا فَ ْليَ ْغت َِس‬LLً‫ َل َميِّت‬LL‫َس‬
َّ ‫ َم ْن غ‬,
Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang
memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu'.[HR Ahmad, Abu Dawud dan beliau
menghasankannya].

f. Tata Cara Shalat Jenazah

Shalat jenazah memiliki tata cara yang berbeda dengan shalat yang lain, karena
shalat ini dilaksanakan tanpa ruku’, tanpa sujud, tanpa duduk, dan tanpa tasyahhud (Al-
Muhalla, 3/345). Berikut perinciannya:

1. Bertakbir 4 kali, demikian pendapat mayoritas shahabat, jumhur tabi‘in, dan madzhab
fuqaha seluruhnya. 
2. Takbir pertama dengan mengangkat tangan, lalu tangan kanan diletakkan di atas tangan
kiri (sedekap) sebagaimana hal ini dilakukan pada shalat-shalat lain. Al-Imam Al-
Hafizh Ibnul Qaththan t berkata: “Ulama bersepakat bahwa orang yang menshalati
jenazah, ia bertakbir dan mengangkat kedua tangannya pada takbir yang awal.” (Al-
Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’, 1/186) Ibnu Hazm t menyatakan: “Adapun mengangkat tangan
ketika takbir dalam shalat jenazah, maka tidak ada keterangan yang menunjukkan
bahwa Nabi n melakukannya, kecuali hanya pada awal takbir saja.” (Al-Muhalla,
3/351) Asy-Syaikh Al-Albani t berkata: “Tidak didapatkan dalam As-Sunnah adanya
dalil yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat tangan pada selain takbir yang
pertama. Sehingga kita memandang meng-angkat tangan di selain takbir pertama
tidaklah disyariatkan. Demikianlah pendapat madzhab Hanafiyyah dan selain mereka.
Pendapat ini yang dipilih oleh Asy-Syaukani t 21 dan lainnya dari kalangan
muhaqqiq.” (Ahkamul Jana`iz , hal.148)
3. Setelahnya, berta‘awwudz lalu membaca Al-Fatihah22 dan surah lain dari Al-
Qur`an23. Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf berkata: “Aku pernah shalat jenazah di
belakang Ibnu ‘Abbas c, ia membaca Al-Fatihah dan surah lain. Ia mengeraskan
(menjahrkan) bacaannya hingga terdengar oleh kami. Ketika selesai shalat, aku
memegang tangannya seraya bertanya tentang jahr tersebut. Beliau menjawab:
“Hanyalah aku menjahrkan bacaanku agar kalian mengetahui bahwa (membaca Al-
Fatihah dan surah dalam shalat jenazah) itu adalah sunnah24 dan haq (kebenaran)25”.
4. Sebenarnya bacaan dalam shalat jenazah tidaklah dijahrkan namun dengan sirr (pelan),
berdasarkan keterangan yang ada dalam hadits Abu Umamah bin     Sahl, ia berkata:
“Yang sunnah dalam shalat jenazah, pada takbir pertama membaca Al-Fatihah dengan
perlahan kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam setelah takbir yang
akhir.”Ibnu Qudamahtberkata: “Bacaan (qira`ah) dan doa dalam shalat jenazah dibaca
secara sirr. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini di
kalangan ahlul ilmi. Adapun riwayat dari Ibnu ‘Abbas c di atas, maka kata Al-Imam
Ahmad t: ‘Hanyalah beliau melakukan hal itu (men-jahrkan bacaan) untuk mengajari
mereka’.” (Al-Mughni, fashl Al-Israr bil Qira`ah wad Du’a` fi Shalatil Janazah) Al-
Imam Asy-Syaukani t berkata: “Jumhur ulama berpendapat tidak disunnahkan
menjahrkan bacaan dalam shalat jenazah.” (Nailul Authar 4/81)
5. Takbir kedua, lalu bershalawat untuk Nabi n sebagaimana lafadz shalawat dalam
tasyahhud. (Al-Mughni, fashl Al-Israr bil Qira`ah wad Du’a` fi Shalatil Janazah, Asy-
Syarhul Mumti’, 2/526)
6. Takbir ketiga, lalu berdoa secara khusus untuk si mayat secara sirr menurut pendapat
jumhur ulama. (Al-Minhaj 7/34) Nabi bersabda: “Apabila kalian menshalati mayat,
khususkanlah doa untuknya. Kata Al-Munawi t menerangkan makna hadits di atas:
“Yakni doakanlah si mayat dengan ikhlas dan menghadirkan hati karena maksud dari
shalat jenazah tersebut adalah untuk memintakan ampun dan syafaat bagi si mayat.
Diharapkan permintaan tersebut akan dikabulkan dengan terkumpulnya keikhlasan dan
doa dengan sepenuh hati.” (Catatan kaki Ahkamul Janaiz, hal. 156)
7. Dalam hal ini, mengucapkan doa yang pernah diajarkan Nabi n lebih utama daripada
mengamalkan yang selainnya. (Asy-Syarhul Mumti‘ 2/530, At-Ta‘liqat Ar Radhiyyah
1/444). Di antara sekian doa yang pernah diucapkan Nabi n untuk jenazah adalah:
“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa
wassi’ mudkhalahu. Waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barad. Wa naqqihi minadz
dzunuubi wal khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Wa abdilhu
daaran khairan min daarihi, wa zaujan khairan min zaujihi. Wa adkhilhul jannata wa
a’idz-hu min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabin naari.”

“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Lindungilah dia dari perkara yang tidak baik
dan maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskan/ lapangkanlah tempat
masuknya. Basuhlah ia (dari bekas-bekas dosa) dengan air,     salju dan es. Sucikanlah
dia dari kesalahan-kesalahannya sebagaimana engkau mensucikan pakaian putih dari
noda. Gantikanlah untuknya negeri yang lebih baik daripada negerinya, keluarga yang
lebih baik daripada keluarganya dan pasangan yang lebih baik daripada pasangan
hidupnya. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dia dari adzab kubur dan adzab
neraka.”

“Allahummaghfir lihayyinaa wa mayyitinaa, wa syaahidinaa wa ghaa-ibinaa, wa


shaghiirinaa wa kabiirinaa, wadzakarinaa wa utsaanaa. Allahumma man ahyaitahu
minna fa ahyihi ‘alal Islaam, wa man tawaffaitahu minnaa fa tawaffahu ‘alal imaan.
Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa tudhilnaa ba’dahu.” “Ya Allah, ampunilah
orang yang masih hidup di antara kami dan orang yang sudah meninggal, orang yang
sekarang ada (hadir) dan orang yang tidak hadir, anak kecil di antara kami dan orang
besar, laki-laki dan wanita kami. Ya Allah siapa yang engkau hidupkan di antara kami
maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yang engkau wafatkan di antara kami
maka wafat-kanlah dia di atas iman. Ya Allah janganlah engkau haramkan bagi kami
pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami sepeninggalnya.”

Bila mayat itu anak kecil, maka disenangi untuk mendoakan kedua orang tuanya31
agar mendapatkan ampunan dan rahmah seperti tersebut dalam hadits Al-Mughirah bin
Syu‘bah z. Ulama menganggap baik untuk mengucapkan doa berikut ini:
“Allahummaj’alhu dzukh-ran liwaalidaihi wa farathan wa ajran wa syafii’an mujaaban.
Allahumm tsaqqil bihi mawaaziinahuma wa a’dhim bihi ujuurahuma wa alhiq-hu bi
shaalihi salafil mukminin. Waj’alhu fii kifaalati Ibraahiima wa qihi birahmatika
‘adzaabal Jahiim dst” Artinya: “Ya Allah jadikanlah anak ini (si mayat) sebagai
pendahulu bagi kedua orang tuanya, tabungan/ simpanan dan pahala bagi keduanya. Ya
Allah beratkanlah timbangan keduanya dengan kematian si anak, besarkanlah pahala
keduanya. Ya Allah, jadikanlah anak ini dalam tanggungan Nabi Ibrahim33 dan
gabungkanlah dia dengan pendahulu yang shalih dari kalangan (anak-anak kecil) kaum
mukminin. Lepaskanlah dia dari adzab neraka Jahim dengan rahmat-Mu34.
Gantikanlah untuknya rumah/ negeri yang lebih baik daripada rumah/ negerinya,
keluarga yang lebih baik daripada keluarganya. Ya Allah, ampunilah salaf kami, orang-
orang yang mendahului kami dan orang-orang yang mendahului kami dalam
keimanan.”35 (Al-Mughni, fashl Ad-Du’a` li Walidayith Thifl Al-Mayyit).

Pada takbir terakhir, disyariatkan berdoa sebelum mengucapkan salam dengan dalil
hadits Abu Ya‘fur dari Abdullah bin Abi Aufa z ia berkata: “Aku menyaksikan Nabi n
(ketika shalat jenazah) beliau bertakbir empat kali, kemudian (setelah takbir keempat)
beliau berdiri sesaat –untuk berdoa–.” Al-Imam Ahmad berpendapat disunnahkan
berdoa setelah takbir terakhir ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
Masa`il Al-Imam Ahmad (153). Demikian pula pendapat dalam madzhab Asy-
Syafi‘iyyah. (Ahkamul Jana`iz, hal. 161)

Kemudian salam seperti salam dalam shalat lima waktu, dan yang sunnah diucapkan
secara sirr (pelan), baik ia imam ataupun makmum. (Al-Hawil Kabir 3/55-57, Nailul
Authar 4/82) Demikian yang bisa kami susun untuk pembaca yang mulia. Semoga
Allah I menja-dikannya bermanfaat untuk kami pribadi dan orang yang membacanya.
Amin. Kebenaran itu datangnya dari Allah I. Adapun bila ada kesalahan dan kekeliruan
maka hal itu semata karena kebodohan kami. Kami istighfar (memohon ampun)
karenanya kepada At-Tawwabur Rahim (Dzat Yang Banyak Mengampuni hamba-
hamba-Nya lagi Maha Penyayang).
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah


Masalah yang ditemukan dari hasil observasi awal bahwa masih banyak
perawat, petugas panti dan lansia yang belum mengetahui bagaimana melakukan
perawatan jenazah ketika ada lansia yang meninggal di lingkungan panti, selainitu
masih belum terpenuhinya kebutuhan psikososial dan spiritual dari para lansia yang
berada di panti.
Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk melakukan suatu kegiatan
pelatihan yang ditujukan kepada petugas panti dan perawat di PSTW Minaula.

B. Khalayak Sasaran
Sasaran peserta penyuluhan dan pelatihan dasar perawatan jenazah adalah
petugas panti dan perawat panti yang berjumlah 20 orang, serta lansia yang berada di
panti yang memiliki kemampuan untuk belajar dan motivasi yang kuat dalam
mengurus teman-temannya yang meninggal, lansia : 10 orang lansia laki-laki, dan 10
orang lansia perempuan. Sehingga jumlah total peserta : 40 orang

C. Metode Pengabdian
Metode yang digunakan adalah bersifat persuasif edukatif, dengan
menggabungkan metode ceramah dan tanya jawab. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para peserta dalam menjalani hidup sehat
tanpa hipertensi.
Metode yang digunakan adalah metode komunikasi efektif, penyuluhan dan pelatihan
dasar menggunakan beberapa media penyuluhan antara lain meliputi:
1. Audio visual/sound slides
2. Diskusi formal/informal
3. Lembaran informasi/leaflet

D. Alur Pelaksanaan Penyuluhan

 Pembentukan  Pembuatan spanduk  Survey pendahuluan


Panitia  Pengadaan Konsumsi  Perizinan
 Rapat Persiapan

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

 Persiapan Ruangan
 Absensi Peserta
 Pembukaan
 Sambutan/Pengarahan
 Pemberian Materi
 Diskusi/tanya jawab
 Evaluasi
 Penutupan

PENYUSUNAN
LAPORAN
E. Waktu dan Tempat Kegiatan
1. Waktu kegiatan selama 3 hari yaitu : pada hari Rabu, tanggal 5 Agustus 2015,
sebagai persiapan, pelaksanaan pelatihan pada hari kamis, tanggal 6 Agustus 2015,
jam 08.00 – 13.00 dan hari jumat pada tanggal 7 Agustus 2015, jam 08.00 – 12.00.
2. Lokasi Kegiatan : PSTW Minaula Ranomeeto Kab Konsel

F. Sarana dan alat


1. Leaflet
2. Layar
3. LCD
4. Laptop
5. Kain Kafan
6. Kapur Barus
7. Ember
8. Gayung
9. Minyak wangi
10. Torn
11. Handuk
12. Sabun
13. Handskun
14. Masker
15. Celemek
16. Badpan
17. Kain panjang
18. Sisir
19. Gunting
20. Pemotong kuku
21. Perlak plastik
22. Tali rapiah

G. Keterkaitan dengan Instansi Lain


Kegiatan ini bekerjasama dengan Pihak PSTW Minaula Kendari dan
Kementrian Sosial, sasaran dari kegiatan ini adalah perawat dan petugas panti serta
kader posyandu lansia di PSTW Minaula sehingga bermanfaat bagi peningkatan
pengetahuan dan keterampilan.

H. Rancangan Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sehingga lebih
efektif dalam pemberian materi pelatihan. Terdiri dari :
- Peserta pelatihan mampu menjelaskan cara merawat jenasah
- Peserta pelatihan mampu mempraktekkan cara memandikan jenasah
- Peserta pelatihan mampu mempraktekkan cara mengkafani jenasah
- Peserta pelatihan mampu mempraktekkan cara sholat jenasah
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

A. Rencana Anggaran Biaya

Rincian Anggaran Biaya Kegiatan PKM

No URAIAN KEGIATAN JUMLAH JUMLAH BIAYA


1 Transportasi dosen dan pemateri selama 2
hari :
5 orang dosen dan 2 pemateri x 2 hari x 455.000 910.000
65.000
2 Konsumsi untuk 2 hari :
a. Makan siang:
1. Dosen (5 orang ) + Pemateri (2 orang) +
Monet (1 orang) : 8 orang x 30.000 240.000 480.000
2. Peserta lansia : 20 orang x 25.000 500.000 1.000.000
3. Petugas panti : 20 orang x 25.000 500.000 1.000.000
b. Snack:
1. Dosen (5 orang ) + Pemateri (2 orang) +
Monet (1 orang) : 8 orang x 15.000 120.000 240.000
2. Peserta lansia : 20 orang x 10.000 200.000 400.000
3. Petugas panti : 20 orang x 10.000 200.000 400.000
3 Honor pemateri 2 orang :
1. Ka. Divisi Muslimah ICM kendari 5 jam x Rp 27.500 275.000
x 2 hari
2. Ka. Bidang sosial perawatan jenasah 5 jam x Rp 27.500 275.000
divisi muslimah ICM kendari x 2 hari

2 Survey Lapangan 1 paket 200.000 200.000


3 Perizinan 1 paket x 200.000 200.000 200.000
4 Spanduk dan Poster 1 paket x 200.000 200.000 200.000
5 Pengadaan laporan 1 paket x 200.000 200.000 200.000
6 Pengadaan alat dan bahan dan penyuluhan 1.500.000 1.500.000
pelatihan jenasah 2 paket (Kain Kafan, Kapur
Barus, Ember, Gayung, Minyak wangi, Torn,
Handuk, Sabun, Handskun, Masker, Celemek,
Badpan, Kain panjang, Sisir, Gunting,
Pemotong kuku, Perlak plastik, Tali rapiah )
7 Hadiah pemateri dan peserta terbaik 400.000 400.000
TOTAL Rp. 7.810.000

B. Jadwal Kegiatan

No UraianKegiatan Minggu

I II III IV

1 Rapatpesiapan dan teknik pelaksanaa

2 Penyusunan Proposal

3 Survey Pendahuluan

4 Perizinan

5 Pelaksanaan Kegiatan

6 Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Alimul., Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi konsep dan


proses Keperawatan, 2009. Penerbit Salemba Medika
Allen, Carol Vestal, 1998, Memahami proses keperawatan dengan pendekatan
latihan, alih bahasa Cristantie Effendy, jakarta:EGC
Belland, Kethleen Hoerth & Wells, Mary Ann, 1986, Clinical Nursing Procedures,
California:jones and Bartlett Publisher
Craven, Ruth, 1999, Fundamental of Nursing:human Health and Function,
Philadelphia:Lippincott
M. Nashiruddin Al-Albani. 1999. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah. Jakarta:
Gema Insani
Buku P3KMI terbitan IAIN Surakarta 2012
Christriyati Ariani. 2002. Motivasi Peziarah. Yogyakarta: Putra Widya. 
M. Nashiruddin Al-Albani. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah. (Jakarta: Gema
Insani, 1999), hlm. 23-27
HR. Al-Bukhari no. 1265 dalam Shahih-nya, Kitab Al-Jana`iz, bab Al-Kafan fi
Tsaubaini dan Muslim no. 1206, kitab Al-Hajj, bab Ma Yuf’alu bil Muhrim
idza Maata.
HR. Ahmad 6/228 dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam
Ahkamul Jana`iz, hal. 67.
HR. Ahmad 6/267, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil t dalam Al-Jami’ush Shahih
2/248
HR. Al-Bukhari no. 2442, kitab Al-Mazhalim, bab La Yazhlimul Muslim Al-
Muslima wa Yuslimuhu dan Muslim no. 2580, kitab Al-Birru wash Shilah
wal Adab, bab Tahrimuzh Zhulm
HR. Al-Hakim 1/354, 362. Ia berkata tentang hadits ini: “Shahih di atas syarat
Muslim”. Adz-Dzahabi menyepakatinya. Asy-Syaikh Al-Albani t berkata
dalam Ahkamul Jana`iz hal. 69: “Hadits ini memang shahih di atas syarat
Muslim sebagaimana yang dikatakan keduanya.”
HR. Abu Dawud no. 3141, Kitab Al-Jana`iz, bab Fi Satril Mayyit ‘inda Ghaslihi,
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud
HR. Al-Bukhari no. 1253, Kitab Al-Jana`iz bab Ghuslil Mayyit wa Wudhu‘ihi bil
Ma‘i was Sidr dan Muslim no. 939 Kitab Al-Jana`iz bab Fi Ghuslil Mayyit
HR. Al-Bukhari no. 1260, Kitab Al-Jana`iz, bab Naqdhu Sya’ril Mar`ah dan
Muslim no. 939
HR. Muslim no. 338 kitab Al-Haidh, bab Tahrimun Nazhar ilal ‘Aurat
HR. Al-Bukhari no. 1262, bab Yuj’al Sya’rul Mar`ati Tsalatsata Qurun
Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Hukum dan Tata Cara Mengurus
Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bogor: Pustaka Imam As-
Syafi’i, 2005.
Al-Maktab At-Ta’awuni Li Ad-da’wah Al-Irsyad wa Tau’iyah Al-Jaliat Fi
Sulthanah, Cara Mudah Mengurus Jenazah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia,
April 2006.
Al-Jibrin, Abdullah bin Abdurrahman, Tuntutan Shalat dan Mengurus Jenazah,
Solo: Penerbit At-Tibyan, 2002.
As-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-
Tazkia, 2006.
Al-Asqalani, Imam Ibnu Hajar, Fathul Baari, Jakarta: Pustaka Azzam, Nopember
Lampiran 1
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA
a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap ( dengan gelar ) Indriono Hadi, S.Kep, Ns, M.Kes
2. Jenis Kelamin Laki-laki
3. Jabatan Fungsional Lektor
4. NIP/NIK/Identitas lain 197003301995031001
5. NIDN 4030037001
6. Tempat dan tanggal lahir Sidoarjo, 30 Maret 1970
7. E-mail indrionohadi@gmail.com
8. Nomor Telepon/HP 085241680789
9. Alamat Kantor Poltekkes Kendari
10. Nomor Telepon/Faks 0401393339
11. Mata Kuliah yang Diampu Ilmu Biomedik Dasar (Anatomi Fisiologi),
Patologi, Keperawatan Medikal Bedah I,
Keperawatan Medikal Bedah II
b. Riwayat Pendidikan
S-I S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin -
Makassar Makassar
Bidang Ilmu Keperawatan Biomedik / Faal -
Tahun Masuk-lulus 1999 - 2002 2004 - 2007 -
c. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan/Sumber Pendanaan/jmlh/Juta

d. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun terakhir


No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol/Nomor/Tahun
1.
2.
Ketua Tim,

( Indriono Hadi, S,Kep, Ns, M.Kes )


Nip. 197003301995031001
Lampiran 2
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA
a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap ( dengan gelar ) Lilin Rosyanti, S.Kep., Ns., M.Kep
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Jabatan Fungsional -
4. NIP/NIK/Identitas lain 19761122200112200
5. NIDN -
6. Tempat dan tanggal lahir Kendari, 22 Nopember 1976
7. E-mail -
8. Nomor Telepon/HP 085253994756
9. Alamat Kantor Poltekkes Kendari
10. Nomor Telepon/Faks -
11. Mata Kuliah yang Diampu 1. Kebutuhan Dasar Manusia
2. Kegawatdaruratan

b. Riwayat Pendidikan
S-I S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Hasanudin Universitas Padjajaran -
Tinggi
Bidang Ilmu Keperawatan Keperawatan -
Tahun Masuk-lulus 2005 - 2008 2010 - 2012 -
c. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan/Sumber Pendanaan/jmlh/Juta

d. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun terakhir


No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol/Nomor/Tahun
1.
2.
Anggota Tim,

( Lilin Rosyanti., S.Kep., Ns, M.Kep )


Nip. 197611222001122001
Lampiran 3

BIODATA KETUA DAN ANGGOTA


a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap ( dengan gelar ) Hj.Nuraeni Noer., SST
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Jabatan Fungsional Lektor
4. NIP/NIK/Identitas lain 195106151974052001
5. NIDN -
6. Tempat dan tanggal lahir Kendari, 15 Juni 1951
7. E-mail -
8. Nomor Telepon/HP 085253994756
9. Alamat Kantor Poltekkes Kendari
10. Nomor Telepon/Faks -
11. Mata Kuliah yang Diampu Kebutuhan Dasar Manusia, KDK

b. Riwayat Pendidikan
S-I S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Hasanudin -
Bidang Ilmu Keperawatan -
Tahun Masuk-lulus -
c. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan/Sumber Pendanaan/jmlh/Juta

d. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun terakhir


No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol/Nomor/Tahun
1.
2.
Anggota Tim,

( Hj.Nuraeni Noer., SST )


Nip. 195106151974052001
Lampiran 4
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA

a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap ( dengan gelar ) Sahmad., S.Kep., Ns., M.Kep
2. Jenis Kelamin Laki-Laki
3. Jabatan Fungsional -
4. NIP/NIK/Identitas lain 197803272005011001
5. NIDN -
6. Tempat dan tanggal lahir Tamboli, 27 Maret 1978
7. E-mail -
8. Nomor Telepon/HP 085398511474
9. Alamat Kantor Poltekkes Kendari
10. Nomor Telepon/Faks -
11. Mata Kuliah yang Diampu Konsep dasar keperawatan, Manajemen
Keperawatan dan Manajemen Puskesmas
b. Riwayat Pendidikan
S-I S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Hasanudin Universitas Hasanudin -
Bidang Ilmu Keperawatan Keperawatan -
Tahun Masuk-lulus 2004 -2008 2011-2013 -
c. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun terakhir
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan/Sumber Pendanaan/jmlh/Juta

d. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun terakhir


No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol/Nomor/Tahun
1.
2.

Anggota Tim,

( Sahmad., S.Kep., Ns., M.Kep )


Nip. 197803272005011001
Lampiran 5
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA
a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap ( dengan gelar ) Dian Yuniar SR., SKM., M.Kep
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Jabatan Fungsional -
4. NIP/NIK/Identitas lain 198006202014022002
5. NIDN -
6. Tempat dan tanggal lahir Bandung, 20 Juni 1980
7. E-mail dian.yuniar.sr@gmail.com
8. Nomor Telepon/HP 0811407370
9. Alamat Kantor Poltekkes Kendari
10. Nomor Telepon/Faks -
11. Mata Kuliah yang Diampu Keperawatan Komunitas, Keperawatan
Gerontik dan Keperawatan Keluarga

b. Riwayat Pendidikan
S-I S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Respati Universitas -
Tinggi Indonesia Padjadjaran
Bidang Ilmu Kesmas Keperawatan -
Tahun Masuk-lulus 2002-2004 2009 - 2012 -

c. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun terakhir


No Tahun Judul Penelitian Pendanaan/Sumber Pendanaan/jmlh/Juta

d. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun terakhir


No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol/Nomor/Tahun
1.
2.
Anggota Tim,

( Dian Yuniar., SR., SKM., M.Kep )


Nip. 198006202014022002

Anda mungkin juga menyukai