2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konseling dengan
Pendekatan Humanistik” yang disusun dan diajukan untuk memperoleh nilai Praktikum Mata
Kuliah Konseling.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak menemui hambatan dan
rintangan, namun berkat tekad dan dorongan yang kuat dari berbagai pihak akhirnya makalah
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, terutama kepada :
1. Ridwan Setiawan, S. Kp, M. Kes, selaku Ketua Program Studi D-IV Promosi
Kesehatan.
2. Dhimas Herdhianta, SKM., M. Kes, selaku Dosen Pembimbing mata kulaih
Knseling.
3. Rekan-rekan seangkatan, Kelompok 4 Program Studi D-IV Promosi Kesehatan.
Demikian penyusunan makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Terima kasih untuk semua bimbingan, arahan, dan saran yang telah
diberikan oleh semua pihak kepada penulis. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan
kemudahan kepada kita semua.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................2
C. Tujuan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................3
A. Kesimpulan...........................................................................15
B. Saran.....................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling merupakan bagian dari bimbingan baik sebagai pelayanan maupun sebagai
teknik. Konseling merupakan inti dari bagian bimbingan secara keseluruhan dan lebih
berkenaan dengan masalah individu secara pribadi. Mortensen (1964; 301) mendefinisikan
konseling sebagai suatu proses antar pribadi, dimana satu orang yang satu dibantu oleh orang
yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
Jones (1970: 96) menyebutkan bahwa konseling sebagai suatu hubungan professional anatara
konselor yang terlatih dengan klien. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan ini biasanya
bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua
orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap
ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang berarti dan memadai bagi
dirinya.
Banyak sekali teknik dan teori konseling yang digunakan dalam proses konseling dan
proses konseling itu dikemas secara singkat dan mendalam. Salah satunya konseling gestalt
yang diciptakan dan dikembangkan oleh Frederick ("Fritz") Perls dan Laura Perls, serta tidak
luput juga dari figur kunci lain yakni almarhum Miriam Polster dan Erving Polster.
Pendekatan ini merupakan sebuah terapi pengalaman yang menekankan terhadap tingkat
kesadaran saat ini atau keadaan sekarang dan integrasi bagian-bagian kepribadian yang
terfragmentasi. Selanjutnyan pendekatan ini berfokus pada "apa" dan "bagaimana" perilaku
dan pada peran diri yang belum terselesaikan pada masa lalu dalam mencegah fungsi yang
efektif dimasa sekarang.(Corey, 2012).
Kata gestalt dalam bahasa jerman merupakan sebuah kata benda yang berarti bentuk
atau sebuah wujud. Dalam makna kata kerjanya adalah untuk membentuk, untuk mode, untuk
mengatur dan untuk stuktur. Konsep utama karya ekperimental konseling gestal adalah
memperlihatkan bahwa manusia tidak menilai berbagai hal secara sendiri melainkan dengan
mengoranisasikannya melalui proses preseptual menjadi keseluruhan yang bermakna. Seperti
halnya, ketika seseorang melihat sebaris titik-titik mungkin bisa dipersepsi sebagai sebuah
garis lurus.(Retnowati, 2013).
iv
Konseling Gestalt adalah sebuah pendekatan eksistensial-fenomenologis yang
berdasarkan pada prinsip bahwa individu harus dipahami dalam konteks hubungan
berkelanjutan mereka dengan lingkungannya. Pendekatan yang dirancanga untuk membantu
orang mengalami momen saat ini secara lebih penuh dan mendapatkan kesadaran tentang apa
yang mereka lakukan. Pendekatannya adalah pengalaman dalam bahwa klien datang untuk
memahami apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan lakukan saat mereka berinteraksi dengan
terapis. Klien diasumsikan memiliki kapasitas untuk melakukan melihat, merasakan,
merasakan, dan menafsirkan sendiri. Pertumbuhan terjadi melalui hubungan aku/kamu
daripada melalui teknik atau interpretasi terapis. Hubungan terapeutik ini adalah konteks
untuk merancang eksperimen yang tumbuh dari pengalaman momen ke momen.(Corey,
2012).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diambil dalam makalah ini ialah bagaimana mengaplikasikan
pendekatan konseling Gestalt pada bidang pelayanan kesehatan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui konseling dengan pendekatan Gestalt.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian pendekatan Gestalt
b. Untuk mengetahui sejarah pendekatan Gestalt
c. Untuk mengetahui konsep dasar pendekatan Gestalt
d. Untuk mengetahui karakteristik pendekatan Gestalt
e. Untuk mengetahui tujuan pendekatan Gestalt
f. Untuk mengetahui peran konselor dalam pendekatan Gestalt
g. Untuk mengetahui deskripsi proses konseling melalui pendekatan Gestalt
h. Untuk mengetahui teknik konseling melalui pendekatan Gestalt
i. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan Gestalt
j. Untuk mengetahui contoh penerapan kasus melalui pendekatan Gestalt
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
yang mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan dirinya dalam hidup dan lingkungannya,
yaitu mererka yang mendapat gangguan psikologis dan yang potensi dirinya tidak
berkembang.
Gestalt adalah salah satu rancangan konseling yang digolongkan ke dalam perspektif
efektif. Dikatakan berorientasi afektif karena rancangan ini menganut asumsi-asumsi
humanistic sebagaimana eksistensialisme dan konseling berpusat pada pribadi. Gestalt
bertumpu pada konsep konfigurasi, integrasi, totalitas, keseluruhan dan keutuhan suatu
fenomena. Sebagai rancangan konseling atau psikoterapi, ini dikembangkan oleh Frederick S.
Perls. Mereka menerapkan gestalt dalam konseling berpegang pada keyakinan bahwa suatu
respons terhadap suatu situasi menerapkan suatu keutuhan respons terhadap suatu keutuhan
situasi.
vii
dan kemudian. Maka dalam praktiknya, konselor diarahkan untuk membantu konseli
kontak dengan saat sekarang, dengan menggunakan pertanyaan “apa” dan “bagaimana”
bukan menggunakan pertanyaan “mengapa”. Misalnya, “apa yang sedang Anda alami
sekarang saat Anda duduk di sana dan mencoba berbicara?”. Jadi dalam hal ini, apabila
konseli berbicara tentang masa lalunya, maka konselor meminta konseli agar membawa
masa lalunya ke sana sekarang dengan menjalaninya seolah-olah masa lalunya sedang
terjadi pada saat sekarang. Hal ini diyakini oleh Perls, bahwa kebanyakan orang akan
cenderung bergantung kepada masa lampau untuk membenarkan ketidaksediaan dan
ketidakmampuannya memikul tanggungjawab atas dirinya sendiri.
Terapi Gestalt sebenarnya berfokus pada keadaan sekarang yang harus dilakukan
oleh konseli, maka tugas konselor selanjutnya adalah membuat konseli itu sadar bahwa
apa yang dilakukan pada saat sekarang adalah wujud dari rasa sadarnya. Perls
sebagaimana dikutip oleh Jones, mengatakan bahwa “Now 1 am aware” (sekarang saya
sadar) sebagai landasan pendekatan Gestalt. Konseli diminta sadar akan bahasa
tubuhnya, kualitas suaranya, dan emosi-emosinya.
Berkaitan engan dimensi kesadaran Perls membaginya ke dalam tiga jenis
kesadaran yaitu :
a. Inner Zone (dimensi kesadaran dalam)
Dimensi kesadaran dalam merupakan dimensi yang terdapat dalam diri
konseli yang sulit diamati atau dilihat secara langsung oleh konselor. Seperti
misalnya, visceral, ketegangan otot, detak jantung, pernafasan dan keadaan tubuh
yang santai. Intervensi yang dapat dilakukan konselor untuk meningkatkan keadaan
konseli adalah dengan mengajak konseli berfokus kepada sensasi tubuhnya, dengan
mengajukan pertanyaan seperti: “bagaimana perasaanmu saat ini, saat duduk
berhadap dengan saya?”. Apabila konseli belum mampu menyadari keadaannya
maka konselor dapat melakukan intervensi lain sampai konseli merasa nyaman.
b. Outer Zone (dimensi kesadaran luar)
Dimensi kesadaran ini berhubungan dengan kontak dan interaksi konseli
dengan dunia luarnya seperti perilaku keseharian konseli, tindakan, cara berbicara,
dan gaya interaksi konseli. Fungsi untuk melakukan kontak dengan dunia luar
seperti fungsi melihat, mendengar, mencium, berbicara, sentuhan, merasakan dan
pergerakan. Kesadaran yang tinggi pada dimensi ini akan membuat konseli
menyadari suasana kekinian. Misalnya dengan mengatakan kepada konseli: “sadari
viii
dunia sekelilingmu, apa yang dapat kamu lihat?’, apa yang dapat kamu dengar?” dan
sebagainya.
c. Middle Zone (dimensi kesadaran pertengahan)
Dimensi kesadaran tengah merupakan dimensi yang dapat memberikan
makna, arti dan kesimpulan terhadap dimensi inner dan outer dari konseli.
Kesadaran yang diperluas dalam dimensi ini dapat membuat konseli mampu
menyadari pola-pola perilakunya yang kaku, keyakinannya yang irasional, dan
hambatan-hambatan untuk menuju dirinya yang sehat dan matang baik secara fisik
maupun psikis.
2. Urusan yang tak selesai
Urusan yang tak selesai (unfinished business) yang dimaskud dalam
pendekatan ini menurut Perls adalah “sebuah situasi atau konflik di masa lalu,
khususnya yang bersifat traumatis dan sulit, yang belum mencapai pemecahan
memuaskan atau diatasi secara baik dalam kehidupan konseli”. Urusan dan
perasaan-perasaan yang telah terjadi di masa lampau dan tidak terselesaiakan
dipaksa ditekan di bawah sadar oleh individu sehingga mengendap menjadi konflik.
Perasaan-perasaan tersebut seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati,
kecemasan, kedudukan, rasa diabaikan dan sebagainya.
Lebih lanjut Safaria dalam bukunya menyatakan bahwa urusan yang tak
selesai, dianggap dalam pendekatan ini muncul akibat perasaan tidak nyaman dan
frustasi sehingga adanya situasi ini, dapat dilihat pada konseli yang mengalami
gangguan post-traumatik stress disorder, di mana konseli seolah-olah masih saja
mengalami dan merasakannya hingga saat ini. Urusan yang tak selesai ini juga dapat
dilihat pada konseli yang pada masa kanakkanaknya mengalami pelecehan seksual
(sexual abuse) sehingga menjadi sulit untuk mencintai orang lain, apalagi dicintai
orang lain.
Tujuan konseling dalam pendekatan ini adalah bagaiamana konseli mendapat
dukungan dari konselor, untuk memunculkan situasi-situasi yang tak selesai
dimunculkan saat sekarang dan saat ini sehingga konseli dapat mencapai
pemahaman dirinya dan mencapai pemecahan yang memuaskan. Kondisi demikian,
dapat mendorong konseli mengalami kecemasan dan depresi akibat mengulangi
kejadian masa lalu, sehingga proses konseling ini dimungkinkan akan berjalan lama
melalui sesi-sesi yang panjang.
ix
D. Karakteristik Pendekatan Konseling Gestalt
Karakteristik konseling gestalt adalah berorientasi afektif-tindakan, pemusatan
pengalaman, keaktifan, pemusatan pada tanggung jawab klien, penekanan pada situasi
sekarang dan disini, penekanan pada proses dari pada isi konseling, penekanan pada
tantangan. Prinsip dalam Teori Gestalt adalah :
1. Holism
Seluruh sifatnya padu dan seutuhnya koheren, dan keutuhan tersebut berbeda dengan
kumpulan bagian-bagiannya. Penekanannya adalah pada integrasi bagaimana bagian-
bagian sesuai secara bersama-sama dan bagaimana individual melakukan kontak
dengan lingkungan.
2. Field Theory
Pandangan ini melihat organisme harus dilihat dari lingkungan atau dalam konteksnya,
sebagai bagian dari lapangan yang terus berubah.
3. Proses pembentukan – Figure
Proses pembentukan figure menjelaskan bagaimana individual mengorganisasi
lingkungan dari waktu ke waktu.
4. Pengaturan - sendiri Organisme
Sebuah proses dimana keseimbangan ’diganggu’ oleh kemuculan kebutuhan sensasi
atau kepentingan. Organisme akan bekerja sebaik-baiknya untuk mengatur dirinya
sendiri didasarkan pada kemampuan sendiri dan sumber daya lingkungannya.
x
2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-
prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu
akan muncul dapat diatasi dengan baik.
xi
Konselor menggunakan pengalaman-pengalamannya sebagai bahan inti dalam
konseling. Konselor dapat berfungsi secara efektif dengan cara seimbang pada hubungan
timbal balik dengan konseli dan penggunaan pengalaman dirinya kepada konseli, sehingga
proses konseling yang terjadi dua arah. Hasil dari komunikasi ini adalah perubahan pada
diri konseli dan juga pada diri konselor.
1. Syarat Konselor
Pada peran dan tugas konselor yang sudah dijabarkan di atas, maka syarat konselor
Gestalt adalah terus berlatih dan mengikuti workshop terapi dan konseling Gestalt.
Bekal akademis yang dapat ditempuh yaitu dengan cara membaca buku-buku tentang
konseling Gestalt terbitan dalam maupun luar negeri. Hal lain yang dapat dilakukan
konselor untuk dapat mendalami konseling Gestalt adalah:
a. Mempelajari diri konselor sendiri
b. Keterbukaan diri konselor terhadap kondisi konseli
c. Konselor mengembangkan hubungan yang hangat dengan konseli
d. Bentuk hubungan konselor (person to person) yang menjadi tanggung jawab
konselor
e. Konselor tidak hanya terpaku pada teknik-teknik konseling saja, lebih ditekankan
bahwa konselor adalah seniman yang berkreasi mengembangkan diri konseli
xii
kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
b. Menciptakan dan mengembangkan rapport agar pada konseli timbul rasa percaya
diri untuk mengatasi masalahnya. Dalam fase ini konselor berusaha
membangkitkan otonomi konseli dan menekankan pada konseli bahwa konseli
boleh menolak saran – saran konselor asal konseli dapat mengemukakan alasannya.
Segala kegiatan pada fase ini didasarkan pada tujuan dan harapan – harapan
konseli.
3. Fase Ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan – perasaannya pada saat ini,
bukan menceritakan pengalaman masa lalu atau harapan – harapan masa datang.
Konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan
pada masa lalu, dalam situasi disini dan saat ini. Kadang – kadang konseli
diperbolehkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor
berusaha menemukan celah – celah kepribadian atau aspek – aspek kepribadian yang
hilang, dari sini dapat ditentukan penyebutan apa yang harus dilakukan.
4. Fase Keempat
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya,
dan perasaanya, maka konselor sampai pada fase akhir. Pada fase ini konseli
menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, selalu menyadari dirinya, sadar
dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan – perasaannya,
dan pikiran – pikirannya. Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk melepaskan diri dari konselor, dan siap untuk mengembangkan
potensi dirinya.
xiii
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan
kecenderungan under dog. Top dog dalam permainan ini bisa berlaku adil, otoriter,
moralistik, menuntut atau berlaku layaknya majikan dan manipulatif. Sedangkan
under dog diposisikan sebagai korban, membela diri, defensif, tak brdaya dan lemah.
Misalnya, Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”,
kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung, ecenderungan kuat atau
tegar lawan kecenderungan lemah dan sebagainya. Melalui dialog yang kontradiktif
ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya konseli akan mengarahkan dirinya pada
suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini
dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”. Teknik kursi kosong
merupakan suatu cara untuk mengajak konseli agar dapat mengekstrernalisasi
introyeksinya. Pada dasarnya teknik ini merupakan teknik permainan dengan
melibatkan konseli sebagai pemerannya, yaitu sebagai top dog dan under dog secara
bergantian.
2. Latihan Bertanggung Jawab
Teknik untuk membantu konseli agar mengakui dan menerima perasaan-
perasaannya dari pada memproyek-sikan perasaannya itu kepada orang lain.Dalam
teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat: “...dan saya bertanggung
jawab atas hal itu”.Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan
membantu meningkatkan kesadaraan konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
3. Bermain Proyeksi
Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak
mau melihat atau menerimanya. Selain itu, teknik permaainan ini juga berguna untuk
mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang
lain. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk
mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
4. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan
dari dorongan-dorongan yang mendasarinya.Dalam teknik ini konselor meminta
konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya. Misalnya, konseli diminta untuk mengungkapkan perasaan sisi
xiv
buruknya kepada orang lain yang belum pernah ia lakukan,seperti menghujat,
menunjukan niat jahat, dengan tujuan agar konseli dapat mengintegrasikan sisi
tersebut ke dalam kepribadiannya.
5. Tetap dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan dan ia sangat ingin menghindarinya. Konselor
mendorong konseli untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan konseli ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.Dalam hal ini konselor
tetap mendorong konseli untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan
yang dialaminya sekarang dan mendorong konseli untuk menyelam lebih dalam ke
dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
6. Pendekatan Gestalt terhadap Kerja Mimpi
Pendekatan konseling Gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi seperti
yang dilakukan dalam teroi psikoanlisis, melainkan mimpi-mimpi yang dialami oleh
konseli diminta oleh konselor agar didapat diceritakan kembali sebagai kejadian yang
terjadi sekarang.Dalam praktiknya, teknik ini konseli dianjurkan untuk membuat
daftar dari segenap rincian mimpi, mengingat orang-orang, kejadian dan suasana hati
mimpi dengan menciptakan dialog. Perls sebagaiamana dikutip oleh Corey
mengemukakan bahwa mimpi adalah ungkapan yang paling spontan dari keberadaan
manusia. Orang-orang yang tidak bersedia mengingat mimpimimpinya berarti
menolak untuk menghadapi apa yang keliru dalam hidupnya.
xv
figuruntuk membimbing mereka. Mereka tidak mendekati klien dengan prasangka
atau agendayang ditetapkan sebelumnya. Sebaliknya, mereka menekankan pada apa
yang terjadi pada batas antara individu dan lingkungan. Terapis tidak mencoba
memindahkan klien ke mana pun. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan
kesadaran klien tentang "apa yang ada”. Alih-alih mencoba untuk membuat sesuatu
terjadi, peran terapis membantu klien untuk meningkatkan kesadaran yang akan
memungkinkan identifikasi ulang dengan bagian dari diri di mana ia berada terasing.
Kekuatan utama terapi Gestalt adalah upaya untuk mengintegrasikan teori, praktik,dan
penelitian.
Meskipun terapi Gestalt adalah ringan pada penelitian empiris selama beberapa
tahun, itu telah menjadi mode baru-baru ini. Dua buku menunjukkan potensi
untukmempengaruhi penelitian di masa depan: Buku Pegangan untuk Teori,
Penelitian dan Praktek dalam Terapi Gestalt (Brownell, 2008); dan Menjadi Peneliti
Praktisi: Pendekatan Gestalt untuk Penyelidikan Holistik (Barber, 2006). Strumpfel
dan Goldman (2002)mencatat bahwa studi proses dan hasil telah memajukan teori dan
praktik terapi Gestalt, danmereka merangkum sejumlah temuan signifikan
berdasarkan hasil penelitian:
a. Hasil penelitian menunjukkan terapi Gestalt sama atau lebih besar dari terapi lain
untuk berbagai gangguan.
b. Lebih banyak penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa terapi Gestalt
memiliki dampak yang menguntungkan dengan gangguan kepribadian, masalah
psikosomatik,dan kecanduan zat.
c. Efek terapi Gestalt cenderung stabil dalam studi tindak lanjut satu hingga tiga
tahun setelah penghentian pengobatan.
d. Terapi Gestalt telah menunjukkan efektivitas dalam mengobati berbagai
gangguan psikologis.
2. Kekurangan Konseling Pendekatan Gestalt
Beberapa kekurangan pada pendekatan konseling Gestalt yang perlu diketahui antara
lain sebagai berikut:
a. Lebih banyak menekankan konfrontasi dan tidak menekankan faktor kognitif
kepribadian. Gaya terapi Gestalt ini menempatkan lebih banyak perhatian pada
penggunaan teknik untuk menghadapi klien dan membuat mereka mengalami
perasaan mereka.
xvi
b. Ada bahaya bahwa terapis yang kurang terlatih akan lebih mementingkan klien
yang mengesankan.
c. Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik gestalt
akan menggunakannya secara mekanis sehingga sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
d. Masih sedikit bukti empiris penelitian terhadap efektivitas pendekatan gestalt.
e. Pendekatan gestalt cenderung anti intelektual dalam arti kurang memperhatikan
faktor-faktor kognitif.
f. Pendekatan gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi
mengabaikan tanggung jawab kita pada orang lain.
3. Penanganan Kasus :
Dalam kasus ini teknik yang digunakan adalah teknik staying with feeling
karena Ibu Rani memiliki mempunyai perasaan bingung dan ketakutan terhadap
keadaan ekonomi, dimana ibu rani memiliki keinginan yang kuat untuk memenuhi
gizi sang jabang bayi agar tidak terjadi stunting. Sebagai konselor kita arahkan beliau
untuk tetap meneruskan perasaan menakutkannya itu sebagai perasaan-perasaan tidak
menyenangkan dan nantinya akan terbentuk perasaan menerima perasaan tersebut.
Selain itu konselor juga memberikan fokus pada apa saja gizi yang baik untuk bayi
semasa kehamilan, ada 4 nutrisi yang harus terpenuhi semasa kehamilan yaitu asam
folat (vitamin B9), Kalsium, Protein, Zat Besi, dan berbagai sumber vitamin.
Setelah Ibu Rani tetap meneruskan perasaanya maka perlahan-lahan ibu rani
dapat menerima pengalaman-pengalaman emosionalnya sebagai bagian dari dirinya.
xvii
Sehingga ibu rani paham bahwa apa saja yang harus beliau konsumsi semasa
kehamilannya kita arahkan bahwa sumber 5 nutrisi tersebut tidak harus dari makanan
yang mahal, 5 nutrisi tersebut bisa didapat dari berbagai jenis makanan yang sering
kita jumpai. Sebagai contoh asam folat bisa didapatkan dari sayur hijau dan kacang –
kacangan. Protein hewani bisa didapatkan dari telur, dan daging ayam, dan
seterusnya.
Dengan meneruskan perasaanya dan memberitahu tentang konsumsi gizi baik
tersebut diharapkan Ibu Rani dapat menerima segala perasaannya ataupun
ketakutannya, agar dapat dapat memenuhi gizi sang jabang bayi agar tidak terjadi
stunting.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling Gestalt merupakan suatu pemberian bantuan yang diberikan kepada konseli
dengan tujuan agar konseli mampu menerima perasaan dan pikirannya, meningkatkan
kepercayaan diri, tidak takut dalam menghadapi dan berperan dimasa depan, tidak
tergantung pada orang lain, serta menyadari dirinya yang sebenarnya, sehingga pada
akhirnya konseli dapat memiliki spontanitas dan kebebasan dalam menyatakan diri dan
mandiri. Pendekatan Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”.
Yang berarti masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang
menuntaskan segala permasalahan yang dialami oleh manusia adalah masa sekarang (here
and now). Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.
B. Saran
Konseling Gestalt merupakan pendekatan yang memandang maa sekarang, sehingga
dalam melakukan kegiatan menggunakan teknik ini harus memberikan pemahaman
tentang masa sekarang, bukan masa lalu.
xviii
DAFTAR PUSTAKA
Artika Munik Y, dkk. 2019. Teori dan Pendekatan Konseling Gestalt. Diakses pada tanggal
30 Agustus 2021
xix
https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/altazkiah/article/download/1186/620.
Diakses pada 30 Agustus 2021.
Kholifah. 2016. Teori Konseling (Suatu Pendekatan Konseling Gestalt). 2 (5).
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/altazkiah/ar
ticle/download/1186/620&ved=2ahUKEwiAjO7c0dfyAhVWWysKHeMmBMUQFn
oECAMQAQ&usg=AOvVaw1dRWzX4XtZEoQZ1bZ_ICMn. Diakses Pada 30
Agustus 2021.
Natalia C. (2016). Sejarah dan Tujuan Konseling Gestalt.
https://www.scribd.com/doc/309555203/Sejarah-Dan-Tujuan-Konseling-Gestalt.
Diakses pada tanggal 30 Agustus 2021 pukul 10.00 WIB.
xx