Dosen Pengampu :
SARPENDI, M.Pd.
Di susun oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah satu tugas yang
diberikan dosen pada mata kuliah Bimbingan dan Konseling.
Makalah ini berisikan tentang “Teori Bimbingan dan Konseling”. Kami
menyadari banyak kekurangan terdapat di dalamnya, namun semoga makalah ini
bisa menjadi sumbangsih yang bernilai bagi ilmu khususnya yang terus
berkembang.
Dalam proses penyusunannya, kami banyak dibantu oleh berbagai pihak
guna mendorong kemajuan dan ketelitian. Kami mengucapkan terima kasih
kepada pihak - pihak yang telah membantu, membimbing, serta mendoakan untuk
segala kebaikan penulis dalam penyusunan makalah ini, Semoga makalah ini
bermafaat bagi pembaca.
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang Masalah 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Teori dalam bimbingan konseling 5
1. Terapi Gestalt 5
2. Teori Behavioristik 11
3. Teori Yang Berpusat Pada Klien Dalam Pelaksanaan Bimbingan
Konseling 12
4. Teori Psikoanalisis 14
DAFTAR PUSTAKA 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa teori dalam Bimbingan dan Konseling?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori dalam Bimbingan dan Konseling.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
berjalan selangkah demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi
cukup kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri.
Perls memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai
keseimbangan, bilamana kehidupannya terganggu oleh kebutuhan
dunia, gangguan ini akan menimbulkan ketegangan dan diperlukan
keseimbangan untuk mengurangi dan menghilangkan ketegangan
tersebut. Dalam keadaan sehat seseorang akan mampu menerima dan
bereaksi terhadap keadaan dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi
tidak seimbang, maka akan timbul ketakutan dan menghindar untuk
mengetahui / menyadari. Jadi aktivitas yang menandai ciri-ciri
seimbang dan sehat tidak ada maka perlu penyadaran ulang agar
keseimbangan tercapai. Untuk itu diperlukan teknik agar seseorang
membukakan diri secara langsung terhadap pengalaman yang
berkaitan dengan pikiran, perasaan dan tindakan sekarang ini.
Pandangan teori dan terapi Gestalt terhadap manusia, sama halnya
dengan pandangan eksistensialistik-humanistik, ialah positif bahwa
manusia memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu dan manusia
adalah makhluk yang mampu mengurus diri sendiri. Manusia dilihat
sebagai keseluruhan.
Di dalam rangka terapi Gestalt, pandangan terhadap manusia,
menurut Passans (1975) adalah sebagai berikut :
a) Manusia adalah keseluruhan dari komposisi bagian-bagian yang
saling berhubungan.
b) Manusia adalah bagian dari lingkungannya sendiri.
c) Manusia memilih bagaimana ia memberi respons terhadap
rangsangan, dalam hal ini manusia adalah aktor.
d) Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari sepenuhnya
terhadap semua penginderaan, pikiran, emosi, dan pengamatan.
e) Manusia mampu melakukan pilihan karena adanya kemampuan
menyadari ini.
6
f) Manusia tidak bisa mengalami dirinya sendiri, terhadap hal yang
sudah lampau atau hal yang akan datang, ia hanya dapat mengalami
dirinya sendiri sekarang.
g) Manusia menjadi baik / buruk bukan dari dasarnya.
2) Saat Sekarang
Bagi Perls, tidak ada yang ada kecuali sekarang, karena masa
lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat
sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi
Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang ( Here and
Now). Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai
kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian (Now and Then).
Kecemasan timbul karena individu menyimpang dari saat sekarang
(now) dan disibukkan oleh pemikiran-pemikiran tentang masa datang.
Kesibukan ini menimbulkan gambaran tingkat ketakutan atas berbagai
hal buruk yang akan terjadi. Kesadaran bahwa kecemasan hanya
merupakan suatu ketidak senangan dan bukan suatu kencana,
merupakan awal dari penyadaran akan dirinya. Penyadaran adalah
suatu bentuk pengalaman, penyadaran yang berlangsung terus-
menerus dan tidak terputus akan mencapai pemahaman.
Ada beberapa ciri-ciri penyadaran, yakni :
a) Penyadaran akan efektif jika didasarkan pada dan didorong untuk
kebutuhan sekarang yang dominan pada seseorang.
b) Penyadaran tidak lengkap tanpa mengetahui langsung keadaan
sebenarnya
c) Penyadaran selalu berada disini dan sekarang serta selalu berubah.
Kejadian yang telah lewat sekarang muncul sebagai ingatan, yang
akan datang tidak ada kecuali sekarang sebagai khayalan / harapan.
Jadi penyadaran di artikan sebagai pemahaman terhadap apa yang
dilakukan sekarang, pada situasi yang ada sekarang.
3) Urusan Yang Tidak Selesai
7
Dalam pendekatan Gestalt terhadap konsep tentang urusan yang tak
selesai, yakni mencakup perasaan yang tidak terungkap seperti
dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan,
rasa berdosa, rasa di abaikan. Meskipun tidak bisa di ungkapkan,
perasaa-perasaan itu di asosiasikan dengan ingatan-ingatan dan
fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran
perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa
pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat
hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan
yang tak selesai itu akan sampai ia menghadapi dan menangani
perasaan-perasaan yang tak terungkap itu.
c. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan top dog dan
keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan,
menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan membela diri, tidak
berdaya, lemah, ingin dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah
tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus dan apa-apa yang
diinginkan.
Ciri-ciri tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
1) Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis.
2) Ketidak mampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya.
3) Melarikan diri dari kenyataan.
4) Menolak hubungan dengan lingkungan.
5) Memelihara unfished bussiness.
d. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani
menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus
dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat
berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan / orang lain menjadi
8
percaya diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meningkatkan
kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan
potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari
potensinya yang dimiliki, melalui konselor, membantu klien agar potensi
yang baru dimanfaatkan sebagian ini dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
1) Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara
penuh.
2) Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
3) Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada
pertimbangan orang lain dan mengatur diri sendiri.
4) Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat bertingkah laku
menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfished
bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan
baik.
e. Deskripsi Fase-Fase Konseling
1) Fase Pertama
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan
pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda,
karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu
serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus
dipecahkan.
2) Fase Kedua
Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan klien untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
9
a) Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi
kesempatan untuk menyadari ketidak senangannya / ketidak
puasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap
ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai
perubahan dirinya, sehingga semakin tinggi pula
keinginannyauntuk bekerja sama dengan konselor.
b) Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan
menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran
konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara
bertanggung jawab.
3) Fase Ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-
perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
disini dan saat ini.
4) Fase Keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan
gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai
individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan
pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar
dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya,
pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Dalam situasi ini klien sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk melepaskan diri dari konselor, dan siap untuk mengembangkan
potensi dirinya.
f. Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang
perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam
kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling
10
berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien
memperoleh kesadaran secara penuh.
2. Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku. Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang
terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak bisa diamati.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan.
a. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respons. Teori ini tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan stimulus dan
respons ini dan tidak dapat menjawab yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responsnya.
Namun, kelebihan dari teori ini cendrung mengarahkan siswa untuk
berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan tidak produktif. Pandangan
teori bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau snapping, yaitu
11
membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar
ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa siswa
telah menyelesaikan tugas belajarnya.
12
6) Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu,
sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu
mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara
dan mengembangkan dirinya.
7) Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah
dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu
sendiri.
b. Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik,
akan tetapi menekankan sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup,
mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi, “being here”
bagi klien. Konseling berpusat pada klien tidak menggunakan tes
diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan kuesioner untuk memperoleh
informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan jalan wawancara,
terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidak
langsung. Keberhasilan terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat
gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan
ikatan emosional.
c. Kritik dan Kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
1) Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasan sebagai
penutup perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan
rasional.
2) Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan
teori.
3) Tujuan untuk setiap klien, yaitu untuk memaksimalkan diri, dirasa
terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap
individu.
4) Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang
dibuat tergantung lokasi letak konselor dan klien.
13
5) Meskipun terbukti bahwa konseling “ client-centered” diakui afektif,
tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik tidak lengkap. Terutama yang
berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
Beberapa kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
1) Pemusatan pada klien dan bukan konselor dalam konseling.
2) Indentifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana
utama dalam mengubah kepribadian.
3) Lebih menekankan pada sikap konselor daripada tehknik.
4) Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan
kuantitatif.
5) Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam konseling.
14
b) dengan proses primer, misalnya pada waktu lapar maka id
membayangkan ada makanan yang lezat.
Ego adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan
organisme untuk berhubungan dengan dunia kenyataan.
Perbedaan ego dan id adalah kalau id mengenal bayangan subyektif
sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada dalam
subyektif dan sesuatu yang ada dalam dunia objektif.
Super ego merupakan aspek sosiologis yang mencerminkan nilai- nilai
tradisional serta cita- cita masyarakat yang ada dalam kepribadian
individu.
Fungsi super ego dalam hubungannya dengan id, dan ego adalah:
1) merintangi impuls- impuls id, terutama impuls seksual dan agresif
yang peryataannya sangat dipengaruhi oleh mastarakat.
2) mendorong ego untuk lebih mengejar hal- hal yang moralitas daripada
realitas.
3) mengejar kesempurnaan.
b. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu
didistribusikan serta digunakan oleh Id, Ego, Super Ego.
Freud berpendapat, bahwa energi psikis dapat dipindahkan dari energi
fisiologis dan sebaliknya. Jembatan antara energi tubuh dengan
kepribadian ialah id dan insting.
Ada 3 istilah yang banyak persamaannya, yaitu insting, keinginan dan
kebutuhan. Insting adalah sumber perangsang somatic dalam yang
dibawa sejak lahir.
Insting mempunyai 4 sifat yaitu:
1) sumber, yaitu kondisi jasmaniah.
2) Tujuan, tujuan insting ialah menghilangkan rangsangan kejasmanian,
sehingga ketidakkenaan yang timbul karena adanya tegangan yang
disebabkan oleh meningkatnya energi dapat di tiadakan. Misalnya,
tujuan insting lapar ialah menghilangkannya dengan cara makan.
15
3) Objek insting objeknya adalah segala aktivitas yang mengantarai
keinginan dan terpenuhinya keinginan tersebut.
c. Perkembangan Kepribadian
Kepribadian menurut Freud mulai terbentuk pada tahun- tahun
pertama di masa kanak- kanak. Kepribadian berkembang sehubungan
dengan 4 macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu: [1] proses
pertumbuhan psikologi [2] frustasi [3] konflik [4] ancaman.
Sebagai akibat adanya tantangan dari ke-4 hal tersebut, individu
berusaha untuk menemukan atas belajar cara- cara baru dalam meredakan
ketegangan inilah yang disebut perkembangan kepribadian.
d. Gangguan Jiwa
Psikoanalisis membedakan 2 macam gejala gangguan jiwa, yaitu:
1) Psikoneorose dan psikose. Psikoneorose disebabkan oleh kegagalan
ego untuk mengontrol dorongan id, karena ego tidak berhasil
memperoleh kesepakatan. Psikoneorose dikelompokkan menjadi 3
yaitu histeri, psikastenia, reaksi kecemasan.
2) Psikose dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu psikos fungisional
terdiri dari 3 jenis yaitu manic – defressive, paranoia, shizopherenia,
psikos organic terdiri dari implutional melanchcholia, senile.
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Teori dalam Bimbingan Konseling
a. Terapi Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial
dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep seperti perluasan
kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan
mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di arahkan
bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah
demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk
menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri.
b. Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respons.
c. Teori Yang Berpusat Pada Klien Dalam Pelaksanaan BK
d. Teori Psikoanalisis dalam penerapan BK
17
DAFTAR PUSTAKA
18