Anda di halaman 1dari 28

JENIS PENDEKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK

Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah

Bimbingan dan Konseling Kelompok

Dosen pengampu: Amal Hayati, M.Pd

Kelompok 4:

Egi Pratama Putra Tanjung (0303212035)

May Dea Citra Tambunan (0303213081)

Tria Anisyah Pebina Br Ginting (0303211012)

Mawaddah Harahap (0303212114)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat dan salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumil qiyamah nanti,Aamiin. Makalah
ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Kelompok
. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Amal Hayati, M.Pd yang
telah membimbing dan mendukung dalam penyelesaian tugas kami.

Kami sangat berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
untuk mengetahui tentang Jenis Pendekatan Bimbingan dan Konseling Kelompok.
Kami juga menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritikdan saran demi
perbaikan makalah ini.

Medan, 29 September 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1


B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Psikoanalisis............................3


B. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Psikologi Individual................5
C. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Client-Centered.......................10
D. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Behavioral...............................12
E. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Rasional Emotif.......................15
F. Mengembangkan Gaya Kelompok Sendiri...............................................18

BAB III PENUTUP.............................................................................................21

A. Kesimpulan................................................................................................21
B. Saran..........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada


kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam
kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan atau masalah yang silih berganti.
Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun
kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan
pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan
bila tidak dibantu orang lain.Manusia adalah sasaran pendidikan.Pendidikan
bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi
kemanusiaannya, peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang sedang berada
dalam proses berkembang kearah kematangan. Masing-masing peserta didik
memiliki karakteristik pribadi yang unik.Dalam arti terdapat perbedaan individual
diantara mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap,
kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri.

Dalam dunia pendidikan, peserta didikpun tidak jarang mengalami masalah-


masalah, sehingga tidak jarang dari peserta didik yang menunjukkan berbagai
gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari kategori ringan sampai dengan
berat.Berkenaan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, maka
perlu adanya pendekatan-pendekatan melalui pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Disini, guru memiliki perananan yang sangat penting karena guru
merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan siswa atau
pesrta didik. Di dalam melakukan bimbingan dan konseling, kerja sama konselor
dengan personel lain di sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh
ditinggalkan. Kerja sama ini akan menjamin tersusunnya program bimbingan dan
konseling yang komprehensif, memenuhi sasaran, serta realistik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konseling kelompok dengan pendekatan psikoanalisis?
2. Bagaimana konseling kelompok dengan pendekatan psikologi
individu?
3. Bagaimana konseling kelompok dengan pendekatan client-centered?
4. Bagaimana konseling kelompok dengan pendekatan behavioral?
5. Bagaimana konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif?
6. Bagaimana pengembangan gaya konseling kelompok sendiri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konseling kelompok dengan pendekatan
psikoanalisis
2. Untuk mengetahui konseling kelompok dengan pendekatan psikologi
individu
3. Untuk mengetahui konseling kelompok dengan pendekatan client-
centered?
4. Untuk mengetahui konseling kelompok dengan pendekatan behavioral
5. Untuk mengetahui konseling kelompok dengan pendekatan rasional
emotif
6. Untuk mengetahui cara mengembangkan gaya konseling kelompok
sendiri

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Psikoanalisis

Psikoanalisis merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu


psikologi. Layaknya aliran besar lainya, marxisme misalnya, psikoanalisis telah
merambah ke berbagai sektor keilmuan. Tokoh penting aliran ini adalah Sigmund
Freud, Carl Gustav Jung dan Alffred Alder. Ada tiga hal yang membuat Freud
dengan psikoanalisis menarik. Pertama, batu pijakan psikoanalisis yaitu seks dan
agresi begitu populer. Kedua, oleh pengikutnya yang antusias dan setia, di mana
Freud dianggap tokoh pahlawan kesepian seperti dalam mitos, membuat teorinya
tersebar luas. Ketiga, kepiawaian Freud berbahasa membuat penyajian teorinya
inspiratif dan hidup.

Menurut Gunarsa yang dikutip oleh Dede Rahmat Hidayat, psikoanalisis


merupakan upaya mempengaruhi proses-proses psikologis dengan cara psikologis.
Pembahasan mengenai psikoanalisis tidak dapat dipisahkan dari tokoh Sigmund
Freud yang membangun teori ini. Pengalaman subyektif Freud dalam usaha
penyembuhan pasien neurosis sangat berkontribusi pada lahirnya psikoanalisis
yang berkaitan erat dengan konsep kepribadian. Secara umum, psikoanalisis dapat
dikatakan merupakan sebuah pandangan baru tentang, di mana ketidaksadaran
memainkan peran sentral.

Freud sendiri menjelaskan arti istilah psikoanalisis tidak selalu sama. Salah
satu yang terkenal berasal dari tahun 1923 dan terdapat dalam suatu artikelyang
dia tulis bagi sebuah kamus ilmiah Jerman. Di situ Freud membedakan
psikoanalisis menjadi tiga arti:

1) Istilah “psikoanalisis” dipakai untuk menunjukan suatu metode


penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak
terjangkau oleh penelitian ilmiah.

3
2) Psikoanalisis menunjukan suatu teknik untuk mengobati gangguan-
gangguan psikis yang dialami oleh pasien neurosis.
3) Istilah yang juga dipakai dalam arti lebih luas, untuk menunjukan
seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan
teknik di atas.

Dalam pendekatan ini terdapat beberapa istilah penting yang melandasi


pendekatan psikoanalisis, antara lain:

a. Pengaruh masa lampau


b. Ketidaksadaran
c. Kecemasan
d. Pengalihan (Transference)
e. Lawan pengalihan (Countertranference)
f. Penolakan (Resistance)

1. Tujuan konseling

Tujuan proses analisis adalah untuk menata kembali struktur watak dan
pribadian konseli. Menurut Natawidjaja (2009) tujuan itu dicapai dengan
membuat konflik-konflik yang tidak disadari menjadi disadari, dengan
menjajaki materi yang bersifat intrapsikis. Secara khusus, psikoanalisis
memerankan kembali keluarga yang asli secara simbolik melalui kelompok
sehingga latar belakang historis dari kehidupan anggota pada masa lalu
terujung kembali dalam kehadirannya dalam kelompok itu.1

2. Prosedur Konseling Kelompok Psikoanalisis

Prosedur konseling kelompok analitik Wolf (Natawidjaja, 2009: 2014)


dapat ditempuh melalui enam tahapan yaitu sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan dalam Individu Bentuk Analisis


1
Mulyadi Seto,Fakhrurrozi. 2015. Psikologi Konseling. Jakarta: Gunadarma. Hlm. 25

4
Pada tahap ini konselur kelompok memilih para peserta yang cocok
untuk melaksanakan kegiatan kelompok yang akan dipimpinnya. Perlu
diusahakan bahwa mereka memiliki kondisi yang sesuai dengan kegiatan
kelompok. Kondisi itu diantaranya kemampuan untuk mengadakan kontak
dengan kehyataan, kemampuan untuk berhubungan secara- pribadi, luwes, dan
potensi untuk menjadi katalisator dalam kegiatan kelompok.

b. Tahap Pembentukan Hubungan Melalui Penafsiran Mimpi dan Fantasi

Pada tahap kedua ini merupakan sarana mengembangkan di antara


iklim saling anggota-anggota untuk mempercayai kelompok. Hal tersebut
juga memungkinkan untuk menghadirkan kesan-kesan tertentu antar
sesama anggota kelompok.

c. Interaksi Melalui Asosiasi Bebas Antar pribadi (Interpersona Free


Association)

Ditandai penggunaan yang mendalam tentang asosiasi bebas, yaitu


komuni tanpa sensor mengenai perasaan dan pemikiran seseorang secepat
hal; muncul dalam ingatannya. Hal ini juga mengandung arti bahwa
keberhasilan; tahap kedua dicerminkan dengan terjadinya asosiasi bebas
atau berjalan, tahapan ketiga ini. Jika pada tahapan ini didapati bahwa
anggota terlihat canggung dalam pengeksplorasian maka bukan tidak
mungkin bahwa merasa belum nyaman atau mempunyai kesan negatif atau
semacamnya pada tahap sebelumnya.

d. Tahap Analisis Penolakan


Pada tahap ini penolakan itu muncul secara jelas pada waktu setiap
anggota kelompok melakukan penafsirannya tentang mimpi, dan
mengadakan asosiasi bebas tentang anggota-anggota lainnya. Tahap
perkembangan kelompok ini dapat diumpamakan sebagai masa
pemberontakan kelompok menentang konselor. Mereka mempertahankan
dirinya dengan cara mengisolasikan diri, memberikan alasan-alasan

5
rasional, dan mengarahkan pembicaraan kepai hal-hal yang mendetail
mengenai aturan kegiatan dalam kelompok.

e. Tahap Analisis Pengalihan

Pada tahap ini konselor benar-benar perlu menemukan ketakutan setiap


anggota kelompok, untuk mengnbah dirinya dan juga mengenai trauma yang
menahan perkembangan dirinya. Pada tahap ini, seyogianya dibangu
persekutuan kerja dalam kelompok, yaitu suatubentuk kerja sama yang sehat
dan realistis antara para anggota kelompok dengan konselor serta antara
anggota kelompok itu sendiri.

f. Tahap Tindakan Pribadi Integrasi Sosial

Tahap ini ditandai dengan berakhirnya distorsi pengalihan yang sangat


kuat yang terjadi dalam kelompok. Pada tahap ini terdapat suatu pola
berbagi kepemimpinan dan pemisahan diri serta penyadaran individual
yang realistik distorsi pengalihan kelompok terhadap konselor telah
ditangani secara tuntas dan para anggota kelompok memandang konselor
lebih realistis. Tujuan tahap ini adalah untuk membantu konseli
menemukan cara-cara yang lebih efektif.2

B. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Psikologi Individual

Konseling individual merupakan pertemuan konselor dan klien secara


individual yang bernuansa hubungan konseling yang akrab dan hangat sehingga
konselor bisa memberikan bantuan untuk pengembangan pribadi klien serta dapat
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Proses bimbingan dan konseling
berorientasi pada aspek positif dan manusiawi serta berusaha menggembirakan
klien dengan menciptakan situasi proses konseling yang kondusif untuk
pertumbuhan klien sehingga klien mampu mengatasi masalahnya setelah dia

2
Natawidjaja,R.2009. Konseling Kelompok Konsep Dasardan Pendekatan, Bandung: Rizqi.
Hlm.65-66

6
mengenal, menyadari dan memhami potensi serta kelemahan dan mengarahkan
potensinya untuk mengatasi masalah dan kelemahan.3

Proses konseling individual merupakan relasi antara konselor dengan klien


dengan tujuan agar dapat mencapai tujuan klien. Tanggung jawab konselor dalam
proses konseling ini adalah mendorong untuk mengembangkan potensi klien agar
mampu bekerja efektif, produktif dan menjadi individu mandiri yang beriman dan
bertaqwa sehingga klien menjadi manusia yang seimbang antara pengembangan
intelektual yang menunjang tumbuhnyakreativitas dan produktivitas, social
emosional yang mengembangkan hubungan harmonis dengan emosi yang stabil
dan sikap mental yang positif terhadap dirinya sendiri dan dunia luar serta moral
religious.

Pelayanan konseling individual bertujuan menjadikan klien dapat berdiri


sendiri dan tidak tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah
dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri ciri pokok mampu mengenal diri
sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya, menerima diri sendiri dan
lingkungan secara positif dan dinamis, mengambil keputusan untuk dan oleh diri
senidri, serta mewujudkan diri secara optimal sesuai potensi, minat dan
kompetensi yang dimiliki .

Prinsip dan tujuan pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling individual


adalah :

1. Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan


individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam
menghadapi permasalahan.
2. Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan diambil dan akan
dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri
bukan karena kemauan dan desakan dari konselor atau pihak lain.
3. Permasalahn individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang
yang relevan dengan permasalahn yang dihadapi.
3
Andriyani Juli. 2018. ”Konsep Konseling Individual Dalam Proses Penyelesaian Perselisihan
Keluarga”, Bimbingan Dan Konseling Islam. Vol. 01. No.01 (Januari-Juni).Hlm .19-20

7
4. Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh
melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan
penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan
program bimbingan dan konseling itu sendiri.

Fungsi konseling individual adalah membantu individu mencari alternative


pemecahan masalah dan membantu mengembangkan potensi diri dalam
menghadapi permasalahan. Konseling tidak akan berfungsi dengan baik dan
berguna manusia harus dilengkapi dengan perangkat-perangkat kemanusiaannya.4

Ada tujuh prinsip yang terkandung dari teori Psikologi Individual Adler, yaitu:

1. Prinsip Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)

Adler meyakini bahwa manusia dilahirkan disertai dengan perasaan


rendah diri. Seketika individu menyadari eksistensinya, ia merasa rendah
diri akan perannya dalam lingkungan. Individu melihat bahwa banyak
mahluk lain yang memiliki kemampuan meraih sesuatu yang tidak dapat
dilakukannya. Perasaan rendah diri ini mencul ketika individu ingin
menyaingi kekuatan dan kemampuan orang lain. Misalnya, anak merasa
diri kurang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia
terdorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.

2. Prinsip Superior (Superiority Principle)

Memandang prinsip superior terpisah dari prinsip inferior


sesungguhnya keliru. Justru kedua prinsip ini terjalin erat dan bersifat
komplementer. Namun karena sebagai prinsip, kedua istilah ini berbeda,
maka pembahasannya pun dibedakan, kendati dalam operasionalnya tak
dapat dipisahkan. Sebagai reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai
motivator utama perilaku menurut Freud, Adler beranggapan bahwa
manusia adalah mahluk agresif dan harus selalu agresif bila ingin survive.
Namun kemudian dorongan agresif ini berkembang menjadi dorongan
4
Juli Andriyani, Konsep konseling Individual Dalam Proses Penyelesaian Perselisihan
Keluarga, Jurnal At- Taujih, (UIN Ar- Raniry, Banda Aceh: 2018)

8
untuk mencari kekuatan baik secara fisik maupun simbolik agar dapat
survive.

3. Prinsip Gaya Hidup (Style of Life Principle)

Usaha individu untuk mencapai superioritas atau kesempurnaan yang


diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler menyebutkan hal ini sebagai
gaya hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti individu adalah
kombinasi dari dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the inner self
driven) yang mengatur aarah perilaku, dan dorongan dari lingkungan yang
mungkin dapat menambah, atau menghambat arah dorongan dari dalam
tadi. Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri
(inner self) itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang
sama dapat ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang
mengalaminya. Dengan adanya dorongan dalam diri ini, manusia dapat
menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar dirinya, bahkan memiliki kapasitas
untuk menghindari atau menyerangnya.Jadi dalam hal ini Adler tidak
menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah produk dari
lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak hal-hal
yang muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi
gaya hidupnya. Gaya hidup seseorang telah terbentuk pada usia tiga
sampai lima tahun. Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah
lagi, meskipun cara pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu
tetap atau konstan dalam diri manusiaMisalnya, bagi anak yang merasa
memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih baik praktis untuk
membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting
dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa
lalu tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk
dicintai pada masa yang akan datang diharapkan dapat memperbaiki
peristiwa masa lampau.

9
Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang, dan kekuatan yang
mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan meyakini bahwa
perasaan rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia, dan berikutnya
karena adanya usaha untuk mencapai superioritas. Akan tetapi ada karakteristik
umum yang berasal dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan
keunikan kepribadian individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan
fisik yang unik pada setiap manusia. Pada anak cacat mental, menyebabkan
masalah yang lebih parah lagi, hal ini disebabkan oleh:

a. kompensasinya jauh lebih sukar,


b. keragaman kesempatan yang dapat digunakan untuk kompensasi
lebih sedikit,
c. tuntutan masyarakat modern lebih menekankan kemampuan
intektual ketimbang kerja otot,
d. masyarakat sendiri kadang kurang mau memahami usaha
kompensasi orang-orang yang terbelakang mental. Jadi secara
umum kondisi sosial dapat membentuk gaya hidup yang keliru
sekalipun kondisi fisik dan psikologisnya masih normal.
4. Prinsip Diri Kreatif (Creative Self Principle)

Diri yang kreatif adalah faktor yang sangat penting dalam kepribadian
individu, sebab hal ini dipandang sebagai penggerak utama, sebab pertama
bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan
bahwa manusia adalah seniman bagi dirinya. Gaya hidup adalah bersifat
mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat
sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian yang
baru. Individu mencipta dirinya.

5. Prinsip Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)

Kesadaran menurut Adler, adalah inti kepribadian individu. Meskipun


tidak secara eksplisit Adler mengatakan bahwa ia yakin akan kesadaran,
namun secara eksplisit terkandung dalam setiap karyanya. Adler merasa

10
bahwa manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari, dan ia
dapat menilainya sendiri.

6. Prinsip Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)

Meskipun Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia


mengganggap bahwa yang terpenting adalah masa depan. Yang terpenting
bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa yang akan individu
lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentuMisalkan, seorang
mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah didukung oleh
prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah, melainkan
tujuannya mencapai gelar tersebut

7. Prinsip Minat Sosial (Social Interest Principle)

Setelah melampaui proses evolusi tentang dorongan utama perilaku


individu, Adler menyatakan pula bahwa manusia memiliki minat sosial.
Bahwa manusia dilahirkan dikaruniai minat sosial yang bersifat universal.
Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain, yang pada
masa bayi mulai berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua.
Proses sosialisasi membutuhkan waktu banyak dan usaha yang
berkelanjutan. Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5
tahun dilanjutkan pada lingkungan pendidikan dasar dimana anak mulai
mengidentifikasi kelompok sosialnya.

C. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Client-Centered


1. Sejarah singkat

Pendekatan client-centered adalah pendekatan yang dikembangkan oleh


Dr. Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1940-an. Pada awal perkembangannya,
Carl Rogers menamai pendekatan ini sebagai non-directive counseling sebelum
pada akhirnya diganti menjadi client centered pada tahun 1951. Pendekatan ini
lahir sebagai reaksi kontra terhadap pendekatan psikoanalisis yang bersifat direktif
dan tradisional. Pendekatan client centered merupakan cabang dari konseling

11
humanistik yang memiliki perspektif eksistensial. Pendekatan ini beranggapan
bahwa seseorang yang mencoba mencari bantuan dalam bentuk konseling
merupakan seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan permasalahannya
dan dengan konseling akan mengarahkan kekuatan yang dimilikinya menuju ke
arah yang lebih baik.

Rogers percaya bahwa manusia pada dasarnya dapat dipercaya dan


memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya
tanpa intervensi langsung dari konselor. Selain itu, manusia juga memiliki potensi
untuk berkembang. Konselor akan membantu konseli dalam mengembangkan
kepribadiannya dengan cara menemukan kesiap-sediaan dari si konseli untuk
memecahkan masalah-masalah. Pendekatan berpusat pada orang (client center)
sangat percaya bahwa seseorang yang mengikuti proses konseling karena
keingginannya sendiri maka akan menemukan arahnya sendiri demi tercapai
kehidupan yang efektif.5

2. Tujuan konseling
Menurut Lutfi Fauzan sesuai dengan konsep dasar client-centered,
maka tujuan konseling kelompok dari pendekatan ini adalah:
a) Memberikan kesempatan dan kebebasan kepada individu atau
konseli untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya,
perkembangan dan terealisasi potensinya.
b) Membantu individu untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam
mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukan pada
penyembuhan tingkah laku itu sendiri.
c) Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan
pertumbuhan.
3. Konselor pada Konseling Kelompok Terpusat pada Konseli

5
Andi Setiawan Muhammad. 2018. Pendekatan-Pendekatan Konseling. Yogyakarta: Cv
Budi Utama. Hlm.73-96

12
Rogers menganggap bahwa fungsi utama dari konselor adalah iklim yang
memberikan keamanan psikologis bagi para anggota. Dengan demikian, konselor
atau pemimpin kelompok dalam berpusat pada pribadi ini menggunakan dirinya
sendiri sebagai alat untuk mengadakan perubahan dalam kelompoknya dan dalam
diri para anggota seperti yang telah dijelaskan sebetumnya bahwa pendekatan
client-centered ini lebih menekankan pada sikap konselor ketimbang teknik-teknik
khusus dalam proses konseling.

Adapun sikap-sikap dan keterampilan yang harus dimiliki oleh


pemimpin atau konselor konseling kelompok dalam pendekatan client-
centered sebagaimana Natawidjaja (Supriatma: 2009) menjelaskan sebagai
berikut:

a. keaslian, kesungguhan, Konselor/seorang fasilitas atau kongruensi.


harus mampu menampilkan diri apa adanya tanpa dibuat-buat, mampu
terlibat sebagai suatu pribadi, tanpa memasang sikap sebagai ahli,
keaslian ini juga menunjukan kesungguhan dari fasilitator.
b. Penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positif regard), yaitu
penerimaan dan perhatian terhadap peserta. Penghargaan positif ini
menyangkut upaya untuk mengomunikasikan perhatian dan kasih
sayang tanpa syarat dan tidak disertai dengan penilaian terhadap
perasaan dan pemikiran konseli. Dengan kata lain, konselor
menghargai dan menerima konseli apa adanya dan tanpa syarat apa
pun. Penghargaan yang positif tanpa syarat ini merupakan sikap
perhatian dan kehangatan yang bersifat tidak memiliki.
c. Empati, yaitu salah satu sikap yang paling mendasar dalam pendeka
ini, Empati pada dasarnya merupakan kemampuan untuk memasuki
kemampuan dunia subjektif konseli dan untuk mengomunikasikan
pemahaman itu kepada konseli. Rogers mengartikan konseli sebagai
kemampuan untuk melihat dunia orang lain, dengan menggunakan
kerangka rujukan intemal dari orang yang bersangkutan. Empati yang

13
sesungguhnya didasarkan atas peneriman dan sikap tidak menilai (non
judgmental).
d. Rasa hormat atau menghormati kelompok merupakan salah satu aspek
yang dikemukakan Egan (1982). Rasa hormat dapat diartikan sebagai
sikap menghargai orang lain sebagaimana adanya. Sikap menghormati
ini menunjukan pandangan behwa adanya kesamaan kedudukan antara
konselor dengan konseli bahwa konseli merupakan pribadi yang unik,
dan berhak untuk memandang segala scsuatu dari sisi yang
menguntungkan bagi dinnya. Biasanya rasa hormat dikomunikasikan
secara halus dan non verbal. ini
e. Kesegeraan merupakan kemampuan untuk menghayati, yaitu dimana
dan bagaimana menyatakan reaksi-reaksi konselor kepada konseli
dalam kaitannya dengan perjumpaan pribadi dengan pribadi dalam
kelompok. Egan (1982) menyatakan bahwa seasana kesegeraan
sebagai "percakapan Anda-aku" (you-me talk) sehingga konselor
diharapkan mampu untuk menjajaki secara terbuka dan
f. Kekonkretan. dikembangkan oleh kekonkretan ini ahli lain yang
bertolak para pada teori Rogers. Kekonkretan berarti kekhususan
dalam mendiskusikan kepedulian, perasaan, pemikiran, dan tindakan
seseorang. Konselor mendeteksi kelompok hendaknya gejala-gejala
tidak mampu adanya kekonkretan dalam kegiatan kelompok. Hal ini
diperlukan wmuk membantu konseli dalam menyadari pernyataannya.
kesamaran dari berbagai
g. Konfrontasi. Egan (1982) menyatakan bahwa konfrontasi itu sebagai
undangan kepada seseorang untuk menguji perilakunya secara lebih
jujur. Konfrontasi dalam proses konseling kelompok ini adalah usaha
untuk nenunjukkan perbedaan dan kesenjangan antara sikap,
pemikiran, dan perilaku konseli. Biasanya terdapat anggapan yang
keliru berbagai konfrontasi ini sehingga para konselor terkesan tentang
sangat berlebihan dalam memberikan dukungan kepada konseli.
Padahal, untuk menjadi seorang

14
D. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Behavioral

Menurut Skinner, perilaku manusia didasarkan atas konsekuensi yang


diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif/diterima, maka individu
akan meneruskan atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku
mendapat ganjaran negatif (hukuman/ditolak), maka individu anak menghindari
atau menghentikan tingkah lakunya. Konseling behavioral membantu individu
untuk mengontrol atau mengubah tingkah lakunya dan fungsi konseling ini adalah
memberikan perhatian khusus pada dampak lingkungan atas dirinya.

Pendekatan behavioral merupakan salah satu pendekatan tertua jika


dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam dunia
psikoterapi. Selain itu, pendekatan behavioral juga merupakan salah satu
pendekatan populer yang banyak digunakan oleh parapekerja kesehatan mental.
Dalam konsep behavioral, pendekatan ini merupakan penerapan aneka ragam
teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Konsep
belajar berdasarkan pendekatan behavioral yaitu seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behavioral adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku
manusia.

Tingkah laku yang dimaksud adalah perbuatan yang ditampilkan oleh


individu. Tujuan dari pendekatan behavioral adalah untuk memodifikasi tingkah
laku yang tidak diinginkan (maladaptif) sehingga menekankan pada pembiasaan
tingkah laku positif (adaptif). Pada pendekatan behavioral dikenal reinforcement
dan punishment. Tingkah laku adaptif yang tampak diberi penguatan
(reinforcement) yaitu memberikan penguatan yang menyenangkan setelah tingkah
laku yang diinginkan ditampilkan bertujuan agar tingkah laku itu cenderung akan
diulangi, meningkat, dan menetap di masa akan datang. Sementara tingkah laku
maldaptif akan diberikan punishment yang bertujuan agar tingkah laku tersebut
tidak terulang di masa yang akan datang.

15
1. Tujuan konseling
Tujuan konseling dalam kerangka kerja behavioral tergantung pada
permasalahan konseli. Adapu tujuan umum dan khusus konseling
behavioral ini adalah:
a) Tujuan umum
Membantu konseli menghilangkan perilaku bermasalah dan
mempelajari tingkah laku yang lebih efektif.
b) Tujuan khusus
Membantu konseli mempelajari tingkah laku spesifik sesuai
dengan keunikan sendiri.

Selain itu, tujuan konseling behavioradalah mencapai kehidupan tanpa


mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau
hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang
atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial. Tujuan konseling behaviour
adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak
diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Jadi tujuan
konseling behavior adalah untuk memperoleh perilaku baru, meng-eliminasi
perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
positif.

2. Tahap dan teknik konseling


a) Tahap permulaan
b) Tahap pelaksanaan
c) Tahap akhir
3. Peran dan fungsi konselor
Dalam pendekatan behavioral terdapat beberapa peran konselor yaitu:
a) Melakukan wawancara dengan calon anggota kelompok pada
pertemuan pertama sebagai penilaian awal
b) Mengajar peserta tentang proses-proses kelompok dan mengenai cara
bagaimana memperoleh manfaat kelompok

16
c) Membantu anggota kelompok untuk mengembangkan tujuan pribadi
dan tujuan kelompok secara khusus
d) Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau
mengkritik
e) Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam
kehidupan nyata

Konselor dalam konseling behavioral berfungsi mendiagnosa tingkah laku


maladatif dan menentukan prosedur penanganan yang cocok dengan masalah
konseli, dan konselor menentukan cara-cara yang digunakan untuk konseli dalam
usaha mengubah tingkah lakunya. Dari beberapa konsep dasar tentang konseling
behavioral, dapat disimpulkan bahwa konseling behavioral merupakan suatu
pendekatan layanan konseling dalam bentuk terapi. Pendekatan behavioral
berbeda dengan pendekatan lain yang digunakan dalam proses konseling karena
dalam konseling behavioral, konselor dituntut lebih aktif daripada konseli (klien).
Karena, fokus utama konseling behavioral yaitu pengubahan perilaku. Sebelum
mengubah perilaku konseli (klien).

Konselor perlu menanamkan sifat-sifat positif kepada konseli (klien).


Konsep tersebut sesuai dengan pendapat Corey yang mengemukakan bahwa
pendekatan behavioral bertujuan untuk memperoleh tingkah laku baru,
penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan perilaku yang diinginkan. Sedangkan ciri-ciri terapi behavioral
yaitu:

1. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik


2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
3. Perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah
4. Penaksiran obyektif atas hasil-hasil terapi

E. Konseling Kelompok Dalam Pendekatan Rasional Emotif


1. Pengertian Rasional Emotif

17
Rasional emotif adalah terori konseling yang dikembangkan oleh Albert
elis, yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur, maupun berfikir
irasional dan jahat. Tujuannya adalah mengubah pola fikiri irasional menjadi
rasional.6

Rasional emotif adalah berusaha memperbaiki melalui pola berpikir dan


menghilangkan pola berpikir yang irasional. Terapi dilihatnya sebagai usaha
untuk mendidik kembali. Jadi terapi bertindak sebagai mendidik dengan antara
lainmemberikan tugas yang harus dilakukan pasien serta mengajarkan strategi
tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya7.

Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi, mengatakan terapi Rasional


Emotif Terapi adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri
dan lingkungannya, konselor berusaha agar Klien makin menyadari pikiran dan
kata-katanya sendiri, mengadakan pendekatan yangtegas, melatih klien untuk bisa
berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan rasional


emotif adalah asional teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana
adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-
objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan
merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir,
bernafas, dan berkehendak.

2. Tujuan Pendekatan Rasional Emotif

Tujuan dari rasional emotif adalah untuk membantu individuindividu


mengatasi problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka

6
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konsleing dan Psikoterapi, (Bandung: IKIP Semarang
Pres, 1995), h. 241
7
Singgih D Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), h. 236

18
kekehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Secara
terperinci terapi ini bertujuan untuk sebagai berikut:

a. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku, sikap, persepsi, cara


berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan yang irasional.
b. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak seperti rasa
takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was,
rasa marah.
c. Untuk membangun minat, pengendalian/pengarahan diri, toleransi,
kesediaan menerima ketidakpastian, fleksibel, komitmen terhadap
sesuatu, berpikir logis, keberanian mengambil resiko, dan
penerimaan diri
siswa.8
3. Langkah-Langkah Pendekatan Rasional Emotif

Pendekatan rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat


kognitif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Beberapa
teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:

a. Teknik Emotif Afektif


1) Asertive Adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan


membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan
dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri siswa.

2) Bermain Peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang


menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang
dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
8
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2005), h. 245

19
tertentu.Melaksanakan perilaku tertentu untuk mengeluarkan apa
yang mereka rasakan dalam situasi tertentu, fokusnya adalah pada
menggarap keyakinan irasional yang mendasarinya yang ada
kaitannya dengan meras tidak nyaman.9

3) Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model


tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

Selanjutnya langkah-langkah pendekatan rasinal emotif adalah sebagai


berikut:

1. Langkah pertama

Dalam langkah pertama ini berusaha menunjukkan kepada klien bahwa


masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak
rasional.

2. Langkah Kedua

Langkah kedua yaitu menyadarkan siswa bahwa pemecahan masalah yang


dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri.

3. Langkah ketiga

Langkah ketiga yaitu mengajak siswa menghilangkan cara berfikir dan


gagasan yang tidak rasional.

4. Langkah keempat

Langkah keempat yaitu mengembangkan pandanganpandangan yang


realistis dan menghindarkan dairi dari keyakinan yang tidak rasional.

F. Mengembangkan Gaya Kelompok Sendiri

9
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,..., h. 480

20
1. Teknik menanggulangi masalah kedisiplinan disekolah.
a) Teknik pendekatan kedisiplinan
Teknik pendekatan kedisiplinan mengacupada aturan dan
ketentuan tata tertibdisekolah/madrasah,berikutdengansanksinya. Sebagai
salah satu komponenorganisasi disekolah/madrasah, aturan tatatertib
sangat perlu ditegakan untukmencegah dan mengatasi penyimpangan
perilaku peserta didik. Akan tetapi walaupun demikian, kita harus selalu
ingat bahwa,sekolah/madrasah bukanlah sebuah lembaga hukum yang
senantiasa mengobral sanksi dan hukum fisik terhadap penghuninya.
Penerapan sanksi dan hukum fisik, dihawatirkan peserta didik akan
mengalami stress dan defresi, sehingga pada akhirnya peserta didik akan
memberontak terhadap aturan tata tertibyang telah ditentukan
disekolah/madrasah.
b) Teknik Bimbingan dan Konseling.
Teknik pendekatan bimbingan dan konseling,berbeda dengan
teknik pendekatan kedisiplinan yang identik dengan penerapan sanksi dan
hukum fisik agar menghasilkan efek jera bagi si pelanggar kedisiplinan.
Penanganan siswa bermasalah dengan teknik bimbingan dan konseling,
lebih mengutamakan pada upaya peyembuhan dengan cara memberikan
saran, ajakan, arahan, danmasukan tentang suatu hal yang baik,sehingga
terbentuk kualitas hubunganinterpersonal yang solid antara konselor dan
konseli, sehingga pada akhirnya, konseli dapat mentadari bahwa sifat
danprilaku yang ada pada dirinya, merupakansifat dan prilaku yang salah
dimatamasyarakat.
Paradigma pelayanan bimbingan dan konseling, saat ini masih
terorientasi pada pelayanan yang bersifat pencegahan danpengembangan.
Bimbingan dan konselingterhadap siswa yang bermasalah, hinggasaat ini
masih menjadi topik utama dalamsystem pendidikan disekolah/madrasah
sehingga, Guru bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat
penting.Sofyan S Willis mengemukakan tingkatan masalah beserta
mekanisme dan petugas yang menanganinya, yaitu:

21
1) Kasus ringan
Contoh kasus ringan diantaranya:membolos, malas, kesulitan
belajar pada matapelajarantertentu,bertengkar,berkelahi,minum-
minumankeras,berpacaran, mengutil, dll. Untuk kasusringan seperti hal
tersebut, upaya mengatasinya adalah dengan cara memberikan bimbingan
yang continue, sedangkan petugas yang menanganinyacukup oleh wali
kelas dan guru yangkemudian berkonsultasi dengan kepalasekolah dan BK
untuk melakukankunjungan kerumah konseli.
2) Kasus sedang
Contoh kasus sedang diantaranya:Gangguan emosional, berpacaran
denganperbuatan menyimpang, tawuran, narkoba, mengganggu ketertiban
masyarakat, perbuatan asusila, dll. Untuk kasus sepertihal tersebut,
penanggulangiannya dengancara memberikanbimbinganyangdilakukan
oleh guru BK/konselor, yangkemudian berkonsultasi dengan
kepalasekolahagarmengadakan konferensi dengan staf ahli/professional.
3) Kasus berat
Contoh kasus berat diantaranya:Gangguan emosional tinggi,
kecanduannaroba/ NAFZA, kriminalitas berulangulang, sex bebas, hara-
kiri, perkelahian dengan sajam/senpi, dll. Untuk kasusseperti hal tersebut,
dilakukan alih tangan kasus (Referal) kepada ahli psikologis/psikiater,
Dokter, Polisi, atau ahli hukum dengan catatan, sebelum
mengalihtangankan kasus, hendaknya dilakukan konferensi atau mediasi
dengan pihak keluarga konseli dan stap ahli yang akan diberikan
pengalihan kasus.

Mengamati apa yang dikemukakan oleh Sofyan S Willis tentang


contoh-contoh kasus ringan, sedang, dan berat, beserta cara dan petugas yang
menanganinya seperti tersebut diatas,maka dapat disimpulkan bahwa,
bimbingan dan konseling bukan hanya menjaditanggung jawabguru BK saja
akan tetapi, dapat melibatkan berbagai pihak untuk bersama-sama membantu
konseli agarmemperolehpenyesuaiandanpengembangan diri secara oftimal.

22
c) Teknik Bimbingan dan Konseling dalam mengembangkan potensi
siswa
Menurut Shertezer dan Stoon (1982), Bimbingan adalah membantu
orang perorangan untuk memahami dirinya sendiri serta lingkungan hidup
disekitarnya. Pada umumnya teknik-teknik atau pendekatan yang
dipergunakan dalam bimbingan dan konseling, diantaranya:
1) Bimbingan kelompok (Group Guidance)
Teknik bimbingan kelompok (group guidance) dipergunakan
dalam membantu sekelompok siswa untuk memecahkan masalah-
masalah melalui kegiatan kelompok sehingga segala sesuatunyadapat
dirasakan bersama oleh kelompok maupun oleh induvidu yang menjadi
anggota kelompok.
2) Bimbingan konseling individual (Individual Guidance Counceling)
Bimbingan konseling individu adalahbimbingan konseling yang
memungkinkanklien mendapatkan layanan langsung secara tatap muka
dalam rangka pembahasan dan pengentasanpermasalahan yang bersifat
pribadi. Dalam hal ini konselor hendaknya, bersikap penuh
simpati dan empati. Dengan demikian klien, akan memberikan
kepercayaanpenuh terhadap konselor. Hal demikian
akansangatmembantudalamkeberhasilan seorang konselor
dalammelaksanakan tugasnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

23
Jadi di dalam konseling kelompok ini terdapat beberapa pendekatan
diantaranya psikoanalisis, psikologi individual, Client-Centered. Behavioral,
rasional emotif, dan mengembangkan gaya konseling kelompok sendiri. Yang
dimana psikoanalisis ini merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu
psikologi. Layaknya aliran besar lainya, marxisme misalnya, psikoanalisis telah
merambah ke berbagai sektor keilmuan. Tokoh penting aliran ini adalah Sigmund
Freud, Carl Gustav Jung dan Alffred Alder. Psikologi individual merupakan
pertemuan konselor dan klien secara individual yang bernuansa hubungan
konseling yang akrab dan hangat sehingga konselor bisa memberikan bantuan
untuk pengembangan pribadi klien serta dapat mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya. Client-centered adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Dr.
Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1940-an. Pada awal perkembangannya, Carl
Rogers menamai pendekatan ini sebagai non-directive counseling sebelum pada
akhirnya diganti menjadi client centered pada tahun 1951. Behavioral membantu
individu untuk mengontrol atau mengubah tingkah lakunya dan fungsi konseling
ini adalah memberikan perhatian khusus pada dampak lingkungan atas dirinya.
Rasional emotif adalah terori konseling yang dikembangkan oleh Albert elis, yaitu
suatu pendekatan psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur, maupun berfikir
irasional dan jahat

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Setiawan Muhammad. 2018. Pendekatan-Pendekatan Konseling.


Yogyakarta: Cv Budi Utama

24
Andriyani Juli. 2018. ”Konsep Konseling Individual Dalam Proses Penyelesaian
Perselisihan Keluarga”, Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam. Vol. 01.
No.01 (Januari-Juni). Hlm .19-20
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konsleing dan Psikoterapi, Bandung: Ikip

Mulyadi Seto,Fakhrurrozi. 2015. Psikologi Konseling. Jakarta: Gunadarma

Musyirifin Zaen. 2020. “Implementasi Sifat-sifat Rasulullah Dalam Konseling


Behavioral”, Jurnal Bimbinngan Konseling Islam, Vol.11, No. 02 (Juli-
Desember)

25

Anda mungkin juga menyukai