Dosen Pengampu
Dr. Hj. Rofiqah, M.Pd
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji sykur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konseling sebagai Hubungan Membantu” dengan baik
dan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun dan membimbing kita ke jalan yang
terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Drs. Hj. Rofiqah, M.Pd
selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Bimbingan dan Konseling yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Ada banyak hal yang bisa kami ambil
dan kami pelajari melalui penulisan makalah ini. Selain itu, terima kasih juga
kami ucapkan kepada berbagai pihak yang sudah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini sampai selesai.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan..............................................................................3
B. Teknik -Teknik KOnseling SFBT............................................................6
C. Tahap - Tahap Konseling..........................................................................8
D. Kelebihan dan Kelemahan......................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................12
B. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
belakang ini, dapat dipahami bahwa SFBT bukan hanya sekadar teknik
konseling, tetapi juga merupakan suatu pendekatan yang melekat pada filsafat
postmodern dalam membantu individu meraih perubahan positif dalam
kehidupan mereka.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa
rumusan masalah :
B. Tujuan
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sejarah Perkembangan
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran
postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam
beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis
(Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus
Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat
Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari semua sebutan untuk
SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi
postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.
Sekitar tahun 1980 dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill
O’Hanlon, dan Michele Weiner-Davis memberikan kontribusi penting pada
perkembangan SFBT. Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg mengembangkan
terapi yang dikenal dengan solution-focused brief therapy. De Shazer adalah
orang pertama yang menggunakan teknik miracle question. De Shazer, Berg, dan
rekan-rekannya juga menggunakan pohon keputusan (decision tree) untuk
menentukan intervensi apa yang akan digunakan untuk seorang konseli.
3
O’Hanlon dan Weiner-Davis juga memandang bahwa perubahan-perubahan kecil
akan menyebabkan perubahan yang lebih besar.
Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya
kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan
kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat
relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang
kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Dengan demikian, realitas dan
kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari
budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa
pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang
mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern.
Konstruktivisme sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan
pandangan postmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa
memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional.
4
yang mungkin. Dalam kosa kata fokus solusi, ini disebut change-talk
(Andrews & Clark dalam Corey 2009).
5
d. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)
FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada
konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua.
Konselor dapat berkata : “Antara sekarang dan pertemuan kita selanjutnya,
saya ingin Anda dapat mengamati sehingga Anda dapat menjelaskan
kepada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa yang terjadi
pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang diharapkan terus
terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2009). Pada sesi kedua, konseli
dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang mereka
inginkan dapat terjadi di masa mendatang.
6
cararutin ataumekanis,tetapidengan cara yangmenggembirakanyang
menciptakanharapandan menyampaikanharapankepada konselibahwa
mereka dapatmencapai tujuan mereka dengan menggambar padakekuatan
dan
Jembatan menghubungkan pujian awal dengan pemberian tugas.
Pemberian tugas kepada konseli, yang dapat dianggap sebagai pekerjaan
rumah. Tugas observasional meminta konseli untuk memperhatikan
beberapa aspek kehidupan mereka. Proses pemantauan diri membantu
konseli memperhatikan perbedaan ketika ada yang lebih baik, terutama
apa yang berbeda tentang cara mereka berpikir, merasa, atau berperilaku.
b. Establishing goals
7
Menetapkan tujuan melanjutkan proses konseling. Konselor berkolaborasi dengan
konseli untuk menentukan tujuan yang spesifik, dapat diamati, diukur, dan
konkret Tujuan biasanya mengambil salah satu dari tiga bentuk: mengubah dari
situasi problematis; mengubah tampilan situasi atau kerangka acuan, dan
mengakses sumber daya, solusi, dan kekuatan (O’Hanlon (ST Weiner-Davis, 1989
dalam Seligman 2006). Pertanyaan mengandaikan sukses: “Apa yang akan
menjadi tanda pertama dari perubahan”, Bagaimana Anda akan tahu kapan terapi
ini berguna bagi Anda”, Bagaimana saya bisa tahu?” Diskusi rinci perubahan
positif didorong untuk memperoleh pandangan yang jelas dari apa yang terlihat
seperti solusi ke konseli. Salah satu cara yang paling berguna untuk solusi yang
berfokus pada klinisi untuk menetapkan tujuan terapi adalah dengan
menggunakan pertanyaan keajaiban (miracle question).
c. Designing an intervention
Perilaku baru yang positif dan perubahan diidentifikasi serta ditekankan ketika
konseli kembali setelah diberi tugas. Pertanyaan fokus pada perubahan, kemajuan,
dan kemungkinan dan mungkin termasuk “Bagaimana Anda membuat hal itu
terjadi?”, “Siapa yang melihat perubahan?”, dan “Bagaimana sesuatu yang
berbeda ketika Anda melakukan itu?” Masalahnya dipandang sebagai “itu” atau
“itu” dan sebagai eksternal untuk konseli; ini membantu orang melihat
8
keprihatinan mereka sebagai setuju untuk berubah, bukan sebagai bagian integral
dari diri mereka sendiri.
f. Stabilization
g. Termination
Pengakhiran konseling terjadi, sering diprakarsai oleh konseli yang kini telah
mencapai tujuan mereka. Karena SFBT berfokus pada penyajian keluhan bukan
resolusi masalah masa kecil atau perubahan kepribadian yang signifikan, ia
mengakui bahwa orang dapat kembali untuk terapi tambahan, dan konseli
diingatkan pilihan itu. Pada saat yang sama, SFBT tidak hanya berusaha untuk
membantu orang menyelesaikan masalah segera. Melalui proses mengembangkan
rasa percaya diri, merasa mendengar dan memuji bukan menyalahkan, dan
menemukan kekuatan dan sumber daya, orang yang diterapi melalui SFBT dapat
menjadi lebih mandiri dan mampu mengatasi kesulitan di masa depan mereka
sendiri.
Menurut Corey (2009) secara umum prosedur atau tahapan pelaksanaan SFBT
adalah:
9
Konselor bekerja dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan yang dibentuk
secara spesifik dengan baik secepat mungkin. Pertanyaannya adalah “Apa yang
menjadi berbeda dalam hidupmu ketika masalah-masalah Anda terselesaikan?”
Konselor menanyakan konseli tentang kapan dan dimana masalah-masalah
tersebut terasa tidak mengganggu atau saat masalah-masalah terasa agak ringan.
Konseli dibantu untuk mengeksplor pengecualian-pengecualian ini, dengan
penekanan yang khusus pada apa yang mereka lakukan untuk membuat keadaan/
peristiwa-peristiwa tersebut terjadi.
Diakhir setiap sesi konseli membangun solusi-solusi (solution building),
sementara konselor memberikan umpan balik (feedback), memberikan dorongan-
dorongan, dan menyarankan apa yang konseli dapat amati atau lakukan sebelum
sesi berikutnya untuk menyelesaikan masalah mereka.
Bersama-sama dengan konseli, konselor mengevaluasi kemajuan yang telah
didapat dalam mencapai solusi-solusi yang telah direncanakan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan rating scale.
1. Kelebihan
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) merupakan
suatu pendekatan konseling dan psikoterapi yang berakar pada pemikiran
postmodern. Dengan tidak memiliki penemu tunggal, SFBT berkembang
melalui kontribusi beberapa ahli, seperti Steve de Shazer, Insoo Kim Berg,
Bill O’Hanlon, dan Michele Weiner-Davis. Filosofi dasar SFBT
menciptakan landasan konseptual berdasarkan pandangan postmodern, di
mana kebenaran dan realitas dianggap sebagai konstruksi budaya dan
bahasa.
Teknik-teknik konseling SFBT, seperti Pertanyaan Pengecualian,
Pertanyaan Keajaiban, Pertanyaan Berskala, Rumusan Tugas Sesi
Pertama, dan Umpan Balik, dirancang untuk membantu konseli membuat
solusi atas permasalahan mereka dengan berfokus pada tujuan-tujuan yang
ingin dicapai di masa depan. Tahap-tahap konseling SFBT, mulai dari
mengidentifikasi keluhan yang bisa dipecahkan hingga pengakhiran sesi,
memberikan panduan sistematis untuk mencapai perubahan yang
diinginkan.
B. Saran
Penerapan Lebih Lanjut: Penerapan SFBT dapat lebih diperluas dan
diintegrasikan dalam konteks konseling dan psikoterapi.
Penggunaan teknik-teknik ini dapat dijelajahi dalam berbagai
setting klinis dan populasi klien.
11
Pelatihan Konselor: Karena SFBT membutuhkan keterampilan
khusus dalam mengajukan pertanyaan dan merancang intervensi,
pelatihan lanjutan bagi para konselor sangat dianjurkan. Hal ini
akan meningkatkan kemampuan mereka untuk
mengimplementasikan pendekatan ini dengan efektif.
12
DAFTAR PUSTAKA
13