Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SOLUTION FOCUS COUNSELING

Dosen Pengampu
Dr. Hj. Rofiqah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 11 :

Dimas Rahman Maulana 210401110045


Meli Miltania 210401110056
Muhammad Akhyar Asperi 210401110058
Chorida Rahmadita Hidayah 210401110059

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji sykur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konseling sebagai Hubungan Membantu” dengan baik
dan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun dan membimbing kita ke jalan yang
terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Drs. Hj. Rofiqah, M.Pd
selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Bimbingan dan Konseling yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Ada banyak hal yang bisa kami ambil
dan kami pelajari melalui penulisan makalah ini. Selain itu, terima kasih juga
kami ucapkan kepada berbagai pihak yang sudah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini sampai selesai.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat


memberikan banyak manfaat bagi para pembacanya. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan sangat kami hargai dan kami terima guna untuk
menyempurnakan makalah ini.

Malang, 21 November 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan..............................................................................3
B. Teknik -Teknik KOnseling SFBT............................................................6
C. Tahap - Tahap Konseling..........................................................................8
D. Kelebihan dan Kelemahan......................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................12
B. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) dalam konteks


konseling sangat penting untuk memahami asal-usul, perkembangan, dan
relevansinya dalam membantu individu mengatasi permasalahan. SFBT
muncul sebagai bagian dari pergerakan pemikiran postmodern dalam bidang
konseling, yang menyoroti keberagaman pengalaman individu dan
menekankan pada proses konstruksi realitas. Pendekatan ini tidak hanya
menawarkan suatu teknik konseling, tetapi juga merupakan manifestasi dari
pandangan bahwa kebenaran dan realitas bersifat relatif, dan bahwa solusi-
solusi yang efektif dapat dibangun dengan fokus pada tujuan-tujuan yang
diinginkan.

Pengembangan SFBT dapat ditelusuri pada kontribusi sejumlah tokoh


utama, seperti Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill O’Hanlon, dan Michele
Weiner-Davis, yang pada tahun 1980 dan 1990-an memberikan kontribusi
signifikan terhadap perkembangan pendekatan ini. De Shazer dan Berg,
misalnya, mengembangkan terapi berfokus solusi dengan menggunakan teknik
seperti pertanyaan keajaiban dan pohon keputusan. Sementara O’Hanlon dan
Weiner-Davis memberikan kontribusi pada pengembangan teori konseling
yang dikenal sebagai solution-oriented brief therapy, yang menekankan
perubahan kecil sebagai kunci menuju perubahan yang lebih besar.

Secara filosofis, SFBT ditenun dalam kerangka konstruktivisme sosial,


yang menekankan bahwa realitas adalah hasil dari konstruksi budaya, bahasa,
dan teori yang diterapkan pada suatu fenomena. Pandangan ini menciptakan
dasar filosofis bagi pendekatan SFBT, yang memandang bahwa kebenaran
bersifat relatif dan realitas dapat diubah melalui konstruksi solusi-solusi yang
dibangun bersama antara konselor dan konseli. Melalui pemahaman latar

1
belakang ini, dapat dipahami bahwa SFBT bukan hanya sekadar teknik
konseling, tetapi juga merupakan suatu pendekatan yang melekat pada filsafat
postmodern dalam membantu individu meraih perubahan positif dalam
kehidupan mereka.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa
rumusan masalah :

1. Bagaimana penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) dalam


konteks konseling dapat membantu individu mengatasi permasalahan
yang dihadapi?
2. Apa Saja Karakteristik Hubungan Konseling?
3. Bagaimana Teknik konseling SFBT?

B. Tujuan

1. Penerapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) dalam konteks


konseling
2. mengetahui Karakteristik Hubungan Konseling
3. Mengetahui Teknik konseling SFBT

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sejarah Perkembangan
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran
postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam
beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis
(Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus
Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat
Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari semua sebutan untuk
SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi
postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.

SFBT tidak memiliki penemu tunggal sebagaimana teori-teori konseling


tradisional. Banyak ahli yang saling memberikan kontribusi pada teori konseling
ini. Namun demikian, terdapat beberapa ahli yang dianggap memberikan
kontribusi paling besar pada SFBT sehingga terbentuk menjadi teori yang
komprehensif seperti saat ini, di antaranya: Steve de Shazer, Bill O’Hanlon,
Michele Weiner-Davis, dan Insoo Kim Berg.

Sekitar tahun 1980 dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo Kim Berg, Bill
O’Hanlon, dan Michele Weiner-Davis memberikan kontribusi penting pada
perkembangan SFBT. Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg mengembangkan
terapi yang dikenal dengan solution-focused brief therapy. De Shazer adalah
orang pertama yang menggunakan teknik miracle question. De Shazer, Berg, dan
rekan-rekannya juga menggunakan pohon keputusan (decision tree) untuk
menentukan intervensi apa yang akan digunakan untuk seorang konseli.

O’Hanlon dan Weiner-Davis yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran de


Shazer dan Berg juga memberikan kontribusi dengan menemukan teori konseling
yang dikenal dengan solution-oriented brief therapy. Pendekatan treatment mereka
membantu individu untuk berfokus pada tujuan-tujuan yang akan datang dan
menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapai tujuan tersebut.
O’Hanlon dan Weiner-Davis tidak berfokus pada bagaimana masalah terjadi tapi
mereka hanya berfokus pada bagaimana masalah tersebut dapat dipecahkan.

3
O’Hanlon dan Weiner-Davis juga memandang bahwa perubahan-perubahan kecil
akan menyebabkan perubahan yang lebih besar.

Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya
kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan
kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat
relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang
kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Dengan demikian, realitas dan
kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari
budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa
pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang
mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern.
Konstruktivisme sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan
pandangan postmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa
memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional.

B. Teknik – Teknik Konseling SFBT


Dalam aplikasinya, pendekatan SFBT memiliki beberapa teknik
intervensi khusus. Teknik ini dirancang dan dikembangkan dalam rangka
membantu konseli untuk secara sadar membuat solusi atas permasalahan
yang dihadapi. Menurut Corey (2009) teknik SFBT adalah:

a. Pertanyaan Pengecualian (Exception Question)

Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-pertanyaan exception untuk


mengarahkan konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak ada atau
ketika masalah tidak begitu intens. Exception merupakan pengalaman-
pengalaman masa lalu dalam kehidupan konseli ketika pantas mempunyai
beberapa harapan masalah tersebut terjadi, tetapi bagaimanapun juga tetap
tidak terjadi (de Shazer dalam Corey 2009). Eksplorasi ini mengingatkan
konseli bahwa masalah-masalah tidak semua kuat dan tidak selamanya
ada, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membangkitkan sumber
daya, menggunakan kekuatan-kekuatan dan menempatkan solusi-solusi

4
yang mungkin. Dalam kosa kata fokus solusi, ini disebut change-talk
(Andrews & Clark dalam Corey 2009).

b. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)

Miracle question merupakan teknik utama SFBT. Konselor meminta


konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka
berbagai kemungkinan masa depan. Konseli didorong untuk membiarkan
dirinya bermimpi sebagai cara untuk mengidentifikasi jenis perubahan
yang paling mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan
di mana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan kehidupan yang
berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa lalu.

Konselor dapat bertanya, “Jika keajaiban terjadi dan masalah Anda


terpecahkan dalam semalam, bagaimana kau tahu itu dipecahkan, dan apa
yang akan menjadi berbeda?” Konseli kemudian didorong untuk
memberlakukan “apa yang akan menjadi berbeda” meskipun masalah yang
dirasakan. Jika konseli menyatakan bahwa dia ingin merasa lebih rahasia
dan aman, konselor mungkin mengatakan: “Biarkan diri Anda
membayangkan bahwa Anda meninggalkan kantor hari ini dan bahwa
Anda berada di jalur untuk bertindak lebih percaya diri dan aman. Apa
yang akan Anda lakukan secara berbeda?”

c. Pertanyaan Berskala (Scalling Question)

Terapis berfokus solusi juga menggunakan scalling question ketika


perubahan dalam pengalaman manusia tidak mudah diamati, seperti
perasaan, suasana hati (mood), atau komunikasi (de Shazer & Berg dalam
Corey 2009). Scalling question memungkinkan konseli untuk lebih
memperhatikan apa yang mereka telah lakukan dan bagaimana meraka
dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-
perubahan yang mereka inginkan.

5
d. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST)

FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh terapis kepada
konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua.
Konselor dapat berkata : “Antara sekarang dan pertemuan kita selanjutnya,
saya ingin Anda dapat mengamati sehingga Anda dapat menjelaskan
kepada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang apa yang terjadi
pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang diharapkan terus
terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2009). Pada sesi kedua, konseli
dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang mereka
inginkan dapat terjadi di masa mendatang.

Menurutde Shazer, intervensi ini


cenderungmeningkatkanoptimismekonseli danharapantentang keadaan
mereka. Konseliumumnyabekerja samadengan perubahanFFSTdanlaporan
atauperbaikan sejaksesipertama mereka(McKeel, 1996; Walter&Peller,
2000 dalam Corey 2009). BertolinodanO’Hanlon(dalam Corey
2009)menunjukkan bahwaintervensiFFSTdigunakan
setelahkonselimemiliki kesempatanuntuk mengekspresikan keprihatinan,
pandangan, dan cerita mereka.

e. Umpan Balik (Feedback)

Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil istirahat 5 sampai 10 menit


menjelang akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk
konseli. Selama waktu ini terapis memformulasikan umpan balik yang
akan diberikan pada konseli setelah istirahat. De Jong dan Berg (dalam
Corey 2009) menggambarkan tiga bagian dasar yaitu:

Pujianadalahafirmasiaslidariapa yang sudah dilakukankonseli


danmengarah padasolusi yang efektif.Memujitidak dilakukandengan

6
cararutin ataumekanis,tetapidengan cara yangmenggembirakanyang
menciptakanharapandan menyampaikanharapankepada konselibahwa
mereka dapatmencapai tujuan mereka dengan menggambar padakekuatan
dan
Jembatan menghubungkan pujian awal dengan pemberian tugas.
Pemberian tugas kepada konseli, yang dapat dianggap sebagai pekerjaan
rumah. Tugas observasional meminta konseli untuk memperhatikan
beberapa aspek kehidupan mereka. Proses pemantauan diri membantu
konseli memperhatikan perbedaan ketika ada yang lebih baik, terutama
apa yang berbeda tentang cara mereka berpikir, merasa, atau berperilaku.

C. Tahap – tahap Konseling

Menurut de Shazer (Seligman 2006) SFBT bisanya berlangsung dalam tujuh


tahap:

a. Identifying a solvable complaint

Mengidentifikasi keluhan yang bisa dipecahkan merupakan langkah awal yang


penting dalam konseling. Tidak hanya memfasilitasi pengembangan tujuan dan
intervensi, tetapi mempromosikan perubahan. Konseli dan konselor berkolaborasi
untuk membuat gambar dari keluhan yang menempatkan solusi mereka di tangan
konseli. Pertanyaan frase konselor sehingga mereka berkomunikasi secara optimis
dan harapan untuk perubahan. Kesulitan manusia dipandang sebagai normal dan
dapat diubah. Konselor mungkin bertanya, “Apa yang menyebabkan Anda untuk
membuat janji sekarang?” bukan “Apa masalah yang mengganggu Anda?” atau
bertanya, “Apa yang ingin Anda ubah?” bukan “Bagaimana saya bantu?”.

Konselor menggunakan empati, ringkasan, mengartikan, pertanyaan terbuka, dan


keterampilan mendengarkan aktif untuk memahami situasi konseli dengan jelas
dan spesifik. Konselor mungkin bertanya, “Bagaimana Anda mengalami
kecemasan?” “Apa yang akan membantu saya untuk benar-benar memahami
situasi ini?” dan “Bagaimana hal ini menciptakan masalah bagi Anda?”

b. Establishing goals

7
Menetapkan tujuan melanjutkan proses konseling. Konselor berkolaborasi dengan
konseli untuk menentukan tujuan yang spesifik, dapat diamati, diukur, dan
konkret Tujuan biasanya mengambil salah satu dari tiga bentuk: mengubah dari
situasi problematis; mengubah tampilan situasi atau kerangka acuan, dan
mengakses sumber daya, solusi, dan kekuatan (O’Hanlon (ST Weiner-Davis, 1989
dalam Seligman 2006). Pertanyaan mengandaikan sukses: “Apa yang akan
menjadi tanda pertama dari perubahan”, Bagaimana Anda akan tahu kapan terapi
ini berguna bagi Anda”, Bagaimana saya bisa tahu?” Diskusi rinci perubahan
positif didorong untuk memperoleh pandangan yang jelas dari apa yang terlihat
seperti solusi ke konseli. Salah satu cara yang paling berguna untuk solusi yang
berfokus pada klinisi untuk menetapkan tujuan terapi adalah dengan
menggunakan pertanyaan keajaiban (miracle question).

c. Designing an intervention

Ketika merancang intervensi, konselor menggambar pada pemahaman mereka


tentang konseli dan penggunaan kreativitas strategi terapi untuk mendorong
perubahan, tidak peduli seberapa kecil. Pertanyaan khas selama tahap ini termasuk
“Perubahan apa yang telah terjadi?”, “Apa yang berhasil di masa lalu ketika Anda
berurusan dengan situasi yang sama?”, “Bagaimana Anda membuat hal itu
terjadi?”, dan “Apa yang akan Anda lakukan untuk memiliki itu terjadi lagi? “.

d. Strategic task that promote change

Tugas strategis kemudian mempromosikan perubahan. Biasanya ini ditulis


sehingga konseli dapat memahami dan menyetujuinya. Tugas secara hati-hati
direncanakan untuk memaksimalkan kerja sama konseli dan sukses. Orang dipuji
atas upaya keberhasilan dan kekuatan mereka untuk menggambar di dalam
menyelesaikan tugas.

e. Identifying dan emphazing new behavior and changes

Perilaku baru yang positif dan perubahan diidentifikasi serta ditekankan ketika
konseli kembali setelah diberi tugas. Pertanyaan fokus pada perubahan, kemajuan,
dan kemungkinan dan mungkin termasuk “Bagaimana Anda membuat hal itu
terjadi?”, “Siapa yang melihat perubahan?”, dan “Bagaimana sesuatu yang
berbeda ketika Anda melakukan itu?” Masalahnya dipandang sebagai “itu” atau
“itu” dan sebagai eksternal untuk konseli; ini membantu orang melihat

8
keprihatinan mereka sebagai setuju untuk berubah, bukan sebagai bagian integral
dari diri mereka sendiri.

f. Stabilization

Stabilisasi adalah penting dalam membantu orang mengkonsolidasikan


keuntungan dan secara bertahap beralih perspektif ke arah yang lebih efektif dan
penuh harapan. Selama tahap ini, konselor mungkin benar-benar menahan
kemajuan dan kemunduran konseli. Ini memberikan orang waktu untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan mereka, mempromosikan keberhasilan lebih
lanjut, dan mencegah berkecil hati jika perubahan tidak terjadi secepat yang
mereka inginkan.

g. Termination

Pengakhiran konseling terjadi, sering diprakarsai oleh konseli yang kini telah
mencapai tujuan mereka. Karena SFBT berfokus pada penyajian keluhan bukan
resolusi masalah masa kecil atau perubahan kepribadian yang signifikan, ia
mengakui bahwa orang dapat kembali untuk terapi tambahan, dan konseli
diingatkan pilihan itu. Pada saat yang sama, SFBT tidak hanya berusaha untuk
membantu orang menyelesaikan masalah segera. Melalui proses mengembangkan
rasa percaya diri, merasa mendengar dan memuji bukan menyalahkan, dan
menemukan kekuatan dan sumber daya, orang yang diterapi melalui SFBT dapat
menjadi lebih mandiri dan mampu mengatasi kesulitan di masa depan mereka
sendiri.

Menurut Corey (2009) secara umum prosedur atau tahapan pelaksanaan SFBT
adalah:

Para konseli diberikan kesempatan untuk memaparkan masalah-masalah mereka.


Konselor mendengarkan dengan penuh perhatian dan cermat jawaban-jawaban
konseli terhadap pertanyaan dari konselor “Bagaimana saya dapat membantu
Anda?”

9
Konselor bekerja dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan yang dibentuk
secara spesifik dengan baik secepat mungkin. Pertanyaannya adalah “Apa yang
menjadi berbeda dalam hidupmu ketika masalah-masalah Anda terselesaikan?”
Konselor menanyakan konseli tentang kapan dan dimana masalah-masalah
tersebut terasa tidak mengganggu atau saat masalah-masalah terasa agak ringan.
Konseli dibantu untuk mengeksplor pengecualian-pengecualian ini, dengan
penekanan yang khusus pada apa yang mereka lakukan untuk membuat keadaan/
peristiwa-peristiwa tersebut terjadi.
Diakhir setiap sesi konseli membangun solusi-solusi (solution building),
sementara konselor memberikan umpan balik (feedback), memberikan dorongan-
dorongan, dan menyarankan apa yang konseli dapat amati atau lakukan sebelum
sesi berikutnya untuk menyelesaikan masalah mereka.
Bersama-sama dengan konseli, konselor mengevaluasi kemajuan yang telah
didapat dalam mencapai solusi-solusi yang telah direncanakan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan rating scale.

D. Kelebihan dan Kekurangan

1. Kelebihan

Berfokus pada solusi.


Treatment terfokus pada hal yang spesifik dan jelas.
Penggunaan waktu yang efektif.
Berorientasi pada di sini dan sekarang (here and now).
Penggunaan teknik-teknik intervensi bersifat fleksibel dan praktis.
2. Kelemahan

Konseling bertujuan tidak secara tuntas menyelesaikan masalah konseli.


Keterbatasan waktu yang menjadi orientasi penggunaannya.
Dalam penerapannya menuntut keterampilan konselor dalam penggunaan bahasa.
Menggunakan teknis-teknis keterampilan berfikir (mind skills)

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT) merupakan
suatu pendekatan konseling dan psikoterapi yang berakar pada pemikiran
postmodern. Dengan tidak memiliki penemu tunggal, SFBT berkembang
melalui kontribusi beberapa ahli, seperti Steve de Shazer, Insoo Kim Berg,
Bill O’Hanlon, dan Michele Weiner-Davis. Filosofi dasar SFBT
menciptakan landasan konseptual berdasarkan pandangan postmodern, di
mana kebenaran dan realitas dianggap sebagai konstruksi budaya dan
bahasa.
Teknik-teknik konseling SFBT, seperti Pertanyaan Pengecualian,
Pertanyaan Keajaiban, Pertanyaan Berskala, Rumusan Tugas Sesi
Pertama, dan Umpan Balik, dirancang untuk membantu konseli membuat
solusi atas permasalahan mereka dengan berfokus pada tujuan-tujuan yang
ingin dicapai di masa depan. Tahap-tahap konseling SFBT, mulai dari
mengidentifikasi keluhan yang bisa dipecahkan hingga pengakhiran sesi,
memberikan panduan sistematis untuk mencapai perubahan yang
diinginkan.

B. Saran
 Penerapan Lebih Lanjut: Penerapan SFBT dapat lebih diperluas dan
diintegrasikan dalam konteks konseling dan psikoterapi.
Penggunaan teknik-teknik ini dapat dijelajahi dalam berbagai
setting klinis dan populasi klien.

11
 Pelatihan Konselor: Karena SFBT membutuhkan keterampilan
khusus dalam mengajukan pertanyaan dan merancang intervensi,
pelatihan lanjutan bagi para konselor sangat dianjurkan. Hal ini
akan meningkatkan kemampuan mereka untuk
mengimplementasikan pendekatan ini dengan efektif.

 Penelitian Lebih Lanjut: Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk


mengevaluasi efektivitas SFBT dalam berbagai konteks dan
populasi. Studi komparatif dengan pendekatan konseling lainnya
dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang keunggulan dan
kelemahan SFBT.

 Penyuluhan Publik: Memberikan informasi kepada masyarakat


umum mengenai prinsip-prinsip dasar SFBT dan manfaatnya dapat
meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap pendekatan ini.
Hal ini dapat menciptakan persepsi yang lebih positif terkait dengan
konseling dan psikoterapi.

Dengan mempertimbangkan kesimpulan dan saran di atas,


diharapkan penerapan SFBT dapat terus berkembang dan memberikan
kontribusi positif dalam membantu individu mengatasi permasalahan
mereka dan mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.


Cengage Learning.

Seligman, L. (2006). Solution-Focused Brief Therapy: A Review of the Outcome


Research. Family Process, 45(2), 203–216. https://doi.org/10.1111/j.1545-
5300.2006.00091.x

de Shazer, S. (1985). Keys to Solution in Brief Therapy. WW Norton &


Company.

O'Hanlon, B., & Weiner-Davis, M. (1989). In Search of Solutions: A New


Direction in Psychotherapy. WW Norton & Company.

Walter, J. L., & Peller, J. E. (2000). Becoming Solution-Focused in Brief


Therapy. Routledge.

13

Anda mungkin juga menyukai