Anda di halaman 1dari 12

466

SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

TINJAUAN SOSIOLOGIS FENOMENA GHASAB


DI LINGKUNGAN PESANTREN DALAM PERSPEKTIF
PENYIMPANGAN SOSIAL

Mila Nabila Zahara, Wilodati, Udin Supriadi


Universitas Pendidikan Indonesia
Email: milanabil18@gmail.com

Abstrak Ghasab merupakan fenomena menggunakan barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya dan kerap
terjadi di lingkungan pesantren. Penelitian ini bertujuan penelitian untuk 1) untuk menganalisis
fenomena ghasab di lingkungan Pesantren Persis 67 Benda Tasikmalaya; 2) mengidentifikasi faktor
yang memengaruhi santri melakukan ghasab; 3) untuk menganalisis tanggapan santri dan pembina
pesantren mengenai fenomena ghasab; 4) untuk menganalisis upaya pihak pesantren dalam
menanggulangi fenomena ghasab. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa 1) Fenomena ghasab merupakan perilaku
memfungsikan barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya dan terjadi di Pesantren Persatuan Islam
67 Benda Tasikmalaya. Hampir seluruh santri mengetahui fenomena ghasab merupakan hal negatif,
namun tetap di laksanakan. Perilaku santri dalam melakukan ghasab dapat memicu terjadinya perilaku
ghasab lainnya. Sehingga timbulah anggapan “Barang siapa yang mengghasab, pasti dia akan
dighasab”; 2) Faktor yang memengaruhi terjadinya fenomena ghasab diantaranya faktor individu,
lingkungan sosial, faktor situasional, faktor kultural dan faktor fasilitas; 3) Para santri serta pembina
sepakat bahwa fenomena ghasab merupakan bagian dari penyimpangan sosial karena bersinggungan
dengan nilai dan norma agama serta masyarakat setempat; 4) upaya yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi fenomena ghasab di lingkungan Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya
diantaranya dengan cara merubah persepsi tentang ghasab, memberi teladan yang baik untuk tidak
melakukan ghasab, mempertegas kedisipilnan, membuat program dan pengurus khusus menanggulangi
ghasab serta melakukan peningkatan fasilitas pesantren.

Kata kunci: fenomena ghasab, penyimpangan sosial, pondok pesantren

1 PENDAHULUAN pembelajaran tidak hanya di ruang kelas, namun


juga tercipta di kehidupan sehari-hari dalam
Pesantren adalah suatu lembaga yang aturan- bangunan asrama. Di sanalah proses kemandirian,
aturannya berpedoman pada ajaran agama Islam. pembentukan kepribadian dan sosialisasi
Target utama lembaga pendidikan berbasis agama berlangsung.
islam ini bukan hanya semata-mata mencari ilmu Namun, meski dilingkungan yang agamis,
pengetahuan, namun menciptakan insan yang bukan berarti suatu hal yang bertentangan dengan
bertaqwa dan diaplikasikan dalam perilaku sehari- nilai agama maupun norma masyarakat tidak akan
hari sesuai dengan ajaran Al-Quran, Hadits terjadi. Jika dikaitkan dengan ilmu sosiologi,
maupun aturan yang ada di masyarakat. terdapat suatu konsep mengenai ketidaksesuaian
Di tengah semakin merosotnya moral bangsa, perilaku masyarakat dengan kaidah normatif,
pesantren menjadi salah satu lembaga yang yakni kajian mengenai penyimpangan sosial.
berperan penting dalam membangun masyarakat Fenomena tersebut tidak menutup kemungkinan
agar memiliki kecerdasan spiritual. Sebagaimana terjadi di lingkungan pesantren. Penelitian di
yang disebutkan A’la (2006, hlm. 8) bahwa Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah
“Pesantren menjadi wadah dalam menyelamatkan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip pesantren
kemerosotan moral di dunia global”. mulai bergeser dikalangan santri karena
Mayoritas pesantren bersistem asrama, di terciptanya penyimpangan nilai-nilai.
mana santri akan hidup bersama dengan santri Penyimpangan tersebut adalah berupa kenakalan
lainnya dari berbagai daerah. Sehingga remaja/ kenakalan santri. Di antara bentuk-bentuk


467
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

kenakalan remaja di pondok pesantren, antara lain waktu, selama pelaku membutuhkan barang
kabur dari pondok, berkelahi dengan teman, tersebut, akan tetap ia pakai. Ghasab juga tidak
merokok, terlambat kembali ke pondok selalu didasari unsur kesengajaan, namun ada
(Aminatuzzuhriyah, 2010). suatu keadaan yang mengharuskan seseorang
Selain fenomena yang dipaparkan untuk menggunakan barang yang bukan miliknya.
sebelumnya, terdapat perilaku negatif yang telah Lingkungan menjadi salah satu faktor ghasab
menjadi budaya di lingkungan pesantren, yaitu terus menjamur di pesantren. Beberapa contoh
ghasab. Ghasab merupakan tindakan perilaku menyimpang di pesantren yang telah di
menggunakan barang milik orang lain tanpa ungkapkan sebelumnya, bukan berarti
seizin pemiliknya. Penggunaan barang tersebut mengindikasi bahwa lingkungan pesantren adalah
tidak dimaksudkan untuk menjadi kepemilikan wabah penyimpangan. Hal tersebut bisa terjadi
tetap, hanya untuk memenuhi keperluan sesaat. karena kehidupan berasrama melahirkan
Setelah pengunaan selesai, barang di kembalikan hubungan kekeluargaan yang cukup kental
lagi, meski tidak selalu di tempat semula. Ghasab sesama santri. Adanya ikatan kekeluargaan dan
berbeda dengan mencuri, karena pelaku tidak emosional yang kuat yang bersifat paguyuban
berniat untuk menjadikan barang yang ia pakai atau gemeinschaf. Menurut (Asnawi, dkk 2012)
menjadi miliknya. Fenomena ghasab jika kehidupan di ruang pesantren berbentuk
dibiarkan akan menjadi cikal bakal perilaku gemeinschaf yakni hubungan yang orientasi pada
korupsi. Karena berawal dari menganggap wajar kehidupan bersama. Adapun dalam (Narwoko
perilaku negatif hal-hal kecil. dan Suyanto, 2010) gemeinschaf menjadikan
Ghasab bukanlah sebuah fenomena baru di sesama anggotanya memiliki hubungan batin
lingkungan pesantren. Di Pondok Pesantren yang murni, alamiah, dan kekal. Kekeluargaan
Salafiyah Al Muhsin Condong Catur Depok yang masih terjalin kuat di lingkungan pesantren
Sleman, meski santri faham bahwa ghasab itu menjadikan tidak adanya batasan antar santri.
dilarang namun ghasab tetap terjadi, karena Barang milik temannya akan dianggap barang
perilaku tersebut telah menjadi tradisi. (Wahyudi, miliknya juga.
2008). Penelitian Khoiriyah (2014) di Pondok Fenomena ghasab biasanya banyak terjadi di
pesantren Al Luqmaniyyah Yogyakarta, bahwa pesantren salaf atau pesantren tradisional. Hal
ghasab terjadi karena 1) pola hubungan tersebut disebabkan karena pesantren salaf masih
interpersonal yang baik sesama santri minim fasilitas, sehingga santrinya saling
menciptakan anggapan bahwa barang milik mengandalkan barang milik temannya. Namun,
pribadi di asrama telah menjadi milik bersama; 2) yang menjadi perhatian adalah ternyata budaya
adanya mata rantai yang mengghasab akan ghasab tidak hanya terjadi di pesantren salaf,
dighasab, hingga terus terjadi; 3) Jika santri namun di pesantren khalaf atau pesantren modern
dihadapkan pada kondisi yang situasional, dia tetap mewabah. Pesantren modern idealnya
akan berperilaku ghasab, maka santri lainpun adalah pesantren dengan bangunan dan fasilitas
dihadapkan pada kondisi yang sama. Kemudian yang lengkap dan memadai bagi santrinya. Salah
dalam penelitian (Khaulani, 2015) diantara satu pesantren modern dengan masih
penyebab membudayanya ghasab di lingkungan mewabahnya budaya ghasab adalah Pesantren
pesantren adalah pelaksanakan pendidikan akhlak Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. Di
di Pondok pesantren Daarun Najaah Jerakah, pesantren tersebut, budaya ghasab tak dapat
Tugu, Semarang masih menggunakan metode dielakan, sudah menjadi mata rantai yang tidak
pendidikan tradisional yang cenderung hanya terputus dan menular kesantri lainnya. Padahal
tertuju pada ranah kognitif, tanpa menyentuh dari segi fasilitas sudah sangat lengkap untuk
ranah afektif dan psikomotorik. santri, karena pesantren tersebut dipungut uang
Jika ditinjau dari segi kaidah normatif, pangkal dan iuran perbulan bagi santrinya.
perilaku ghasab jelas tidak sesuai dengan nilai Namun, fasilitas yang lengkap tidak cukup
yang ada dimasyarakat, karena adanya pihak yang menjadi penyokong kebutuhan santri untuk tidak
dirugikan. Meski secara hukum tertulis belum ada melakukan ghasab.
undang-undang yang mengatur perilaku tersebut.
Kedudukan ghasab terbilang menjadi hal yang 2 METODE PENELITIAN
unik. Ghasab tidak dapat disebut memijam,
karena tidak ada akad peminjamannya. Ghasab
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
juga tidak termasuk kategori mencuri karena tidak
pendekatan kualitatif. Tujuannya supaya lebih
ada unsur untuk dimiliki. Barang-barang yang
mempermudah dalam memperoleh fakta dari
sering dighasab adalah barang menjadi kebutuhan
gejala-gejala yang ada di lapangan. menurut
primer di asrama. Seperti peralatan mandi, sandal,
Bogan dan Taylor (dalam Moleong, 2010, hlm. 4)
sepatu, piring, baju, sarung, mukena dan
menjelaskan bahwa “penelitian kualitatif
sebagainya. Perilaku ghasab tidak mengenal
merupakan prosedur penelitian yang


468
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

menghasilkan data yang deskriptif dari hasil perilaku (tingkah laku) menyimpang terjadi
wawancara dan observasi perilaku yang diamati”. dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab
Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian dalam sebuah interaksi. Sebagaimana Edwin H.
ini adalah metode studi kasus. Metode ini dipilih Sutherland (dalam Utari, 2012 hlm. 92)
untuk dapat menggali sebuah fenomena dengan menjelaskan bahwa:
cermat dan mendapatkan informasi yang lengkap 1) Tingkah laku jahat dipelajari dari orang-
mengenai fenomena yang diteliti. orang lain dalam suatu proses interaksi; 2)
Agar didapatkan data yang akurat, maka dari tingkah laku jahat yang dipelajari, diperoleh
itu peneliti memilih informan yang tepat yaitu dalam kelompok pergaulan yang akrab; 3)
santri, pengurus rijalul ghad dan ummahatul seseorang menjadi menyimpang karena melihat
ghad, serta pembina asrama di Pesantren peluang dalam melakukan penyimpangan
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. Peneliti daripada melihat hukum yang seharusnya
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dipatuhi.
diantaranya dengan metode wawancara
mendalam, observasi partisipasi, studi Ghasab sering terjadi di tempat yang banyak
dokumentasi, dan studi literatur. Selanjutnya penghuninya misalnya di lingkungan pesantren
peneliti menguji keabsahan data dengan cara dengan interaksi yang cukup kental antar sesama
triangulasi dan member check. Terakhir dalam santrinya. Setiap santri yang melakukan ghasab
penelitian kualitatif yaitu menggunakan analisis tidak akan mengenal waktu, bahkan selama ia
data. Dimana data yang diperoleh beragam dari membutuhkan barang tersebut, akan tetap
berbagai sumber yang dilakukan secara terus dighasab. Pelaku ghasab tidak memperhatikan
menerus sampai data yang diperoleh mencapai aturan yang seharusnya di patuhi, mereka lebih
titik jenuh. Menurut Cresswell (2016, hlm.260) mengedepankan peluang dalam mengghasab
“analisis data dalam penelitian kualitatif akan sesuai dengan kebutuhannya. Perilaku ghasab
berlangsung bersamaan dengan bagian-bagian yang dilakukan seorang santri dapat menular
lain dari pengembangan penelitian kualitatif, yaitu menjadi perilaku ghasab bagi santri lainnya.
pengumpulan data dan penulisan temuan.” Dalam Peristiwa tidak lazim ini terjadi lingkungan
hal ini peneliti mengumpulkan data, kemudian pesantren yang seharusnya dapat menerapkan
menganalisis informasi, dan akhirnya menuliskan nilai-nilai agamis kepada para santrinya, maka
laporan. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data ghasab menjadi sebuah fenomena yang menarik
reduction, data display, dan conclusion untuk di kaji.
drawing/verification. Sesuai dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1990, hlm. 227) dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Fenomena dapat
3 HASIL DAN PEMBAHASAN diartikan sebagai 1) hal-hal yang dapat di
3.1. Fenomena Ghasab di Lingkungan saksikan dengan panca indra dan dapat dinilai
Pesantren Persis 67 Benda serta di terangkan secara ilmiah (seperti fenomena
Tasikmalaya alam), 2) sesuatu yang luar biasa atau kejadian 3)
fakta atau kenyataan”. Dapat disimpulkan bahwa
fenomena merupakan gejala, hal, persistiwa atau
Ghasab merupakan perilaku menggunakan
keadaan yang tidak lazim terjadi di masyarakat
barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
sehingga menarik untuk di kaji dan di teliti secara
Fenomena ghasab sudah sering terjadi di
ilmiah. Salah satu fenomena yang muncul dalam
Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya.
kehidupan sehari-hari yaitu adanya masalah sosial
Hampir seluruh santri mengetahui fenomena
yang timbul di lingkungan sekitar kita.
ghasab merupakan hal negatif, namun tetap di
Kriteria utama sebuah fenomena menjadi
laksanakan. Perilaku santri dalam melakukan
suatu masalah adalah dengan adanya
ghasab dapat memicu terjadinya perilaku ghasab
ketidaksesuaian antara ukuran nilai sosial dengan
lainnya. Sehingga timbulah anggapan “Barang
kenyataan tindakan pada masyarakat tertentu.
siapa yang mengghasab, pasti dia akan
Unsur pokok yang menjadikan fenomena ghasab
dighasab”.
dianggap sebuah masalah yaitu karena adanya
Perilaku merupakan tindakan, sikap atau cara
perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai
berbuat sesuai dengan apa yang selayaknya bagi
agama yang diadabtasi di lingkungan Pesantren
seorang manusia. Perilaku sering disebut sebagai
dengan kenyataan perilaku santri yang masih
moral atau akhlaq sesuai dengan ukuran-ukuran
banyak melakukan perilaku ghasab di lapangan.
nilai di masyarakat. Semua perilaku terjadi karena
Fenomena ghasab marak terjadi di pondok-
dipelajari. Ghasab merupakan perilaku
pondok pesantren yang memiliki norma dan
menggunakan barang milik orang lain tanpa
sanksi yang longgar, salah satunya di Pondok
seizin pemiliknya. Perilaku ghasab terjadi karena
Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya.
adanya proses belajar yang menyimpang. Pola


469
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

Pondok pesantren sebagai salah satu tempat sebagaimana dalam agama Islam di ajarkan
menuntut ilmu agama dan tempat tinggal santri, bahwa seseorang akan mengalami dinamika naik
membentuk hubungan interpersonal yang erat turunnya iman meskipun orang tersebut sudah
antar santri. Para santri melihat dan menemui faham ilmunya. Bagi sebagian orang, banyak
secara langsung di lapangan bagaimana proses yang menganggap menjadi santri dan hidup di
ghasab terjadi. Kehidupan berasrama yang sangat lingkungan pesantren sudah cukup beriman
erat memengaruhi psikologis antar sesama santri kepada Allah SWT. Padahal tidak demikian, iman
untuk mengadopsi perilaku ghasab. yang ada pada hati seseorang dapat bertambah,
Ghasab terjadi di Pondok Pesantren Persatuan berkurang dan bahkan hilang jika seseorang
Islam 67 Benda Tasikmalaya karena sosialiasi tersebut tidak menjaganya.
subkultural menyimpang. Sebagaimana dalam Ketika iman para santri sedang menurun,
Setiadi dan Kolip (2013, hlm. 215) menerangkan perilaku ghasab menjadi sesuatu yang lumrah
bahwa: karena tuntutan kebutuhan santri. Namun ketika
Ada sebelas yang menjadi akibat seseorang iman sedang naik, misalnya karena sering
berperilaku menyimpang, yakni adanya sikap diingatkan dalam pengajian oleh para ustad atau
mental yang tidak sehat, ketidak harmonisan karena membaca ayat-ayat yang mengingatkan
dalam keluarga, pelampiasan rasa kecewa, santri untuk menghindari keburukan, dengan
dorongan kebutuhan ekonomi, pengaruh sadar santri akan menghindari perilaku ghasab.
lingkungan dan media massa, keinginan untuk Sejatinya agar para santri tidak lagi melakukan
dipuji, proses belajar yang menyimpang, ghasab perlu adanya upaya-upaya yang
ketidaksanggupan menyerap norma, proses berkesinambungan dari pihak pesantren,
sosialisasi nlai-nilai, subkultural menyimpang pembahasan tersebut akan dijelaskan dalam di
atau gegagalan dalam proses sosialisasi, adanya rumusan masalah terakhir pada penelitian ini.
ikatan sosial yang berlainan. Ghasab jika ditinjau secara kuantitaif dapat
Sosialisasi subkultural menyimpang atau hal dikategorikan perbuatan menyimpang yang
yang bisa diartikan sebagai suatu kebudayaan dilakukan secara individu maupun kelompok. Hal
khusus yang normanya bertentangan dengan tersebut selaras dengan yang diungkapkan dalam
norma yang berlaku di lingkungan pesantren, atau Muin (2006, hlm. 155) bahwa “perbuatan
dalam hal ini yaitu norma sosial. menyimpang dilakukan secara individu maupun
Di Pondok Pesantren Persatuan Islam 67 kelompok”. Ghasab termasuk penyimpangan
Benda Tasikmalaya, hampir seluruh santri secara individu karena dilakukan oleh seorang diri
mengetahui fenomena ghasab merupakan hal (seorang santri) untuk memenuhi kebutuhannya.
negatif, namun tetap di laksanakan. Pondok Ghasab juga dapat dikategorikan penyimpangan
pesantren sebagai lingkungan tempat tinggal para kelompok karena kadang-kadang kuantitas atau
santri merupakan agen sosialisasi sekunder bagi kadar dari barang yang dighasab dalam jumlah
santri yang tidak serta merta secara mulus yang banyak, sehingga orang-orang yang menjadi
menerapkan nilai-nilai agama kepada para santri. korban dari ghasab tersebut juga banyak.
Fenomena ghasab terjadi di Pondok Pesantren Perilaku santri dalam melakukan ghasab dapat
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya bisa memicu terjadinya perilaku ghasab lainnya. Hal
terjadi diakibatkan karena adanya kegagagalan tersebut terjadi dilatar belakangi oleh persepsi
santri dalam proses sosialisasi. Latar belakang santri tentang hukum mengghasab. Santri
keluarga santri yang berbeda dalam menanamkan berpandangan bahwa perilaku mengghasab
norma-norma ke dalam kepribadian santri sebagai barang milik orang lain akan menyebabkan
anak bisa menjadi salah satu faktor terjadinya barang miliki kita dighasab oleh orang lain pula.
kegagalan dalam proses sosialisasi. Meskipun di Persepsi tersebut tertanam dalam benak para
lingkungan pesantren santri telah dibekali santri sehingga menjadi suatu kebiasaan yang
berbagai ilmu agama dengan harapan agar santri sulit dihilangkan. Kebiasaan kurang baik tersebut
dapat berperilaku agamis, tidak menutup menular kesantri lainnya dan membuat fenomena
kemungkinan perilaku yang menyimpang dari ghasab membudaya di pondok pesantren.
aturan agama akan tetap terjadi, hal tersebut Ketidaksanggupan para santri dalam
dikarekan kurangnya pondasi agama yang kuat menyerap norma agama yang telah di berikan di
pada individu santri. Sebagaimana Darajat (dalam lingkungan pesantren dalam aktivitas sehari-hari
Suharti, 2011, hlm. 48) mengungkapkan bahwa juga tata tertib dan tata krama yang telah
“Salah satu penyebab seseorang berperilaku ditetapkan oleh pesantren juga norma sosial
menyimpang dikarenakan faktor kurang seperti bagaiamana berperilaku baik yang
tertanamnya jiwa agama pada tiap-tap orang dicontohkan oleh para pembina atau ustad dan
dalam masyarakat.“, ustadah di lingkungan pesantren. Fenomena
Nilai-nilai agama yang tertanam pada individu ghasab terjadi karena adanya gangguan dalam
santri mengalami goncangan setiap harinya, proses sosialisasi di lingkungan pesantren yang


470
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

menyebabkan tindakan ghasab seorang santri orang lain karena telah merampas hak milik orang
dapat menular menjadi tindakan ghasab bagi lain. Santri yang mengghasab barang milik
santri lainnya. temannya, kelak akan mendapat balasan, yaitu
Sebagaimana Muin (2006, hlm. 155) barangnya dighasab oleh orang lain saat ia sedang
menjelaskan bahwa diantara penyebab perilaku membutuhkannya. Inilah sebabnya mengapa
menyimpang ditinjau dari sudut pandang fenomena ghasab sangat membahayakan.
sosiologis diantarannya:
Secara sudut pandang sosiologi: proses 3.2. Faktor yang Memengaruhi Santri
interaksi sosial, internalisasi nilai dan kontrol Melakukan Ghasab
sosial, tidak selalu sempurna. Ketidaksempurnaan
tersebut menyebabkan perilaku menyimpang.
Penyebab perilaku menyimpang menurut Fenomena ghasab di lingkungan pesantren
pandangan sosiologi terbagi lagi diantaranya 1) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama yaitu
perilaku menyimpang karena sosialisasi, faktor Individu. Relativitas individu membuat
merupakan perilaku menyimpang yang seseorang memiliki kebebasan menentukan
disebabkan oleh adanya gangguan dalam proses perilakunya, para santri dengan latar belakang
masyarakat; 2) Perilaku menyimpang karena yang beragam bebas untuk bertindak sesuai
anomi;, 3) perilaku menyimpang karena norma atau melanggar norma yang ditetapkan di
differential association, merupakan lingkungan pesantren. Sebagaimana dalam Utari
penyimpangan yang terjadi karena sasosiasi yang (2012, hlm. 126) menjelaskan bahwa:
berbeda terhadap kejahatan; 4) perilaku Manusia tercipta sebagai makhluk yang
menyimpang karena pemberian julukan memiliki moral, sehingga setiap manusia bebas
(labelling), merupakan perilaku menyimpang untuk berbuat sesuatu yang bermacam-macam.
yang lahir karena adanya batasan Tindakan tersebut berdasarkan pada pilihan: taat
(cap,julukan,sebutan) atas suatu perbuatan yang hukum atau melanggar hukum. Tindakan yang
disebut menyimpang. Seseorang yang diberi cap dipilih akan didasarkan pada ikatan-ikatan sosial
sebagai pelaku penyimpangan, maka cap tersebut yang dibentuk dimana individu tersebut tinggal.
akan mendorong orang tersebut unutk berperilaku Dari kebebasan bertindak tersebut muncul
yang menyimpang. alasan utama seseorang melakukan perilaku
Selain gangguan dalam proses sosialisasi, menyimpang yaitu karena faktor human eror,
penyebab fenomena ghasab terjadi dilihat dari sebuah anggapan dalam konsep penyimpangan
sudut pandang sosiologi termasuk kedalam sosial bahwa setiap individu yang lahir kedunia
kategori menyimpang karena anomie, yakni tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan
adanya peraturan yang jelas mengenai peraturan disosiasi sosial. Sebagaimana Paul B. Horton
ghasab. Anomie dapat menyebabkan runtuhnya (dalam Setiadi, 2013, hlm. 195) menerangkan
norma mengenai bagaimana seharusnya bersikap bahwa tidak ada satu pun manusia yang
pada sesama. Efek dari tidak adanya aturan secara sepenuhnya berperilaku selurus-lurusnya sesuai
tegas tersebut membuat santri menganggap bahwa dengan nilai dan norma sosial (konformis) atau
ghasab adalah perilaku yang lumrah. sepenuhnya berperilaku menyimpang. Faktor
Lingkungan pergaulan santri di pesantren serta pendorong santri melakukan ghasab di Pondok
proses belajar yang cenderung menyimpang Pesantren Perstuan Islam 67 Benda adalah karena
menjadi faktor utama terjadinya fenomena adanya dorongan dari dalam diri individu untuk
ghasab. Seringnya santri melihat perilaku ghasab melakukan perilaku menyimpang dalam situasi
yang dilakukan oleh santri lainnya di lingkungan tertentu. Santri mengetahui bahwa perilaku
pesantren, sehingga menyebabkan santri yang ghasab adalah perilaku dzalim yang akan
awalnya tidak pernah mengghasab pun bisa merugikan orang lain, namun mereka tetap
menirunya ketika dia dalam situasi membutuhkan. melakukannya demi memenuhi kebutuhan sesaat.
Meskipun, sejatinya santri tersebut tahu bahwa Kebiasaan ghasab-mengghasab terjadi hampir
ghasab termasuk kedalam perilaku menyimpang. setiap hari di lingkungan Pesantren Persatuan
Perilaku santri dalam melakukan ghasab dapat Islam 67 Benda, hingga akhirnya membuat santri
memicu terjadinya perilaku ghasab lainnya terbiasa untuk berperilaku ghasab. Hal tersebut
sehingga muncul anggaapan “Barang siapa yang selaras dengan yang dijelaskan dalam Setiadi dan
mengghasab, pasti dia akan dighasab”. Hal ini Kolip (2013, hlm. 189) bahwa “sebab terjadinya
sejalan dengan hukum sosial di masyarakat perilaku menyimpang dilatar belakangi oleh
mengenai hukum karma, yakni setiap perbuatan beragam hal diantaranya karena adanya dorongan
akan mendapat balasan dari apa yang kita dari dalam diri individu, dorangan dari
lakukan. Dalam aturan agama juga dijelaskan lingkungan luar, seperi pola-pola kelakukan yang
bahwa setiap perbuatan kelak ada balasannya dari dibiasakan”.
Allah SWT. Perilaku ghasab jelas merugikan Ditinjau dari segi kuantitatif, ghasab
merupakan penyimpangan fenomena ditingkat


471
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

individu. Hal tersebut selaras dengan yang kekeluargaan yang dilatarbelakangi oleh interaksi
diungkapkan dalam Muin (2006, hlm. 155) yang intensif antar sesama santri sehingga
bahwa “perbuatan menyimpang dilakukan secara melahirkan pola hubungan guyub (gemeinschaft).
individu maupun kelompok”. Ghasab termasuk Sebagaimana Narwoko dan Suyanto (2010, hal.
penyimpangan secara individu karena dilakukan 33) menjelaskan bahwa gemeinschaft merupakan
oleh seorang diri (seorang santri) untuk bentuk kehidupan bersama, dimana antar
memenuhi kebutuhannya. Fenomena ghasab anggotanya mempunyai hubungan batin murni
merupakan hasil dari kegagalan para santri untuk yang sifatnya alamiah. Dasar hubungannya yaitu
mentaati peraturan. Kurangnya kesadaran santri rasa cita dan persatuan batin yang nya dan
untuk tidak berbuat ghasab menyebabkan santri organis. Kehidupan sosial santri yang tinggal
melakukan kebiasaaan negatif yang di ulang- bersama dalam satu tempat dimana saling terjadi
ulang. interaksi dan komunikasi sehingga mampu
Fenomena ghasab terjadi karena individu membentuk pola-pola keterikatan antar santri.
mengalami gangguan dalam proses sosialisasi. Adanya saling ketergantungan antar para santri
Gangguan tersebut membuat santri sehingga saling membutuhkan satu sama lain
menginternalisasikan nilai kepada suatu hal dikehidupan sosialnya. Rasa kebersamaan yang
negatif. Kesadaran sosial yang rendah membuat intim melahirkan persepsi “barang milikku, juga
santri sering menyepelekan nilai-nilai yang milikmu, milikkmu juga milikku”, apapun yang
serharusnya diaplikasikan dalam kehidupan sosial dimiliki santri, santri lainnya pun dapat
di asrama. Sikap santri dalam menyepelekan mempergunakannya asal tidak dimiliki secara
perilaku ghasab ini merupakan sikap mental mutlak.Kekeliruan mengenai kepemilikan barang
yang tidak sehat. Karena santri tidak memiliki bersama tersebut membuat santri terbiasa untuk
rasa bersalah akibat perbuatan ghasabnya dan mempergunakan barang milik orang lain tanpa
mereka tidak menyesal telah melakukan ghasab. izin. Pola interaksi yang terlalu dekat di pondok
Faktor kedua yang memengaruhi santri pesantren membuat izin meminjam barang tidak
melakukan ghasab selanjutnya adalah faktor lagi menjadi hal yang diperhitungkan karena
lingkungan. Fenomena ghasab di Pesantren adanya pemakluman secara pribadi. Para santri
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya terus cenderung menyalahgunakan ikatan yang intim,
terjadi dari genarsi ke generasi karena kurangnya rasa saling memiliki antar sesama santri telah
teladan dari pengurus organisasi, pembina asrama mengakar dalam diri mereka. Perilaku ghasab
juga dari sesama santri lainnya untuk tidak dilakukan oleh para santri secara berulang-ulang
berbuat ghasab. Hasil wawancara di lapangan sehingga menjadi kebiasaan yang telah
menunjukan, para santri baru yang awalnya tidak melembaga.
mengetahui perilaku ghasab, pada akhirnya Fenomena ghasab terjadi tanpa kendali di
menjadi pelaku ghasab karena melihat teman pondok Pesantren Persatuan Islam 67 Benda
atau kakak kelasnya yang melakukan ghasab. Hal karena kurangnya kontrol sosial. Sebagaimana
ini selaras dengan yang diungkapan oleh Setiadi dan Kolip (2011, hlm. 249) meneangkan
Sutherlan dalam Setiadi (2013, hlm. 237) bahwa bahwa “di dalam kehidupan sosial terdapat alat
“penyimpangan adalah konsekuensi dari kontrol atau kendali untuk mengendalikan
kemahiran atas sikap atau tindakan yang berbagai tingkah laku anggota kelompok sosial
dipelajari dari norma yang menyimpang, terutama agar tetap dalam batas-batas tingkah konformis”.
dari subkultur menyimpang atau diantara teman- Peraturan pesantren mengenai ghasab di Pondok
teman sebaya yang melakukan penyimpangan”. Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya
Fenomena ghasab terjadi dipelajari melalui belum tertulis secara tegas. Aturan yang berkaitan
sosialisasi di lingkungan pondok pesantren. dengan perilaku ghasab hanya tersirat dalam tata
Fenomena ghasab merupakan hasil dari proses krama dan tata tertib pesantren. Aturan engenai
internilasisasi terhadap nilai-nilai dan norma- tatakrama dan tata tertib pesantren tersebut
norma yang ada di pondok pesantren. bersifat lentur, artinya kontrol sosial tersebut
Sebagaimana (Dalam Setiadi dan Kolip, 2013, kurang kuat di lingkungan pesantren sehingga
hlm. 189) menjelaskan bahwa setiap orang yang santri cenderung mengabaikan akan hal tersebut.
menempati sebuah wilayah tertentu sekalipun Untuk mengembalikan fungsi kontrol sosial
menjadi pendatang, akan senantiasa tersebut, perlu adanya pengendalian sosial yaitu
disosialisasikan atau dirahkan oleh kelompok pencegahan secara preventif atas fenomena
yang menetap di wilayah tersebut untuk ghasab agar kehidupan sosial di lingkungan
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang pesantren kembali kondusif. Sebagaimana dalam
berlaku di dalam kelompok tersebut. Setiadi dan Kolip (2013, hlm. 99) menjelaskan
Di pondok pesantren terdapat kontruksi sosial bahwa “kehidupan sosial akan mencapai
yang tidak disadari terbentuk dari proses sosial ketertiban jika nilai-nilai sosial dan norma-norma
santri. Kontruksi tersebut adalah nilai sosial sudah mencapai keselarasan. Maka tujuan


472
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

kehidupan sosial yang dirumuskan dalam benruk berbeda dengan norma-norma sosial masyarakat
nilai-nilai tersebut bisa tercapat, karena masing- pada umumnya (kultur dominan). Dilema bagi
masing anggota masyarakatnya dapat mematuhi orang-orang yang tergabung di dalam subkultur
norma yang berlaku”. Kehidupan di pondok menyimpang adalah bahwa mereka terlanjur
pesantren pun tidak ubahnya demikian, tertib divap sebagai penyimpang dengan cap yang
sosial akan tercapai bilamana mecapai sandangannya mereka berusaha menghindari
keselarasan antara nilai dan norma. Adanya hukuman masyarakat.
fenomena ghasab di Pesantren Persatuan Islam 67
Benda Tasikmalaya menggambarkan bahwa Lingkungan pergaulan serta proses belajar
belum adanya keselarasan antara nilai dan norma yang cenderung menyimpang membuat fenomena
di lingkungan tersebut. Perlu adanya sosialisasi ghasab dilakukan oleh hampir semua santri.
aturan yang tegas dan jelas mengenai perilaku Fenomena ghasab terjadi karena hal tersebut
ghasab agar para santri dapat secara mudah dapat sudah biasa hingga akhirnya dianggap wajar
mematuhinya. terjadi oleh para santri. Fenomena ghasab terjadi
Faktor ketiga yang memengaruhi santri dari generasi ke genarasi sehingga bagaikan mata
melakukan ghasab adalah situasional. rantai yang tidak terputus.
Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa Kelima, yang memengaruhi santri melakukan
fenomena ghasab tidak terjadi dalam setiap ghasab adalah kurang meratanya fasilitas.
waktu, melainkan dalam situasi-situasi tertentu. Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya
Misalnya situasi dimana santri hendak pergi ke merupakan tipologi pesantren khalaf atau
masjid, namun sandal miliknya tidak ada, pesantren modern. Dalam Raindi (2007, hlm. 17)
sehingga ketika ia melihat sandal orang lain di mengemukakan bahwa “pesantren khalafi adalah
asrama, langsung ia pakai. Sebagaimana pesantren yang telah memasukan pelajaran yang
Vambiarto (1991, hlm. 56-60) deviasi atau sifatnya umum dalam madrasah-madrasah yang
penyimpangan berdasarkan fungsinya diantaranya dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah
adalah deviasi situasional : umum dalam rangka pesantren dan bangunanya
Deviasi situasional adalah deviasi yang telah menunjang aktifitas santri”.
merupakan fungsi daripada pengaruh kekuatan- Meski fasilitas di Pesantren Persatuan Islam
kekuatan situasi di luar individu atau dalam 67 Benda sudah menunjang hampir seluruh
situasi di mana individu merupakan bagiannya aktifitas santri. Namun hal tersebut tidak
yang integral. Situasi dapat memaksa individu membuat santri untuk berhenti mengghasab.
untuk melanggar norma tingkah laku yang ada. Berdasarkan hasil observasi di lapangan,
Deviasi situasional itu akan selalu kembali, fenomena ghasab tetap terjadi di Pesantren
apabila situasinya berulang. Dalam hal ini deviasi Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya karena
dapat menjadi kumulatif. Deviasi situasional yang fasilitas tersebut belum merata. Ada beberapa hal
kumulatif terjadi apabila uniformitas deviasi- yang perlu ditingkatkan oleh pihak pengelola
deviasi individu terbentuk sebagai reaksi terhadap pesantren, seperti pemerataan jumlah fasilitas rak
sejumlah situasi yang sama yang selalu kembali. sepatu, jemuran sesuai dengan jumlah santri, juga
Fenomena ghasab di lingkungan pesantren perserdiaan rak sandal disekitar masjid.
muncul karena pengaruh dari luar individu, yaitu
situasi mendesak yang memaksa santri untuk 3.3. Tanggapan Santri dan Pembina
melakukan ghasab. Situasi tersbut memaksa
santri untuk melanggar tata krama dan tata tertib
Pesantren Mengenai Fenomena
pesantren. Ketika santri dihadapkan pada situasi Ghasab
sama dimana terdapat kebutuhan mendesak, Fenomena ghasab memberikan citra negatif
pelangggaran tersebut kembali diulang. terhadap lingkungan pondok pesantren serta
Keempat, yang memengaruhi santri membawa dampak negatif terhadap interaksi
melakukan ghasab adalah faktor kultural. sosial santri. Santri, pengurus dan pembina
Fenomena ghasab terjadi di Pondok Pesantren sepakat bahwa fenomena ghasab merupakan
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya karena bagian dari penyimpangan sosial, karena
sosialiasi subkultural menyimpang. Dalam Setiadi bersinggungan dengan norma agama dan
dan Kolip (2013, hlm. 227) menerangkan bahwa: fenomena negatif tersebut bisa menjadi benih
Asal mula terjadinya subkultur menyimpang korupsi.
karena ada interaksi di antara sekelompok orang Pondok pesantren merupakan lembaga
yang mendapatkan status atau cap menyimpang. formal dimana proses pembelajaran yang
Melalui interaksi dan intensitas pergaulan yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari
cukup erat menghadapi dilema yang sama. Para mengenalkan ilmu-ilmu agama dengan harapan
anggota subkultur memiliki pikiran, nilai dan bahwa para santri dapat berperilaku dan berfikir
norma yang sama untuk bertingkah laku yang agamis. Sebagaimana Mulyani (2012, hlm. 10)


473
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

menyebutkan bahwa “Pondok pesantren adalah Fenomena ghasab bisa saja dianggap wajar oleh
lembaga pendidikan non-formal yang bergerak di sebagian kelompok dan tidak menganggapnya
bidang keagamaan yang bertujuan untuk sebagai suatu penyimpangan. Jika secara nyata
mengembangkan kemampuan masyarakat dalam kita dapat menyebutkan berbagai bentuk perilaku
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran menyimpang, namun mendfinisikan artinya
agama Islam”. merupaan hal yang sulit, karana kesepakatan
Namun dalam kenyataannya, meski umum tentang prilaku mennyimpang berbeda-
dilingkungan yang agamis, bukan berarti suatu beda. Kebanyakan diantara mereka berpendapat
hal yang bertentangan dengan nilai agama, bahwa perilaku menyimpang adalah keadaan
maupun norma masyarakat tidak akan terjadi. dimana perilaku tersbut berbeda dengan
Adanya ketidaksesuaian santri masyarakat dengan kebiasaaan yang seharusnya.
kaidah normatif di lingkungan pesantren, Ghasab dapat dikategorikan kedalam
menyebabkan santri cenderung berperilaku perilaku menyimpang karena ada ketidaksesuaian
negatif. antara perilaku santri dengan norma agama yang
Fenomena ghasab telah menjadi diterapkan di Pondok Pesantren Persatuan Islam
peristiwa yang membudaya di lingkungan 67 Benda. Dalam Narwoko dan Suyanto (2004,
Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. hlm. 101) menerangkan perilaku menyimpang
Namun perlu di tekankan bahwa perilaku adalah ”Tindakan yang noncomform, yaitu
menyimpang di pesantren, bukan berarti perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau
mengindikasi bahwa lingkungan pesantren adalah norma-norma yang ada.”
wabah penyimpangan, penelitian ini bertujuan Lebih lanjut penjelasan mengenai teori
mengungkap gejala unik di lingkungan pesantren perilaku menyimpang dalam perspektif sosiologis
juga memberi solusi terhadap fenomena ghasab dalam Setiadi dan Kolip (2013, hlm. 235)
yang telah memberikan citra negatif terhadap dijelaskan bahwa:
lingkungan pondok pesantren. Teori menyimpang dari perspektif sosiologis
Fenomena ghasab dapat membawa dapat dibedakan kedalam dua tipe, yaitu
dampak negatif terhadap interaksi sosial santri. struktural dan prosedural. Pertama bersifat
Para santri cenderung memanfaatkan hubungan struktural, penyimpangan di hubungkan dengan
emosional yang intim sehingga terdapat kontrol kondisi-kondisi struktural tertentu dalam
sosial yang tidak terkendali. Rasa saling memiliki masyarakat. Sedangkan kedua, penyimpangan
sudah terpratri dalam benak setiap santri, terjadi sebagai proses epidemiologi, yaitu kondisi di
berulang-ulang dan melembaga. Gejala tersebut mana distribusi atau penyebaran penyimpangan
ketika dinilai sudah melewati batas akan dapat terjadi dalam waktu dan tempat tertentu,
menimbulkan sanksi sosial yang berdampak atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
negatif terhadap interaksi santri. Sanksi sosial Ketiga, menjelaskan bentuk-bentuk tertentu dan
tersebut bisa berupa saling sindir, hinaan bahkan penyimpangan sebagai fenomena yang terjadi di
menjrus ke hal-hal yang melukai fisik. Inila yang berbagai strata sosial, baik di kelas bawah
menjadi kekhawatiran bagi seluruh santri. maupun di kelas atas.
Kekhawatiran santri, pengurus dan pembina Fenomena ghasab di lingkungan
membuat mereka sepakat bahwa fenomena Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya
ghasab merupakan bagian dari penyimpangan ini termasuk kedalam kategori penyimpangan
sosial yang tidak bisa dibiarkan. sebagai proses epidemiologi, yaitu kondisi
Relativitas perilaku ghasab dimana perilaku ghasab sebagai perilaku
dikategorikan perilaku menyimpang akann menyimpang terjadi dalam waktu tertentu, ketika
berbeda-beda. Santri, pengurus rijalul ghad, si pelaku sedang membutuhkannya, kemudian
ummahatul ghad, pembina asrama serta penulis ditemukan di tempat tertentu pula, yairtu ditempat
dapat menyebutkan bahwa ghasab merupakan yang padat penghuninya, seperti lingkungan
bentuk perilaku menyimpang, namun pesantren
dimasyaakat umum bisa saja tidak demikian. Fenomena ghasab telah menjadi gejala
Karena definisi mengenai perilaku menyimpang sosial yang dilakukan oleh santri. Penyebab
bersifat relatif, tergantung dari masyarakat yang terjadinya fenomena ghasab yaitu karena adanya
mendefinisikannya, nilai-nilai budaya dari suatu gangguan dalam pneyerapan nilai dan norma yang
masyarakat, dan masa, zaman atau kurun waktu dilakukan oleh santri di lingkungan pesantren.
tertentu. Dalam Setiadi dan Kolip (2013, hlm. Sebagaimana Muin (2006, hlm.155) menyatakan:
191) yang dimaksud dengan relatif adalah “Nilai Sebab perilaku menyimpang sudut pandang
dan norma yang berlaku di dalam kelompok satu sosiologi adalah proses interaksi sosial,
mungkin atau bisa saha tidak berlaku di internalisasi nilai dan kontrol sosial, tidak selalu
kelompok sosial lainnya”. sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut
menyebabkan perilaku menyimpang. Penyebab


474
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

perilaku menyimpang. Penyebab perilaku Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya


menyimpang menurut pandangan sosiologi karena dikhawatirkan dapat menjadi salah satu
terbagi lagi menjadi, diantaranya perilaku benih korupsi. Dimulai dari perilaku
menyimpang karna sosialisasi, merupakan menyepelekan hal kecil dengan seringnya santri
perilaku menyimpang yang disebabkan oleh melakukan ghasab dan menganggap bahwa
adanya gangguan dalam proses masyarakat yang ghasab adalah hal yang biasa. Hal tersebut telah
tanpa norma sehingga tidak adanya penyerapan menjadi ketakutan warga pondok pesantren
dan pengalaman nilai-nilai tersebut. karena akan menjadi hal yang memalukan bila
Inilah yang menjadi landasan kuat korupsi dilakukan oleh alumni pesantren yang
bahwa fenomena ghasab merupakan bagian dari mayoritas faham mengenai perbuatan dzolim.
penyimpangan sosial di lingkungan Pesantren
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. Karena 3.4. Upaya Pihak Pesantren Dalam
adanya sosialisasi dan gangguan terhadap norma Menanggulangi Fenomena Ghasab
agama sehingga menimbulkan perilaku
menyimpang.
Santri, pengurus dan pembina pesantren
Untuk menanggulangi terjadinya
menolak perilaku ghasab. Mereka sepakat bahwa fenomena ghasab di Pondok Pesantren
fenomena ghasab merupakan bagian dari Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya
penyimpangan sosial. Sebagaimana dalam tujuan dapat ditempuh melalui beberapa upaya
praktisnya, studi sosiologi mengenai diantaranya (1) Pertama, merubah
penyimpangan merupakan studi penyimpangan
yang ditolak. (Horton dan Hunt, 1984, hlm. 191)
persepsi tentang ghasab. Agar fenomena
Fenomena ghasab merupakan bagian dari ghasab dapat diminimalisir di lingkungan
penyimpangan sosial, karena bersinggungan pesantren, maka para pengurus rijalul
dengan norma agama dan fenomena negatif ghad, ummahatul ghad, pembina asrama,
tersebut bisa menjadi benih korupsi. Hal tersebut para ustad dan ustadah hendaknya gencar
secara jelas menerangkan bahwa fenomena
ghasab merupakan bagian dari penyimpangan
menyisipkan materi-materi mengenai
secara normatif. Sebagaimana Clinard dan Meier haramnya hukum ghasab. Perlu
(dalam Narwoko dan Suyanto, 2004, hlm. 103) diingatkan dalam khutbah bahwa ghasab
perilaku menyimpang dapat didefinisikan secara merupakan perkara haram yang dilarang
dimensi normatif, penjelasannya bahwa: oleh agama. Pengharaman akan ghasab
Pendekatan ini berasumsi, bahwa
penyimpangan merupakan suatu pelanggaran dari terjadi karena menimbulkan kedzaliman
suatu norma sosial. Konsep umum tentang norma bagi sesama santri lainnya. Dengan
terbagi menjadi dua, yaitu: 1) sebagai suatu seringnya diingatkan, hal tersebut
penilaian terhadap perilaku yang dianggap baik merupakan sosialisasi preventip sebagai
atau tidak, 2) sebagai tingkah laku yang merujuk upaya agar santri dapat merubah persepsi
pada adat istiadat di amsyarakat. Kedua konsep
tersebut memberi jawaban dari kaum reaktivis
tentang ghasab.
yaitu 1) dengan dasar apa orang memberi reaksi Pengharaman akan ghasab terjadi karena
suatu tingkah laku, 2) jika penyimpangan dapat menimbulkan kedzaliman bagi sesama
didefinisikan melalui reaksi orang lain, santri lainnya. Ghasab juga diharamkan
bagaimana orang tersebut memberi cap terhadap oleh Allah atas dasar hukum berikut:
suatu tingkah laku. Yang dimaksud dari jawaban
tersebut adalah norma-norma sosial. Dengan Al-Quran
demiian, kaum reaktivis dan normatif memiliki Ghasab, merampas hak orang lain adalah
konsepsi yang sama, yaitu berlandaskan pada perbuatan dzalim. Allah swt berfirman
norma yang ada. dalam QS. Al-Baqoroh ayat 188:
Dari penjelasan tersebut, fenomena ghasab
dapat di kategorikan kedalam penyimpangan
‫ﻮا ﺑِﮭَﺎٓ إِﻟَﻰ ۡٱﻟ ُﺤ ﱠﻜ ِﺎم‬ ْ ُ‫َو َﻻ ﺗ َۡﺄ ُﻛﻠُ ٓﻮ ْا أَﻣۡ ٰ َﻮﻟَ ُﻜﻢ ﺑَ ۡﯿﻨَ ُﻜﻢ ﺑِ ۡﭑﻟ ٰﺒَ ِﻄ ِﻞ َوﺗُ ۡﺪﻟ‬
normatif, karena adanya terdapat suatu
pelanggraan perilaku santri terhadap tata tertib َ‫ﭑﻹ ۡﺛ ِﻢ َوأَﻧﺘُﻢۡ ﺗ َۡﻌﻠَ ُﻤﻮن‬
ِ ۡ ِ‫ﺎس ﺑ‬
ِ ‫ﻮا ﻓَ ِﺮ ٗﯾﻘﺎ ﱢﻣ ۡﻦ أَﻣۡ ٰ َﻮ ِل ٱﻟﻨﱠ‬ ْ ُ‫ﻟِﺘ َۡﺄ ُﻛﻠ‬
dan tata krama yang telah di buat oleh pesantren.
Santri, pengrus rijaul ghad dan ummahatul ghad Artinya :” Dan janganlah sebahagian
dan pembina sepakat bahwa ghasab merupakan kamu memakan harta sebahagian yang
perilaku tidak baik dan bagian dari perilaku
menyimpang. Fenomena ghasab menimbulkan lain di antara kamu dengan jalan yang
reaksi berupa keresahan bagi masyarakat Pondok bathil dan (janganlah) kamu membawa


475
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya ayat tersebut agar timbul kesadaran santri
kamu dapat memakan sebahagian untuk meminimalisir perilaku ghasab.
daripada harta benda orang lain itu Guna mempertebal keyakinan para santri
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal akan norma agama, perlu ditanamkan
kamu mengetahui.” (Departemen Agama budaya malu dalam melakukan hal
RI, 2008) negatif. Sebagaimana dalam Setiadi dan
Kolip (2013, hlm. 270) menjelaskan
Dalam ayat tersebut, bagian pertama bahwa “diantara cara yang ditempuh
menerangkan kepada kita mengenai dalam rangka mempertebal keyakinan
larangan memakan harta orang lain masyarakat terhadap norma diantaranya
melalui jalan yang batil. Maksud dari mengembangkan rasa malu dalam diri
kata ‘memakan’ ini adalah atau jiwa anggota masyarakat jika mereka
‘memanfaatkan’ atau ‘mempergunakan’. menimpang atau menyeleweng dari
Sedangkan yang dimaksud ‘melalui cara norma dan nilai kemasyarakatan yang
yang batil’ adalah dengan cara yang tidak berlaku”.
dibenarkan menurut hukum yang Dalam norma agama dijelaskan mengenai
ditentukan oleh Allah SWT. budaya malu sebagian dari iman. Maka
Hadits hendaknya saat disosialisasikan kepada
Dalam Kitab Bulugul Maram Tarjamah santri untuk mengedepankan rasa malu
A.Hassan (2006, hlm. 395) bab Ghasab: saat hendak melakukan ghasab. Ajaran
”Dari Sa’id bin Zaid, bahwasannya islam sudah secara sempurna menjelskan
Rasulullah SAW, telah bersabda: Barang bagaimana harusnya kita berperilaku
siapa ambil sejengkal dari bumi dengan yang sesuai dengan nilai dan norma.
kedzaliman niscaya Allah kalungkan Islam menerangkan barang siapa yang
barang yang ia ambil pada hari Qiyamat berbuat baik sesuai apa yang diajarkan
dari tujuh bumi” Muttafaqun ‘Alaihi. maka akan mendapat pahala, begitupun
Maksud dari hadits tersebut adalah sebaliknya barang siapa yang berbuat
ghasab merupakan tindakan merusak, dzalim pasti akan mendapat balasan yang
mengambil, mengganggu hak orang lain setimpal. Santri perlu merubah persepsi
tanpa seizin pemiliknya dan dimaksudkan untuk tidak mengghasab, agar tidak
untuk memenuhi kebutuhan dirinya. dighasab oleh orang lain.
Ditinjau dari landasan hukumnya, ghasab Upaya kedua dalam menanggulangi
merupakan perilaku dzalim, karena fenomena ghasab adalah memberi
adanya penguasaan terhadap harta milik teladan yang baik untuk tidak melakukan
orang lain secara sewenang-wenang. ghasab. Pembina kepondokan, pembina
Ghasab berbeda dengan mencuri atau asrama, pengurus rijalul ghad dan
merampok, karena pelaku tidak ummahatu ghad senantiasa memberi
bermaksud memiliki secara tetap, namun teladan yang baik untuk disiplin dalam
tidak di kategorikan meminjam, karena meminjam barang dan tidak melakukan
tidak ada akad peminjaman secara sah. ghasab. Dengan memberi contoh yang
Kedua landasan hukum mengenai ghasab baik, maka fenomena ghasab yang sudah
diatas memberi penjelasan secara tegas membudaya bisa dihilangkan oleh peran
bahwa ghasab merupakan perkara haram tersebut. Santri melakukan ghasab
yang dilarang secara agama, perilaku karena meniru lingkungan sosialnya,
ghasab merupakal hal yang batil secara maka sudah sepatutnya para stakholder di
muamalah. Maka perlulah pihak Pesantren Persatuan Islam 67 Benda
pesantren memeberikan soliasiasi secara Tasikmalaya melakukan sinergitas dalam
rutin kepada santri mengenai kandungan menanggulangi fenomena ghasab. Salah
satu tindakan utama yang bisa


476
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

diaplikasikan dalam kehidupan sehari- harapkan dapat fokus dalam


hari di lingkungan pesantren adalah memberantas fenomena ghasab dimulai
dengan memberikan teladan yang baik. dari sosialisasi sampai ke tahap
Misalnya dengan menyimpan barang penghukuman.
pribadi secara apik atau izin kepada Program khusus dan pengurus khusus ini
pemilik barang ketika hendak memakai sebagai langkah dalam mencegah dan
barang orang lain. menanggulangi sepotimal mungkin
Upaya ketiga yaitu dengan mempertegas perilaku ghasab. Sebagaimana dalam
kedisiplinan. Penyimpangan di Setiadi dan Kolip (2013, hlm 272)
lingkungan pesantren dapat berkurang menerangkan bahwa:
jika tata tertib dijalankan secara tegas. Diantara salah satu upaya masyarakat
Jika ada santri yang melanggar, maka tunduk pada norma dan nilai di
harus dengan cepat ditindak sesuai amsyarakat adalah dengan menciptakan
dengan kesalahannya. Jangan sampai sistem hukum, yaitu sistem tata tertib
anggapan santri yang sering dengan sanksi-sanksi yang teggas bagi
menyepelekan perilaku ghasab terjadi para penyelenggara yang biasanya dapat
karena terdapat kelonggaran peraturan. dilihat di dalam sistem hukum tiap-tiap
Fenomena ghasab dapat dikikis bilamana struktur masyarakat yang berlaku.
tata tertib yang sudah diberlakukan secara
tegas dan jelas oleh pihak Pesantren Adapun cara melakukan pengendalian
Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. atas tindakan ghasab diantaranya dapat
Tidak kalah pentingnya, untuk secara preventif dan refresif. Dalam
menciptakan kondisi disiplin di pesntren, Setiadi dan Kolip (2013, hlm. 255-266)
yaitu dengan memberikan imbalan menjelaskan bahwa:
kepada santri yang menjauhi ghasab. Hal Pengendalian sosial prevenif adalah
tersebut selaras dengan yang segala bentuk pengendalian yang berupa
diungkapkan dalam Setiadi (2013, hlm. pencegahan atas perilaku menyimpang
256) bahwa salah satu cara yang agar dalam kehidupan sosial tetap
ditempuh dalam rangka mempertebal konformis. Sedangkan pengendalian
keyakinan masyarakat terhadap norma sosial represif adalah bentuk
sosisal adalah sugesti sosial, dengan pengendalian sosial yang bertujuan untuk
memberikan penghargaan kepada mengembalikan kekacauan sosial atau
anggota masyarakat yang taat pada mengembalikan situasi deviasi menjadi
norma-norma kemasyarakatan. keadaan kondusif kembali (konformis.
Upaya keempat yaitu membuat program
dan pengurus khusus menanggulangi Langkah preventif ini dapat dilakukan
fenomena ghasab. Fenomena ghasab secara persuasif, yaitu dengan usaha
dapat berkurang ketika santri terus di beri mengajak dan membimbing santri untuk
pemahaman bahwa perilaku tersebut menghindari perilaku ghasab. Cara
adalah hal yang menyimpang. Salah satu tersebut bisa dengan cara memberikan
program yang pernah bisa mengurangi pengetahuan atau sikap mengenai
fenomena ghasab adalah program bagaimana harus menghindari ghasab.
Dauroh Tahfidz Al-Quran. Kegiatan Langkah represif dilakukan denga cara
poistif tersebut dapat membantu memberi hukuman yang tegas bagi
membangun akhlaq santri sehingga pelaku ghasab. Misalnya dengan
meningkatkan keimanan santri agar memberikan denda atau diberdirikan
terhindar dari perbuatan dzalim. Selain ditempat umum yang dapat
itu pengurus khusus (tim khusus) nemumbuhkan rasa malu dan
dibentuk oleh pihak pesantren dengan memberikan efek jera bagi pelakunya.


477
SOSIETAS, VOL. 8, NO. 1, 2018

Upaya kelima yaitu dengan melakukan A’la, Abdul. (2006) Pembaharuan Pesantren.
peningkatan fasilitas pesantren. Pondok Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Aminatuzzuhriyah. (2010). Kenakalan Remaja Di
pesantren Persatuan Islam 67 Benda Pondok Pesantren (Studi Deskriptif Tentang
Tasikmalaya termasuk kedalam tipologi Persepsi Kenakalan Remaja Bagi Santri ,
pesantren khalaf, yaitu pesantren dengan Alasan dan Bentuk-Bentuk Kenakalan
fasilitas telah di lengkapi oleh gedung- Remaja).
gedung bertingkat. Namun fasilitas Asnawi, Y. H., Soetarto, E., Damanhuri, D. S., &
Sunito, S. (2012). Catabolism of Space and
tersebut tidak membuat santri terhindar utilization of community as A Survival
dari perilaku ghasab, santri tetap Strategy of Pesantren.
melakukan ghasab dengan alasan kurang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990).
meratanya fasilitas yang disediakan pihak Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
pesantren. Maka harus adanya Balai Pustaka.
Hasan, (2006). Tarjamah Bulugul Maram. Cet.
peningkatan dan pemerataan fasilitas XXVII. Bandung: CV. Diponogoro.
seperti jumlah rak sepatu sesuai jumlah Horton Paul, Hunt C.L. (1984). Sociology. Six
santri, atau disediakannya rak sandal.. Edition. Jakarta: Erlangga.
Khaulani, A. T. (2015). Ghasab Di Pondok
Pesantren Daarun Najaah (Tinjauan
4 KESIMPULAN
Pendidikan Akhlak).
Khoiriyah, K. (2014). Perilaku Gasab Di Pondok
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan Pesantren (Studi Kasus Di Pondok
Fenomena ghasab merupakan perilaku Pesantren Al-Luqmaniyyah Yogyakarta),
memfungsikan barang milik orang lain tanpa 70–73.
seizin pemiliknya. Fenomena tersebut sudah Mulyani, Lena. (2012). Peran Pondok Pesantren
sering terjadi di Pesantren Persatuan Islam 67 Dalam Membina Perilaku Santri Yang
Benda Tasikmalaya. Hampir seluruh santri Berwatak Terpelajar Dan Islami. Bandung.
mengetahui fenomena ghasab merupakan hal Muin, Idianto. (2006). Sosiologi SMA Untuk
negatif, namun tetap di laksanakan. Perilaku Kelas X. Jakarta: Erlangga.
santri dalam melakukan ghasab dapat memicu Narwoko, J. Dwi dan Suyanto. (2010). Sosiologi
terjadinya perilaku ghasab lainnya. Sehingga Teks Pengantar dan Terapan edisi ketiga.
timbulah anggapan “Barang siapa yang Jakarta: Prenada Media Group.
mengghasab, pasti dia akan dighasab”. Faktor Raindi, Adi Bakti. (2007). Pola Pembinaan
penting yang memengaruhi terjadinya fenomena Pesantren Daar Al-Taubah terhadap Akhlak
ghasab diantaranya faktor individu, lingkungan Wanita Tuna Susila. Skripsi. Bandung:
sosial, faktor situasional, faktor kultural dan Universitas Pendidikan Indonesia.
faktor tidak meratanya fasilitas. Para santri serta Setiadi, Elly Malihah dan Usman Kolip. (2013).
pembina sepakat bahwa fenomena ghasab ini Pengantar Sosiologi. Pemahaman Fakta
termasuk kedalam kategori perilaku menyimpang Dan Gejala Permasalahan Sosiao: Teori,
karena tidak sesuai dengan nilai dan norma agama Aplikasi Dan Pemecahannya. Bandung:
serta masyarakat setempat. Fenomena ghasab Kencana Prenada Media Group.
menimbulkan dampak buruk bagi akhlaq santri Suharti, N. (2011). Peran Pendidikan
serta dikhawatirkan menjadi benih penyimpangan Kewarganegaraan Dalam Membina Karakter
sosial. Upaya menanggulangi fenomena ghasab di dan Mencegah Munculnya Perilaku
lingkungan pesantren diantaranya dapat dilakukan Menyimpang di Kalangan Siswa. Skripsi.
dengan cara mengubah kesadaran santri untuk Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
tidak mengghasab, memberikan sosok teladan Vembiarto, St. (1991). Pathologi Sosial.
untuk tidak berbuat ghasab, mempertegas Yogyakarta: Andi Offset.
kedisiplian, membuat program dan tim khusus Wahyudi, I. (2008). Budaya Ghasab Di Pondok
untuk menanggulangi ghasab, serta melakukan Pesantren Salafiyah Al-Muhsin Condong
peningkatan dan pemerataan fasilitas pesantren. Catur, Depok, Sleman (Tinjauan Pendidikan
Akhlak).
REFERENSI Wahyuni, Niniek Sri K. (2007). Manusia dan
Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact.
Al- Quran dan terjemahannya. (2008).
Departemen Agama RI. Bandung: CV.
Diponogoro.

Anda mungkin juga menyukai