Abstract. The purpose of this research was to examine the relations between
emotional intelligent and spiritual intelligent with pro-social behavior. The
subjects of the study were 175 students of Pondok Pesantren Nasyrul Ulum
Pamekasan, consist of 96 boys and 79 girls. Data were collected by scales of
emotional intelligent, spiritual intelligent, and pro-social behavior. The data
analysis used multiple regression analysis and then correlations. Results of
multiple regression analysis showed that the emotional intelligent and spiri-
tual intelligent have a significant relation with prosocial behavior. The result
of correlation analyses between either emotional intelligence or spiri-tual
intelligence with prosocial behavior showed a positive correlation signify-
cantly. Variables of emotional intelligent and spiritual intelligent give effect-
tive contribution toward prosocial behavior about 55,1%.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak toleransi diantara orang dan kurangnya
dapat lepas dari hubungan dengan manusia kepekaan antar sesama.
lainnya, untuk itu manusia membutuhkan Hilangnya sikap prososial ini bukan
interaksi dengan orang lain yang di dalam- hanya bisa dirasakan di masyarakat umum,
nya terdapat hubungan timbal balik antar akan tetapi sudah merambah ke dunia
individu. Hal ini sesuai dengan apa yang pesantren. Santri yang merupakan kom-
dikemukakan oleh Faturochman (2006) ponen dari keberadaan suatu pesantren
bahwa setinggi apapun kemandirian sese- mulai menunjukkan sikap hilangnya sikap
orang, pada saat-saat tertentu dia akan prososial tersebut. Padahal jika kita me-
membutuhkan orang lain. Akan tetapi nelaah kata “pesantren” berasal dari bahasa
fenomena yang terjadi di masyarakat me- sansekerta yang memperoleh wujud dan
nunjukkan hal yang jauh berbeda. Saekoni pengertian tersendiri dalam bahasa Indo-
(2005) menyatakan bahwa terlalu komplek nesia. Asal kata san berarti orang baik
masalah-masalah sosial di negeri ini, satu (laki-laki) disambung tra berarti suka
hal yang paling esensial adalah hilangnya menolong, santra berarti orang baik baik
sikap prososial seperti gotong royong, yang suka menolong. Pesantren berarti
53
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
tempat untuk membina manusia menjadi tanggal 10 Pebruari 2012) Hal ini yang
orang baik (Dofier, 1994) akhirnya juga mempengaruhi berku-
Pesantren sebagai lembaga pendidikan rangnya perilaku prososial yang dimiliki
yang tumbuh dari masyarakat terus ber- oleh kaum santri.
kembang dengan segala keunikan dan Sebagai lembaga pendidikan dan
kekhasannya. Arifin (dalam Qomar, 2006) dakwah bagi para santri, pesantren me-
menyatakan bahwa pondok pesantren miliki beberapa fungsi dan peranan
merupakan suatu lembaga pendidikan pesantren di masyarakat. Menurut
agama Islam yang tumbuh serta diakui Ma’shum (1995) ada tiga aspek fungsi
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama pesantren yaitu fungsi religius (diniyyah),
(komplek) dimana santri-santri menerima fungsi sosial (ijtimaiyah) dan fungsi
pendidikan agama melalui pengajian atau edukasi (tarbawiyyah). Fungsi religius
madrasah yang sepenuhnya berada di (diniyyah) yang dimiliki pesantren tidak
bawah kedaulatan dari leadership sese- lepas dari peran sentral kiai sebagai penga-
orang atau beberapa orang kiai dengan ciri- suh pesantren. Lebih lanjut dikatakan
ciri khas yang bersifat kharismatik serta Ma’shum (1995) melalui penjabaran hadist
independen dalam segala hal. Dalam Nabi yang menyebutkan al ulama’ wara-
banyak hal, gaya hidup pesantren tidak tsatul anbiya’ (ulama adalah pewaris para
banyak berubah dari waktu ke waktu, yaitu nabi) sebenarnya melandasi peran yang
lebih mengedepankan aspek kesederha- dilakukan oleh kiai untuk terus mengede-
naan, mekipun kehidupan di luar mem- pankan kepentingan agama. Hal ini yang
berikan perubahan gaya hidup dan standar akhirnya menjadi dasar seorang kiai dalam
yang berbeda (Ghofur, 2007). Namun mendidik santri-santrinya. Fungsi religius
persoalan akan menjadi lain ketika santri ini juga diperkuat oleh komponen-
akhirnya masuk kedalam arus modernisasi. komponen yang ada dilingkungan pesan-
Sebagaimana yang disampai-kan oleh tren seperti masjid atau musholla sebagai
Mun’im (http//nu.or.id/page/id/dinamic_de pusat tempat beribadah bagi santri serta
til/3/11819/Analisa_Berita/Menegakkan_K penggunaan kitab-kitab arab klasik yang
embali_Etika_Kaum_Santri.html. diakses juga menjadi bagian dari proses belajar
tanggal 10 Pebruari 2012) bahwa selama santri. Sementara fungsi sosial (ijtimaiyah)
ini kaum santri dikenal memiliki semangat pesantren tampak pada kehidupan yang ada
pejuang, pengabdian, kewiraswastaan dan didalamnya. Rasa kekeluargaan dan keke-
kesederhanaan. Kegigihan dan kuletan itu rabatan yang dimiliki antar santri sangat
tumbuh dari spirit yang dikenal dengan erat. Sehingga eratnya hubungan antar
etos atau etika kaum santri. Dengan kapa- santri, menyebabkan ada pengakuan hak
sitas semacam itu maka kaum santri milik prihadi, dalam praktiknya akan men-
dikenal sebagai moral force (kekuatan jadi milik umum. Seperti misalnya barang-
moral) yang mampu mendorong tumbuh- barang yang sepele, seperti sandal dipakai
nya masyarakat harmoni dan sehat. secara bebas. Untuk barang yang lain, jika
Persoalan menjadi lain ketika komuni- tidak dipakai akan dipinjamkan bila
tas santri ini masuk jauh kedalam pusaran diminta (Ghofur, 2007). Hal ini menunjuk-
modernitas dan kehidupan kota yang hedo- kan kuatnya rasa sosial yang dimiliki oleh
nis, lambat-laun etika yang dimiliki santri.
tersebut pudar. Cara berpikir, bersikap dan Sikap yang ditunjukkan oleh santri
bertindak lama-kelamaan semakin jauh tersebut diatas, dalam dunia psikologi di-
dengan etika santri sebagaimana semula. kenal dengan sikap prososial. Sikap proso-
Santri seakan terjebak dalam arus moder- sial biasanya dilakukan untuk mem-beri
nisasi dan melupakan masyarakat sebagai manfaat kepada orang lain, daripada kepa-
bagian penting dalam proses tumbuhnya da diri sendiri. Baron dan Byrne (2003)
pesantrenhttp//nu.or.id/page/id/dynamic_d berpendapat bahwa perilaku proso-sial
etil/3/11819/Analisa_Berita/Menegakkan_ dimengerti sebagai perilaku yang mengun-
Kembali_Etika_Kaum_Santri.html. diakses tungkan bagi penerima tetapi tidak memi-
54
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
liki keuntungan yang jelas bagi pe-laku- emosi yang muncul. Keberhasilan menge-
nya. Sedangkan Faturochman (2006) me- lola emosi ini akan memudahkan santri
ngartikan perilaku prososial sebagai peri- dalam melaksanakan hubungan sosial
laku yang memberi konsekuensi positif dengan sesama.
pada orang lain. Bagian dari fungsi edukasi pesantren
Brigham (dalam Dayakisni & Hudaniah, adalah pelaksanaan ibadah kepada Allah
2006) menyatakan bahwa perilaku pro- SWT yang berkaitan erat dengan kecer-
sosial mempunyai maksud untuk menyo- dasan spiritual santri. Hal ini tak lepas dari
kong kesejahteraan orang lain, sehingga pelaksanaan ibadah yang merupakan bagi-
dengan demikian kedermawanan, persaha- an dari gerakan jiwa. Zohar dan Marshall
batan, kerjasama, menolong, menyelamat- (2007) berpendapat bahwa kecer-dasan
kan, dan pengorbanan merupakan bentuk- spiritual merupakan kecerdasan yang ber-
bentuk perilaku prososial. Dan dalam hal tumpu pada bagian dalam diri kita yang
ini sikap-sikap yang merupakan bentuk- berhubungan dengan kearifan diluar ego
bentuk perilaku prososial tersebut secara atau jiwa sadar. Dijelaskan lebih lanjut
nyata diajarkan dalam kehidupan pondok bahwa kecerdasan spiritual menjadikan
pesantren, sehingga seluruh kom-ponen manusia yang benar-benar utuh secara
pesantren baik kiai, ustadz sampai pada intelektual, emosional dan spiritual. Sehi-
santri bisa menerapkan perilaku tersebut. ngga kecerdasan Spiritual inipun berhu-
Selain kedua fungsi yang telah diurai- bungan erat dengan pelaksanaan hubungan
kan sebelumnya, pesantren juga memiliki sosial terutama dalam hal ini adalah
fungsi edukasi (tarbawiyah). Dalam hal ini perilaku prososial. Hal ini sesuai dengan
pesantren sebagai lembaga yang memberi- pendapat Jacobi (2004) bahwa ada hu-
kan pemahaman tentang sikap moral yang bungan antara spiritualitas dengan mening-
harus ditunjukkan santri dalam pelaksana- katnya perilaku prososial. Menurut Jacobi,
an ibadah kepada Allah SWT (hablum individu yang memiliki spiritualitas tinggi
minallah) dan pelaksanaan hubungan merasa diri mereka mempunyai keteram-
sosial dengan sesama manusia (hablum pilan sosial yang lebih baik yang berkontri-
minannas). Fungsi edukasi yang dimiliki busi pada perilaku prososial. Selain itu
oleh pesantren berkaitan erat dengan spiritualitas dapat berfungsi sebagai faktor
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual pelindung seseorang untuk melakukan
yang dimiliki oleh santri. Pelaksanaan perilaku antisosial dan membuat individu
hubungan sosial dengan sesama oleh santri condong ke perilaku prososial.
sebenarnya dilandasi oleh aspek emosi. Kecerdasan spiritual menuntun manusia
Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk memaknai kebahagiaan melalui peri-
mengenali emosi, kemampuan mengelola laku prososial. Bahagia sebagai sebuah
emosi, kemampuan memotivasi diri sen- perasaan subyektif lebih banyak ditentukan
diri, kemampuan mengenali emosi orang dengan rasa bermakna. Rasa bermakna
lain dan kemampuan membina hubungan bagi manusia lain, bagi alam, dan terutama
dengan orang lain, sehingga akan terjalin bagi kekuatan besar yang disadari manusia
hubungan yang positif. Kemampuan terse- yaitu Tuhan. Dari latar belakang yang
but, menurut Goleman (2006) merupakan dikemukakan diatas tersebut terdapat hal
aspek kecerdasan emosi. yang dimungkinkan sangat berperan terha-
Arbadiati (2007) berpendapat bahwa dap perilaku prososial santri yaitu kecer-
individu yang memiliki kecerdasan emosi dasan emosi dan kecerdasan spiritual yang
memiliki kemampuan dalam merasakan kesemuanya diasah seiring fungsi pesan-
emosi, mengelola dan memanfaatkan emo- tren di masyarakat.
si secara tepat sehingga memberikan ke-
mudahan dalam menjalani kehidupan seba-
gai makhluk sosial. Santri yang secara
emosional cerdas dapat memahami emosi
yang dialaminya sehingga dapat mengelola
55
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
Penelitian tentang Kecerdasan Emosi, Sejauh ini peneliti yang meneliti variabel
Kecerdasan Spiritual dan Perilaku emosi dan perilaku prososial, misalnya
Prososial penelitian Rufaida (2009) tentang “Hu-
bungan Antara Tingkat Kematangan Emosi
Terdapat beberapa penelitian terkait
Dengan Tingkat Perilaku Prososial” yang
perilaku prososial, kecerdasan emosi dan
hasilnya ada hubungan positif yang sangat
kecerdasan spiritual yang telah dilakukan
signifikan antara tingkat kematangan emosi
oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Seperti
pada mahasiswa.
yang dilakukan oleh Sirodj (2000) yang
Berdasarkan beberapa hasil penelitian
meneliti tentang “Tingkat Religiusitas dan
yang telah diungkap tersebut, peneliti
Perilaku Prososial Mahasiswa IAIN ditin-
mengamati bahwa penelitian tentang kecer-
jau dari tempat tinggal” hasilnya tidak
dasan emosi, kecerdasan spiritual dan
terdapat hubungan yang berarti antara
perilaku prososial memang sering dilaku-
tingkat relegiusitas dengan perilaku proso-
kan tetapi menggabungkan ketiga variabel
sial mahasiswa IAIN. Ada pula penelitian
tersebut belum dilakukan termasuk dalam
dengan variabel prososial yang dilakukan
penggunaan subyek penelitian dari pondok
oleh Saekoni (2005) tentang “Perbedaan
pesantren. Sehingga dalam hal ini peneliti
Jenis Aktivitas Ekstakurikuler dengan
menjamin penelitian yang diajukan dengan
Sikap Prososial SD Al Falah Tropodo 2
judul Kecerdasan Emosional, Kecerdasan
Waru Sidoarjo” hasilnya ada perbedaan
Spiritual dan Perilaku Prosial pada Santri
signifikan antara ekstrakurikuler tapak
Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Pame-
suci, pramuka dan vokal dengan sikap
kasan ini memiliki nilai keaslian.
prososial siswa.
Penelitian ini diharapkan mampu mem-
Penelitian fenomenologis lainnya ten-
berikan sumbangsih terhadap pemahaman
tang prososial juga dilakukan oleh
dan pengembangan teori psikologi, khusus-
Dahriani (2007) yaitu tentang “Perilaku
nya teori prososial oleh Mussen, teori
Prososial Terhadap Pengguna Jalan” hasil-
kecerdasan emosional oleh Goleman dan
nya bahwa dalam berperilaku prososial
teori kecerdasan spiritual oleh Zohar &
memerlukan proses evaluasi, berupa per-
Marshall. Disamping itu, diharapkan pihak
timbangan-pertimbangan tertentu, sampai
Pondok Pesantren dapat mengetahui dan
pada faktor-faktor yang mempengaruhi
memperhatikan hubungan kecerdasan emo-
perilaku prososial subjek. Hasil evaluasi
sional dan kecerdasan spiritual terhadap
tersebut akan menggambarkan perilaku
sikap prososial santri dalam hal ini santri
prososial subjek dalam bentuk respon yang
Pondok Pesantren Nasyrul Ulum. Sehingga
sesuai dengan sikapnya.
dapat dijadikan salah satu acuan dalam
Sedangkan peneliti yang mencoba
pembinaan di Pondok Pesantren guna
meneliti tentang kecerdasan emosi dianta-
tercapainya tujuan dan fungsi pesantren.
ranya Thohari (2010) dengan penelitiannya
tentang “Hubungan Kecerdasan Emosi dan
Tinjauan Pustaka
Berpikir Kreatif dengan Minat Menjadi
Enterpreneur” hasilnya ada hubungan yang Perilaku Prososial
signifikan antara kecerdasan emosi dan
berfikir kreatif dengan minat menjadi Baron & Byrne (2005) mengatakan
entrepreneur. Peneliti lain tentang kecer- bahwa perilaku prososial adalah suatu
dasan emosi dan kecerdasan spiritual juga tindakan menolong yang menguntungkan
dilakukan Wati (2010) yaitu tentang orang lain tanpa harus menyediakan suatu
“Hubungan Antara Intelligence Quotient keuntungan langsung pada orang yang
(IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritu- melakukan tindakan tersebut, dan mungkin
al Quotient (SQ) dengan Kenakalan Rema- bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang
ja” yang hasilnya ada hubungan yang yang menolong. Gerungan (2000) menya-
signifikan antara Intelligence Quotient takan bahwa perilaku prososial mencakup
(IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritu- perilaku yang menguntungkan orang lain
al Quotient (SQ) dengan kenakalan remaja. yang mempunyai konsekuensi sosial yang
56
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
positif sehingga akan menambah kebaikan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut
fisik maupun psikis. Sedangkan Faturoch- berkaitan dengan tindakan proso-sial,
man (2006) mengartikan perilaku prososial seperti berkewajiban menegakkan kebenar-
sebagai perilaku yang memberi konsekuen- an dan keadilan serta adanya norma timbal
si positif pada orang lain. balik. empathy: kemampuan seseorang
William (dalam Dayakisni & Hudaniah, untuk ikut merasakan perasaan atau penga-
2003) membatasi perilaku prososial seba- laman orang lain.
gai perilaku yang memiliki intensi untuk
mengubah keadaan fisik atau psikologis Kecerdasan Emosi
penerima bantuan dari kurang baik menjadi
Kata “emosi” berasal dari bahasa latin,
lebih baik, dalam arti secara material mau-
yaitu emovere, yang berarti “menggerak-
pun psikologis. Sears, Freedman, dan
kan, bergerak” (Goleman, 2006). Menurut
Peplau dalam Rufaida (2009) menjelaskan
Goleman (2006) emosi merujuk pada suatu
perilaku prososial meliputi segala bentuk
perasaan dan pikiran yang khas, suatu
tindakan yang dilakukan atau direncanakan
keadaan biologis dan psikologis dan
untuk menolong orang lain, tanpa memper-
serangkaian kecenderungan untuk bertin-
dulikan motif motif si penolong
dak. Emosi berkaitan dengan perubahan
Dayakisni & Hudaniah (2003) menyim-
fisiologis dan berbagai pikiran.
pulkan perilaku prososial adalah segala
Goleman (2006) berpendapat bahwa
bentuk perilaku yang memberikan konse-
kecerdasan emosi adalah kemampuan
kuensi positif bagi si penerima, baik dalam
untuk mengendalikan impuls emosional,
bentuk materi, fisik ataupun psikologis
kemampuan untuk membaca perasaan
tetapi tidak memiliki keuntungan yang
orang lain, dan kemampuan untuk membi-
jelas bagi pemiliknya. Bentuk yang paling
na hubungan yang baik dengan orang lain.
jelas dari prososial adalah perilaku meno-
Sedangkan Salovey (dalam Goleman,
long (Faturochman, 2006). Menurut
2006) mendefinisikan kecerdasan emosio-
Delameter & Michener dalam Rufaida
nal sebagai kemampuan memantau dan
(2009) perilaku prososial muncul atas
mengendalikan perasaan sendiri dan orang
inisiatifnya sendiri bukan karena paksaan
lain, serta menggunakan perasaan itu untuk
atau tekanan dari luar. Staub (dalam Sirodj,
memandu pikiran dan tindakan.
2000) berpendapat bahwa perilaku proso-
Baron (dalam Arbadiati, 2007) menga-
sial adalah perilaku yang menguntungkan
takan bahwa kecerdasan emosi merupakan
orang lain yang dilakukan secara sukarela
serangkaian kemampuan, kompetensi, dan
dan tanpa paksaan.
kecakapan non kognitif yang mempeng-
Terdapat beberapa macam aspek-aspek
aruhi kemampuan seseorang untuk dapat
perilaku prososial. Menurut Mussen dkk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan
(dalam Rufaida, 2009) aspek-aspek perila-
lingkungan.
ku prososial antara lain berbagi (sharing),
Goleman (2006) menyatakan bahwa
menolong (helping), kerjasama (coopera-
konsep kecerdasan emosi meliputi lima
ting), bertindak jujur (honesty), berderma
aspek utama, yaitu mengenali emosi diri,
(donating), mempertimbangkan kesejah-
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
teraan orang lain.
mengenali emosi orang lain, dan membina
Menurut Staub dalam Dayakisni dan
hubungan.
Hudaniah (2003) faktor-faktor yang mem-
pengaruhi perilaku prososial yaitu Self-
Kecerdasan Spiritual
gain: harapan seseorang untuk memperoleh
atau menghindari kehilangan sesuatu, Zohar dan Marshal (2007) berpenda-
misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pat bahwa kecerdasan spiritual adalah
pujian atau takut dikucilkan, personal kecerdasan yang bertumpu pada bagian
values and norms: adanya nilai-nilai dan dalam diri kita yang berhubungan dengan
norma sosial yang diinternalisasi-kan oleh kearifan diluar ego atau jiwa sadar. Kecer-
individu selama mengalami sosia-lisasi dan dasan spiritual menjadikan manusia yang
57
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
benar-benar utuh secara intelektual, emosi dengan Tuhan, sesama manusia, dan de-
dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah ngan hati nuraninya.
kecerdasan jiwa. Kecerdasan spiritual Zohar & Marshall (2007) mengung-
dapat membantu manusia menyembuhkan kapkan aspek-aspek yang mempengaruhi
dan membangun diri manusia secara utuh. kecerdasan spiritual yang meliputi kemam-
Sinetar (2000) mendefinisikan kecer- puan bersikap fleksibel, tingkat kesadaran
dasan spiritual dengan istilah yang berbeda yang tinggi, kemampuan untuk mengha-
tetapi dengan makna yang sama. Menurut dapi dan memanfaatkan penderitaan, ke-
Sinetar, kecerdasan spiritual adalah pikiran mampuan untuk menghadapi dan me-
yang terinspirasi dan mendapatkan dorong- lampaui rasa sakit, kualitas hidup yang
an dari the is-ness atau penghayatan diilhami oleh visi dan nilai- nilai, keengga-
ketuhanan, yang semua manusia menjadi nan untuk menyebabkan kerugian yang
bagian darinya. Inspirasi ini membang- tidak perlu, berpikir secara holistik, kecen-
kitkan gairah untuk bertindak secara efek- derungan untuk bertanya mengapa dan
tif. Mujib & Mudzakir (2001) mengung- bagaimana jika untuk mencari jawaban-
kapkan bahwa kecerdasan spiritual lebih jawaban yang mendasar, dan menjadi
merupakan konsep yang berhubungan bidang mandiri.
bagaimana seseorang cerdas dalam menge-
lola dan mendayagunakan makna-makna, Hipotesis
nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan Penelitian ini merumuskan hipotesis
spiritualnya, kehidupan spiritual disini sebagai berikut :
meliputi hasrat untuk hidup bermakna (the 1. Terdapat hubungan antara kecerdasan
will to meaning) yang memotivasi kehi- emosi dan kecerdasan spiritual dengan
dupan manusia untuk senantiasa mencari perilaku prososial pada Santri Pondok
makna hidup (the meaning of life) dan Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan
mendambakan hidup bermakna (the 2. Terdapat hubungan yang positif antara
meaningful life). Sedangkan Sukidi (dalam kecerdasan emosi dengan perilaku
Murdiwiyono, 2004) yang menyatakan prososial pada Santri Pondok Pesantren
bahwa kecerdasan spiritual dapat menga- Nasyrul Ulum Pamekasan
rahkan ke puncak kearifan spiritual dengan 3. Terdapat hubungan yang positif antara
bersikap jujur, toleransi, terbuka penuh kecerdasan spiritual dengan perilaku
cinta, dan kasih sayang kepada sesama. prososial pada Santri Pondok Pesantren
Aziz & Mangestuti (2006) kecerdasan Nasyrul Ulum Pamekasan
spiritual adalah suatu bentuk kecerdasan
dalam memahami makna kehidupan yang Metode
dicirikan dengan adanya kemampuan yang
bersifat internal dan eksternal. Doe & Subyek Penelitian
Walch (2001) menjelaskan dalam bahasa Populasi yang digunakan dalam pene-
yang lebih sederhana, bahwa kecerdasan litian ini adalah Santri Pondok Pesantren
spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya Nasyrul Ulum Jl. Masjid Bagandan 154
harga diri, nilai-nilai, moralitas, dan rasa Pamekasan dan memiliki beberapa karakte-
memiliki. Spiritualitas memberi arah dan ristik, yaitu: 1. Santri Pondok Pesantren
makna pada kehidupan. Spiritualitas adalah Nasyrul Ulum 2. Jenis kelamin laki-laki
kepercayaan akan adanya kekuatan non- maupun perempuan 3. Subyek tersebut
fisik yang lebih besar dari kekuatan diri menjadi santri di pondok pesantren
manusia, suatu kesadaran yang menghu- Nasyrul Ulum lebih dari 1 tahun. Sehingga
bungkan manusia langsung dengan Tuhan, populasi dalam penelitian ini sebesar 175
atau apapun yang menjadi sumber kebera- orang.
daan manusia. Spiritual intelligence juga Teknik Sampling yang digunakan ada-
berarti kemampuan individu untuk berhu- lah sampel total (total sampling), hal ini
bungan secara mendalam dan harmonis dilakukan karena populasi kecil. Pengam-
bilan sampel dalam jumlah besar ini
58
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
mengacu pada Kerlinger (2006) yang Kemampuan dan kepekaan tersebut berupa
menyarankan pengunaan sampel besar, menerima pendapat orang lain, memahami
karena makin besar ukuran sampel maka diri dan tujuan hidup, tegar dan mengambil
semakin kecil probabilitas terpilihnya sam- hikmah dari setiap ujian, sabar menghadapi
pel yang menyimpang. Pendapat yang ujian, memiliki prinsip hidup, tidak me-
hampir sama juga dikemukakan oleh nunda pekerjaan, memandang suatu masa-
Azwar (2011) bahwa semakin besar sam- lah secara utuh, keingintahuan yang tinggi
pel maka akan semakin representatif. dan berusaha untuk tidak merepotkan
orang lain.
Definisi Operasional Variabel
Teknik Pengumpulan Data
Variabel-variabel yang ada dalam pene-
litian ini adalah : variabel tergantung (Y) Pengukuran terhadap tiga variabel
adalah perilaku prososial, sedangkan varia- penelitian dilakukan dengan skala perilaku
bel bebasnya (X) ada dua, yaitu kecerdasan prososial, skala kecerdasan emosi dan
emosi (X1) dan kecerdasan spiritual (X2). skala kecerdasan spiritual yang disusun
Perilaku prososial dalam penelitian ini oleh peneliti. Skala disusun dengan
didefinisikan sebagai tindakan yang dila- menggunakan skala Likert dan memiliki 5
kukan santri untuk menolong atau mem- alternatif jawaban penilaian antara 1-5
bantu sesama santri atau orang lain yang (untuk aitem penyataan unfavourable) dan
mengalami kesulitan walaupun tindakan 5-1 (untuk aitem pernyataan favourale).
tersebut tidak memiliki keuntungan yang Skala Perilaku Prososial yang disusun
jelas bagi diri santri yang bersangkutan. oleh peneliti mengacu pada aspek-aspek
Tindakan tersebut mencakup meminjam- prososial dari Mussen (dalam Rufaida,
kan barang miliknya dengan senang hati 2009) yaitu mencakup : tindakan-tindakan
dalam suatu kondisi tertentu, bekerjasama membagi, kerjasama, menolong, kejujuran
dalam rangka berpartisipasi melakukan dan menyumbang. Selanjutnya aspek-
tugas kelompok, membantu teman yang aspek tersebut diturunkan menjadi indi-
mengalami kesulitan, bertindak sesuai kator yaitu : meminjamkan barang milik-
kenyataan, menyumbang atau menyede- nya dengan senang hati, berpartisipasi
kahkan sebagian harta atau barang milik- melakukan tugas kelompok, membantu
nya bagi orang lain yang membutuhkan teman yang mengalami kesulitan, berbicara
atau tertimpa musibah serta memperhati- sesuai kenyataan, menyedekahkan sebagi-
kan kesejahteraan orang lain. an hartanya, memperhatikan kabar dan
Kecerdasan emosi adalah kemampuan kondisi teman. Uji diskriminasi aitem skala
santri untuk mengenal, memahami dan yang dilakukan dengan bantuan program
memaknai perasaan dirinya sendiri dan statistik SPSS versi 18, sebagai kriteria
orang lain serta mampu menggunakan pemilihan aitem berdasarkan aitem total,
perasaannya itu untuk memandu pikiran- biasanya digunakan batasan rix > 0,3
nya dalam bertindak. Kemampuan tersebut (Azwar, 2007). Setelah dilakukan dua kali
berupa memahami emosi diri dan memaha- putaran dengan menggunakan teknik
mi penyebabnya, mengekpresikan emosi corrected item total correlation, menun-
dengan tepat, mendorong dirinya untuk jukkan bahwa dari 60 aitem semula ter-
mengatasi emosinya yang muncul, peka dapat 24 aitem yang gugur karena memiliki
terhadap perasaan orang lain dan membina index corrected item total correlation <
hubungan dan dapat bergaul secara akrab. 0,3. Sehingga tersisa 36 aitem yang valid
Kecerdasan Spiritual adalah kemam- dengan index corrected item total correla-
puan dan kepekaan santri dalam melihat tion yang bergerak dari 0,312 sampai
makna yang ada di balik kenyataan dan 0,571. Seluruh aitem yang valid/sahih
kemampuan santri untuk membangun dalam skala prososial diuji reliabitasnya
dirinya secara utuh sebagai dasar dari menggunakan teknik Alpha Cronbach dan
tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, morali- menunjukkan hasil koefisien reliabilitas
tas, dan rasa memiliki pada diri santri. alpha sebesar 0,902. Nilai alpha sebesar
59
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
0,902 dapat disimpulkan bahwa skala menggunakan teknik corrected item total
perilaku prososial ini memiliki indeks correlation, menunjukkan bahwa dari 54
reliabilitas yang sangat tinggi. aitem semula terdapat 20 aitem yang
Skala kecerdasan emosi yang disusun gugur, karena memiliki index corrected
oleh peneliti mengacu pada aspek-aspek item total correlation < 0,3. Sehingga
yang dikemukakan oleh Goleman (2006) tersisa 34 aitem yang valid dengan index
yaitu : mengenali emosi diri, mengelola corrected item total correlation yang
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali bergerak dari 0,329 sampai 0,696. Seluruh
emosi orang lain, dan membina hubungan. aitem yang valid/sahih dalam skala proso-
Selanjutnya aspek-aspek tersebut diturun- sial diuji realibitasnya menggunakan tek-
kan menjadi indikator yaitu : memahami nik Alpha Cronbach dan menunjukkan
emosi diri sendiri dan memahami penye- hasil koefisien reliabilitas alpha sebesar
babnya, mengekspresikan emosi dengan 0,916. Nilai alpha sebesar 0,916 dapat
tepat, memiliki dorongan berprestasi, peka disimpulkan bahwa skala perilaku proso-
terhadap perasaan orang lain, dan dapat sial ini memiliki indeks reliabilitas yang
bergaul secara akrab. Setelah dilakukan sangat tinggi.
tiga kali putaran dengan menggunakan
teknik corrected item total correlation, Teknik Analisis Data
menunjukkan bahwa dari 50 aitem semula
Analisis data yang digunakan dalam
terdapat 26 aitem yang gugur karena
penelitian ini adalah Analisis regresi linier
memiliki index corrected item total corre-
berganda. Sebelum dilakukan analisa data
lation < 0,3. Sehingga tersisa 24 aitem
dengan analisis regresi, dilakukan uji
yang valid dengan index corrected item
prasyarat yaitu normalitas sebaran, linieri-
total correlation yang bergerak dari 0,301
tas, multikolinieritas dan autokorelasi. Uji
sampai 0,592. Seluruh aitem yang valid/
normalitas bertujuan untuk mengetahui
sahih dalam skala prososial diuji relibitas-
distribusi data dalam variabel yang akan
nya dan menunjukkan hasil koefisien
digunakan dalam penelitian. Data yang
reliabilitas alpha sebesar 0,868. Seluruh
baik dan layak digunakan dalam penelitian
aitem yang valid/sahih dalam skala proso-
adalah data yang memiliki distribusi
sial diuji relibitasnya menggunakan teknik
normal. Uji normalitas ini menggunakan
Alpha Cronbach dan menunjukkan hasil
teknik one sample Kolmogorov-Smirnov
koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,868.
dengan bantuan SPSS versi 18. Data
Nilai alpha sebesar 0,868 dapat disimpul-
dikatakan terdistribusi normal jika nilai p >
kan bahwa skala perilaku prososial ini
0,05 dan sebaliknya jika p < 0,05 maka
memiliki indeks reliabilitas yang sangat
sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi,
tinggi.
2000). Dari hasil uji normalitas diketahui
Skala kecerdasan spiritual yang disusun
bahwa Signifikansi (sig.) untuk data perila-
oleh peneliti mengacu pada aspek-aspek
ku prososial sebesar 0,439, data untuk
yang dikemukakan oleh Zohar & Marshall
kecerdasan emosi sebesar 0,665 dan data
(2007) yang meliputi kemampuan bersikap
untuk kecerdasan spiritual sebesar 0,305.
fleksibel, tingkat kesadaran yang tinggi,
Karena signifikansi dari ketiga data ter-
kemampuan untuk menghadapi dan
sebut lebih besar dari 0,05 maka ketika
memanfaatkan penderitaan, kemampuan
jenis data tersebut berdistribusi normal
untuk menghadapi dan melampaui rasa
sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan
sakit, kualitas hidup yang diilhami oleh
analisis regresi.
visi dan nilai- nilai, keengganan untuk
Selanjutnya dilakukan uji linearitas
menyebabkan kerugian yang tidak perlu,
yang bertujuan untuk mengetahui apakah
berpikir secara holistik, kecenderungan
variabel bebas dan tergantung mempunyai
untuk bertanya mengapa dan bagaimana
hubungan yang linear atau tidak secara
jika untuk mencari jawaban-jawaban yang
signifikan. Kaidah yang digunakan untuk
mendasar, dan menjadi bidang mandiri.
mengetahui linier atau tidaknya hubungan
Setelah dilakukan tiga kali putaran dengan
antara variabel bebas dengan variabel ter-
60
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
gantung adalah jika p < 0,05 maka hu- Uji autokorelasi digunakan untuk
bungan antara variabel bebas dengan mengetahui ada atau tidaknya penyim-
variabel tergantung dinyatakan linier, seba- pangan asumsi klasik autokorelasi yaitu
liknya jika p > 0,05 berarti hubungan korelasi yang terjadi antara residual pada
antara variabel bebas dengan variabel ter- satu pengamatan dengan pengamatan lain
gantung dinyatakan tidak linier (Hadi, pada model regresi. Untuk memenuhi
2000). Dari output SPSS 18 dapat diketa- syarat bahwa tidak terdapat autokorelasi
hui bahwa nilai signifikansi pada linearity dalam model regresi, maka dilakukan uji
antara perilaku prososial dengan kecer- autokorelasi menggunakan metode Durbin
dasan emosi sebesar 0,000 dan antara peri- – Watson. Jika nilai Durbin – Watson
laku prososial dengan kecerdasan spiritual berada pada rentang – 2 < Durbin –
sebesar 0,000. Karena nilai linearity Watson < 2, maka tidak terjadi korelasi
kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan (Agusyana dan Islandscript, 2011). Hasil
syarat linieritas terpenuhi. perhitungan menggunakan program SPSS
Uji multikolinearitas digunakan untuk 18 menunjukkan nilai Durbin – Watson
mengetahui ada tidaknya penyimpangan sebesar 1,839, yang berarti berada diantara
asumsi klasik multikolinieritas, yaitu ada- – 2 dan + 2, maka dapat disimpulkan tidak
nya hubungan linier antar variabel inde- terjadi autokorelasi dalam model regresi.
penden dalam model regresi. Prasyarat
yang harus dipenuhi dalam model regresi Hasil Penelitian
adalah tidak adanya multikolinieritas
Hasil analisis regresi diperoleh nilai F
(Priyatno, 2009). Metode yang digunakan
sebesar 105,406 dengan harga p = 0,000 (p
untuk menguji multikolinieritas adalah
< 0,05) yang berarti bahwa kecerdasan
dengan melihat nilai variance inflation
emosi dan kecerdasan spiritual mempunyai
factor (VIF). Jika nilai lebih besar dari 5,
hubungan yang signifikan dengan perilaku
maka ada multikolinieritas antar variabel
prososial, sehingga hipotesis yang menya-
independen (Priyatno, 2009). Nilai VIF
takan terdapat hubungan antara kecerdasan
kedua variabel independen sebesar 1,690.
emosi dan kecerdasan spiritual dengan
Nilai tersebut lebih kecil dari 5 dengan
perilaku prososial pada Santri Pondok
demikian tidak terjadi multikolinieritas
Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan diteri-
antar variabel kecerdasan emosi dan
ma.
kecerdasan spiritual.
Tabel 1. Anova
Model F Sig. (p)
Regression 105,406 0,000
61
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
62
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
Hasil pengujian hipotesis ketiga, me- sendirian menyaksikan orang lain meng-
nunjukkan bahwa ada hubungan positif alami kesulitan, maka orang itu mempu-
antara kecerdasan spiritual dengan perilaku nyai tanggung jawab penuh untuk member-
prososial. Arah hubungan yang positif kan reaksi terhadap situasi tersebut. (b)
menunjukkan bahwa semakin tinggi kecer- kondisi lingkungan, keadaan fisik ling-
dasan spiritual santri maka semakin tinggi kungan juga mempengaruhi kesediaan
perilaku prososialnya. Sebaliknya, jika untuk membantu. Pengaruh kondisi ling-
semakin rendah kecerdasan spiritual maka kungan ini seperti cuaca, ukuran kota, dan
semakin rendah perilaku prososialnya. Hal derajat kebisingan. (c) tekanan waktu, hal
ini sesuai dengan pendapat Jacobi (2004) ini menimbulkan dampak yang kuat
bahwa ada hubungan antara spiritualitas terhadap pemberian bantuan. Individu yang
dengan meningkatnya perilaku prososial. tergesa-gesa karena waktu sering menga-
Menurut Jacobi, individu yang memiliki baikan pertolongan yang ada di depannya.
spiritualitas tinggi merasa diri mereka Sedangkan faktor orang yang membu-
mempunyai keterampilan sosial yang lebih tuhkan pertolongan meliputi (a) menolong
baik yang berkontribusi pada perilaku orang yang disukai. Rasa suka awal indi-
prososial. Selain itu spiritualitas dapat vidu terhadap orang lain dipengaruhi oleh
berfungsi sebagai faktor pelindung sese- beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan
orang untuk melakukan perilaku antisosial kesamaan. Karakteristik yang sama juga
dan membuat individu condong ke perilaku mempengaruhi pemberian bantuan pada
prososial. Pernyataan hampir sama diung- orang yang mengalami kesulitan. Sedang-
kapkan Sukidi (dalam Murdiwiyono, 2004) kan individu yang memiliki daya tarik fisik
yang menyatakan bahwa kecerdasan spiri- mempunyai kemungkinan yang lebih besar
tual dapat mengarahkan ke puncak kearifan untuk menerima bantuan. Perilaku proso-
spiritual dengan bersikap jujur, toleransi, sial juga dipengaruhi oleh jenis hubungan
terbuka penuh cinta, dan kasih sayang antara orang seperti yang terlihat dalam
kepada sesama. Dengan kata lain, kecer- kehi-dupan seharihari. Misalnya, individu
dasan spiritual yang ada dalam diri mampu lebih suka menolong teman dekat daripada
mengarahkan diri untuk bersikap prososial orang asing. (b) Menolong orang yang
yaitu menumbuhkan kecintaan dan kasih pantas ditolong. Individu membuat penile-
sayang terhadap sesama dengan sepenuh- ian sejauh mana kelayakan kebutuhan yang
nya menyadari bahwa kita sama-sama diperlukan orang lain, apakah orang terse-
manusia ciptaan Tuhan. but layak untuk diberi pertolongan atau
Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiri- tidak. Penilaian tersebut dengan cara me-
tual memberikan sumbangan efektif sebe- narik kesimpulan tentang sebab-sebab
sar 55,1 % terhadap perilaku prososial. Hal timbulnya kebutuhan orang tersebut. Indi-
ini berarti masih terdapat 44,9 % faktor vidu lebih cenderung menolong orang lain
lain yang mempengaruhi perilaku prososial bila yakin bahwa penyebab timbulnya
pada santri selain kecerdasan emosi dan masalah berada di luar kendali orang
kecerdasan spiritual. Faktor lain yang dapat tersebut.
mempengaruhi perilaku prososial santri Secara singkat dapat dipahami bahwa
dapat berupa faktor situasional dan faktor selain faktor kecerdasan emosi dan kecer-
orang yang membutuhkan pertolongan. dasan spiritual, perilaku prososial pada
Menurut Sears (dalam Dahriani, 2007) santri dapat dipengaruhi oleh faktor situa-
faktor situasional yang mempeng-aruhi sional dan faktor orang yang membutuhkan
perilaku prososial meliputi : (a) Kehadiran pertolongan. Penelitian ini masih perlu
orang lain atau sering disebut dengan efek adanya penelitian lanjutan yang berusaha
penonton (bystander effect) yaitu individu mencari faktor-faktor lain yang belum
yang sendirian lebih cenderung member- diketahui dan mampu mempengaruhi peri-
kan reaksi jika terdapat situasi darurat laku prososial.
ketimbang bila ada orang lain yang menge- Secara umum hasil penelitian menun-
tahui situasi tersebut. Individu yang jukkan ada hubungan yang sangat signi-
63
Zamzami Sabiq Ihsan dan M. As’ad Djalali
fikan antara kecerdasan emosi dan dari adanya sinergi berbagai faktor yang
kecerdasan spiritual dengan perilaku proso- mempengaruhi seperti personal values and
sial pada santri pondok pesantren Nasyrul norms dan empathy. Kedua hal tersebut
Ulum Pamekasan, namun hasil penelitian berkaitan erat dengan kecerdasan emosi
ini tidak dapat digeneralisasikan pada dan kecerdasan spiritual, jika kedua hal
santri di pondok pesantren-pondok pesan- tersebut diberdayakan maka akan memun-
tren lain. Penerapan populasi yang lebih culkan perilaku prososial.
luas dengan karakteristik yang berbeda Hasil penelitian juga menunjukkan
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bahwa hipotesis kedua diterima, yaitu
dengan menggunakan atau menambah kecerdasan emosi berhubungan dengan
variabel-variabel lain yang belum diserta- perilaku prososial. Arah hubungan yang
kan dalam penelitian ini, ataupun dengan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi
menambah dan memperluas ruang lingkup- kecerdasan emosi maka semakin tinggi
nya. perilaku prososialnya. Sebaliknya, jika
semakin rendah kecerdasan emosi maka
Simpulan semakin rendah perilaku prososialnya.
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini
Perilaku prososial merupakan tindakan
juga diterima, yaitu kecerdasan spiritual
yang dilakukan untuk menolong atau
memiliki hubungan dengan perilaku proso-
membantu orang lain yang mengalami
sial. Arah hubungan yang positif menun-
kesulitan walaupun tindakan tersebut tidak
jukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan
memiliki keuntungan yang jelas bagi diri
spiritual maka semakin tinggi perilaku pro-
yang bersangkutan. Tindakan prososial
sosialnya. Sebaliknya, jika semakin rendah
tersebut mencakup meminjamkan barang
kecerdasan spiritual maka semakin rendah
miliknya dengan senang hati dalam suatu
perilaku prososialnya.
kondisi tertentu, bekerjasama dalam rangka
Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiri-
berpartisipasi melakukan tugas kelompok,
tual secara bersama-sama memberikan
membantu teman yang mengalami kesu-
sumbangan efektif sebesar 55,1 % terhadap
litan, bertindak sesuai kenyataan, menyum-
perilaku prososial pada santri pondok
bang atau menyedekahkan sebagian harta
pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Hal
atau barang miliknya bagi orang lain yang
ini berarti masih terdapat 44,9 % faktor
membutuhkan atau tertimpa musibah serta
lain yang mempengaruhi perilaku prososial
memperhatikan kesejahteraan orang lain.
pada santri pondok pesantren Nasyrul
Sebagai bagian tak terpisahkan dari
Ulum Pamekasan.
masyarakat, santri tentunya tidak dapat
lepas dari hubungan dengan manusia
DAFTAR PUSTAKA
lainnya, seperti gotong royong, toleransi
diantara orang dan kepekaan antar sesama Agusyana, Yus dan Islandscript. 2011.
yang disebut dengan perilaku prososial. Olah Data Skripsi dan Penelitian
Perilaku prososial dipengaruhi oleh bebe- dengan SPSS 19. Jakarta: PT. Elex
rapa faktor, diantaranya yaitu personal Media Komputindo
values and norms yang dalam internali- Arbadiati, Catur & Kurniati, Taganing,
sasinya berkaitan erat dengan kecerdasan 2007. Hubungan antara Kecerdasan
spiritual dan empathy yang berkaitan erat Emosi dengan Kecenderungan Problem
dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan Focused Coping pada Sales. Pesat, Vol.
spiritual dan kecerdasan emosi menjadi hal 2 No. 2.
menarik untuk diteliti hubungannya Aziz, Rahmat & Mangestuti, Retno. 2006.
dengan peningkatan perilaku prososial. Tiga Jenis Kecerdasan dan Agresivitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahasiswa Universitas Islam Negeri
hipotesis penelitian pertama diterima, yaitu Malang. Psikologika. Nomor 21 tahun
terdapat hubungan antara kecerdasan emosi XI Jan 2006, hal 67-77.
dan kecerdasan spiritual dengan perilaku Azwar, Saifuddin. 2007. Penyusunan Skala
prososial. Perilaku prososial tidak terlepas Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
64
Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Prososial
65