NIM : A1E123068
SUBJEK : Resume Konseling Lintas Budaya Kasir Pamungkas
1. FONDASI MULTIKKULTURAL
Fondasi multikultural merupakan terdiri dari dua kata yang masing-masing memiliki
makna. Makna fondasi adalah bagian dari struktur yang berfungsi sebagai landasan,
penyaluran beban dari suatu bangunan. Makna multikultural sendiri adalah keberagaman
budaya, latar belakang dan identitas masyarakat maupuan kelompok. Maksudnya adalah ini
menggambarkan kondisi sebagai etnis dari tiap agama, bahasa, asal usul budaya ini hidup
berdampingan di dalam satu lingkungan.
Jadi dapat kita pahami fondasi multikulturl adalah membangun dasar yang kuat bagi
menghargai, pengakuan keberagaman budaya suatu masyarakat. Tujuannya untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis, rukun dari setiap individu yang memiliki latar
belakang yang berbeda.
Teori Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Frued memiliki banyak kontribusi
lain, seperti tingkat kesadaran dan konsep kepribadian yaitu id, ego, super ego. Menurut
Freud melalui tahap psikoseksual (oral, anal dan palic) bahwa kejadian selama 5 tahun
pertama, sangat menentukan perkembangan kepribadian.
1) Perkembangan Perilaku
Dalam psikoanalisis, manusia terdiri dari tiga sistem : ide, ego dan super ego. Ego adalah
komponen biologi, ego adalah komponen psikologi, dan super ego adalah komponen sosial.
a. Id
Id adalah sistem kepribadian yang sejati. Misal ketika bayi baru lahir, semuanya adalah
id. Id adalah sumber utama energi psikis dan isnting.
b. Ego
Ego berhubungan dengan dunia luar dari realitas. Ego adalah yang memerintah,
mengontrol dan mengatur kepribadian. Seperti “polisi lalu lintas” ego adalah yang
menengahi antara insting dan lingkungan sekitar. Misal anak kecil yang belajar untuk makan
dari pada harus menangis langsung ketika kebutuhannya tidak terpenuhi. Hal dalam berpikir
realitas ini disebut dengan proses kedua, yang mana ditandai dengan perbedaan fantasi pada
proses pertama.
c. Super Ego
Menurut Corey (2009:62) super ego adalah “komisi yudisial” dari kepribadian. Super ego
mencangkup kode moral masyarakat apakah tindakan individu yang bersangkutan baik atau
buruk, benar atau salah.
1) Level Kesadaran
Frued membagi kesadaran menjadi tiga tingkatan kesadaran : alam sadar, alam ambang,
alam bawah sadar. Alam sadar mencakup sensasi dan pengalaman seseorang yang disadari.
Alam ambang sadar mencakup ingatan kegiatan dan pengalaman yang dapat dan dengan
didapatkan kembali dengan usaha kecil. Alam bawah sadar adalah wadah ingatan dan emosi
yang membahayakan kesadaran dan harus didorong jauh. Juga mencakup kebutuhan dan
dorong-dorongan yang tidak disadari.
2) Teknik-Teknik Konseling
Menurut Corey (2009: 74) terdapat enam teknik dasar konseling psikoanalisis yaitu a)
menegaskan analisis kerangka kerja, b) asosiasi bebas, c) interpretasi, d) analisis mimpi, e)
analisis resistance, dan f) analisis transference.
Proses konseling psikoanalisis menekankan pada kerangka kerja tertentu yang ditujukan
pada kerangka kerja tertentu pada tercapainya tujuan konseling.
b. Asosiasi bebas
Yaitu mengupayakan konseling untuk menjernihkan mengikis alam pikirannya dari lama
pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga konseli mudah mengungkapkan
pengalaman masa lalunya.
c. Interpretasi
Yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang di katakan Konseli, baik dalam
asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi Konseli. Konselor menetapkan,
menjelaskan dan bahkan mengajar Konseli tentang makna perilaku yang termanifestasikan
dalam mimpi, asosiasi bebas , resistensi, dan transferensi.
d. Analisis mimpi
Yaitu konseli diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya
dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-
masalah yang belum terpecahkan. Menurut Frued, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan
mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
e. Analysis resistance
f. Analysis tranference
Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam
hal ini, konseli diupayakan untuk bisa menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa
lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan, yang dirasakan oleh konseli
bawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor.
Teori psikoanalitik adalah kekuatan yang sangat berpengaruh pada paruh pertama abad
ke-20 dan didasarkan pada karya perintis Sigmund Frued (1956-1939).Teori ini menunjukkan
bahwa perilaku utama ditentukan oleh kekuatan irasional, motivasi bawah sadar, impuls
biologis atau naluriah. Terutama pada pandangan biologis dan perilaku maladaptatif adalah
gejala dari respons bawah sadar terhadap interaksi sosial yang menafsirkan ketidakstabilan
mental, sehingga menstabilkan struktur kepribadian manusia.
Teori psikoanalisis dengan perspektif budaya dapat dikaitkan dengan hasil study yaitu
tentang peran dukungan sosial dan self-efficacy orang tua dalam stres sekolah. Stres sekolah
dapat berdampak pada kualitas tidur yang menurun dan dapat menurunkan kinerja
akademik. Hal ini dapat menyebabkan siswa putus sekolah, jadi bisa didapatkan stres sekolah
sangat berbahaya bagi siswa, dan diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi stres
akademik bagi siswa.
Konseling person centered ini dikembangkan oleh Carl Ransom Roger. Menurut Rogers
(dalam Thorne, 2003: 1) Rogers menggambarkan rumahnya sebagai tempat dengan ikatan
keluarga yang erat dan diresapi oleh suasana keagamaan dan etika yang ketat dan tidak ada
kompromi.
Dalam perkembangan teori person-centered therapy Carl Roders saat mengalami stres ia
bingung terhadap bagaimana bisa membantu klien tetapi ia harus menggunakan teori
psikoanalitik dan behavior karena dua teori ini memiliki pandangan yang berbeda, dan
Masa Infant (bayi) menerima pengalaman sebagai sebuah realitas. Masa Infant (bayi)
diberkahi dengan kecenderungan inherenenuju aktualisasi organismenya. Perilaku bayi
diarahkan untuk memuaskan kebutuhan aktualisasi dalam interaksi dengan realitas yang
dirasakan. Masa pengalaman adalah nilai posistif atau negative dalam sebuah proses
penilaian pengalaman, apa yang seharusnya mereka lakukan dan tidak mereka lakukan.
Positif regard didefinisikan sebagai presepsi dari beberapa pengalaman diri yang membuat
perbedaan positif dalam suatu pengalaman, sehingga menimbulkan perasaan hangat,
menyukai, rasa hormat, simpati dan penerimaan kepada yang lain.
Harga diri seseorang berkembang karena dari adanya hubungan kepuasan atau frustasi
dari persepsi positif dari pengalaman diri. Pengalaman dari kurangnya persepsi diri positif
sehingga menjadi transaksi independen dengan sosial lain.
Condition of work diartikan sebagai nilai dari sebuah pengalaman individu positif atau
negative, di mana pada masa ini harga diri seseorang menjadi selektif sebagai sebuah
perbedaan yang signifikan dari pengalaman diri dari individu yang bernilai lebih dan kurang
persepsi positifnya.
f. Perkembangan “incogruence between self and experience”
Incogruence betweeen self and experince merupakan perbedaan antara diri yang dirasakan
dan pengalaman nyata, disertai dengan ketegangan, kebingungan internal dan tidak mengerti
dan menimbulkan perilaku yang timbul konflik antara aktualisasi dan kecenderungan
aktualisasi diri.
Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur diri diterima sebagai ancaman, jika
pengalaman secara akurat dilambangkan dalam kesadaran, hal tersebut menimbulkan
inkonsisitensi dan kecemasan. Proses kecemasan pertahanan untuk mencegah ini, yaitu
dengan membuat persepsi total dari pengalaman yang konsisten dengan struktur diri dan
kondisi layak.
j. Proses reintegrasi
Untuk meningkatkan keselarasan, maka kondisi layak atau condition of worth harus
diturunkan dan penerimaan tanpa syarat harus ditingkatkan. Mengkomunikasikan suatu
penerimaan, penerimaan posistif merupakan suatu cara untuk menemukan kondisi
keselarasan.
2) Teknik-Teknik Konseling
Menurut Calr Rogers (dalam Falnangan dan Flanangan, 2004: 183) konselor harus
memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu klien, yaitu congrunce,
undiconditional psositive regard, dan accurate empathic understanding.
a. Congruence
Konsep yang dimaksud adalah konselor tampil nyata, utuh, otentik, dan tidak palsu serta
terintegrasi selama pertemuan konseling. Konselor tidak diperkenankan terlibat secara
emosional dan berbagai perasaan secara impulsif terhadap konseli.
Perhatian bersyarat tidak di campuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-
pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat
kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula
peluang untuk menjunjung perubahan pada konseli.
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, di mana konselor benar-benar dituntut untuk
menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi
pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap
perasaan-perasaan yang dialami. Menurut Rogers jika konselor bisa menjangkau dunia
pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa
kehilangan identitas dirinya terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan
terjadi.
3. Konseling Behavior
Tokoh Behavioristik :
Ada beberapa teknik konseling yang di pakai dalam teori konseling behavioral :
a. Teknik relaksasi
Relaksasi otot dan mental digunakan untuk mengatasi stres dalam kehidupan sehari-hari.
Konseli diwajibkan belajar tahap dasar relaksasi setiap hari untuk mencapai hasil maksimal.
Konseli diberikan instruksi untuk bersantai. Mereka dituntut posisi pasif dan santai
dilingkungan yang tenang sementara bergantian berkontraksi dan otot santai. Relaksasi
meliputi pernapasan yang teratur, otot wajah, otot lengan, otot kepala, leher, bahu,
punggung, perut , dan dada kemudian bagian bawah relaks.
b. Teknik desensitisasi sistematis
Teknik ini di dasarkan pada peinsip klasik pada dasar perilaku yang dikembangakan
oloeh Joseph Wolpe. Konseli membayangkan berturut-turut lebih banyak kecemasan dan
membangkitkan situasi pada waktu yang sama bahwa mereka terlibat dalam perilaku yang
bersaing dengan kecemasan. Teknik ini adalah teknik behavior empiris. Teknik ini memakan
waktu, namun jelas merupakan cara efektif dan efisiensi dalam konseling gangguan
kecemasan khususnya didaerah tertentu.
Teknik ini dirancang untuk menangani ketakutan dan respon emosi negatif lainya dengan
memperkenalkan pada konseli pada kondisi dalam kondisi yang dikontrol dan situasi yang
dapat memberikan kontribusi terhadap masalah tersebut.
Gerakan mata dan pengolahan desensitisasi (EMDR) adalah bentuk paparan konseling
yang melibatkan imaginal, restrukturisasi kognitif, gerakan mata yang berirama dan
merancang hal lain untuk mengobat konseli yang mengalami stres traumatik. Teknik ini
memiliki banyak intervensi yang bertujuan untuk membantu konseli pasca trauma.
Teknik ini berkaitan dengan individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain
di berbagai situasi dan digunakan secara benar dalam kompetisi interpersonal.Teknik ini
melibatkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang baik, tepat , dan
efektif.
f. Latihan Asersif
Satu bentuk pelatihan keterampilan sosial untuk bersikap tegas dalam berbagai situasi
sosial. Orang yang tidak memiliki keterampilan sosial sering mengalami kesulitan
antarpribadi di rumah, di tepat kerja, sekolah, dan selama waktu luang.
g. Manajemen Diri
Sebuah keuntungan dari teknik ini adalah konseling yang dapat di teruskan ke publik
tidak dengan cara dilakukan dengan pendekatan konseling. Keuntungan lain adalah bahwa
biaya yang minimal. Karena konseli memiliki peran langsung dalam pengobatan mereka
sendiri. Ini dilakukan untuk meningkatkan proses manajemen diri dan komitmen kosneling.
4. Teknik Konseling Emotif Bhavior
Teknik Konseling Emotif Bhavior (REBT) adalah sebagai salah satu pendekatan dalam
kosneling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Albert Ellis sejak tahun 1955. Rational
Emotive Behavior Therapy lahir karena ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling
tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni.
Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive Behavior
Therapy.Dalam penekanannya Ellis menggunakan penekanan rasional, yaitu unsur kognitif
dari perilaku manusia, asumsi ini sangat bertentangan dengan asumsi yang populer pada
pertengahan tahun 1950-an. Modifikasi selanjutnya pada teknik ini mencangkup teknik-
teknik konseling perilaku seperti relaksasi, metode khayal, dan latihan penyerangan perasaan
malu.
Rational Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi
kognitif-sejajar dengan konseling realitas yang dikembangkan oleh Gleser-dengan bebrapa
ciri menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi sekarang dan
berpikir yang lebih rasional serta menekankan pada segi aksi konseli.
1. Teknik-teknik Konseling
a. Teknik-tenik Kognitif
- Disputing irrational beliefs
Dalam Rational Emotive Behavior yang paling umum adalah konseling secara aktif
mempersoalkan keyakinan tidak rasional dan konselor mengajari konseli cara mengatasi
tantangan tidakrasionalannya sampai ia mampu menghilangkan dan melunturkan kata
“harus” dalam dirinya.
Konseli diharapkan membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut mereka,
dan mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut.Teknik ini merupakan cara melacak
dimensi “keharusan” dan “sebaiknya” yang ada pada kognisi konseli.
- Pscyheofucational methods
Program Rational Emotive Behavior Therapy dan sebagai bagian besar konseling kognitif
behavior mengenalkan memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen
pendidika. Konselor membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka dan
bagaimana preses mengatasinya.
b. Teknik-Teknik Emotif(Afektif)
- rational emotive imagery
Dalam rational emotive imagery konseli didorong untuk membayangkan salah satu kejadian
penyakit atau kesulitan terburuk yang kemungkinan dapat terjadi pada dirinya, Konseli
merasakan secara spontan apa yang dirasakannya dan tetap bertahan dengan perasaan yang
ada di dalam beberapa saat. Setelah itu konseli berusaha mengubah perasaan yang terganggu
yang tidak sehat tersebut dengan konsekuensi perasaan negatif yang sehat. Misal, rasa
kecewa, menyesal, dan tidak tenang, cara melakukannya adalah dengan mengatakan
keyakinan rasionalnya yang masuk akan kepada dirinya dengan kuat dan berulang-
ulang.Konseli seharusnya tetap dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa
mengubah perasaan negatif tidak sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
- Using humor
- Role playing
Terdapat komponen emosi dan perilaku dalam teknik bermain peran. Konselor sering
menginterupsikan untuk menunjukkan pada konseli bahwa apa yang mereka katakan sendiri
pada konseli untuk mengubah perasaan yang lebih sehat. Fokusnya adalah pada keyakinan
yang tidak rasional yang berhubungan dengan perasaan yang tidak menyenangkan diubah
menjadi keyakinan yang lebih rasional.
- Shame-attacking exercise
Ellis mengambangkan latihan untuk membantu orang mengurangi persaan malu dalam
melakukan sesuatu. Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak rasa malu
dengan berkata dengan diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan jika seseorang
menganggap kita bodoh.
Ellis menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk
membantu kosneli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan emosional.
Konseli juga ditunjukkan mereka bisa mengekspresikan dialog memaksa mereka diri mereka
bisa mengekspresikan keyakinan irasional dan keyakinan tersebut dan mempertanyakan
keyakinan tersebut. Konselor akan memainkan peran terbalik secara keras berpegang teguh
pada filosofi pengalahan diri konseli. Selanjutnya konseli diminta untuk menyederhanakan
dengan konselor dalam upaya untuk membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional
tersebut.
c. Teknik-Teknik Behavioristik
5. Konseling Realita
Konseling Realita adalah sebuah pendekatan yang awalnya dikembangkan tahun 1950-an
oleh William Glesser. Konseling realita muncul karena ketidakpuasan Glesser dengan
psikiatri psikoanalitik seperti yang diajarkan pada masa pelatihannya.
Hal ini karena ada tekanan yang terlalu besar pada perasaan dan riwayat masa lalu klien dan
tidak ada penekanan yang cukup pada apa yang dilakukan klien dan “apa yang Anda
lakukan tentang apa yang Anda lakukan?”. Glesser juga melihat gurunya juga tidak
melakukan apa yang di ajarkan dan apa yang mereka tampak bekerja bukan apa yang meraka
katakan berkerja.
1. Teknik-Teknik Konseling
a. Terlibat dalam permainan
b. Menggunakan humor
c. Mengkonfrontasikan konseli
d. Menawarkan umpan balik
e. Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
f. Membuat konrtak
Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran
postmodern adalah pendekatan Solutio Focused Brief Theerapy (SFBT). Dalam beberapa
literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktif (Contructivist Therapy), ada
pula yang menyebutanya dengan Terapi Berfokus Solusi. Pendekatan treatment mereka
membantu individu untuk berfokus pada tujuan-tujuan yang akan datang dan menentukan
langkan-langkah yang perlu diambil untuk mencapai tujuan tersebut.
Secara filosofis, pendekatan SFBT didasari oleh sesuatu pandangan bahwa sejatinya
kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolut namun realitas dan kebenaran
itu dapat dikontruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu
ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang diterapkan pada suatu fenomena
tertentu. Kontruktivisme sosial merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan pandangan
postmodrn yang menekankan pada realitas konseli tanap memperdebatkan apakah hal
tersebut akurat atau irasioanal.
1) Teknik-Teknik Konseling
Dalam konseling bersifat solusi ini memiliki teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
proses konseling :
a. Exeption-Finding Question : Pertanyaan tentang saat dimana konseli bebas dari masalah.
KONSELING SINGKAT BERBASIS SOLUSI didasarkan pada di mana saat-saat dalam
hidup konseli ketika masalah yang mereka identifikasi tidak bermsalah.
b. Miracle Questions: Pertanyaan yang mengarahkan konseli untuk berimajinasi apa yang
akan terjadi jika sesuatu masalah dialami secara ajaib terselesaikan.
Konselor menanyakan “jika sesuatu terjadi dan masalah Anda terpecahkan dalam waktu
semalam, bagaimana Anda tahu jika masalah itu terselesaikan, dan apa yang berbeda ?”.
Konseli didorong untuk mengikuti mimpinya sebagai cara dalam mengidentifikasi
perubahan apa saja yang ingin mereka lihat. Pertanyaan ini berfokus pada masa depan
bahwa konseli dapat mempertimbangkan hal yang berbeda dalam hidupnya .
c. Scalling Question: Pertanyaan yang meminta konseli menilai kondisi dirinya (masalah,
pencapaian, tujuan) berdasarkan skala 1-10. Teknik ini berfokus mengubah pengalaman
konseli yang tidak mudah diobservasi, seperti perasaan, keinginan atau komunikasi.
Pertanyaan skala memungkinkan konseli untuk lebih memperhatikan apa yang mereka
lakukan dan bagaimana dapat mengambil langkah yang akan memandu perubahan yang
mereka inginkan.
d. Coping Question: Pertanyaan yang meminta konseli mengemukakan pengalaman sukses
dalam menangani masalah yang dihadapi.
e. Compliment: Pesan tertulis yang dirancang untuk memuji konseli atas kelebihan kemajuan,
dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuannya.
Kesetaraan pendidikan seperti kebebasan dan keadilan adalah suatu yang ideal dalam
kehidupan manusia tetapi tidak pernah sepenuhnya tercapai. Pendidikan multikultural ini
muncul karena adanya tekanan pertemuan lintas budaya karena hidup di era global dimana
hambatan, ras, etnis, jarak dan peradaban terus runtuh (Domnwchukwu 2010:43).
Melalui pendidikan meltikultural sejak dini diharapkan anak mampu menerima dan
memahami perbedaan budaya yang berdampak pada peredaan usage (cara-cara), folkways
(kebiasaan), mores (tata melakukan), custom (adat istiadat) seseorang. Pendidikan
multikultural dalam konteks Indonesia adalah suatu pendekatan untuk menstranformasi
nilai-nilai yang mampu mencerdaskan dan memudahkan manusia dengan menghargai
identitas dirinya menghargai perbedaan, suku bangsa, budaya, ras, agama, dan kepercayaan
cara pandang serta menggali dan menghargai kearifan lokal budaya Indonesia,
1. Pendekatan Dasar Berfokus pada pengakuan dan Lebih menekanya pada perpindahan
penghormatan terhadap keragaman individu atau kelompok. Tujuan
budaya yang ada dalam satu utamanya adalah pada interaksi antara
kelompok atau masyarakat. Dengan individu dari budaya yang berbeda dan
tujuan untuk memahami dan bagaimana perbedaan tersebut dapat
menanggapi perbedaan budaya di mempengaruhi hubungan yang baik dan
dalam kelompok tersebut. pemahamannya.
2. Pemahamannya Disini lebih berfokus pada Dalam hal ini lebih berkaitan dengan
keragaman budaya dalam suatu hubungan antar individu atau kelompok
kelompok atau masyarakat yang dari masing-masing budaya yang
luas, mencangkup perbedaan ras, berbeda secara langsung. Ini berfokus
agama, etnis, gender, dan orientasi pada pertemuan dan interaksi antar
seksual. budaya dalam konteks konseling.
3. Tujuan Dalam hal ini konseling Berbeda dengan konseling multikultural,
multikultural memastikan bahwa konseling lintas budaya
praktik-praktik konseling mencakup mempertimbangkan bagaimana budaya
dan menghormati keragaman mempengaruhi dinamika hubungan
budaya dalam suatu kelompok antar individu atau kelompok, dengan
tertentu, tujuan meningkatkan pemahaman dan
efektivitas komunikasi lintas budaya.
4. Dalam Praktiknya Berfokus menyediakan kerangka Didalam konseling lintas budaya
kerja praktisi konseling untuk memerlukan pemahaman mendalam
memahami dan merespons tentang budaya spesifik dan konteks
perbedaan budaya dalam konteks sosial individu atau kelompok yang
lebih luas. terlibat dalam interaksi konseling.
DAFTAR PUSTAKA
ANSARI, Ansari; ARIFIN, Raden Muyazin. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Sebagai
Konsep Pembangunan Karakter dalam Keluarga di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ilmiah Ar-
Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan dan Hukum Islam, 2020, 18.2: 335-349.
NINGSIH, Indah Wahyu; MAYASARI, Annisa; RUSWANDI, Uus. Konsep Pendidikan Multikultural di
Indonesia. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2022, 6.1: 1083-1091.