NIM : 900.18.141 Matakuliah : Psikologi Agama Semester Matkul yang di SP kan : VIII Semester sekarang : IX
1. Bagaimanakah konsep manusia menurut madzhab psikoanalisis dan behaviorisme?
jawab : Menurut Psikoanalisis, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, yang dalam konsep ini bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal.Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar. Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai). Sedangkan behaviorurisme memfokuskan perhatiannya pada perilaku yang nampak saja, yakni perilaku yang dapat diukur, diramal, dan dilukiskan. Behaviorurisme tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau jelek, rasionil atau emosionil. Behaviorurisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungan. Manusia dalam pandangan teori behaviorisme makhluk yang sangat elastis, yang perilakunya sangat dipengaruhi oleh pengalamannya. Manusia menurut teori ini dapat dibentuk dengan menciptakan lingkungan yang relevan. Seorang anak misalnya dapat dibentuk perilakunya menjadi seoarang penakut jika secara sistematis ia ditakut-takuti. Demikian juga manusia dapat dibentuk menjadi pemberani, disiplin, cerdas, dungu dan sebagainya dengan menciptakan lingkungan yang relevan. 2. Bagaimanakah konsep manusia menurut humanisme dan Al Qur’an? jawab : Konsep manusia menurut mazhab humanisme bisa diambil dari kesimpulan para humanis yang menganggap bahwa manusia adalah segala pusat aktifitas dengan meninggalkan peran Tuhan dalam kehidupannya. Di Eropa, sudut pandang ini pada hakikatnya telah melahirkan, bahkan memperkuat, pandangan materialistik yang berujung pada pencarian kenikmatan hidup (hedonisme) yang muara akhirnya adalah menciptakan absurdisme. Sedangkan, manusia menurut Al-Qur’an dimaknai dengan menggunakan beberapa istilah, yaitu Bani (Banu) adam atau Dzurriyat Adam (keturunan, anak Cucu Adam), al-insan, al-ins, an-nas, atau unas atau al-basyar. Sejalan dengan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi ini, manusia dibekali dengan berbagai instrumen sebagai modal dasar dalam menjalankan tugas kekhalifahan. Pada sisi ini manusia berbeda dengan hewan sehingga dalam perspektif Islam manusia tidak menjadi objek selayaknya hewan. 3. Apakah tujuan dan pentingnya psikologi agama dalam Pendidikan? jawab : Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini. 4. Bagaimanakah perkembangan perkembangan keberagamaan individu pada saat usia 3-12 tahun? jawab : Perkembangan keberagamaan individu dalam usia 3-12 tahun, melalui beberapa fase yaitu : 1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng). Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun. Pada tingkat ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Dalam tingkat perkembangan ini seakan-akan itu mehayati konsep ke-Tuhanan itu kurang masuk akal, sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. 2. The Raelistic Stage (Tingkat Kenyataan).Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah dasar hingga sampai ke usai (masa usia) adolosense. Pada masa ini ide ke tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepala kenyataan (realis). 3. The Individual Stage (Tingkat Individu). Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. 5. Bagaimanakah perkembangan keberagamaan manusia pada usia 13-20 tahun? jawab : Masa perkembangan remaja ini dalam tigatahap, yaitu: a. Masa Remaja Awal (Juvenilitas (adolescantium), usia 13-15)) Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan. Kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi berkurang yang terlihat pada cara ibadahnya yang kadang- kadang rajin dan kadang-kadang malas. Penghayatan rohani cenderung skeptis sehingga muncul keengganan dan kemalasan untuk melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
b. Masa Remaja Madya (pubertas, usia 16-18)
Gejala masa remaja pada tahap ini ialah mengidolakan sesuatu (mendewa- dewakan). Di dalam fase atau masa negatif untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya. Kesepian di dalam penderitaan, yaitu tidak ada orang yang dapat mengerti dan memahaminya dan tidak ada yang dapat memenangkannya. Reaksi pertama-tama terhadap sekitarnya yang dirasanya sebagai sikap menelantarkan dan memusuhinya. Langkah yang selanjutnya ialah kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya, teman yang seide dengannya (narcistic). Di sini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi, dan dipuja-puja. Pada masa ini remaja mengalami kegoncangan batin, sebab dia tidak mau lagi menggunakan sikap dan pedoman hidup kanak-kanaknya, tetapi belum mempunyai pedoman hidup yang baru. c. Masa Remaja Akhir (nubilitas, usia 19-20) Masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa anak pada waktu itu dari segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Yang berarti bahwa tubuh dengan seluruh anggotanya telah dapat berfungsi dengan baik, kecerdasan telah dianggap selesai pertumbuhannya, tinggal pengembangan dan penggunaannya saja yang perlu diperhatikan. 6. Bagaimanakah perkembangan keberagamaan manusia pada usia 31-50 tahun? jawab : pada usia ini, usia yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai- nilai, kreativitas dan penyusaian diri pada pola hidup yang baru. Kematangan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan orang dewasa. Mereka telah memiliki tanggungjawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan dan pemilihan nilai tersebut telah didasarkan kepada pertimbangan pemikiran yang matang
7. Bagaimanakah perkembangan keberagamaan manusia di usia senja (51- tahun ke
atas)? jawab : setelah usia diatas 51 tahun manusia akan menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering menggalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang berada pada usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga dan kurang dihargai. Ciri-ciri keberagamaan usia lanjut : a. Kehidupan keagamaan pada manusia lanjut usia sudah mencapai tingkat pemanfaatan. b. Meningkatnya kecenderungan menerima pendapat keagamaan c. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh d. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia serta sifat-sifat luhur e. Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya f. Perasaan takut pada kematian berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat) 8. Bagaimanakah hubungan psikologi agama dengan tasauf? jawab : Psikologi adalah ilmu jiwa. Ada persamaan antara psikologi antara tasawuf. Tasawuf merupakan bidang kajian islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan dalam bentuk tingkah laku manusia. Sedangkan psikologi adalah ilmu sosial yang membahasgejala kejiwaan, tetapi tidak membahas jiwa itu sendiri. Dengan demikan, bahasan tasawuf lebih luas dari pada bahasan psikologi.
9. Bagaimanakah kedudukan Kesehatan mental dalam psikologi?
jawab : kesehatan mental dipengaruhi oleh faktor internal dan fator eksternal. Faktor internal adalah faktor biologis dan psikologis, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah sosial budaya. Faktor biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental diantaranya adalah otak, sistem endrokin, genetika, dan sensori, sedangkan faktor psikologis yang berpengaruh adalah ketenangan jiwa. 10. Berikanlah penjelasan tentang Dzikir dan doa sebagai psikoterapi religious? jawab : Psikoterapi dzikir dan doa dapat dijadikan psikoterapi untuk pengobatan keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Dzikir dan doa adalah metode kesehatan mental. Dengan berdzikir dan berdoa orang akan merasa dekat dengan Allah SWT dan berada dalam perlindungan dan penjagaannya. Dengan demikian akan timbul rasa percaya diri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia.