Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI AGAMA

Kepribadian Dan Sikap Keagamaan

Oleh:

Lituhayu Leilani

(20101157510020)

Dosen Pengampu : Andhika Anggawira, M.Psi, Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK

PADANG 2022
HASIL WAWANCARA:

Dari hasil wawancara saya kepada 2 narasumber dengan pertanyaan :

1. Menurut saudara, bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan remaja?
2. Menurut saudara, apa saja tahapan-tahapan perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan
remaja?
3. Menurut saudara, apa saja sumber-sumber jiwa keagamaan?
4. Menurut saudara, apa saja sifat keagamaan pada anak dan remaja?

Dan berikut jawaban dari Narasumber

Narasumber 1:

1. Perkembangan jiwa kegamaan ini pada anak dan remaja dapat kita kontrol melalui
lingkungan dimana ia bergaul.
2. Ada masa dimana anak dan remaja mempertanyakan keagamaannya, dan ada masa ia
mengerti dengan baik dan mulai menerapkannya di kehidupan sehari-hari
3. Untuk agama islam kita memilki Al-Qur’an dan hadits
4. Menurut saya, sifatnya yaitu antara mempercayai agama nya sendiri atau masih ragu akan
agama yang ia pegang

Narasumber 2:

1. Jiwa keagamaan pada anak dan remaja berkembang ketika ia sudah mulai mempelajari apa itu
agama dan bagaimana peran agama dalam kehidupannya
2. Pada anak, anak-anak mungkin hanya dapat memahami dan mengerti mengenai agama dari
keluarganya sedangnkan untuk remaja, ia dapat memahami mengenai agama dari sekolah
maupun lingkungannya
3. Sumber jiwa keagamaan seseorang itu berbeda-beda, ada yang dari dalam dirinya sendiri dan
ada yang dari luar atau lingkungannya
4. Sifat keagamaan pada ada biasanya lebih menekankan pada berkata jujur dari kecil,
sedangkan pada anak remaja, sifat keagamaannya yaitu sudah mulai mengetahui apa yang
dilarang Allah dan menjauhi larangannya, seperti menjauhi zina,mabuk,dll.

TEORINYA:

A. PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA


1. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan
yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini
memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih
pada usia dini, Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi dewasa
memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu :
1) Prinsip Biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan tindak
tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan
kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah merupakan makhluk
instinktif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara
maksimal.
2) Prinsip tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru
dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya.
Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3) Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir
baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan.
Jasmaninya baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi
mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan
pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya

Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui pentahapan.
Demikian juga perkembangan agama pada diri anak. Timbulnya Agama Pada Anak Menurut beberapa
ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious. Adapula yang berpendapat sebaliknya
bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian
hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan. Masalah tersebut
marilah kita kemukakan beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain :

1) Rasa ketergantungan (Sense of Depende)


Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya manusia
dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu : keinginan untuk perlindungan
(security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan untuk mendapat
tanggapan (response) dan keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan
kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan.
Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah
rasa keagamaan pada diri anak.
2) Instink Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink di antaranya
instink keagamaan. Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi
kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya
instink social pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homo socius, baru
berfungsi setgelah naka dapat bergaul dan berkembang untuk berkomunikasi. Jadi instink social
itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian pula instink keagamaan.

2. Perkembangan Kejiwaan Beragama pada Remaja


Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya maka agama pada para remaja
turut dipengaruhi oleh perkembagan itu. Maksudnya : penghayatan para remaja terhadap
ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan
faktor perkembangan tersebut. perkembangan anak pada remaja ditandai oleh beberapa
faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain :
1) Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak
begitu menarik. Sifat kritis terhadap agama mulai timbul selain masalah agama mereka pun
sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya. Agama yanag ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh pada
bagi para remaja untuk taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya
kurang konservatif dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan
pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.
Hal ini menunjukan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap
keagamaan mereka.
2) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estesis
mendorong remaja untuk menghayati pri kehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang
religius. Sebaliknya remaja yang kurang pendidikan dan ceramah agama akan lebih mudah
didominasi oleh dorongan seksual.
3) Ketimbangan Sosial
Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
dikatakan sebagai proses penyesuaian diri. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan
jenis, dan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja seringkali menarik
diri dari masyarakat, acuh tak acuh terhadap aktivitas agama, bahkan kadang menentang
adat kebiasaan nilai-nilai yang dianut orang dewasa.
B. TAHAPAN-TAHAPAN PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA
ANAK DAN REMAJA
1. Tahapan Pada Anak-Anak
Adapun dalam pandangan para psikolog agama, perkembangan keberagamaan pada anak
melalui tiga tahapan penting, yaitu sebagai berikut :
1) The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng).
Hal ini ditandai dengan kesenangan anak-anak bercerita hal-hal yang luar biasa seperti
kebesaran, kehebatan, dan kekuatan Tuhan. Tidak. Tingkatan ini dimulai pada anak yang
berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi
oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini akan menghayati konsep ke
Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih
banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih
menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk
akal.
2) The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).
Ini tampak dengan mulai pahamnya anak-anak tersebut tentang wujud Allah swt sebagai
sosok yang Maha Besar dan Maha Kuat, serta pencipta. Tingkat ini dimulai sejak anak
masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini die
ke Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada
kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan
pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak di
dasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang
formalis. Berdarkan hak itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada
lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan
mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya
dengan penuh minat.
3) The Individual Stage (Tingkat Individu).
Tanda ini terlihat pada sensitivitas keberagamaan anak. Tahap ini dibagi kepada tiga
golongan :
 Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif. Anak takut kemurkaan
Allah; dan neraka; sedangkan orang baik akan dimasukkah surga, sebuah taman
bermain yang indah.
 Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pendangan yang
bersifat personal (perorangan). Di sini anak ingin meniru Tuhan dan dekat dengan-
Nya; Ingin merasakan sentuhan kasih Tuhan dan menampung internalisasi kekuatan
Tuhan.
 Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Tanda ini tampak pada pengakuan
mereka akan pentingnya keadilan. Buruknya perbuatan jahat, sehingga jika
melakukannya anak akan gelisah, bingung, sedih, dan juga malu.

Berkaitan dengan masalah ini, Imam Bawani membagi fase perkembangan agama pada masa
anak menjadi empat bagian, yaitu:
a) Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang
berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama
bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia
atas tuhannya.
b) Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang
anak.Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti
memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
c) Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan.Pada fase
ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika
berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal
Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang
mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai
pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam
memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama
sekalipun sifatnya hanya meniru.
d) Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga
menunjukkan perkembangan yang semakin realistis.Hal ini berkaitan dengan perkembangan
intelektualitasnya yang semakin berkembang.

2. Tahapan Pada Remaja


Berawal dari berbagai pendapat para ahli psikologi sepakat bahwa fase remaja dibagi
menjadi 3 fase (Syamsu Yusuf. 2011: 12), yaitu:
1) Fase awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan
terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Keadaan tersebut
menjadikan jiwa agamapun tidak menetap. Contohnya remaja memahami tentang
sabar, pada saat tertentu remaja bisa menggunakan sikap sabar dalam mengadapi
masalah, tapi disituasi yang lain konsep sabar bisa pudar dan dikuasi oleh emosi yang
tidak stabil. Kemudian pada saat tertentu remaja yakin dengan konsep sabar yang
dipelajarinya namun ada di saat tertentu remaja ragu dengan konsep sabar tersebut. Jadi
konsep agama pada masa remaja masih dalam keraguan dan tidak menetap (Ramayulis,
2002:68).
2) Fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.
Pada tahap ini remaja mengi-dolakan sesuatu. Ketika remaja melihat seseorang yang
sesuai menurut penilaiannya, maka remaja akan mencoba meniru dan mengikuti
kebiasaan yang diidolakannya tersebut. Pada masa ini remaja menyadari akan perlunya
kehadiran seseorang yang akan mendapinginya dalam menghadapi bermacam gelaja
jiwa yang dialaminya tersebut. Namun remaja lebih mempercayai teman sebaya untuk
teman ber cerita dibanding orangtua. Ada saat-saat tertentu remaja membutuhkan
Tuhan untuk berbagi dengan apa yang dirasakan nya dan mengagumi Rasulullah
dengan segala kelebihannya dan patut ditauladani, namun tidak sedikit juga remaja
hanya mengaguminya saja tapi tidak mentauldani karena di masa remaja adalah masa
yang sulit dan sangat mudah dipengaruhi oleh perkembangan zaman (Jalaluddin,
2016 :67).
3) Fase remaja akhir dalam rentang usia18-21 tahun.
Pada fase ini dapat dikatakan bahwa remaja dari segi per-kembangan fisik dan psikis
telah mendekati kesempurnaan. Organ tubuh telah tumbuh sempurna dan seluruh
anggota badan telah dapat berfungsi dengan baik, secara psikologis pun sudah mulai
stabil, tinggal pengembangan dan penggunaannya saja yang perlu diperhatikan.
Berhubungan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis yang telah mendekati
sempurna, atau dalam istilah agama mungkin dapat dikatakan telah mencapai tingkat
baligh-berakal, maka perkembangan keagamaan pada remaja pun sudah mendekati
lebih baik dari pada masa kanak-kanak

Menurut W. Starbuck (dalam Jalaluddin, 2016:65) perkembangan agama yang terjadi pada
remaja terjadi dalam beberapa aspek, antara lain :

1) Pertumbuhan pikiran dan mental.


Berhubung pertumbuhan pikiran dan mental di masa remaja sudah lebik baik dari pada
masa kanak-kanak maka ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima pada masa
kanak-kanak juga sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka saat sudah remaja. Sehingga
sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama remaja juga mulai
tertarikdengan masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya.
Oleh karena itu ajaran yang ber sifat konservatif lebih banyak ber pengaruh bagi para
remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya, begitu sebalik nya. Hal ini menunjukkan
bahwa partumbuhan pikiran dan mental remaja mempengaruhi keagamaan mereka. Jadi
perlunya memperhatika perkembangan pikiran dan mental remaja.
2) Perkembangan Perasaan.
Perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati peri kehidupan yang
terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan agamais akan cenderung mendorong dirinya
untuk lebih dekat kearah hidup agamais, begitu juga sebaliknya. Jadi bagi remaja yang
kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah terjerumus
kepada hal-hal negatif.
3) Pertimbangan Sosial.
Corak keagamaan pada remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam
kehidupan keagamaan, sering timbul konflik antara pertimbangan moral dan material,
remaja sangat bingung menentukan dua pilihan tersebut. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialis yang meliputi kepentingan keuangan, kebahagiaan diri, dan kehormatan
di banding kehidupan beragama.
4) Perkembangan moral.
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi. Tipe moral yang terlihat pada remaja juga mencakupi:
 Self-directive, taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi
 Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik
 Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
 Unadjusted, belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral;
 Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.

Perkembangan moral yang baik akan mendukung dalam pengembangan jiwa agama
pada diri remaja. Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa moral bisa mengendalikan
tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Sehingga remaja tidak melakukan hal-hal
yang merugikan dan bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat.

5) Sikap dan Minat.


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal
ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi
mereka. Contohnya sikap dan minat remaja putri dalam memakai jilbab atau menutup aurat
tergolong sedikit. Hal ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di desa Mangoyoso
Sumberjo Tanggamus oleh Widahyanti (2016) bahwa dalam kehidupan sehari-hari remaja
putri tidak memakai jilbab dari 18 remaja yang diobservasi 24,07% selalu memakai jilbab,
25,93% hanya kadang-kadang memakai jilbab, dan 50% yang tidak pernah memakai jilbab,
jadi hasil penelitian kurangnya minat menerapkan memakai jilbab di desa margoyoso
SumberjoTanggamus.
6) Ibadah
Pada masa remaja pandangan terhadap ibadah seperti sholat, puasa, sadakah, dan kebaikan-
kebaikan lainnya tergolong sedikit. Namun pada saat-saat tertentu remaja membutuhkan
sholat, do’a, dan kebaikan-kebaikan karena setiap manusia mempuanyai naluri beragama.
Contohnya saat menghadapi ujian naik kelas, kelulusan dan sebagainya, remaja berharap
akan pertolongan Allah supaya lulus ujian dan naik kelas. rendahnya pelaksanaan remaja
dalam beribadah sesuai dengan hasil penelitian Rafika (2015) pada siswa SMK
Muhammadiyah 2 Malang bahwa tingkat ritual ibadah siswa rendah yaitu sebanyang 45
siswa (69 %) dan tingkat kenakalan remaja berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 46
siswa (71 %). Jadi kurangnya ibadah berdampak terhadap perilaku siswa. Hasil penelitian
Andisty dan Ritandiyono (2008) terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas
dengan perilaku seks bebasnya. Artinya semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah
perilaku seks bebasnya, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin semakin
tinggi perilaku seks bebasnya.

C. SUMBER-SUMBER JIWA KEAGAMAAN


1. Menurut Teori Monistik
Menurut teori monistik, yang meenjadi sumber kejiwaan agama itu adalah berasal dari satu
sumber kejiwaan. Sumber tunggal manakah yang paling dominan sebagai sumber jiwa
kejiwaan itu? Terhadap sumber kejiwaan yang dominan itu, dikalangan ahli terjadi
perbedaan pendapat:
a) Menurut Thomas van Aquiono
Yang menjadi dasar kejiwaan agama ialah: Berfikir. Manusia bertuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari
kehidupan berfikir manusia itu sendiri.
b) Menurut Frederick Hegel
Agama adalah suatu pengalaman yang sungguh-sungguh benar dan tepat kebenaran
abadi. Berdasarkan konsep itu maka agama semata-mata merupakan hal-hal atau
persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
c) Menurut Frederick Schleimacher
Yang menjadi sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang mutlak. Dengan
adanya rasa ketergantugan yang mutlak itu manusia merasakan dirinya lemah.
Kelemahan itu menyebabkan manusia selalu menggantungkan hidupnya dengan suatu
kekuasaan yang berada diluar dirinya. Dari rasa ketergantungan itulah timbul konsep
tentang Tuhan. Rasa tidak berdaya untuk menghilangkan tentangan alam yang selalu
dialaminya, lalu timbullah upacara untuk meminta perlindungan kepada kekuasaan
yang diyakini dapat melindungi mereka. Itulah realitas dari upacara keagamaan.
d) Menurut Rudolf Otto
Sumber jiwa agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Whaly Other (yang sama
sekali lain), jika seseorang dipengaruhi oleh rasa kagum terhadap sesuatu yang
dianggapnya lain dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu oleh Otto disebut
“Numinous”. Perasaan itulah menurut R. Otto sebagai sumber dari kejiwaan agama
manusia.
e) Menurut Sigmund Freud
Unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah lidido sexual (naluri
seksual). Berdasarkan lidibo ini timbulah ide tentang Tuhan dan upacara keagamaan,
melalui proses:
 Oedipus Complex, yaitu mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa karena perasaan
cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya. Setelah ayahnya mati
timbullah rasa bersalah pada diri sendiri.
 Father Image (cinta bapak): setelah membunuh bapaknya Oedipus dihantui rasa
bersalah, lalu timbul rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat
suatu cara sebagai penebus kesalahan manusia yang mereka lakukan, mereka memuja
alasannya karena dari pemujaan itulah menurut Freud sebagai asal dari upacara
keagamaan. Jadi agama muncul dari ilusi manusia.
f) Menurut William Mc Dougall
Menurutnya, tidak ada insting khusus sebagai “sumber jiwa keagamaan”, tetapi dari
beberapa insting yang ada pada diri manusia, maka agama timbul dari dorongan insting
tersebut secara terintegrasi.
2. Menurut Teori Fakulti / Faculty Theori
Perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi oleh 3 fungsi, yaitu:
 Fungsi Cipta, yaitu fungsi intelektual manusia. Melalui cipta orang dapat menilai dan
membandingkan serta selanjutnya memutuskan sesuatu tindakan terhadap stimulus
tertentu, termasuk dalam aspek agama.
 Fungsi Rasa, yaitu suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam
membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang.melalui fungsi rasa dapat
menimbulkan penghayatan dalam kehidupan beragama yang selanjutnya akan memberi
makna pada kehidupan beragama.
 Karsa itu merupakan fungsi ekslusif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi mendorong
timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan.
Diantara ahli yang tergolong kepada teori Fakulti:
a) G.M. Straton
Menurut Straton, yang menjadi sumber jiwa keagamaan adalah adanya konflik dalam
kejiwaan manusia. Konflik itu disebabkan oleh keadaan-keadaan yang berlawanan seperti:
baik-buruk, moral-imoral, kepastian-kepasipan, rasa rendah diri-rasa harga diri. Dikotomi-
dikotomi itu (serba dua) termasuk yang menimbulkan rasa agama dalam diri manusia. Hal
ini dikarenakan jika konflik itu sudah begitu mencekam manusia dan mempengaruhi
kejiwaannya, maka manusia akan mencari pertolongan kepada kekuasaan Tuhan.
b) W.H. Clark
Berdasarkan pendapat Freud tentang keinginan dasar manusia, yaitu:
 Life-urge: keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari keadaan yang
terdahulu agar terus berlanjut.
 Death-urge: keinginan untuk kembali kekeadaan semua sebagai benda mati.

Jadi menurut Clark, ekspresi dari pertentangan antara Death-urge dan life-urge merupakan
sumber kejiwaan agama dalam diri manusia.

c) Dzakiah Darajat
Menurut Dzakiyah, manusia memiliki 6 kebutuhan:
 Kebutuhan akan rasa kasih sayang.
 Kebutuhan akan rasa aman.
 Kebutuhan akan harga diri.
 Kebutuhan akan rasa bebas
 Kebutuhan akan rasa sukses
 Kebutuhan akan rasa ingin tahu
Jadi menurut Dzakiyah, gabungan dari ke-6 kebutuhan tersebut menyebabkan orang
memerlukan agama, karena melalui agama kebutuhan tersebut dapat disalurkan.
d) W.H Thomas
Yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar dalam jiwa
manusia, yaitu:
 Keinginan untuk keselamatan
 Keinginan untuk mendapat penghargaan
 Keinginan untuk ditanggapi.
 Keinginan untuk pengetahuan atau pengalaman baru.

D. SIFAT KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA


1. Sifat Keagamaan Pada Anak
1) Unreflective ( Tiak mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang jumlah konsep ke Tuhanan pada diri anak 73 % mereka
menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dalam suatu sekolah bahkan ada siswa
yang mengatakan bahwa Santa Klaus memotong jenggotnya untuk membuat bantal.
Dengan demikian anggapan mereka terhadap ajara agama dapat saja mereka terima dengan
tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup
sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang
kurang masuk akal. Meskipun demikian pada beberapa orang anak terdapat mereka yang
memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang
lain.
2) Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan
akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan
diri itu mulai subur pada diri anak, maka tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin
bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam
masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut
konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang
kurang mendapat kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-
kanakan (childish) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian menganggu
pertumbuhan keagamaannya.
3) Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke Tuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamannya
ke kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep ke Tuhanan
mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang
berbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan
manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang
itu berada dalam tempat yang gelap.

Surga terletak di langit dan untuk tempat orang yang baik. Anak menganggap bahwa Tuhan
dapat melihat segala perbuatannya langsung ke rumah-rumah mereka sebagai layaknya
orang mengintai. Pada anak yang berusia 6 tahun menurut penelitian Praff, pandangan anak
tentang Tuhan adalah sebagai berikut :

 Tuhan mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar. Tuhan tidak
makan tetapi hanya minum embun.
 Konsep ke Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi
masing-masing.
4) Verbalis dan Ritualis

Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar
tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghapal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan
pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan kepada mereka. Sepintas lalu hal tersebut
kurang ada hubungannya dengan perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya
tetapi menurut penyelidikan hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama
anak itu di usia dewasanya. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat
karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa anak-anak
mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesuburan. Latihan-
latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis (praktek) merupakan
hal yang berarti dan merupakan salah satu cirri dari tingkat perkembangan agama pada
anak-anak.

5) Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan
oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan sholat misalnya mereka
laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun
pengajaran yang intensif. Pada ahli jiwa menganggap, bahwa dalam segala hal anak
merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam
pendidikan keagamaan pada anak.
6) Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan terakhir pada anak. Berada
dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini belum
bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriayah saja. Hal ini
merupakan langkah pertama dari kenyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk utuk
mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat di salurkan
melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

2. Sifat Keagamaan Pada Remaja


1) Percaya Ikuta-Ikutan
Sifat beragama yang ikut-ikutan ini biasanya hanya terjadi pada usia diantara 13-16
tahun, dan akan hilang jika pemikiran kritis remaja sudah berkembang. Seperti apa
karakteristik percaya ikut-ikutan ini?
 Bersikap apatis dalam mengekspresikan ajaran/tindakan agama.
 Tidak ada perhatian untuk meningkatkan penghayatan agamanya.
 Tidak mau terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.

Jadi secara umum dapat dikatakan remaja yang sikap keberagamaannya masih percaya
ikut-ikutan dalam kelaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar hanya mengikuti
suasana lingkungan dimana dia hidup.

2) Percaya dengan Kesadaran


Sifat beragama remaja yang percaya dengan kesadaran ini biasanya dimulai sekitar usia
16 tahun. Apa yang menyebabkan munculnya sikap beragama remaja yang percaya
dengan kesadaran?
 Meredanya kegoncangan yang dialami remaja sebagai dampak dari perubahan
jasmani yang begitu cepat.
 Hampir selesainya pertumbuhan jasmani.
 Kemampuan berpikir yang sudah semakin matang.
 Bertambahnya pengetahuan remaja.

Semua kondisi itu mendorong remaja untuk lebih memikirkan dirinya sendiri, ingin
mengambil tempat dan menonjol dalam masyarakat, perhatiannya pada ilmu
pengetahuan, agama dan masalah sosial semakin bertambah.

3) Percaya tapi Agak Ragu/Bimbang


Puncak kebimbangan remaja pada agama terjadi antara usia 17-20 tahun. Bagaimana
karakteristik remaja yang bimbang pada agamanya? Disatu sisi remaja ingin tetap
dalam kepercayaannya, tetapi disisi lain dalam dirinya timbul pertanyaan-pertanyaan
sekitar agama yang tidak terjawab olehnya.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin.(2021).Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-


Prinsip Psikologi Edisi Revisi 2021. Depok: Rajawali Pers.

Fatah, Raden.(2016). Makalah Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Anak dan


Remaja.Diakses pada 27 Maret 2022, dari http://www.makalah.co.id/2016/10/makalah-
perkembangan-jiwa-keagamaan.html

Makhdliyyah, Nafisatun.(2014). makalah perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan


remaja.Diakses pada 27 Maret 2022, dari
https://nafisatun2109.wordpress.com/2014/05/26/makalah-perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-
anak-dan-remaja/

Farhan, Aby.(2013).Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak dan Remaja.Diakses pada


27 Maret 2022, dari https://tentaralang.blogspot.com/2013/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-
pada-anak.html

Armiyati, Veni.(2014).Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Pada Masa Anak-Anak,


Remaja, Dan Dewasa.Diakses pada 27 Maret 2022, dari
https://veniarmiyati345.wordpress.com/2014/07/06/pertumbuhan-dan-perkembangan-agama-
pada-masa-anak-anak-remaja-dan-dewasa/

Hadi.(2014). Tahap-Tahap Perkembangan Keagamaan Pada Anak.Diakses pada 27 Maret


2022, dari https://liputanislam.com/keluarga/tahap-tahap-perkembangan-keagamaan-pada-anak/

Deven, Mark.(2013).Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak.Diakses pada 27 Maret


2022, dari http://www.makalah.co.id/2013/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-anak.html

Lintang.(2013).Perkembangan Keberagamaan Pada Anak-Anak.Diakses pada 27 Maret


2022, dari https://alfallahu.blogspot.com/2013/04/perkembangan-keberagamaan-pada-anak-
anak.html

Khadijah.(2020).Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja. Jurnal Al-Taujih Volume 6


No. 1 Januari-Juni 2020 Hal 1-9. https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/
Nurjannah.(2013).Sumber-Sumber Jiwa Keagamaan.Diakses pada 30 Maret 2022, dari
https://bintinurjannah.blogspot.com/2013/12/sumber-sumber-jiwa-keagamaan.html

Psychology, Mania.(2011).Teori Sumber Jiwa Keagamaan.Diakses pada 30 Maret 2022,


dari https://www.psychologymania.com/2011/09/apakah-yang-menjadi-sumber-pokok-yang.html

Russta, Aulia.(2017). makalah sumber jiwa keberagamaan menurut psikologi


agama.Diakses pada 30 Maret 2022, dari https://auliarussta4.blogspot.com/

Wati, R. (2016). Memahami Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak Dan Remaja.
FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, 1(1), 19-32.

Atikah, Siti.(2014). Sifat-sifat Agama Pada Anak.Diakses pada 30 Maret 2022, dari
https://sitiatikah239.wordpress.com/2014/06/09/sifat-sifat-agama-pada-anak/

Yusuf, Syamsu.(2013).Psikologi Perkembangan Jiwa Pada Anak.Diakses pada 30 Maret


2022, dari http://www.makalah.co.id/2013/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-anak.html

Pshychologi, Mania.(2011).Sikap Remaja Dalam Beragama.Diakses pada 30 Maret 2022,


dari https://www.psychologymania.com/2011/09/sikap-remaja-dalam-beragama.html
DOKUMENTASI

Narasumber 1: Kak Zahra

Narasumber 2: Ibuk Yuli

Anda mungkin juga menyukai