oleh
Hana Surya
(12160121694)
3C
Beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
● Rasa Ketergantungan (Sense of Depend)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes Menurutnya,
manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk
perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan
untuk mendapat Janggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognation).
● Insting Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting di
antaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena
beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu belum
sempurna.
A. Pengertian Remaja
Menurut Zakiah Darajat (dalam Khadijah, 2020:2) bahwa masa remaja adalah
masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Semen
tara dari segi usia menurut Haditoro (dalam Khadijah, 2020:2) remaja adalah yang
berkisar antara usia 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18
tahun remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.
Selanjutnya, Menurut Rice (dalam Khadijah, 2020:2), masa remaja adalah masa
peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi indi vidu yang memiliki
ke matangan. Pada masa tersebut pentingnya remaja melaku kan pengendalian diri karena
adanya pe rubahan dalam diri individu baik secara fisik maupun psikologis dan
perubahan lingkungan.
b) Perkembangan Perasaan
Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup
yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan
siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi derongan seksual. Masa remaja
merupakan masa kematangan seksual. D.dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan
super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negative. Dalam
penyelidikannya sekitar tahun 1950-an, Dr. Kinsey meng ungkapkan, bahwa 90%
pemuda Amerika telah mengenal masturbasi, homoseks, dan onani.
c) Pertimbangan sosial
Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan
materiil. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1.789 remaj Amerika
antara usia 18-29 tahun menunjukkan, bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah
kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar
3,6%, masalah sosial 5,8%.
d) Perkembangan Moral
Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
f) Ibadah
Terdapat beberapa percoban mengenai ibadah dalam remaja, seperti:
1) Pandangan para remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana
yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:
a) Seratus empat puluh delapan siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak
pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai
pengalaman keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui pengajaran
resmi).
b) Tiga puluh satu orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses
alami, mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan
di balik keindahan alam yang mereka nikmati.
Ada empat sikap beragama yang dialami para remaja menurut Ramayulis (dalam
Khadijah, 2020:5):
a) Percaya ikut-ikutan
Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar meng ikuti suasana lingkungan
dimana dia hidup, sikpa ini adalah hasil pendidikan lingkungan baik keluarga, sekolah,
maupun masyarakat.
b) Percaya dengan kesadaran
Kesadaran agama pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti
kembali cara beragama pada waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai
suatu lapangan baru untuk membuktikan pribadi nya, dan tidak mau lagi beragama
sekedar ikut-ikutan saja.
c) Kebimbangan beragama
Kebimbangan tiap remaja berbeda-beda, sesuai dengan kepribadian masing-
masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang
sangat berat sampai kepada berubah agama.
d) Tidak percaya
Perkembangan remaja kearah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenar nya
mempunyai akar atau sumber dari kecil. Apabila seorang anak merasa ter tekan oleh
kekuasaan atau kezaliman orangtua kepadanya, maka remaja telah memendam sesuatu
tantangan terhadap ke kuasaan orangtua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk
kekuasaan Tuhan.
KELOMPOK 3
PERKEMBANGAN JIWA KEAGMAAN PADA DEWASA DAN
LANSIA
Macam-macam kebutuhan
1.Pengertian kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar atau alasan bagi setiap individu untuk berusaha.
Dalam bukunya Pengantar Psikologi Kriminal Drs.Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan
pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford.
KELOMPOK 4
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS BERKAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMNAAN
Pembawaan, yaitu kesanggupan yang dibawa semenjak lahir dan setiap orang tidak ada
yang sama.
Kematangan, yaitu saat munculnya daya intelek yang siap untuk dikembangkan
mencapai puncaknya (masa peka).
Lingkungan, yaitu faktor luar yang mempengaruhi intelegensi pada masa
perkembangannya. Minat, yaitu motor penggerak dalam perkembangan intelegensi.
Melalui tes IQ (Intelegence Quotient) tingkat kecerdasan seseorang dapat ditentukan.
KECERDASAN EMOSIONAL
KECERDASAN MORAL
Moral ialah kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah,
dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan
moral adalah bagaimana seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang
buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan nyata
dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki
kecerdasam moral sedangkan orang yang jahat merupakan orang yang ideot moral Menurut
Abdul Mujib kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat kaedah
atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan membutuhkan interaksi dengan
lingkungan luar.
KECERDASAN SPIRITUAL
Kecerdasan spritual bukanlah doktrin agama yang mengajak manusia untuk cerdas
memilih salah satu agama, ia merupakan sebuah konsep yang berhubungan bagaimana
seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna, nilai-nilai dan kualitas
kehidupan spritualnya. Kehidupan Spritual ini meliput (1) hasrat untuk hidup bermakna, (2)
motivasi mencari makna Hidup, dan (3) mendambakan hidup bermakna. Kecerdasan spiritual
ini tidak selalu berhubungan dengan agama.
Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiri tual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau valua yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding kan dengan yang lain.
KECERDASAN OALBIYAH
Kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempuma,
untuk mengenal kalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis
kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain
dan hubungan ubudiyah dengan Tuhan.
Menurut Toto Tasmara Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya
kebenaran llahiyah yaitu ruh. Dengan kalbu inilah Allah memanusiakan manusia dan
memuliakannya dan makhluk yang lain. Kalbu merupakan tempat di dalam wahana jiwa dan
merupakan titik sentral atau awal yang menggerakkan segala perbuatan manusia yang memiliki
kecenderungan baik kepada kebenaran maupun pada keburukan.
SIKAP KEAGAMAAN
1.Pengertian Sikap
Menurut pendapat Oemar Hamalik, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau
negatif yang berhubungan dengan objek psikologis, positif dapat diartikan senang, sedangkan
negatif berarti tidak senang atau menolak.
Menurut Muller sebagaimana dikutip Tohirin, "Sikap adalah menyukai atau menolak
suatu objek. Pada esensi sikap terdapat tiga komponen yang bekerja secara kom pleks, yang
merupakan bagian sangat menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu obyek, baik yang
berbentuk kongkret maupun absrak, yaitu:
(1) komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau di persepsikan
tentang obyek,
(2) komponen afiksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek (senang atau
tidak senang), dan
(3) komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak ter
hadap objek. Dalam pembentukan sikap faktor pengamalan mempunyai peran yang sangat
penting. Hal ini berarti sikap seseorang akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya,
misalnya keluarga, norma, agama, adat istiadat.
2.Penegrian Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama. Apabila telah te terpola dalam
pikiran bahwa agama itu sesuatu yang benar maka apa saja yang menyangkut dengan agama
akan membawa makna positif.
Menurut Abu Ahmadi “Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu objek
ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu". Bila
seseorang percaya bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar dan baik, maka timbullah
perasaan cinta, suka, setuju, simpati dan menyenangkan mengalihkan sifat negatif, yaitu
perasaan, antipati, menolak, mengecam. mencela, menyerang bahkan membinasakan.
Perasaan seseorang mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya bagaimana seseorang
berprilaku terhadap suatu objek, banyak ditentukan oleh corak kepercayaan dan pe rasaan
seseorang terhadap objek tersebut. Dengan demikian kecendrungan seseorang berperilaku
keagamaan selaras dengan kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap agama itu. Secara
logika dapat dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercermin dari perilakunya terhadap suatu
objek.
TINGKAH LAKU KEAGAMAAN
Tingkah laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan di dasarkan
atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan
perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama
pada diri sendiri. Agama bagi manusia, memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan batinnya.
Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama sese orang banyak menggambarkan
sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib.
Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya tingkah laku keagamaan
yang di ekspresikan seseorang Tingkah laku keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong
oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang.
Oleh karena itu sikap keagamaan merupakan interaksi secara kompleks antara pengetahuan
agama, perasaan agama dan tindak keagamaan dalam diri seseorang. Dengan sikap itulah
akhirnya lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan seseorang terhadap
agama yang diyakininya. enomena tingkah laku keagamaan itu dapat dilihat bentuknya dari
berbagai sifat, sikap, dan tingkah laku manusia.
KELOMPOK 5
MOTIVASI BERKELAKUAN RELIGIUS
Definisi motivasi
Secara etimologis, motivasi berasal dari kata motiv, dalam bahasa Inggris motive berasal
dari kata motion, yang diartikan ea rah atau sesuatu yang bergerak. Istilah motif berkaitan erat
dengan gerak, yakni ea rah yang dilakukan atau dapat juga disebut perilaku manusia. Motivasi
merupakan unsur penting dalam aktivitas kerja, yang merupakan kekuatan pendorong
terwujudnya perilaku.
Motivasi adalah kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau ea rah dan menyalurkan perilaku ea rah pencapaian kebutuhan.
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela mengerahkan
seluruh kemampuan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan.
Dengan kata lain motivasi itu ada dalam diri seseorang dalam wujud niat,
harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai. Motivasi itulah yang membimbing seseorang
ke arah tujuan-tujuannya.
● Faktor Hereditas
3. Faktor Eksternal
● Faktor Institusional
3. Motivasi sebagai penguji sikap manusia dalam beramal benar atau salah sehingga bisa
dilihat dari kebenarannya dan kesalahannya
4. Motivasi sebagai penyeleksi atas perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia baik atau
buruk.
KELOMPOK 6
GANGGUAN DALAM PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN
Faktor Eksternal
Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk beragama), pernyataan ini
menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai
makhluk yang beragama. Jadi manusia dilengkapi potensii berupa kesiapan untuk menerima
pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memilikirasa dan perilaku
keagamaan. Potensi yang dimiliki manusia ini secara umum disebut fitrah keagamaan, yaitu
beruppa kecenderungan untuk bertauhid. Sebagai potensi, maka perlu adanya pengaruh yang
berasal dari luar diri manusia. Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaan, latihan,
pendidikan, dan sebagainya, secara umum disebut sosiolisasi. Faktor ekstern yang dinilai
berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaandapat dilihat dari lingkungan dimana
seseorang itu hidup.
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaandapat
dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Institusional
3. Lingkungan Masyarakat
Adapun jenis gangguan sosial diantaranya adalah dari faktor ekonomi kemiskinan,
pengangguran dan munculnya aliran sesat (Surawan dan Mazrur, 2020)
a.Faktor ekonomi dan kemiskinan
b. Etos kerja dan disiplin kerja yang lemah
c. Meningkatnya angka pengangguran terdidik
d. Sulitnya tingkat ketersediaan dan penyebaran
e. Munculnya Aliran Sesat seperti Syiah
KELOMPOK 7
Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang
Aliran Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan
akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI, 1989:409). Dalam
kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga
sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan
bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya.
Psikologi agama yang mempelajari hubungan sikap dan tingkah laku manusia dalam
kaitan dengan agama, agaknya dapat melihat penyimpangan tingkah laku keagamaan sebagai
bagian dari gejala kejiwaan. Sebab, sebagai kata Thouless selanjutnya, sugesti dapat pula
dijadikn alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaan (Robert Thouless, 1992:
39).
Praktik yang bersifat Klenik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu:
1. Pelakunya menokohkan diri selaku orang suci dan umumnya tidak memiliki latar
belakang yang jelas (asing).
2. Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah yang berhubungan
dengan hal-hal gaib.
Konversi Agama
Konversi agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah
agama ataupun masuk agama. konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah
agama, berbalik pendiriaan terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama(menjadi paderi).
Konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan
ciri-ciri:
a. Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
b. Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi
secara berproses atau secara mendadak.
c. Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama
ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang
dianutnya sendiri.
d. Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perunahan itu pun disebabkan faktor
petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Konflik Agama
Penyebab awal yang tampak di permukaan dari kasus-kasus tersebut, adalah marahnya
massa hingga terjadi kerusuhan. Sementara, penyebab yang menjadi faktor tersembunyi,
umumnya dikaitkan dengan masalah-masalah hubungan sosial (Rosita S. Noer, 2003:3-4)
Agama sebagai keyakinan memang menyangkut kehidupan batin seseorang (liner life)
yang berhubungan dengan sistem nilai. Nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan diikuti.
2. Fanatisme
3. Agama Sebagai Doktrin
4. Simbol-symbol
5. Tokoh Agama
6. Sejarah
7. Berebut Surga
Aliran Sesat
Dalam al-Qur'an disebutkan, setiap yang di luar kebenaran itu adalah sesat. Atas dasar
itu, aliran sesat bisa didefinisikan sebagai sebuah aliran, kelompok, individu atau ajaran agama
yang menyimpang dan menyempal dari ajaran dasar agama, akidah, ibadah, amalan, dan
pendirian mayoritas umat agama tertentu dan berakibat pada penodaan dan penyelewengan
terhadap ajaran agama tersebut.
Menurut sosiolog dan peneliti LIPI, Fachri Ali, munculnya aliran yang dinilai sesat,
secara spekulatif, dapat dinilai sebagai bagian dari usaha orang atau kelompok tertentu untuk
mendapatkan sesuatu yang spesifik sesuai dengan kepentingan yang telah mereka agendakan.
Identifikasi Karakter Sesat dan Latar Munculnya
Isu sesat dan menyesatkan dalam beragama nampaknya selalu menarik perhatian publik
negeri ini di tengah kompleksitas permasalahan kehidupan. Kehadiran aliran tersebut umumnya
disambut dengan penolakan keras, meski sebagian ada yang membiarkan dan toleran. Aliran
yang disebut sesat atau sempalan bukan hanya ada pada ajaran Islam tetapi juga ada pada semua
agama di dunia. Fenomena sempalan dalam beragama di atas bisa diperdebatkan tergantung
perspektif apa yang digunakan untuk mendiskusikannya.
KELOMPOK 8
KEMATANGAN BERAGAMA