Anda di halaman 1dari 23

Tugas Resume Dosen Pengampu

Ujian Tengah Semester Yuliana Intan Lestari,S.Psi, M.A

Rangkuman Materi dari Kelompok 1 – Kelompok 9

oleh

Hana Surya
(12160121694)
3C

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
Rangkuman Materi
KELOMPOK 1
PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN SEPANJANG RENTANG
KEHIDUPAN MASA ANAK-ANAK

A. Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama

1. Teori Monistik (Mono- Satu)


Teori Monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah
satu sumber kejiwaan.
● Thomas van Aquino
Mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu, ialah berpikir.
● Fredrick Hegel
Filsuf Jerman ini berpendapat, agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh
benar dan tempat kebenaran abadi.
● Fredrick Schleimacher
Berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa
"ketergantungan yang mutlak (sense of depend).
● Rudolf Otto
Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal
dari the wholly other.
● Sigmund Freud
Pendapat S. Freud, unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama lalah libido
sexuil (naluri seksual).
● William Mac Dougall
Sebagai salah seorang ahli psikologi insting, ia berpendapat bahwa memang insting
khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia berpendapat, sumber kejiwaan agama
merupakan kumpulan dari beberapa Insting.

2. Teori Fakulti (Faculty Theory)


Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu
faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur antara lain yang dianggap
memegang peranan penting adalah: fungsi cipta (reason). rasa (emotion), dan karsa
(will).

B. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak-Anak


Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak menjadi dewasa
memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu
● Prinsip biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan
tindak tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya.
● Prinsip tanpa daya
Anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan
dari orangtuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
● Prinsip eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak
lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan
latihan.

Beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
● Rasa Ketergantungan (Sense of Depend)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes Menurutnya,
manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk
perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan
untuk mendapat Janggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognation).
● Insting Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting di
antaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena
beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu belum
sempurna.

C. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak


Menurut penelitian Ernest Harme dalam bukunya The Development of Religious
on Children mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga
tingkatan, yaitu:
● The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep
mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi Pada tingkat
perkembangan ini anak meng hayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya.
● The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke usia (masa usia)
adolesense. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep
yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul melalui lembaga-
lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
● The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga
golongan, yaitu:
 Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif den dipengaruhi sebagian
kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
 Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang
bersifat personal (perorangan).
 Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis
pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan
dipengaruhi oleh faktor intern, yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa
pengaruh luar yang dialaminya.
D. Sifat-Sifat Agama Pada Anak-Anak
1. Orientasi Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak pada tahun pertama dalam
pertumbuhannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamanya.
Doa masa anak-anak dilandasi oleh orintasi egosentris.
● Tingkat pertama, umur 5-7 tahun, anak secara sadar menghubungkan doa dengan
tuhan atau formula doa tertentu yang diajarkan orangkepada mereka. Tetapi
pengalaman doa itu tidak jelas dan tidak terperinci
● Tingkat kedua, umur 7-9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan
atau gerak-gerik tertentu tetapi tetap kongkirit dan amat pribadi.
● Tingkat ketiga, umur 9-12 tahun, ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak
dengan Tuhan mulai tampak.
2. Anthromorphis
Hal ini ditunjukkan dengan:
● Konsep anak dengan Tuhan tampak seperti menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan.
● Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat disaat orang
itu berada dalam tempat yang gelap.
● Surga terletak dilangit dan tempat bagi orang yang baik.
● Tuhan dapat melihat perbuatan manusia langsung kerumah-rumah mereka seperti
layaknya orang mengintai.
3. Eksperimentasi, Inisiatif, dan Spontanitas
Bersamaan dengan dunia anak yang cepat meluas melampai lingkaran keluarga,
unsur-unsur baru yang cepat meluas melampai lingkaran keluarga, unsur-unsur baru
berkenaan dengan maslah perpisahan mulai muncul. Umur 4, 5, 6 tahun meruapakan
tahun kritis di mana anak mulai berani pergi keluar, mengambil inisiatif.
 
4. Kurang Mendalam/Tanpa Kritik (Unreflective)
Artinya bahwa pemahaman anak-anak terhadap ajaran agama dapat saja mereka
terimatanpa kritik.Kebenaran ajaran agama diterima anak tanpa kritik, tidak begitu
mendalam dan sekedarnya saja.Mereka sudah cukup puas dengan keterangan-
keterangan walau tidak masuk akal.
5. Ucapan dan Praktik (Verbalis dan ritualis)
Dari pernyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak
sebagian besar tumbuh mula-mula dalam bentuk verbal (ucapan).Mereka menghafal
secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu amaliah yangmereka
laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan kepada
mereka.
 
6. Suka Meniru (Imitatif)
Berdoa dan sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan
di lingkungannya, baik burupa pembiasaan ataupun pengajarkan yang
intensif.Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan
keagamaan pada anak.
7. Rasa Heran/Kagum
Rasa rehan dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir
pada anak.Meraka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini
merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak dan akan dorongan
untuk mengenal (new experience).
E. Pendidikan Agama Bagi Anak-Anak
1.Pendidikan Keluarga
Anak-anak sejak usia masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan
tunggal, yaitu keluarga. Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki
anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak bangun tidur
hingga saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari
lingkungan keluarga.
2. Pendidikan kelembagaan formal
Pendidik agama di lembaga pendidik akan memberi pengaruh bagi pembentukkan
jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar-kecilnya pengaruh tersebut
sangat bergantung pada berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk
memahami nilai-nilai agama.
3.Pendidikan di masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga.Para pendidik umumnya
sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak
didik adalah keluarga, lembaga pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Dalam ruang
lingkup yang luas, dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilai kesopanan atau
nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek-aspek spiritual akan lebih efektif jika
seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.
Disini terlihat hubungan antara lingkungan dan sifat masyarakat terhadap nilai-nilai
agama.
F. Pendekatan Pembinaan Pada Anak-Anak
Secara rinci, pembinaan agama kepada anak yang sesuai dengan sifat keberagamaan
anak maka dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
● Pembinaan agama lebih banyak bersifat pengalaman langsung seperti shalat
berjamaah, bersedekah, zakat, berkurban, meramaikan hari raya dengan
menggemakan takbir, dan lain sebagainya.
● Kegiatan agama disesuaikan dengan kesenangan anak-anak, mengingat sifat agama
masih bersifat egosentris. Sehingga model pembinaan agama bukan mengikuti
kemauan orang tua maupun guru saja, melainkan harus dengan banyak variasi agar
anak tidak bosan.
● Pengalaman agama anak, selain didapat dari orang tua, guru dan teman-temannya,
mereka juga belajar dari orang yang disekitarnya yang tidak mengajarinya secara
langsung.
● Pembinaan agama kepada anak juga perlu dilakukan secara berulang-ulang melalui
ucapan yang jelas serta tindakan secara langsung.
● Mengingat sifat agama masih imitatif, maka pemberian contoh nyata dari orang tua
guru dan masyarakat lingkungannya sangatlah penting.
● Perlunya melakukan kunjungan ke tempat-tempat atau pusat-pusat agama yang lebih
besar kapasitasnya.
Kelompok 2
PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA

A. Pengertian Remaja

Menurut Zakiah Darajat (dalam Khadijah, 2020:2) bahwa masa remaja adalah
masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Semen
tara dari segi usia menurut Haditoro (dalam Khadijah, 2020:2) remaja adalah yang
berkisar antara usia 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18
tahun remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.

Selanjutnya, Menurut Rice (dalam Khadijah, 2020:2), masa remaja adalah masa
peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi indi vidu yang memiliki
ke matangan. Pada masa tersebut pentingnya remaja melaku kan pengendalian diri karena
adanya pe rubahan dalam diri individu baik secara fisik maupun psikologis dan
perubahan lingkungan.

B. Perkembangan Rasa Remaja


Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.
Starbuck adalah:
a) Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-
kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka, sifat kritis terhadap ajaran agarna
mulai timbul, Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah
kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

Hasil penelitian Allport, Gillesphy, danYoung menunjukkan:

1) 85% remaja Katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.

2) 40% remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.


Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya. bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih
konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran
agamanya.

b) Perkembangan Perasaan
Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup
yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan
siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi derongan seksual. Masa remaja
merupakan masa kematangan seksual. D.dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan
super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negative. Dalam
penyelidikannya sekitar tahun 1950-an, Dr. Kinsey meng ungkapkan, bahwa 90%
pemuda Amerika telah mengenal masturbasi, homoseks, dan onani.

c) Pertimbangan sosial
Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan
materiil. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1.789 remaj Amerika
antara usia 18-29 tahun menunjukkan, bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah
kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar
3,6%, masalah sosial 5,8%.

d) Perkembangan Moral
Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:

1) Self-directive, taat terhadap agama atau mcral berdasarkan pertimbangan pribadi.


2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral
5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.

e) Sikap dan Minat


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikata kan sangat
kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang
memengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

f) Ibadah
Terdapat beberapa percoban mengenai ibadah dalam remaja, seperti:
1) Pandangan para remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana
yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:
a) Seratus empat puluh delapan siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak
pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai
pengalaman keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui pengajaran
resmi).
b) Tiga puluh satu orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses
alami, mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan
di balik keindahan alam yang mereka nikmati.

2) Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:


a) 42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
b) 33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan
akan mengabulkan doa mereka.
c) 27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan
yang mereka derita.
d) 18% mengatakan bahwa sembahyang menye-babkan mereka menjadi senang sesudah
menunaikannya.

C. Sikap Beragama Masa Remaja

Ada empat sikap beragama yang dialami para remaja menurut Ramayulis (dalam
Khadijah, 2020:5):
a) Percaya ikut-ikutan
Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar meng ikuti suasana lingkungan
dimana dia hidup, sikpa ini adalah hasil pendidikan lingkungan baik keluarga, sekolah,
maupun masyarakat.
b) Percaya dengan kesadaran
Kesadaran agama pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti
kembali cara beragama pada waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai
suatu lapangan baru untuk membuktikan pribadi nya, dan tidak mau lagi beragama
sekedar ikut-ikutan saja.
c) Kebimbangan beragama
Kebimbangan tiap remaja berbeda-beda, sesuai dengan kepribadian masing-
masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang
sangat berat sampai kepada berubah agama.
d) Tidak percaya
Perkembangan remaja kearah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenar nya
mempunyai akar atau sumber dari kecil. Apabila seorang anak merasa ter tekan oleh
kekuasaan atau kezaliman orangtua kepadanya, maka remaja telah memendam sesuatu
tantangan terhadap ke kuasaan orangtua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk
kekuasaan Tuhan.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jiwa Agama Masa Remaja


Menurut Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan adalah faktor keturunan (warisan) dan faktor
lingkungan (dalam Khadijah, 2020:6)

E. Pembinaan Jiwa Keagamaan pada Remaja


a) Strategi Pembinaan Agama
Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk pembinaan agama
senantiasa menjadi tongkat pecandu dalam kehidupan mereka adalah sebagai berikut:
1) pembinaan agama harus dikontraksi menuju integritas antara ilmu-ilmu aqliah dan
ilmu-ilmu naqliah sekarang tidak memisahkan jurang pemisah/gabungan antara ilmu
agama dan ilmu umum
2) pembinaan agama dikonstruksi menuju terapainya perilaku toleransi dalam berbagai
hal tanpa melepaskan pendapat/prinsip yang diyakininya
3) pembinaan agama perlu dikonstruksi secara terencana, sistematis dan mendasar untuk
menyiapkan generasi mudah Islam yang berkualitas.

b) Metode yang digunakan dalam Pembinaan Agama untuk Remaja meliputi:

1) Metode Ceramah adalah suatu metode yang menggunakan sistematika penyampaian


suatu pengertian tentang materi-materi dengan jalan menerangkan/menuturkan secara
lisan.
2) Metode Diskusi adalah suatu metode dalam mempelajari bahan atau menyampaikan
bahan dengan orang musyawarah. Metode ini dari segi efektif untuk merangsang
seseorang berpikir dan mengeluarkan saran atau pendapat sendiri syari’ah
menyumbangkan ide pokok dalam suatu masalah yang terkandung kemungkinan-
kemungkinan jawabannya.
3) Metode Tanya Jawab adalah penyampaian materi dengan cara mengajukan pertanyaan
dan memberikan jawaban pada pertanyaan tersebut. Metode ini dimaksudkan guna
mengenalkan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk menstimulasi
perhatian seseorang dengan berbagai cara (sebagai apersepsi selingan dan evaluasi).

KELOMPOK 3
PERKEMBANGAN JIWA KEAGMAAN PADA DEWASA DAN
LANSIA

Macam-macam kebutuhan
1.Pengertian kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan makhluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar atau alasan bagi setiap individu untuk berusaha.
Dalam bukunya Pengantar Psikologi Kriminal Drs.Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan
pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford.

Kebutuhan Individual Terdiri Dari:


1. Homeostatis
yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dan lingkungan. Dengan
adanya pertimbangan ini maka tubuh akan tetap berada dalam keadaan mantap, stabil,dan
harmonis.
2. Regulasi temperature
penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan temperatur badan.
3. Tidur
merupakan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala halusinasi.
4. Lapar
adalah kebutuhan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi
tubuh sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik maupun mental.
5. Seks
merupakan kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhann yang timbul dari dorongan
mempertahankan jenis.
Kebutuhan Manusia akan Agama:
Manusia disebut sebagai makhluk beragama (homo religious). Ahmad Yamani
mengemukakan, bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berpikir dan daya
penelitian, diberi pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam
sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut dan kegarangan dan kebengisan alam itu.

Sikap Keberagamaan Pada Orang Dewasa


Masa dewasa merupakan kelanjutan dari masa remaja dan pada periode ini biasanya
manusia sudah mapan secara psikologis. Dari segi perkembangan jiwa keagamaan pada usia ini
belum banyak diungkapkan oleh para ahli, pada umumnya yang banyak dibahas secara fisik
dalam bentuk pertumbuhan sudah berakhir pada masa ini dan umumnya mereka sudah
meninggalkan bangku pendidikan menengah.
Elizabeth B Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
 Masa Dewasa Awal
 Masa Dewasa Madya
 Masa Usia Lanjut
Dapat disimpulkan bahwa masa dewasa itu terbagi atas tiga bagian, yaitu masa dewasa awal,
madya dan masa usia lanjut yang masingmasaing terdapat kisaran umur yang berbeda-beda.
Kematangan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang
bagaimanasikapkeberagamaan orang dewasa.

Sikap Keberagamaan Pada Usia Lanjut


Kondisi uzur di usia tua menyebabkan manusia usia lanjut senantiasa di bayang –
bayangi oleh perasaan tak berdaya dalam menghadapi kematian dan rasa takut akan kematian ini
semakin meningkat pada usia tua.
Untuk mengatasi kendala psikologis seperti ini, umumnya manusia usia lanjut ini akan
menempuh berbagai jalan yang diperkirakan dapat meredam gejolak batinnya. Diantara alternatif
yang cenderung dipilih adalah ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakan, kegiatan sosial
keagamaan, ikut dalam kegiatan organisasi politik ataupun menulis otobiografi. Tujuan utama
dari aktifitas yang ditekuni itu merupakan bagian dari perwujudan perilaku kompensatif.
Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
 Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
 Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
 Mulai muncul pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih
sungguh-sungguh.
 Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur.
 Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya.
 Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).

Kematangan Beragama Pada Usia Lanjut


Dari apa yang Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa
hambatan. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan :
 Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan
pengalaman.
 Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan
yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru
menganggap tidak perlu adanya perkembangan telah ada.

KELOMPOK 4
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS BERKAITAN DENGAN
PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMNAAN

INTELEGENSI (KECERDASAN BERAGAMA)


1.Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut aldzaka
menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti,
kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Crow and
Crow, mengemukakan bahwa inteligensi berarti kapasitas umum dan seorang individu yang
dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan
baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan problem-problem dan
kondisi kondisi yang baru di dalam kehidupan.
2. Macam-macam Integensi (Kecerdasan)
Kecerdasan Intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif
seperti berpikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau,
kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan mengguna kan
logika.

Menurut Kohnstam kualitas kecerdasan intelektual dapat dikem bangkan dengan


beberapa syarat:
 Bahwa pengembangan tersebut hanya sampai batas kemampuan, dan tidak dapat
melebihinya. Setiap orang mempunyai batas ke mampuan yang berbeda.
 Bahwa pengembangan tersebut tergantung kepada cara berpikir yang metodis.

Tinggi rendahnya kecerdasan intelektual seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor


yaitu:

 Pembawaan, yaitu kesanggupan yang dibawa semenjak lahir dan setiap orang tidak ada
yang sama.
 Kematangan, yaitu saat munculnya daya intelek yang siap untuk dikembangkan
mencapai puncaknya (masa peka).
 Lingkungan, yaitu faktor luar yang mempengaruhi intelegensi pada masa
perkembangannya. Minat, yaitu motor penggerak dalam perkembangan intelegensi.
 Melalui tes IQ (Intelegence Quotient) tingkat kecerdasan seseorang dapat ditentukan.

KECERDASAN EMOSIONAL

1)Pengertian kecerdasan emosional


Kecerdasan emosional merupakan sebuah istilah baru yang pertama kali ditemukan
oleh Salovey, psikolog dari Universitas Yele, dan Mayer dan Universitas New Hampeshire pada
tahun 1990 Ciri utama pikiran emosional adalah respons yang tepat tetapi ceroboh,
mendahulukan perasaan dari pada pemikiran, realitas simbolik yang seperti kanak-kanak, masa
lampau diposisikan sebagai masa sekarang, dan realitas yang di tentukan oleh keadaan.
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerjadari otak kanan. Sedangkan kecerdasan intelektual
merupakan hasil kerja dan otak kiri. Menurut De Porter dan Hernacke, otak kanan manusia
memiliki cara kerja yang acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik, sedangkan otak kiri memiliki
cara kerja yang logis, sekuensial, rasional, dan linear. Kedua belahan otak ini harus di perankan
sesuai dengan fungsinya, jika tidak maka masing-masing otak akan mengganggu pada otak lain.
2)Aspek-aspek kecerdasan emosional.
Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan kecerdasan
emosional dan spiritual, seperti.
a)konsistensi ('istiqamah.)
b)kerendahan hati (tawudhu)
c)berusaha dan berserah diri (tawakkal)
d)ketulusan (ikhlas), dan totalitas (kaffah)
e)keseimbangan (tawazun) dan
f)integritas dan penyempurnaan (ihsan)
Sedangkan Jalaluddin Rahmat mengemukakan bahwa untuk mem peroleh kecerdasan
emosional yang tinggi (matang), harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Musyarathah
b) Muhasabah
c) Mu'atabah

KECERDASAN MORAL
Moral ialah kemampuan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah,
dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan
moral adalah bagaimana seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang
buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan nyata
dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki
kecerdasam moral sedangkan orang yang jahat merupakan orang yang ideot moral Menurut
Abdul Mujib kecerdasan moral tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat kaedah
atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan membutuhkan interaksi dengan
lingkungan luar.
KECERDASAN SPIRITUAL
Kecerdasan spritual bukanlah doktrin agama yang mengajak manusia untuk cerdas
memilih salah satu agama, ia merupakan sebuah konsep yang berhubungan bagaimana
seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna, nilai-nilai dan kualitas
kehidupan spritualnya. Kehidupan Spritual ini meliput (1) hasrat untuk hidup bermakna, (2)
motivasi mencari makna Hidup, dan (3) mendambakan hidup bermakna. Kecerdasan spiritual
ini tidak selalu berhubungan dengan agama.
Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiri tual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau valua yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding kan dengan yang lain.

KECERDASAN OALBIYAH
Kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempuma,
untuk mengenal kalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis
kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain
dan hubungan ubudiyah dengan Tuhan.
Menurut Toto Tasmara Qalbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya
kebenaran llahiyah yaitu ruh. Dengan kalbu inilah Allah memanusiakan manusia dan
memuliakannya dan makhluk yang lain. Kalbu merupakan tempat di dalam wahana jiwa dan
merupakan titik sentral atau awal yang menggerakkan segala perbuatan manusia yang memiliki
kecenderungan baik kepada kebenaran maupun pada keburukan.

SIKAP KEAGAMAAN
1.Pengertian Sikap
Menurut pendapat Oemar Hamalik, sikap merupakan tingkat afektif yang positif atau
negatif yang berhubungan dengan objek psikologis, positif dapat diartikan senang, sedangkan
negatif berarti tidak senang atau menolak.
Menurut Muller sebagaimana dikutip Tohirin, "Sikap adalah menyukai atau menolak
suatu objek. Pada esensi sikap terdapat tiga komponen yang bekerja secara kom pleks, yang
merupakan bagian sangat menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu obyek, baik yang
berbentuk kongkret maupun absrak, yaitu:
(1) komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau di persepsikan
tentang obyek,
(2) komponen afiksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap obyek (senang atau
tidak senang), dan
(3) komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak ter
hadap objek. Dalam pembentukan sikap faktor pengamalan mempunyai peran yang sangat
penting. Hal ini berarti sikap seseorang akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya,
misalnya keluarga, norma, agama, adat istiadat.
2.Penegrian Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama. Apabila telah te terpola dalam
pikiran bahwa agama itu sesuatu yang benar maka apa saja yang menyangkut dengan agama
akan membawa makna positif.
Menurut Abu Ahmadi “Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu objek
ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu". Bila
seseorang percaya bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar dan baik, maka timbullah
perasaan cinta, suka, setuju, simpati dan menyenangkan mengalihkan sifat negatif, yaitu
perasaan, antipati, menolak, mengecam. mencela, menyerang bahkan membinasakan.
Perasaan seseorang mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya bagaimana seseorang
berprilaku terhadap suatu objek, banyak ditentukan oleh corak kepercayaan dan pe rasaan
seseorang terhadap objek tersebut. Dengan demikian kecendrungan seseorang berperilaku
keagamaan selaras dengan kepercayaan dan perasaan seseorang terhadap agama itu. Secara
logika dapat dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercermin dari perilakunya terhadap suatu
objek.
TINGKAH LAKU KEAGAMAAN
Tingkah laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan di dasarkan
atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan
perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama
pada diri sendiri. Agama bagi manusia, memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan batinnya.
Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama sese orang banyak menggambarkan
sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib.
Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya tingkah laku keagamaan
yang di ekspresikan seseorang Tingkah laku keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong
oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang.
Oleh karena itu sikap keagamaan merupakan interaksi secara kompleks antara pengetahuan
agama, perasaan agama dan tindak keagamaan dalam diri seseorang. Dengan sikap itulah
akhirnya lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan seseorang terhadap
agama yang diyakininya. enomena tingkah laku keagamaan itu dapat dilihat bentuknya dari
berbagai sifat, sikap, dan tingkah laku manusia.

KELOMPOK 5
MOTIVASI BERKELAKUAN RELIGIUS

Definisi motivasi
Secara etimologis, motivasi berasal dari kata motiv, dalam bahasa Inggris motive berasal
dari kata motion, yang diartikan ea rah atau sesuatu yang bergerak. Istilah motif berkaitan erat
dengan gerak, yakni ea rah yang dilakukan atau dapat juga disebut perilaku manusia. Motivasi
merupakan unsur penting dalam aktivitas kerja, yang merupakan kekuatan pendorong
terwujudnya perilaku.
Motivasi adalah kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau ea rah dan menyalurkan perilaku ea rah pencapaian kebutuhan.
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela mengerahkan
seluruh kemampuan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan.
Dengan kata lain motivasi itu ada dalam diri seseorang dalam wujud niat,
harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai. Motivasi itulah yang membimbing seseorang
ke arah tujuan-tujuannya.

Motivasi dalam Perspektif Beragama


Motivasi adalah dorongan yang sangat menentukan tingkah laku dan perbuatan manusia.
Ia menjadi kunci utama dalam meninterpretasikan dan melahirkan perbuatan manusia. Dalam
konsep Islam peranan ini disebut niyyah. Niyyah adalah pendorong utama manusia untuk
berbuat atau beramal.
Dalam kaitannya dengan tingkah laku keagamaan motivasi tersebut dapat mengetahui apa
sebenarnya latar belakang suatu tingkah laku keagamaan yang dikerjakan seseorang. Motivasi
berperan penting dalam membimbing dan mengarahkan seseorang terhadap tingkah laku
keagamaan. Namun demikian ada motivasi tertentu yang sebenarnya timbul dalam diri manusia
karena terbukanya hati manusia terhadap hidayah Allah. Sehingga orang tersebut menjadi orang
yang beriman dan kemudian dengan iman itulah ia lahirkan tingkah laku keagamaan.
Motivasi Beragama
Motivasi beragama ialah seluruh objek materi yang menjadi pendorong seseorang untuk
menjalankan sesuatu agar memperoleh suatu tujuan dalam memepelajari agama. Tujuan akhir
perbuatan atau tingkah laku dalam beragama didasari hanya untuk mencari ridho Allah SWT,
dalam bentuk fitrah yang diberikan kepada seseorang. Dalam firtahnya seorang memiliki tiga
dasar pokok tujuan beragama yakni Iman, Islam, dan Ihsan sebagai tujuan hidup.
Iman menjadi fondasi dasar seseorang dalam beragama, karna utama Iman sebagai
keyakinan dalam beragama islam, yakni meyakini rukun iman yang enam dan diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk beribadah. Islam yaitu sikap tunduk atau berserah diri
atau ketulusan diri kepada pencipta, dengan melaksanakan perintahnya dan menjahui
larangannya untuk mencapai keselamatan hidup didunia maupun diakhirat nanti. Ihsan menjadi
salah satu rukun akan adanya Tuhan didalam hidup melalui penghayatan diri ketika menjalankan
ibadah, atau perbuatan baik yang dilakukan seseorang.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Beragama
2. Faktor Internal

● Faktor Hereditas

● Faktor tingkat usia

● Faktor Kepribadian dan kondisi jiwa

3. Faktor Eksternal

● Faktor lingkungan keluarga

● Faktor Institusional

● Faktor lingkungan masyarakat

Peran Motivasi Agama


1. Motivasi sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu

2. Motivasi bertujuan untuk menentukan arah dan tujuan

3. Motivasi sebagai penguji sikap manusia dalam beramal benar atau salah sehingga bisa
dilihat dari kebenarannya dan kesalahannya

4. Motivasi sebagai penyeleksi atas perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia baik atau
buruk.

KELOMPOK 6
GANGGUAN DALAM PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN

Gangguan Dalam Perkembangan Jiwa Keagamaan


Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan
pengalaman agam seseorang lebih menggambar kan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada
kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama dan pengalaman
agama ini pula kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang. Sikap
keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut
oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan
terhadap agama sebagai unsur efektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif Jadi,
sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agatta, perasaan
agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap keaga
maan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan. Beranjak dari kenyataan yang
ada, maka sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Memang dalam kajian psikologi agama, beberapa pendapat menyetujui akan adanya potensi
beragama pada diri manusia. Manusia adalah homo religius (makhluk beragama). Namun, untuk
menjadikan marusia memiliki sikap keagamaan. maka potensi tersebut memerlukan bimbingan
dan pengembangan dari lingkungannya. Lingkungannya pula yang mengenalkan seseorang akan
nilai-nilai dan norma-norma agama yang harus dituruti dan dilakonkan.
Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berasal dari
faktor intern dan dari faktor ekstern manusia Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia
adalah homo religius (makhluk beragama), karena manusia sudah memiliki potensi untuk
beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek
kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak, dan sebagainya. Namun,
pendukung teori ini masih berbeda pendapat mengenai faktor mana yang paling dominan.
Faktor Internal
Perkembangan jiwa keagamaan selai ditemukan oleh faktor intern seseorang. Seperti
halnya aspek kejiwaan lainya.Maka para ahli psikologi agama mengemukakan berbagai teori
berdasarkan pendekatan masing masing. Tetapi, Secara garis besar faktor faktor yang ikut
berpengaruhterhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain adalah faktor hereditas,
tingkatusi kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang.
1. Faktor hereditas
Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yangdiwariskan
secara turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaanlainya yang mencakup
kognitif, afektif, dan konatif. Tetapi, dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makanan
dan perasaan ibu berpengaruh terhadapkondisi janin yang dikandungnya.
2. Tingkat usia
Anak yang memasuki usia berfikir kritis lebih jeli dalam memahami ajaran agama. Pada
usia remaja saat beranjak usia kematangan seksual, pengaruh itu punmenyertai perkembangan
jiwa keagamaan merekaTingkt perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja ini
menimbulkan konflik kejiwaa, yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversiagama.
3. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas
dan pengaruh lingkungan.
4. Kondisi kejiwaan
Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai faktor intern. Ada beberapa
model pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini. Model psikodinamik yang dikemukakan
Sigmud Freud menunjukan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan dialam
ketidaksadaran manusia.

Faktor Eksternal

Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk beragama), pernyataan ini
menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai
makhluk yang beragama. Jadi manusia dilengkapi potensii berupa kesiapan untuk menerima
pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memilikirasa dan perilaku
keagamaan. Potensi yang dimiliki manusia ini secara umum disebut fitrah keagamaan, yaitu
beruppa kecenderungan untuk bertauhid. Sebagai potensi, maka perlu adanya pengaruh yang
berasal dari luar diri manusia. Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaan, latihan,
pendidikan, dan sebagainya, secara umum disebut sosiolisasi. Faktor ekstern yang dinilai
berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaandapat dilihat dari lingkungan dimana
seseorang itu hidup.
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaandapat
dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Institusional
3. Lingkungan Masyarakat
Adapun jenis gangguan sosial diantaranya adalah dari faktor ekonomi kemiskinan,
pengangguran dan munculnya aliran sesat (Surawan dan Mazrur, 2020)
a.Faktor ekonomi dan kemiskinan
b. Etos kerja dan disiplin kerja yang lemah
c. Meningkatnya angka pengangguran terdidik
d. Sulitnya tingkat ketersediaan dan penyebaran
e. Munculnya Aliran Sesat seperti Syiah

Fanatisme Dan Ketaatan


Suatu tradisi keagamaan dapat menimbulkan dua sisi dalam perkembanagn jiwa
keagamaan seseorang, yaitu fanatisme dan ketaatan. Mengacu pada pendapat Erich Fromm
bahwa karakter terbina melalui asimilasi dan sosialisasi, maka tradisi keagamaan memenuhi
kedua aspek tersebut.
Suatu tradisi keagamaan membuka peluang bagi warganya untuk berhubungan dengan
warga lainnya (sosialisasi). Selain itu juga terjadi hubungan dengan benda- benda yang
mendukung berjalannya tradisi keagamaan tersebut (asimilasi) seperti institusi keagamaan
sejenisnya. Hubungan ini menurut tesis Erich Fromm berpengaruh terhadap pembentukan
karakter seseorang. David Riesman melihat ada tiga model konfirmitas karakter, yaitu: 1) arahan
tradisi (tradition directed) 2) arahan dalam (inner directed) 3) arahan orang lain (other directed),
sebagai jabaran tipe karakter.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa karakter terbentuk oleh pengaruh lingkungan
dan dalam pembentukan kepribadian, aspek emosional di pandang sebagai unsur dominan.
Fanatisme dan ketaatan terhadap ajaran agam agaknya tidak dapat dilepaskan dari peran aspek
emosional. David Riesman melihat bahwa tradisi kultural sering sering dijadikan penentu di
mana seseorang harus melakukan apa yang telah dilakukan nenek. Dalam menyikapi tradisi
keagamaan juga tak jarang munculnya kecendrungan seperti itu. Jika kecenderungan taklid
keagamaan tersebut dipengaruhi unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka bagi pembenara
spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme. Sifat fanatisme dinilai merugikan bagi
kehidupan beragama. Sifat ini dibedakan dari ketaatan. Sebab ketaatan merupakan upaya untuk
menampilkan arahan dalam (inner directed) dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama.

KELOMPOK 7
Tingkah Laku Keagamaan Yang Menyimpang

Aliran Klenik
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan
akan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI, 1989:409). Dalam
kehidupan masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga
sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan
bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya.
Psikologi agama yang mempelajari hubungan sikap dan tingkah laku manusia dalam
kaitan dengan agama, agaknya dapat melihat penyimpangan tingkah laku keagamaan sebagai
bagian dari gejala kejiwaan. Sebab, sebagai kata Thouless selanjutnya, sugesti dapat pula
dijadikn alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaan (Robert Thouless, 1992:
39).
Praktik yang bersifat Klenik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu:
1. Pelakunya menokohkan diri selaku orang suci dan umumnya tidak memiliki latar
belakang yang jelas (asing).

2. Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah yang berhubungan
dengan hal-hal gaib.

3. Menggunakan ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan masyarakat.

4. Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.


5. Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.

Konversi Agama

Konversi agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah
agama ataupun masuk agama. konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah
agama, berbalik pendiriaan terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama(menjadi paderi).
Konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan
ciri-ciri:
a. Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan
kepercayaan yang dianutnya.

b. Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi
secara berproses atau secara mendadak.

c. Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama
ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang
dianutnya sendiri.

d. Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perunahan itu pun disebabkan faktor
petunjuk dari Yang Maha Kuasa.

Proses Konversi Agama

Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses


konversi ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan lama
dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari
bangunan sebelumnya.
Demikian pula seseorang atau kelompok yang mengalami proses konversi agama ini.
Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri berdasarkan
pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah terjadi konversi agama pada dirinya
secara spontan pila lama ditinggalkan sama sekali.

Konflik Agama

Penyebab awal yang tampak di permukaan dari kasus-kasus tersebut, adalah marahnya
massa hingga terjadi kerusuhan. Sementara, penyebab yang menjadi faktor tersembunyi,
umumnya dikaitkan dengan masalah-masalah hubungan sosial (Rosita S. Noer, 2003:3-4)
Agama sebagai keyakinan memang menyangkut kehidupan batin seseorang (liner life)
yang berhubungan dengan sistem nilai. Nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan diikuti.

Alat Pemicu” yang Paling Potensial untuk melahirkan suatu konflik

1. Pengetahuan Agama Yang Dangkal

2. Fanatisme
3. Agama Sebagai Doktrin

4. Simbol-symbol

5. Tokoh Agama

6. Sejarah

7. Berebut Surga

Aliran Sesat

Dalam al-Qur'an disebutkan, setiap yang di luar kebenaran itu adalah sesat. Atas dasar
itu, aliran sesat bisa didefinisikan sebagai sebuah aliran, kelompok, individu atau ajaran agama
yang menyimpang dan menyempal dari ajaran dasar agama, akidah, ibadah, amalan, dan
pendirian mayoritas umat agama tertentu dan berakibat pada penodaan dan penyelewengan
terhadap ajaran agama tersebut.
Menurut sosiolog dan peneliti LIPI, Fachri Ali, munculnya aliran yang dinilai sesat,
secara spekulatif, dapat dinilai sebagai bagian dari usaha orang atau kelompok tertentu untuk
mendapatkan sesuatu yang spesifik sesuai dengan kepentingan yang telah mereka agendakan.
Identifikasi Karakter Sesat dan Latar Munculnya
Isu sesat dan menyesatkan dalam beragama nampaknya selalu menarik perhatian publik
negeri ini di tengah kompleksitas permasalahan kehidupan. Kehadiran aliran tersebut umumnya
disambut dengan penolakan keras, meski sebagian ada yang membiarkan dan toleran. Aliran
yang disebut sesat atau sempalan bukan hanya ada pada ajaran Islam tetapi juga ada pada semua
agama di dunia. Fenomena sempalan dalam beragama di atas bisa diperdebatkan tergantung
perspektif apa yang digunakan untuk mendiskusikannya.

KELOMPOK 8
KEMATANGAN BERAGAMA

A. Pengertian Kematangan Beragama


Kematangan beragama merupakan watak keberagamaan yang berasal dari pengalaman-
pengalaman yang kemudian kumpulan dari pengalaman tersebut membentuk suatu
konsep dan prinsip pada diri seseorang dalam menjalani hidupnya yang bersandar pada
nilai-nilai agama.
B. Ciri-Ciri Orang yang Matang Beragama
a. Optimis dan gembira
b. Ekstrovet dan tak mendalam
c. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
C. Karakter Orang yang Matang Beragama
a. Pemahaman Aqidah yang Baik
b. Memiliki Tujuan Hidup yang Berdasarkan Aqidah
c. Motivasi Kehidupan Beragama yang Dinamis
d. Pelaksanaan Ajaran Agama Secara Konsisten dan Produktif
e. Pandangan Hidup yang Komprehensif
f. Konsistensi moral
g. Memiliki Deferensiasi yang baik
h. Pandangan Hidup yang Integral
i. Semangat Pencarian dan Pengabdian Kepada Tuhan
j. Toleransi
D. Indikator Kematangan Beragama
a. Differensiasi
b. Karakteristik yang dinamis
c. Kompreherensif-integral
d. Konsistensi moral
e. Heuristic
E. Faktor-faktor penghambat kematangan beragama
a. Faktor internal
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan
pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima
ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan
dan kurang berkemampuan.
b. Faktor eksternal
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi
lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang,
malah justru mengangap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah
ada. Yang termasuk faktor eksternal adalah: (1) keluarga; (2) sekolah.

F. Manifestasi kematangan beragama dalam perilaku keberagamaan


Manifestasi Kematangan Beragama Secara Individu, yaitu:
a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan
b. Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi
c. Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan
d. Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan
Manifestasi Kematangan Beragama Secara Kelompok (Bermasyarakat), yaitu:
a. Berfungsi edukatif
b. Berfungsi penyelamat
c. Berfungsi sebagai perdamaian
d. Berfungsi sebagai sosial control
e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
KELOMPOK 9
AGAMA DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN

A. Peran Agama dalam Kehidupan Individu


Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat
norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan
dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang
dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan
individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Menurut Mc. Guire, diri
manusia memiliki bentuk sistem nilai ter tentu. Sistem nilai inimerupakan sesuatu
yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses
sosialisasi. Perang- kat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi
pendidikan dan masyarakat luas.
B. Peran Agama dalam Kehidupan Bermasyarakat
Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehi- dupan bermasyarakat.
Dalam praktiknya fungsi agama dalam masyaraka antara lain:
a. Bersifat edukatif
b. Berfungsi penyelamat di mana pun manusia berada dia selalu menginginkan
dirinya selamat
c. Berfungsi sebagai pendamaian
d. Berfungsi sebagai social control
e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
f. Berfungsi transformative
g. Berfungsi kreatif
h. Berfungsi sublimatif
C. Peran Agama dalam Pembangunan
a. Sebagai ethos pembangunan, maksudnya adalah bahwa agama yang menjadi
anutan seseorang atau masyarakat jika diyakini dan dihayati secara mendalam
mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap.
b. Sebagai motivasi, ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan
mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai