Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PSIKOLOGI AGAMA

Tentang :

PERTUMBUHAN AGAMA PADA ANAK-ANAK

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Muhammad Thariq (2214050031)

Fadli Ma’arif Wiguna (2214050011)

Muharman Haziqri (2214050002)

Dosen Pengampu :

Dr. Rehani, M.Ag.

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat limpahan
nikmat dari-Nya sehingga makalah saya yang berjudul “Pertumbuhan
Agama Pada Ankal-Anak” dapat diselesaikan, shalawat serta salam tak lupa
kita kirimkan atas junjungan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam
yang telah membawa ummat ini dari alam gelap gulita menuju alam yang
terang benderang.

Walaupun dengan usaha maksimal telah kami lakukan, tapi sebagai


manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati kami dari penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini, dan kiranya makalah ini dapat
memberikan masukan dan informasi kepada semua pihak yang berkaitan
dengan hal ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas segala
kekhilafan dan kesalahan. Kiranya segala bantuan pengorbanan yang telah
diberikan oleh semua pihak, mendapat ridho dari Allah Subhanahu Wataala.

Aamiin….
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR……………………………………………………….

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………...

A. Latar Belakang……………………………………………………………
B. Rumusan Masalah………………………………………………………...
C. Tujuan
Penulisan………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….

A. Timbulnya Agama Pada Anak…………………………………………...


B. Perkembangan Agama Pada Anak……………………………………….
C. Sifat Agama Pada Anak…………………………………………………..

BAB III PENUTUP………………………………………………………….

A. Kesimpulan……………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana terjadi pada aspek kehidupan yang lainnya, maka rasa


keagamaan yang dimiliki oleh anak-anak mengalami adanya perkembangan
sebagaimana hal ini terkait dengan terjadinya perkembangan pada diri
seseorang secara menyeluruh. Manusia sebagai satu kesatuan, maka satu
bagian tidak akan bisa dipisahkan dengan bagian yang lainnya.
Perkembangan bukan merupakan proses yang berdiri sendiri, terlepas dari
bagian yang lain, tetapi merupakan rentetan yang tidak putus dan saling
terkait dalam satu mekanisme yang saling berpengaruh dan mempengaruhi.

Rasa keagamaan ternyata juga mengenal adanya perkembangan diri


seseorang, sebab jika diperhatikan, rasa keagamaan yang dimiliki anak-anak
maupun rasa keagamaan remaja akan berbeda dengan rasa keagamaan orang
dewasa. Hal itu terbukti dalam kenyataan hidup sehari-hari misalnya jika
kebetulan anak melakukan sholat, maka si anak tersebut lebih banyak
menggantungkan dirinya kepada orang lain dengan jalan menirukan orang-
orang yang ada di sekitarnya, sehingga tidak jarang anak-anak dalam
melakukan sholat kadang-kadang berubah-ubah menurut keadaan
sekitarnya. Berbeda dengan anak remaja, mereka sudah kelihatan semakin
mampu membawakan dirinya dan menguasai dirinya, sehingga sholat yang
dilakukan tidak mengalami adanya perubahan-perubahan seperti anak-anak.
Lain halnya dengan orang yang sudah dewasa, maka dengan penuh
kesadaran dan pengertian melakukan sholat sebagaimana yang ada di dalam
ajaran yang telah dia pelajari dan yakini.

B. Rumusan Masalah

a. Timbulnya Agama Pada Anak.


b. Perkembangan Agama Pada Anak.
c. Sifat Agama Pada Anak.

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Timbulnya Agama Pada Anak.
b. Untuk Mengetahui Agama Pada Anak.
c. Untuk Mengetahui Sifat Agama Pada Anak.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Timbulnya Agama Pada Anak

Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik, maupun psikis. Walaupun


dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang
bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui
bimbingan dan pemeliharaan yang mentap lebih-lebih pada usia dini.

Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak dalam proses


menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang
dimilikinya, yaitu:

1. Prinsip biologis
Secara fisik, anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah,
dalam segala gerak dan tindak tanduknya, selalu memerlukan bantuan
dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat
berdiri sendiri karena manusia bukanlah merupakan makhluk instinktif.
Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan
secara maksimal.
2. Prinsip Tanpa Daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan
psikisnya, maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia
dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali
tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia
yang dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan
pengembangan melalui pemeliharan dan latihan. Jasmaninya baru akan
berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi
mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika
kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada
pengeksplorasian perkembangannya.
Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui
pentahapan.

Menurut beberapa ahli, anak bukanlah dilahirkan sebagai makhluk yang


religius. Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan
mereka mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada
bayi manusia itu sendiri. Selain itu ada pula yang berpendapat sebaliknya,
bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu
baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan
setelah berada pada tahap kematangan.1

B. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak

Setiap anak atau manusia mempunyai beberapa kebutuhan dasar yang


berasal dari dorongan-dorongan manusiawinya, antara lain:

1. Dorongan fisik (jasmaniah)


2. Dorongan emosional (perasaan)
3. Dorongan sosial (bergaul, bermasyarakat)
4. Dorongan mental (berilmu dan berpengalaman)
5. Dorongan spiritual (beragama, bermoral, dan sebagainya)

Dorongan-dorongan tersebut dibawa anak semenjak lahir, sehingga


dengan demikian setiap anak yang normal membutuhkan hal-hal yang
sifatnya jasmaniah dan berkaitan dengan kebutuhan biologisnya, untuk
dapat memenuhi dan menyalurkan perasaannya, kebutuhan akan orang lain
dalam kehidupan bersama dan bermasyarakat, kebutuhan ilmu pengetahuan
dan pengalaman termasuk kebutuhan akan agama dan moral.

Dengan demikian rasa keagamaan yang terdapat dalam diri anak adalah
bersifat instinktif (fitri), sebagaimana dalam aspek-aspek psikis yang
lainnya. Rasa keagamaan itu ada dengan sendirinya dalam diri anak yaitu
rasa pengakuan adanya kekuatan dari sesuatu di atas kekuatan dirinya dan
alam.

Dalam kenyataannya, rasa keagamaan tersebut akan tergambarkan dalam


diri anak sesuai dengan sifat kekanak-kanakannya yang kemudian
berkembang sesuai dengan perkembangan psikisnya. Mungkin saja pada
awalnya dijabarkan dengan adanya rasa takut terhadap sesuatu di luar dari
apa yang pernah dilihat oleh anak secara panca inderawi, atau kemudian
berkembang lagi setelah anak itu berada dalam perkembangan pengamatan
1
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm.
64-65.
yang terbesar dengan menganggap sesuatu yang menakjubkan dikaitkan
dengan orang-orang atau tokoh-tokoh yang selama ini banyak dikenal dalam
memberikan perlindungan dan pertolongan.

Atau juga dikaitkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar atau


diamatinya sehingga benda-benda yang menakjubkan atau figuran-figuran
tersebut menjadi penyaluran yang efektif dari rasa keagamaannya untuk
sementara. Dalam masa anak-anak semacam itu memang tidak bisa
dipungkiri betapa besarnya peran orang tua dalam kehidupan anak-anak
termasuk juga dalam kehidupan keagamaannya. Orang tua mempunyai
peranan penting dalam membina dasar-dasar keagamaan, terutama di dalam
mengarahkan, melatih, dan membiasakan kelakuan-kelakuan keagamaan.
Orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyabab
berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan
pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang
tuanya di permulaan hidupnya dahulu. Apa yang dipercaya oleh anak
tergantung kepada apa yang diajarkan kepadanya oleh orang tua di rumah
atau guru di sekolah, karena ia masih belum mampu berpikir secara logis,
kepercayaan anak itu bisa saja bersifat kontradiksi misalnya ia percaya
bahwa Tuhan itu baik, tetapi di lain pihak dapat memberikan hukuman
kepada manusia.2

Biasanya pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak pada masa


kecil, akan bersifat menentukan bagi kehidupan agama mereka di kemudian
hari. Namun ada pula kenyataan yang membuktikan bahwa semakin mereka
bertumbuh dan menjadi dewasa, pikiran mereka dan sikap mereka pun akan
lebih kritis lagi terhadap agama dan soal doktrin.

Hal ini mudah dipahami, karena semakin dewasa mereka akan dihadapkan
kepada banyak persoalan ilmu pengetahuan, atau pergaulan sesama teman
yang tidak percaya adanya Tuhan atau mereka yang tidak beragama.
Apabila seorang anak sudah menerima pelajaran agama sejak kecil, yang
diberikan dengan sabar dan teliti oleh orang tuanya, maka hal ini berarti
bahwa ia telah dilengkapi dengan suatu kekuatan rohani untuk mengahadapi
pengaruh-pengaruh anti agama yang akan dijumpainya kemudian hari.
Betapa besar malapetaka yang akan menimpa kehidupan seorang anak pada
masa pertumbuhan sampai ia menjadi dewasa, apabila ia sama sekali tidak
diberi pelajaran agama pada masa kecilnya.3
2
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm.
70-71.
3
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm.
72.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman. Dan seorang anak yang tidak mendapat
pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka
ia nanti setelah dewasa akan cenderung terhadap sikap negatif terhadap
agama. Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam
perkembangan agama anak, karena anak akan merasakan hubungan hangat
dengan orang tuanya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi, serta
mendapat perlakuan yang baik. Mereka akan mudah menerima dan
mengikuti kebiasaan orang tuanya dan selanjutnya akan cenderung kepada
agama.4

Setelah anak mencapai umur lebih 7 tahun maka pandangan anak tentang
Tuhan semakin positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi
dengan rasa percaya dan rasa aman, sehingga sedikit demi sedikit
kegelisahan yang dirasakan oleh anak semakin menipis, dan anak-anak
betul-betul ingin mengetahui rahasianya. Sampai kira-kira umur 8 tahun
hubungan anak-anak dengan Tuhan adalah hubungan individual, hubungan
emosional antara ia dengan sesuatu yang tidak terlihat, yang dibayangkan
dengan cara sendiri. Adapun kepercayaan tentang Tuhan dan keyakinan
yang diajarkan oleh lingkungannya pada umur ini, belum betul-betul
menjadi bagian dari pembinaan pikirannya, kecuali pada usia yang lebih
besar lagi.

Dasar yang sudah ada di dalam diri anak dalam mengenal Tuhan dapat
dikembangkan melalui pendidikan, pengalaman dan latihan, yang pada
saatnya anak itu sendiri nanti akan memperoleh keyakinan yang dapat
diterimanya sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Berdasarkan gambaran psikis
pada masa anak-anak, maka dapatlah disimpulkan bahwa pemikiran anak
tentang Tuhan bukanlah keyakinan sebagaimana yang terdapat pada diri
orang dewasa, atau satu hipotesa, tetapi sikap emosi yang lebih dekat pada
kebutuhan jiwa anak dan pemikiran tentang Tuhan adalah pemuasan dari
kebutuhan si anak akan seorang pelindung.5

Dengan demikian maka di dalam penjabarannya kita melihat berbagai


tingkah laku anak dan juga di dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada orang di sekitarnya ataupun juga di dalam lukisan kata-kata mereka.
Yang kesemuanya itu merupakan penyaluran yang efektif bagi anak sebagai
penyebab dari keraguan yang selama ini dialami. Dalam saat-saat demikian
inilah pengaruh luar mempunyai perasaan yang sangat menentukan pola
4
Prof. Dr. Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm 59.
5
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm.
72-73.
keagamaan anak, dan perkembangan rasa keagamaannya untuk masa-masa
yang akan datang.6

C. Sifat Agama Pada Anak

Memahami konsep keagamaan pada anak berarti memahami sifat agama


pada anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama
pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on authority. Ide
keagamaan pada anak hampir sepenuhnya autoritas, maksudnya konsep
keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh fakrot dari luar diri mereka.
Berdasarkan hal itu, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat
dibagi atas:

1. Unreflective (tidak mendalam). Anggapan anak terhadap ajaran


agama dapat mereka terima dengan tanpa kritik. Karena anggapan
mereka tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja
dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-
kadang kurang masuk akal.7
2. Egosentris. Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun
pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan
dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri
itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada
rasa egonya. Dengan demikian, semakin bertumbuh, semakin
mengingkat pula egoisnya.
3. Antromorpis. Konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal
dari hasil pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang
lain. Mereka menganggap bahwa keadaan Tuhan itu sama dengan
manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang
berbuat jahat.
4. Verbalis dan Ritualis. Mereka menghafal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan. Mereka juga melaksanakan tuntunan yang
diajarkan.
5. Imitatif. Dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang
dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru.
Berdo’a dan sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil
melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan atau pun
pengajaran yang intensif.
6
Drs. H.M. Hafi Anshari, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm.
75.
7
Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 68.
6. Rasa heran. Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat
keagamaan yang terakhir pada anak. Rasa kagum pada anak belum
bersifat kritis dan kreatif sebagaimana orang dewasa.8

Ringkasnya, masa anak-anak merupakan periode yang dinamis secara


psikologis maupun religius. Anak-anak memiliki kemampuan yang luar
biasa dalam meniru perilaku orang dewasa. Tetapi pada umumnya anak
memasukkan ke dalam pikiran, perasaan, dan kehendaknya apa yang
didengar dan dilihatnya sesuai dengan kemampuannya. Menerima agama
masa anak dan memberi keleluasaan kepada mereka untuk bebas ikut serta
dalam kegiatan umat yang diikuti oleh semua anggota dari segala umur,
dapat menjadi cara untuk menyiapkan mereka dalam peziarahan menuju
kedewasaan religius.9

8
Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 69-71.
9
Robbert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994),
hlm. 22.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan


bahwa rasa keagamaan yang terdapat dalam diri anak bersifat instinktif
(fitri), sebagaimana dalam aspek-aspek psikis yang lainnya. Meskipun
seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah, peran orang tua sangat pengaruh
dalam perkembangan agama pada anak. Orang tualah yang menentukan
jenis pendidikan agama apa yang diberikan kepada anaknya. Bagi orang tua
yang tidak memperdulikan agama namun mengharapkan anaknya akan
memperoleh dasar keyakinan agama yang baik, hal itu tidak
memungkinkan.

Selain ditentukan oleh peran orang tua, perkembangan agama pada anak
juga sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman. Seorang anak yang
tidak mendapat pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman
keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung terhadap sikap
negatif terhadap agama. Dengan demikian nilai-nilai ajaran agama dalam
kehidupan seorang anak sebelum bersekolah, atau sebelum mereka remaja
akan memberikan pengaruh yang positif dalam tabiat anak itu, sampai ia
menjadi dewasa.

B. Saran

Alhamdulilah berkat kesempatan yang diberikan Allah SWT makalah


inidapat terselesaikan sesuai waktunya. Demikian yang dapat kami
sampaikan dantulisan dalam makalah ini , jika ada kekurangan maka kami
selaku penulismemohon maaf yang sebesar besarnya serta besar harapan
kami untukmendapatkan saran-saran yang bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Raharjo. 2002. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Anshari, M. Hafi. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama. Surabaya: Usaha


Nasional.

Crapps, Robbert W. 1994. Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan.


Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai