Anda di halaman 1dari 6

Nama : Aulia Indra Ramadhani

Nim : 210105110041
Review Buku Pengembangan Nilai Agama
Dan Moral Anak Karya Prof. Dr. Sa’dun Akbar, M.Pd.dkk.

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan baik. Anak-anak dilahirkan dalam keadaan
sudah beragama, mereka diciptakan oleh Allah SWT di alam dunia ini untuk beribadah kepada-
Nya. Anak anak ciptaan yang terbaik di atas ciptaan Allah yang lain, karena mereka dikaruniai
pikiran dan dengan pikirannya mereka menjadi makhluk yang kreatif. Dengan pikiran dan hatinya,
maka manusia bisa menjadi ciptaan yang berakal. Perilaku berakal digambarkan dengan suatu
perilaku yang dipikirkan dengan baik dan ditimbang dengan hati (agama). Pengembangan NAM
dan moral bagi AUD sesungguhnya merupakan pendidikan karakter. Tujuannya adalah agar
mereka berkarakter baik. Hidup dengan benar dalam hubungan mereka dengan Tuhannya. Setiap
yang dilahirkan dalam keadaan suci namun demikian lingkungan dimana anak anak tumbuh
misalnya pengaruh orang tua, atau lingkungan sekolah, atau lingkungan masyarakat tempat anak
anak tumbuh dan berkembangan).
Pentingnya lingkungan Pendidikan yang kondusif untuk pertumbuhan keberagamaan dan
moralitas anak. Jika anak-anak tumbuh pada lingkungan yang tidak bergama atau memiliki moral
yang buruk bisa saja nanti ketika dewasa menjadi ornag yang memiliki moralitas yang buruk dan
kurangnya pengetahuan agama. Pada bab 2 pada buku ini menjelaskan tentang krakteristik
perkembangan nilai agama dan moral dalam pendidikan karakter anak usia dini. Pada hakikatnya
anak-anak suka sekali bermain, bisa dikatakan kegiatan bermain anak adalah kebutuhan primer
anak dan kerika bermain, seluruh aspek perkembangan anak juga tumbuh kembang. Dalam
pengembangan NAM (Nilai Agama dan Moral) anak perlu kerjasama antar guru dan orang tua.
Problem pengembangan NAM AUD menurut Prof. Dr Sa’dun Akbar muncul akibat
disebabkan orang tua dan guru belum memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang
hakikat perkembangan anak sesuai karakteristik secara memadai. Dari peran orang tua dan guru
yang kurang akan pengetahuan akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan NAM anak.
Pengembangan NAM AUD gagal, karena melampaui batas usia perkembangan anak. Penulis
menjelaskan problem-problem pengembangan NAM yang dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu problem internal dan problem eksternal. Problem internal berkaitan dengan kondisi bawaan
sejak lahir berupa minat dan bakat. Pengembangan karakter NAM anak dipengaruhi oleh
lingkungan fisik sekitarnya, tempat yang ideal untuk belajar NAM bagi anak-anak adalah tempat
yang nyaman dan aman. Sementara problem eksternal berhubungan dengan faktor dari luar diri
anak.
Setiap problem atau permasalahan pasti ada solusi atau alternatif dari masalah tersebut.
Menurut penulis alternatif untuk problem internal dan eksternal yaitu pertama, penataan fisik,
lingkungan fisik ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkingan yang aman dan nyaman.
Tata ruang yang bersih akan membuat anak untuk ikut bertanggung jawab menjaga ruangan itu
tetap bersih. Kedua, penataan sosial emosi, ketika anak mengalami hambatan emosi dalam
berinteraksi sosial berdasal NAM, maka akan lebih mudah diatasi dengan terapi musik misalnya.
Mengapa terapi musik? Karena terapi musik dapat digunakan sebagai mengembangkan
kecerdasaan musikal. Suasana yang nyaman bagi anak akan mudah menerima NAM ke dalam
perilaku sehari-hari. Ketiga, penataan spiritual, dapat dilakukan mulai hal-hal yang terkecil seperti,
pembiasaan mengucapkan salam saat memasuki ruangan, berdo’a sebelum belajar, latihan sholat,
dan lain sebagainya. Keempat, penataan budaya dilakukan agar terdapat suasana budaya yang
kondusif bagi anak untuk belajar dan bermain. Lingkungan budaya itu akan menjadi sumber
belajar bagi anak.
Pendekatan pengembangan NAM didalam buku ini dapat dilakukan dengan lima
pendekatan, yaitu pendekatan pedagodis, behavioristic, konstruktivistik, humanistic, dan religius.
Pendekatan pedagodis, digunakan agar sesuai dengan kebutuhan anak untuk mengubah perilaku
anak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak yang masih dalam pertumbuhan dan bermain.
Pendekatan behavioristik, digunakan dengan memberikan stimulus dan respon pada anak. Ketika
stimulus diberikan diharapkan anak merespon untuk melakukan perbuatan NAM. Pendekatan
konstruktivistik, memberikan kebebasan pada anak untuk membangun sendiri pengetahuan, sikap,
dan keterampilan melalui interaksinya dengan lingkungan. Berbagai permainan dan kegiatan
bermain yang menarik membuat anak asik dan cerita dalam belajar NAM. Pendekatan humanistik,
digunakan dalam pembelajaran NAM disesuaikan dengan karakteristik tumbuh kembang anak.
Anak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kebebasan berpikir melalui
lingkungan yang disediakan oleh sekolah. Kegiatan eksplorasi memberikan pengalaman belajar
yang konkret dan empiric yang menyenangkan, sehingga tumbuh kemampuan berpikir seiring
dengan pertumbuhan anak.
Berbagai model pendakatan tersebut dapat dikembangkan dengan model pembelajaran.
Menurut penulis model pembelajaran NAM pada AUD selama ini banyak dilakukan guru antara
lain model klasikal, sentra, area, tanya jawab, dan cerita. Model sentra, dirancang dalam bentuk
sentra atau pusat dengan tema tertentu. Model area, penjelasan singkat guru tentang tema sebagai
apersepsi pada kegiatan awal setelah itu anak-anak dipersilahkan belajar sesuai dengan minat pada
area tertentu yang sudah dipersiapkan.
Pengembangan NAM tidak luput dari peran orang tua. Apabila orang tua sejak dini dapat
memberikan pemahaman yang baik kepada anak mengenai spiritual, maka perkembangan spiritual
anak akan semakin meningkat. Menurut Wiyani dalam Akbar Sa’dun (2019), sikap orang tua
terhadap anak secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan spiritual anak, yaitu
melalui proses peniruan. Orang tua teladan dan panutan bagi anak, sehingga perlu menciptakan
iklim keluarga yang mendukung bagi perkembangan kecerdasan spiritual anak. Misalnya orang
tua dapat memperkenalkan kehidupan sehari-hari yang dialami anak. Hal ini dapat membantu anak
menyadarkan bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan dan akan kembali kepada-Nya.
Kecerdasaan moral anak harus dibangun, karena agar anak memahami penderitaan orang
lain dan tidak bertindak jahat. Di dalam buku ini disebutkan kecerdasaan moral terbangun dari
tujuh kebajikan utama yaitu, empati, rasa hormat, toleransi, hati nurani, kontrol diri, kebaikan hati,
dan keadilan. Empati, tujuannya agar anak peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain,
sehingga dapat mendorong untuk membantu orang yang sedang menghadapi kesusahan atau
kesakitan. Hati Nurani, agar anak dapat memilih jalan yang benar dan jalan yang salah. Kontrol
diri, agar anak-anak dapat berpikir sebelum bertindak. Membuat anak menjadi pribadi yang
mandiri, sebab anak tahu bahwa dirinya mampu mengendalikan tindakannya sendiri. Rasa hormat,
mendorong anak untuk bersikap baik, menghormati yang lebih tua, memperlakukan orang lain
dengan baik, dan lain sebagainya. Kebaikan hati, membantu anak agar memiliki rasa
kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Toleransi, menghargai perbedaan
kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, menghargai
orang lain tanpa membedakan suku, dan lain sebagainya. Keadilan, agar memperlakukan semua
orang lain dengan baik dan tidak memihak siapa pun.
Setiap bertambahnya umur anak karakteristik perkembangan keagamaan anak usia dini
mengalami perkembangan. Dibuku ini dijelaskan anak usia lahir-1 tahun anak senang
mendengarkan music keagamaan. Di usia 1-2 tahun, anak mampu menirukan satu atau dua kata
dalam bacaan doa, mampu menirukan sebagaian gerakan ibadah. Usia 2-3 tahun, anak sudah bisa
mengikuti lagu keagamaan dengan lebih lengkap, mengucapkan salam, dan mengikuti cerita-cerita
keagamaan. Usia 3-4 tahun, anak bisa mengikuti doa dengan lengkap, menyebutkan beberapa
makhluk ciptaan Tuhan, dan menirukan gerakan beribadah dengan tertib. Usia 4-5 tahun, anak
dapat berdoa sebelum dan sesudah melakukan berbagai aktivitas, mampu membedakan ciptaan
Tuhan dan ciptaan manusia, mengenal dan memahami sifa-sifat Tuhan, dan menyanyikan lagu
keagamaan. Dan di usia 5-6 tahun, anak mampu melakukan gerakan ibadah dengan sempurna,
mengucapkan syukur, dan menunjukkan perilaku atas dasar nilai keagamaan. Tentu saja dalam
pengembangan keagamaan anak dapat dilakuakn dengan cara menyenangkan agar anak tidak cepat
bosan.
Perkembangan moral anak dapat dilihat dari pandangan, perasaan, dan tingkah laku
moralnya. Di buku ini juga disajikan penjelasan para ahli mengenai tahapan perkembangan moral
yaitu Jean Paiget dan Lawrence Kohleberg. Piaget membagi tahapan perkembangan moral menjadi
dua yaitu pertama, tahap reaalisme moral, pada tahap ini anak belum dapat menalar atau menilai
suatu aturan atau norma yang berlaku di sekitar anak, sehingga anak masih mamandang kaku pada
aturan tersebut. Tahapan ini dialami oleh anak usia 2-7 tahun. Kedua, tahap moralitas, setalah usia
7 tahun pandangan anak terhadap suatu aturan tidak lagi kaku dan berkembang secara bertahap
seiring dengan perkembangan kognitifnya. Sedangkan menurut Kohleberg mengembangkan teori
yang dikemukakan oleh Piaget menjadi tiga tahapan yaitu, pertama, tahap moralitas pra-
konvensional, tahap ini dialami oleh anak usia 4-9 tahun. Ciri khas yang terdapat pada tahap ini
adalah anak tunduk pada aturan yang berlaku di lingkungan. Kedua, tahap konvensional, tahap ini
dialami oleh anak pada usia 9-13 tahun. Kesepatakan yang dibuat bersama lingkungan anak
sebagai bentuk penyesuaian diri. Ketiga, pascakonvensional, dialami oleh anak usia 13 tahun. Pada
tahap ini anak mampu mengendalikan perilakunya dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
dipegangnya. Tentu saja perkembangan moral ada faktornya
Perkembangan moral anak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut penulis
sikap orang tua yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan perkembangan moral anak yaitu,
pertama, konsisten dalam mendidik anak, artinya orang tua harus memiliki sikap dan perlakuan
yang sama dalam melarang dan membenarkan perilaku anak. Kedua, sikap orang tua dalam
keluarga, dengan melalui proses peniruan. Permbangan moral anak secara tidak langusng
dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam keluarga. Ketiga, sikap orang tua dalam menerapkan
moral. Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini juga tidak bisa sembarangan, harus
memiliki standarnya.
Buku ini mencantumkan standar untuk pelaksanaan pendidikan anak usia dini.
Sebagaimana yang tertulis pada Permendikbud No.17 Tahun 2014 Pasal 1, menyatakan bahwa
Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini adalah kriteria tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan PAUD di seluruh wilayah hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain
Permendikbud No. 137 Tahun 2014, Permendikbud No. 146 Tahun 2014 membahas perwujudan
suasana belajar untuk berkembangnya perilaku, baik yang bersumber dari nilai agama dan moral
serta bersumber dari kehidupan bermasyarakat dalam konteks bermain.
Pada bab 7 di buku ini mejelaskan tentang pembelajaran nilai agama dan moral dengan
pendekatan komprehensif. Menurut penulis pendekatan komprehensif adalah cara pandang dalam
membelajarkan nilai agama dan moral secara terpadu dalam berbagai program pembelajaran dan
pengalaman hidup peserta didik dalam kehidupan di dalam maupun di luar lingkungan. Pada
pendekatan ini guru berperan sebagai mentor, model dan penjaga anak-anak. Ada yang perlu
digarisbawahi pada bab ini, yaitu bidang pengembangan moral nilai utamanya adalah agar anak-
anak menghargai pentingnya melakukan pilihan-pilihan perilaku moral, mengahargai kebenaran
dari Tuhan. Tujuan dari pendidikan karakter tidak sekedar hanya membenahi karakter anak tetapi
juga upaya untuk mengembangkan karakter masa depan yang siap mengahadapi berbagai
tantangan, dan dapat survive, dan dapat menghidupi kehidupan abad 21 yang sangat tergantung
pada teknologi. Menurut penulis Penguatan Pendidikan Karakter (PKK) yang tidak hanya
dilakukan di lingkungan pendidikan formal saja, tetapi juga melalui pendidikan non-formal. PKK
dapat dikembangkan melalui dengan pendekatan komprehensif. Pertama, kegiatan belajar
mengajar 8 jam, pendidikan anti korupsi, gerakan sekolah aman; kedua,program Indonesia pintar;
ketiga, gerakan literasi, revitalisasi vokasi, dan standarisasai suprasdik; keempat, bela negara,
deradikalisasi, guru garis depan, seniman masuk sekolah; dan kelima, perayaan hari keagamaan.
Di Indonesia sendiri menganut pendidikan nilai dan karakter melalui pendekatan komprehensif.
Pengembangan NAM tidak jauh dengan kata kedisiplinan. Kedisiplian dapat diartikan
kepatuhan terhadap peraturan, atau taat pada peraturan. Mengapa kedisiplinan sangat penting
diajarkan pada anak usia dini? Menurut penulis tujuannya untuk mendukung membentuk
kepribadian anak yang baik dalam berperilaku maupun bersikap sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku. Kedisiplinan ini harus dilaksanakan secara terus menurus dan continue atau
berkelanjutan. Unsur-unsur yang perlu diketahui dalam kesiplinan AUD yaitu ada tiga unsur,
pembiasaan, peraturan, dan hukuman. Penanaman kedisiplinan secara konsisten akan
membiasaakan anak untuk berperilaku disiplin. Tinggi rendahnya rasa kedisiplinan anak dapat
dilihat dari faktornya. Terdapat dua faktor yang memiliki pengaruh terhadap kedisiplinan yaitu,
faktor internal yang berasal dari dalam diri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu.
Faktor eksternal bisa berasal dari pola asuh yang digunakan orang tua dalam mendidik anak,
pendidikan orang tua, semakin tinggi pendidikan orang tua ada kecenderungan anak menjadi
semakin baik. Anggota keluarga juga termasuk pada faktor eksternal, karena kedisiplinan anak
terdapat pada keluarga yang mempunyai jumlah anggota yang besar, artinya semakin besar jumlah
anggota keluarganya, maka penanaman disiplin terhadap anak semakin baik, sebab
memungkinkan banyak teladan yang dapat dicontoh oleh anak.
Buku ini juga menyajikan penelitiannya di salah satu TK di kota Malang, dimana model
pembelajarannya yang masih menggunakan pembelajaran yang cenderung kognitif dan
behavioristic. Penulis juga menyarankan agar pembaca nantinya menerapkan model pembelajaran
yang berorientasi pada konstruktivistik, karena pembelajaran konstruktivistik membantu peserta
didik untuk bisa lebih berpikir kritis dan juga menjadi seseorang yang tidak cepat puas dan selalu
berusaha untuk menyelesaikan masalah. Mengapa dibuku ini sangat disarankan menggunakan
pendekatan kontruktivistik dibandingkan pendekatan behavioristik? Karena menurut penulis
pendekatan behavioristik kurang mampu menumbuhkan kesadaran diri peserta didik unyuk
melakukan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakatnya, sehingga perlu pergeseran
pengembangan NAM ke pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik. Selain itu
juga penulis menyajikan penelitian mengenai model integrasi nilai agama dan moral dalam
pembelajaran di TK Malang, dimana RPPH di TK tersebut yang disusun oleh guru guru cenderung
menurunkan kompetensi religius dan kompetensi sosial yang kurang relevan, karena guru-guru
disana dianggap belum sepenuhnya mengerti dalam mengintegrasi nilai-nilai karakter dalam
pembelajaran tematik.
Buku ini lengkap dengan pembahasan apa itu pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik
mempersyaratkan memiliki subtasi dan aplikasi ke dunia nyata, memiliki kecukupan sumber daya,
sesuai usia, sesuai waktu untuk menghabiskan tema-tema tersebut, sesuai urutan tema dari bulan
ke bulan. Ada beberapa model NAM yang diintegrasikan melalui beberapa cara salah satunya
dengan cara pembelajaran. Metode dalam konteks ini yang termasuk dalam cara-cara
pembelajaran adalah strategi, model, metode, dan teknik pembelajaran. Strategi adalah cara yang
berbeda-beda untuk membelajarkan pebelajar, isi materi, dan tujuan pembelajaran yang berbeda.
Model pembelajaran adalah langkah-langkah pembelajaran yang terpola dan perangkatnya untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Masa anak-anak adalah masa berkembangnya kecerdasaan, menurut penulis kecerdasaan
pada masa anak usia dini dapat meningkat dari 50% menjadi 80%. Menurut UU Nomor 20 Tahun
2003 pada Bab 1 Pasal 1 Butir 14 dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmanani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dalam pengembangan NAM tidak lepas dengan nilai agama.
Nilai agama adalah suatu keberhargaan yang bersumber dari ajaran agama yang diyakini
kebenarannya dalam bentuk aturan dan norma yang mengatur kehirupan masyarakat. Buku ini
mencantumkan ruang lingkup ajaran agam meliputi aturan hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan sesama, termasuk negara, dan hubungan manusia dengan alam. Semua
harus dilaksanakan secara terpadu sehingga bangsa Indonesia menganut paham theism religious
dan tidak menganut paham sekuleisme. Apakah di Indonesia meyakini bahwa adanya Tuhan? Di
buku ini juga menyajikan bukti bahwa negara kita, Indonesia meyakini adanya Tuhan yaitu, bukti
teologis, bukti teleologis, bukti ontologis, bukti kosmologis, bukti kausalitas, dan bukti moral.
Standar moral pengukuran moral dilihat dari perbuatan baik atau buruk dalam kebiasaan
bermasyarakat, jadi tolak ukur dan norma itu kemudia dijadikan aturan tidak tertulis dan dipatuhi
oleh masyarakat. Nilai kebudayaan dan kebangsaan dijadikan sumber pengembangan moral anak
usia dini. Nilai moral kebangsaan didasarkan kenyataan bangsa Indonesia yang bersifat pluralistic
dan heterogen. Kegiatan pengenalan nilai kebangsaan kepada anak usia dini dapat dilakukan
dengan menjaga alam sekitar, tolong menolong, menghormati sesame teman, dan lain sebagainya.
Prinsip dari layanan yang diberikan dalam pengembangan nilai agama, moral, dan
kebangsaan pada anak usia dini menurut buku ini ada 9 prinsip yaitu, pertama, berorientasi pada
perkembangan anak artinya layanan pengembangan nilai agama, moral, dan kebangsaan
diorientasikan pada perkembangan anak; kedua, pengembangan nilai keagamaan dan moral yang
dilakukan benar-benar dibutuhkan oleh anak; ketiga, bermain sambal belajar atau belajar seraya
bermain, bermain dan permainan itu kebutuhan primer anak sehingga pengembangan moral anak
menarik dan menyenagkan melalui bermain; keempat, tempat yang aman, nyaman, dan
menyenangkan; kelima, pendekatan tematik; keenam, pengembangan moral dan nilai
keberagamaan dipusatkan pada perkembangan anak secara menyeluruh; ketujuh, berbagai
kecakapan hidup dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain; kedelapan, penggunaan berbagai
media edukatif sebagai sumber belajar; kesembilan, kegaitan moral dilakukan untuk membiasakan
anak.
Pada bab 13 buku ini membahas tentang asesmen otentik dan evaluasi pengembangan
NAM anak usia dini. Jadi osesmen otentik pada ranah anak usia dini adalah penilaian bermakna
yang dilaksanakan pendidik secara berkesinambungan, mengutamakan proses dan hasil sesuai
dengan tingkat pencapaian perkembangan anak. Sementara evaluasi sebagai sebuah proses yang
berurutan dan mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi data atau informasi yang
diperoleh. Menurut oenulis alat asesmen yang bisa mengembangkan NAM AUD adalah dengan
rubrik, portofolio, rekaman video, dan catatan anekdot.
Proses pembelajaran yang baik diawali dengan kesiapan yang matang. Dalam proses
pembelajaran merupakan kegiatan pembuatan perangkat pembelajaran. Kegiatan tersebut
merupakan kompetensi pedagodik. Perangkat pembelajaran yang tersusun baik membuat
rancangan pembelajaran, langkah-langkah, hingga proses asesmen dan evaluasi. Dalam membuat
suatu perencanaan pembelajaran, ada tujuh prinsip yaitu kita harus pahami terlebih dahulu, antara
lain adalah relevan, adaptasi, kontinuitas, fleksibel, kepraktisan, kelayakan, dan akuntabilitas.
Menurut buku ini komponen yang ada dalam perencanaan pembelajaran AUD adalah PROTA
(Program Tahunan), selanjutnya PROSEM (Program Semester), selanjutnya RPPM (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan), dan yang terakhir RPPH (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Tahunan).
Buku ini layak dibaca untuk kalangan mahasiswa, guru, dan orang tua agar mengemban
amanahnya sebagai pendidik yang menciptakan generasi berkarakter baik dan mampu menghadapi
berbagai rintangan. Diharapkan setelah pembaca membaca ini menjadi lebih mengerti dan
memahami pengembangan NAM pada anak itu sangat penting agar moral dan agama anak dapat
bertumbuh dengan baik dan semestinya dengan cara yang berbeda-beda menyesuaikan karakter
anak. Buku ini mensajikan sangat lengkap mulai dari problem-problem yang akan ditemui oleh
pendidik saat mengembangkan NAM anak sanpai dengan menyusun rencana pembelajaran.
Bahasa yang digunakan dalam buku ini cukup dimengerti.

Anda mungkin juga menyukai