Anda di halaman 1dari 43

UPAYA ORANG TUA DALAM MENUMBUHKAN

PENGALAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN


ISLAM ANAK DI DESA LUBUK BIRAH

Amelia Putri

FTIK, Pendidikan Agama Islam

Abstrak
Nilai-nilai pendidikan islam yaitu suatu kemampuan
rohani dan jasmani, yang mengandung pendidikan
keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan kejiwaan dan
sosial. Orang tua sebagai pendidik utama sangat
berperan dalam membiasakan pengamalan nilai-nilai
agama anak. Banyak upaya yang bisa orang tua lakukan
untuk menumbuhkan pengamalan nilai-nilai agama
anak, seperti pendidikan dengan keteladanan dan
kebiasaan, dan tentunya pendidikan dengan keteladan itu
harus dicontohkan oleh orang tua terlebih dahulu, dan
juga tentunya orang tua memiliki kemampuan lebih
dalam hal agama khususnya sebagai teladan yang baik
bagi anaknya, jika orang tua berkata kasar, mencela,
mengumpat di depan anaknya, mana mungkin anak
tersebut bisa bersikap lemah lembut kepada orang lain
jika melihat orang tuanya seperti itu. karena itu sangat
berpengaruh bagi pertubuhan dan pemahaman anak
dalam pendidikan keteladannya. Namun jika dilihat
banyak anak-anak yang bisa dibilang belum
mengamalkan nilai-nilai agama dengan baik, ini
disebabkan karena tidak dibiasakan sejak kecil, orang
tua kurang dalam pemahaman pendidikan dan agama.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa seorang anak akan
mampu mengamalkan nilai-nilai agama jika dibiasakan
dari kecil dan diberi keteladanan yang baik dari orang
tuanya.
Kata Kunci : Orang Tua, Nilai-nilai Pendidikan Islam,
Pendidikan Agama Islam

A. PENDAHULUAN
Nilai-nilai pendidikan islam adalah
kemampuan yang dimiliki jasmani maupun
rohani (akal, spiritual, psikis, fisik, fitrah, sosial
serta talenta). Ruang lingkup pendidikan agama
islam menurut Abdullah Nasikh Ulwan (Azizah,
2019) yaitu terdiri dari tujuh unsur: pertama,
pendidikan keimanan. Kedua, pendidikan moral.
Ketiga, pendidikan fisik/jasmani, keempat,
pendidikan rasio/akal, kelima, pendidikan
kejiwaan. Keenam, pendidikan seksual. Ketujuh,
pendidikan sosial.
Aspek nilai-nilai agama islam dapat
dibedakan menjadi tiga jenis (Ani Muflikah,
2021) yaitu: nilai-nilai aspek aqidah, nilai-nilai
ibadah, nilai-nilai akhlak. Nilai-nilai aqidah
mengarahkan manusia pada percaya akan adanya
Allah Swt yang berkuasa dan sebagai sang
pencipta Alam semesta dan akan selalu
mengawasi menghitung segala macam perbuatan
manusia di dunia. Dengan sadar sepenuh hati
bahwa Allah itu ada dan maha berkuasa, maka
dari itu manusia-manusia akan patuh dalam
menjalankan semua yang telah diperintahkan oleh
Allah dan takut untuk berbuat kerusakan dimuka
bumi ini serta berbuat dzalim. Nilai-nilai ibadah
mengarahkan kepada tiap-tiap manusia dalam
segala perbuatannya senantiasa dilandasi hati
ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah.
Pengamalan nilai-nilai ibadah akan melahirkan
manusia-manusia yang yang jujur, adil, serta
senang membantu sesama. Yang terakhir nilai-
nilai akhlak mengarahkan manusia pada bersikap
serta berperilaku yang tepat sesuai dengan norma
atau adab yang baik dan benar, sehingga
membawa kehidupan manusia yang baik yaitu:
damai, tentram, seimbang dan harmonis.
Dengan begitu jelas jika nilai-nilai pendidikan
islam merupakan nilai-nilai yang bisa membawa
manusia kepada kesejahteraan, kebahagiaan, serta
keselamatan manusia baik pada kehidupan akhirat
kelak maupun dikehidupan pada dunia sekarang.
Anak menurut aspek sosiologi (Fitriani, 2016)
adalah seorang makhluk ciptaan Allah Swt
berinteraksi selalu dalam masyarakat bangsa dan
negara. Dalam keadaan ini seorang anak berposisi
sebagai kelompok sosial dan mempunyai status
sosial yang lebih rendah dari pada masyarakat di
tempat berinteraksi dilingkunganya.
Anak adalah karunia dan anugrah terbesar
yang diberikan kepada pasangan suami istri yang
dititipkan kepada mereka untuk dididik dan
diajarkan dengan baik. Anak-anak yang terlahir
mereka adalah harapan dari orang tuanya untuk
menjadi penerus yang baik bagi keluarganya,
anak diajarkan ilmu pengetahuan agar anak
tersebut bisa mengamalakannya nilai-nilai yang
terkandung dalam pengetahuan yang telah
dipelajarinya.
Orang tua di dalam kamus bahasa indonesia,
dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
baik arti khusus maupun umum yaitu “sudah lama
hidup, lanjut usia (tidak muda lagi)”. Sedangkan
H.M Arifin (Mohammad Roesli, 2018) bahwa
orang tua merupakan kepala keluarga, keluarga
merupakan kelompok hidup terkecil dalam negara
luas yang bermasyarakat.
Menurut pandangan Kartono Kartini
(Mohammad Roesli, 2018) bahwasanya salah
satu dari kewajiban dan hak orang tua yang tidak
akan bisa dipisahkan yaitu mendidik anak serta
sebab orang tua memberikan kehidupan kepada
anaknya dan mereka memiliki suatu kewajiban
yang sangat penting dalam mendidik anak-
anaknya.
Namun ada kendala orang tua dalam berupaya
untuk menumbuhkan pengamalan nilai-nilai
agama untuk anaknya.
Kendala yang menjadi penghambatnya yaitu,
terbatasnya ilmu pengetahuan dari orang tua
terutama ilmu agama. Dimulai dari hal-hal yang
kecil misal ketika anak hendak makan maka
biasakan berdoa sebelum dan sesudah makan dan
membaca alhamdulillah jika mendapatkan
kenikmatan atau rezeki jangan hanya
mendiamkannya yang penting anak sehat. Contoh
lainnya orang tua yang rajin beribadah dan selalu
mengajak dan mengajarkan anaknya dari anak
tersebut masih kecil, dari kebiasaan orang tua
mengajak dan mengajarkan anak untuk selalu
beribadah maka tumbuhlah dengan sendirinya
pengamalan-pengamalan nilai-nilai ibadah
tersebut.
Seorang anak dapat mengikuti semua perilaku
dari orang tuanya bahkan ketika anak masih kecil.
Mereka memperhatikan bagaimana perilaku
orang tuanya dan belajar dari apa yang mereka
lihat tanpa tau hal baik ataukah buruknya. Misal
ketika orang tuanya tidak sholat, maka anaknya
juga tidak sholat karna tidak pernah melihat dan
tidak pernah diajarkan bagaimana cara sholat.
Selain dari orang tua anak juga sangat peka
dengan lingkungannya dia akan meniru perilaku
orang-orang yang ada disekitarnya. Dari
permasalahan diatas maka diperlukan upaya
orang tua dalam menumbuhkan pengamalan nilai-
nilai pendidikan islam anak, orang tua harus
mengingat kembali sebagai pendidik utama
apakah orang tua pernah mengajarkan dan
membiasakan anak dalam mengamalkan nilai-
nilai agama islam. orang tua harus melihat apa
saja faktor-foktor dari si anak serta lingkungan
anak-anak mereka bergaul agar nantinya anak-
anak mereka selalu dapat mengamalkan nilai-nilai
pendidikan islam dalam kehidupannya sehari-hari
serta tumbuh menjadi pribadi yang baik.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian yang
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan
juga observasi, yang mana pada penelitian ini
peneliti langsung melihat keadaan dilapangan lalu
menyimpulkan suatu fenomenan atau keadaan
yang terjadi. Data yang dikumpulkan secara
langsung serta beberapa tambahan dari berbagai
referensi seperti buku, jurnal dan berbagai
referensi yang mendukung tentang upaya orang
tua dalam menumbuhkan pengamalan nilai-nilai
pendidikan islam di desa lubuk birah.
Adapun alasan peneliti memilih penelitian
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif ini
bertujuan agar dapat menyimpulkan fenomena
yang terjadi atau suatu keadaan yang terjadi.
dalam penelitian ini terdapat hal-hal seperti
analisis, menyimpulkan, mendeskripsikan,
mencatat fenomenan-fenomena yang telah terjadi
di lapangan.
C. PEMBAHASAN
1. Menumbuhkan pengamalan nilai-nilai
pendidikan islam Anak.
Didalam membina pendidikan agama
Islam anak ada beberapa bentuk upaya yang
bisa dilakukan oleh para orang tua, upaya
yang dilakukan ini tidak semua sebenarnya
murni dari aktivitas orang tua, ada juga
beberapa aktivitas yang berasal semacam dari
tradisi setempat, akan tetapi dalam hal ini
orang tua harus berusaha dan mengupayakan
serta mengontrol anaknya agar ikut andil
dalam kegiatan tersebut. Bentuk upaya orang
tua :
Pertama, membina pengamalan Agama
anak di Rumah. Ini sangat lazim dilakukan
para orang tua di rumah. Pengamalan Agama
di sini yaitu misal mengajarkan anak bacaan
dan gerakan sholat, mengajarkan tentang doa-
doa keseharian, dan juga mengajarkan tentang
berpuasa, serta ibadah-ibadah lainnya.
Pembinaan pengamalan agama anak ini perlu
orang tua lakukan untuk memberikan
tambahan dan juga penyempurnaan melalui
pembinaan yang dilakukan di rumah,
mengingat secara alokasi waktu pembelajaran
di sekolah kurang memungkinkn jika
mengontrol secara penuuh pengamalan agama
anak.
Kedua, mengikutsertakan Anak pada
Pendidikan Agama Non Formal. Upaya lain
yang bisa dilakukan oleh para orang tua yaitu
mengikutsertakan anaknya dalam pendidikan
agama non formal seperti Taman Pendidikan
Al-Qur’an (TPA), Madrasah Diniyah
Awaliyah (MDA), dua lembaga ini yang
menjadi lembaga pendidikan dasar agama
anak.
Ketiga, mengikutsertakan Anak dalam
Tradisi Keagamaan Berbsisi Kearifan Lokal.
Upaya lain yang bisa dilakukan oleh para
orang tua yaitu mengikutsertakan anak dalam
tradisi keagamaan, seperti yasinan, maulid
Nabi, dan isra’ Mi’raj.
Keempat, membiasakan Anak datang ke
surau. Upaya lain yang bisa dilakukan oleh
para orang tua yaitu membiasakan anak
datang ke surau, karna pada lazimnya surau
dipimpi oleh imam atau para ustazd serta
melakukukan pembinaan agama pada
jamaahnya. Sehingga orang tua menguoatakan
anaknya agar bisa aktif mengikuti berbagai
kegiatan yang diselenggarakan di surau,
sehingga anak akan tumbuh dengan
lingkungan yang bernuansa keislaman (Pardi
Ramdhan. M, 2021).
Penumbuhkan nilai-nilai agama islam
yaitu meletakkan dasar-dasar keimanan,
kepribadian, serta budi pekerti yang terpuji
dan kebiasaan ibadah yang sesuai dengan
kemampuan anak dengan demikian menjadi
menjadi motivasi bagi anak agar bertingkah
laku. Penumbuhan nilai-nilai agama islam
yang dimaksud disini adalah suatu perbuatan
atau suatu cara untuk menumbuhkan
pengetahuan yang berharga berupa nilai
keimanan, ibadah dan ahklak yang
bersandarkan kepada wahyu Allah Swt
dengan bertujuan supaya anak mampu
mengamalakan pengetahuannya pada
kehidupan sehari-hari dengan tepat dan
dengan kesadaran ataupun paksaan.
Anak dilahirkan di muka bumi sebagai
cobaan bagi orang tuanya, yaitu cobaan
dengan menambah tanggung jawab kepada
setiap orang tua. Tanggung jawab untuk
merawat dan tanggung jawab untuk menididik
anaknya dengan baik. Berikut dijelaskan
tanggung jawab merawat dan mendidik anak :
Tanggung jawab merawat. Setiap orang
tua memberikan seperti perlindungan yang
diberikan kepada anaknya, misal memberikan
pelindungan dari segala macam mara bahaya,
memberi perlindungan kepada anaknya agar
tidak terkena sengatan matahari yang panas
dan dingin ketika malam, setiap orang tua
ingin mengusahakan agar anaknya tetap sehat
dan aman, serta memberikan dukungan penuh
kepada anak. Pada umumnya seorang anak
itu memang tumbuh berkembang banyak
dipengaruhi dengan lingkungannya, budaya
masyarakat, baik itu fisik, watak, maupun
mental. Dengan begitu kesadaran orang tua
dalam tanggung jawab atas semua
perkembangan pada anaknya sangat penting.
Sehingga diajarkan pula kepada anaknya
tentang berbagai sangsi-sangsi yang harus
diterima ketika melakukan suatu tindakan
yang dianggap sebagai larangan Agama.
Tanggung jawab mendidik, mendidik
yaitu memberikan latihan serta memelihara,
dan ajaran mengenai akhlak dan juga
kecerdasan dalam berfikir. mendidik
merupakan usaha membrikan pembelajaran
tuntunan kepada anak didik untuk selalu
menaati norma-norma kemanusiaan yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Dalam hal
ini orang tua sebagai pendidik utama bagi
anaknya, dalam rangka mengimbangi
perkembangan zaman. Mendidik kecerdasan
serta kreativitas dan juga kecerdasan moral
anak siap untuk menghadapi masa depan
(Nirmala, 2017).
Untuk melahirkan anak yang sholeh dan
sholehah dan juga mempunyai kepribadian
yang baik, yaitu anak yang menjalankan
hubungan baik dengan Allah Swt dan dengan
sesama makhluk lainnya, maka dari itu
pengajaran yang harus diberikan tidak lain
adalah pendidikan agama islam itu sendiri.
Yang mana nilai-nilai pendidikan agama
islam itu semua terdefenisi dalam ajaran islam
itu sendiri (Meliana, 2017:18-19).
2. Munculnya Rasa Beragama Pada Anak
Pada anak munculnya pemahaman tentang
agama itu berawal dari perkembangan bahasa
yang sudah mereka dapatkan dari lingkungan
sosialnya, terutama dilingkungan utama nya
yaitu dalam keluarga. Mungkin diawal
perkembangannya anak-anak masih belum
bisa mengikuti disebabkan tidak ada
pengalaman empiris terhadap “rasa agama”.
tetapi seiringnya waktu berjalan dengan
perkembangannya, anak memiliki perhatian
pada agama bertepatan dengan banyaknya
pengalaman empiris anak dalam beragama
misal saat anak menyaksikan orang tuanya
sholat, berpuasa atau ketika orang tuanya
mengikut kegiatan keagamaan lainnya.
Di dalam prosesnya mungkin anak-anak
berasumsikan bahwa konsep beragama itu
atau Allah sebagai sosok yang “jahat”,
mengapa mereka beranggapan seperti itu,
karena jika seseorang yang tidak
mengerjakan sholat atau melakukan hal yang
dilarang agama itu nanti membuat Allah
marah dan orang itu akan mendapat hukuman
neraka. Nah kondisi seperti ini yang pada
akhirnya bisa membuat anak tidak nyaman
dan akan merasa tertekan melakukan
kegiatan ibadah. Akan tetapi pada
kenyataannya ketakukan dan penolakan yang
dirasakan anak itu adalah hal yang wajar.
Pada saat ketakutan itu semakin ditekan maka
akan semakin mempengaruhi anak.
Disaat perkembangan anak khususnya
anak usia dini, rasa beragama anak hendaklah
dimunculkan sesuai dengan tingkat
pemahaman anak. Keselarasan antara pola
pendidikan juga hal yang penting, yang paling
utama pada pengembangan bahasa serta pada
pola pikir dalam lingkungan keluarga dan
juga lembaga sekolah anak. Jika pola
pendidikan di sekolah maupun di rumah
memperhatikan serta mempertimbangkan
faktor ini, maka anak-anak akan menjadi
orang dengan pemahaman agama yang selalu
konsisten dan juga menerima apa yang ada.
Sehingga tujuan dari akhirnya yitu munculnya
rasa beragama yang menyeluruh pada anak
khususnya anak usia dini (Noor, 2020).
3. Pendidikan Agama Islam
M. Arifin mendefenisikan (Aat syafaat,
2008) pendidikan islam yaitu sebuah proses
yang membina manusia kepada kehidupan
yang lebih baik dengan mengangkat derajat
kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan
fitrahnya dan kemampuan ajarannya.
Jadi pendidikan Agama Islam adalah
usaha membina dan bimbingan, serta
pengajaran terhadapa anak agar nantinya
setelah selesai pendidikannya bisa memahami,
dan mengahayati serta mengamalakan nilai-
nilai agama islam, dan juga menjadikan
agama islam sebagai jalan kehidupan yang
baik itu pribadi ataupun kehidupan
masyarakat.
Tujuan pendidikan Agama Islam secara
umum yaitu untuk meningkatkan pemahaman,
penghayatan, keimanan serta pengamalan
terhadap islam, dengan itu anak dapat menjadi
seorang muslim yang beriman kepada Allah
dan juga mempunyai akhlak yang baik dalam
berkehidupan sehari-harinya. Tujuan dari
pendidikan agama islam dan tujuan agama
islam itu tidak bisa dipisahkan secara sendiri,
disebabkan tujuan dari pendidikan islam itu
sendiri sangat tergambar dan dijiai oleh ajaran
Allah. Nilai-nilai yang terkandung di dalam
Al-Qur’an dan Hadist itu lah landasan dari
tujuan pendidikan agama islam. sebagaimana
dalam menciptakan insan yang bertakwa
kepada Allah Swt yang nantinya bertujuan
kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat
(Fathurrochman, 2020)
Tujuan dari pendidikan islam yaitu
menanamkan sifat kepribadian manusia
melalui latihan kecerdasan otak, indera,
penalaran, perasaan, dan latihan kejiwaan.
Pendidikan islam harus bisa membimbing
pertumbuhan manusia dalam segala aspek,
baik itu aspek spiritual, intelektual, jasmaniah,
ilmiah, imajinasi baik itu secara perorangan
maupun kelompok. Dan semua aspek
pendidikan islam ini membina ke pada
kesempurnaan pencapai hidup.
Drajat mengemukakan (Firmansyah,
2019) ada beberapa tujuan dari pendidikan
pendidikan agama islam : pertama,
menumbuh dan merawat, mengembangkan
dan juga membentuk sikap positif anak yang
disiplin serta menjalankan printah Allah dan
Rasulnya. Kedua, sifat taat kepada Allah dan
Rasulnya itu merupakan motivasi mendasar
anak kepada pengembangan ilmu dan
pengetahuan sehingga mengerti bahwa iman
dan ilmu serta pengembangannya itu
bertujuan untuk mencapai keridhoan Allah
Swt. Ketiga, menumbuhkan dan membina
anak untuk memahami serta mempelajari
agama secara baik dan dengan nya juga
diamalkan menjadi sebuah pengamalan atau
keterampilan beragama dalam berbagai
kehidupan.
3. Metode menumbuhkan pengamalan nilai
agama anak, menurut Abdullah Nashih Ulwan
(ulwan, 1415 h/1994 m)
pertama, pendidikan dengan keteladanan,
metode ini sangat berpengaruh untuk
menumbuhkan pengamalan nilai agama anak,
karena seorang orang tua atau pendidik itu
secara tidak langsung apapun yang dilakukan
nya, semua perbuatan, kebiasaan, bagaimana
sopan santunnya, perkataannya itu akan ditiru
oleh anak. Dan senantiasa tertanam dalam
kepribadiannya. Faktor keteladanan ini
sangatlah penting, karna ini menentukan
bagaimana baik-buruknya anak. Bagaimana
pun usaha yang dipersiapkan untuk
menumbuhkan pengamalan nilai agama anak,
mengejari anak tentang pengamalan agama,
tapi selama orang tua sebagai teladannya tidak
menunjukkan sikap tauladan yang baik maka
itu akan sia-sia.
Pada dasarnya ketika seorang anak
melihat orang tuanya marah, emosi, berkata
kasar, suka membentak, maka kemungkinan
besar anak mengikutinya dan tidak mungkin
bertutur dengan manis.
Ketika anak melihat orang tuanya
bersikap egois, keras, maka tidak mungkin
anak belajar kasih dan sayang.
Dan ketika anak melihat orang tua nya
berbohong, tidak jujur, maka mana mungin
anak belajar untuk jujur.

Adapun pendidikan keteladan yang patut


dicontoh yaitu keteladanan dari Rasulullah
Saw, dalam hal ibadah dan akhlak, akhlak
yang mulai dan beliau sebagai pelita penerang
abadi sepanjang masa.
Kedua, pendidikan dengan adat kebiasaan,
potensi dan daya tangkap seorang anak ketika
masa pembiasaan dan pengajaran itu sangat
baik dibandingkan pada usia lainnya, karena
itu sebagai orang tua, ayah, ibu, dan pendidik,
harus memfokuskan perhatian serta
pengajaran pembiasaan yang baik kepada
anak serta pengamalannya, sejak anak paham
dengan realita kehidupan ini. Contoh dari segi
praktis yaitu mengajarkan kepada anak
tentang hukum sholat, tata cara sholat, jumlah
rakaat sholat, serta membiasakan mengerjakan
nya. Membiasakan anak selalu membaca
basmalah ketika hendak memulai segala
pekerjaan, makan dan minum menggunakan
tangan kanan, dan membaca hamdalah ketika
usai makan dan minum.
Ketika orang tua telah membiasakan anak-
anak mereka menggunakan kebiasaan itu,
bearti mereka sebagai orang tua telah
berperan dalam membentuk generasi-generasi
muslim yang telah beriman kepada Allah Swt
serta mereasa bangga dengan agama mereka.
Sehingga anak yang telah diajarkan dan telah
tumbuh dalam didikan keimanan kepada
Allah, didik takut kepada-nya, merasa
diawasi-nya, bersandar kepada-nya dan juga
patuh kepada segala perintah-nya maka dari
itu berkembanglah bakat-bakat fitrahnya serta
respon untuk menerima kemuliaan, dan juga
terbiasa berbuat dengan akhlak yang baik dan
juga membiasakan mengamalkan nilai-nilai
dari pendidikan islam itu sendiri (Mustofa,
2021).
Ketiga, pendidikan dengan Nasehat,
pendidikan dengan nasehat ini cukup berhasil
dalam membentuk kepribadian anak, baik
secara moral, emosional, maupun sosial.
Pendidikan yang memberikan anak nasehat-
nasehat serta pesan dan petuah-petuah yang
baik kepadanya. Kerena dari itu tidak heran
bahwa dalam Al-Quran juga menggunkan
metode ini. Memerintahkan kepda manusia
untuk melakukan nya dan mengulangnya
dalm beberapa ayat.
Contoh ayat Al-Quran yang berulang-
ulang dalam memberikan peringatan dan
nasehat.
‫هّٰلل‬
ِ ‫ي اَل تُ ْش ِر ْك بِا ِ ۗاِ َّن ال ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم ع‬
‫َظ ْي ٌم‬ َّ َ‫َواِ ْذ قَا َل لُ ْقمٰ نُ اِل ْبنِ ٖه َوهُ َو يَ ِعظُهٗ ٰيبُن‬
‫صالُهٗ فِ ْي عَا َمي ِْن‬ َ ِ‫ص ْينَا ااْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ۚ ِه َح َملَ ْتهُ اُ ُّمهٗ َو ْهنًا ع َٰلى َو ْه ٍن َّوف‬ َّ ‫ َو َو‬١٣
‫ َواِ ْن َجاه َٰدكَ ع َٰلٓى اَ ْن تُ ْش ِركَ بِ ْي َما‬١٤ ‫ص ْي ُر‬ ِ ‫ي ْال َم‬ َّ َ‫ك اِل‬َ ۗ ‫اَ ِن ا ْش ُكرْ ِل ْي َولِ َوالِ َد ْي‬
‫صا ِح ْبهُ َما فِى ال ُّد ْنيَا َم ْعرُوْ فًا ۖوَّاتَّبِ ْع َسبِي َْل َم ْن‬ َ ‫ْس لَكَ بِ ٖه ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْعهُ َما َو‬ َ ‫لَي‬
َ َ‫ك ِم ْثق‬
‫ال‬ َّ َ‫ ٰيبُن‬١٥ َ‫ي َمرْ ِج ُع ُك ْم فَاُنَبُِّئ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُوْ ن‬
ُ َ‫ي اِنَّهَٓا اِ ْن ت‬ َّ ۚ َ‫َاب اِل‬
َّ َ‫ي ثُ َّم اِل‬ َ ‫اَن‬
ُ ‫ت بِهَا هّٰللا‬ ِ ‫ض يَْأ‬ِ ْ‫ت اَوْ فِى ااْل َر‬ ِ ‫ص ْخ َر ٍة اَوْ فِى السَّمٰ ٰو‬ َ ‫َحبَّ ٍة ِّم ْن خَ رْ َد ٍل فَتَ ُك ْن فِ ْي‬
‫ف َوا ْنهَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر‬ ِ ْ‫ي اَقِ ِم الص َّٰلوةَ َوْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعرُو‬ َّ َ‫ ٰيبُن‬١٦ ‫ْف َخبِ ْي ٌر‬ ٌ ‫ۗاِ َّن هّٰللا َ لَ ِطي‬
١٧ ‫ك ِم ْن ع َْز ِم ااْل ُ ُموْ ِر‬ َ ِ‫صابَ ۗكَ اِ َّن ٰذل‬ َ َ‫َواصْ بِرْ ع َٰلى َمٓا ا‬

Dan (ingatlah) ketika luqman berkata


kepada anaknya, saat dia menasehatinya,
“wahai anakku, janganlah mempersekutukan
Allah! Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) itu benar-benar kezaliman yang
besar”. Dan kami mewasiatkan kepada
manusia (agar berbuat baik) kepada kedua
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah dan menyapihknya dalam dua tahun.
(wasiat kami,) “bersyukurlah kepada-ku dan
kepada kedua orang tuamu”. Hanya kepada-
ku (kamu) kembali. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan-ku
dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu
tentang itu, janganlah patuhi keduanya,
(tetapi) pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-ku. Kemudian, hanya kepada-
ku kamu kembali, lalu aku beri tahukan
kepadamu apa yang biasa kamu kerjakan.
(Luqman berkata, “wahai anakku,
sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan)
seberat biji sawi dan berada dalam batu, di
langit, atau di bumi, niscaya Allah akan
menghadirkannya (untuk diberi balasan).
Sesungguhnya Allah Maha lembut lagi Maha
teliti. Wahai anakku, tegakkanlah shalat dan
suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
urusan yang (harus) diutamakan. (Qs.
Luqman (31) : 13-17).
Al-Quran punya cara tersendiri dalam
menyampaikan nasehat serta pengajaran:
a. Seruan yang menyenangkan, serta
diringi dengan kelembutan atau upaya
penolakan, metode seperti sangat
berpengaruh terhadap jiwa serta
perasaan.
b. Metode bercerita dan dilengkapi
dengan perumpamaan yang
terkandung didalamnya pelajaran dan
juga nasehat.
c. Metode wasiat dan nasehat.

Keempat, pendidikan dengan


perhatian/pengawasan. maksudnya yaitu
memberikan perhatian penuh serta mengikuti
bagaimana aspek perkembangan dari akidah
serta moral anak, memperhatikan serta
mengontrol kesiapan sosial dan mental, selain
itu sering bertanya tentang hal situasi
pendidikan jasmani dan kemampuan
ilmiahnya.
Kelima, Pendidikan dengan hukuman.
Pendidikan dengan memberikan hukuman
kepada anak yaitu dimaksud untuk membuat
anak menjadi jera atas perbuatan yang telah
dilakukannya, agar anak tidak berbuat hal
seperti itu lagi. Anak akan mempunyai
kepekaan dan perasaan yang bisa menolak
mengikuti hawa hafsunya agar tidak berbuat
hal-hal yang diharamkan. Pendidikan dengan
hukuma ini bisa orang tua lakukan jika cara
pendidikan yang lainnya tidak mampu
membuat anak berubah menjadi pribadi yang
lebih baik. Dalam menghukum anak tidak
diboleh orang tua menggunakan kekerasan
tetapi menggunakan hukuman yang bersifat
mendidik.
Ada beberapa cara hukuman yang bisa
dilakukan oleh orang tua yaitu :

a. Dengan lemah dan lembut serta kasih sayang


b. Menjaga tabi’at yang salah dalam
menggunakan hukuman
c. Dalam proses pembenahan, seharusnya
dilakukan secara bertahap-tahap seperti
dimulai dari yang ringan hingga yang paling
berat

Rasulullah Saw bersabda, “perintahkanlah


kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan)
sholat (lima waktu) sewaktu mereka berumur
tujuh tahun, pukullah mereka karena
(meninggalkan) sholat (lima waktu) jika
mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta
pisahkanlah tempat tidur mereka”. Di dalam
hadist ini menunjukkan kebolehan untuk
memukul anak dengan tujuan untuk mendidik
anak ketika tidak melaksanakan perintah
agama atau melanggar syariat, tentunya ketika
anak telah mencapai usia yang dimungkinkan
bisa menerima pukulan tersebut sehingga
mengambil pelajaran dari hukuman itu, dan
biasanya di usia sepuluh tahun. Namun disini
yang perlu digaris bawahi yaitu memberi
hukuman kepada anak itu tidak boleh terlalu
keras apalagi mengenai wajah (Mufidah,
2020).
Pada zaman sekarang dengan berbagai
problematika kehidupan, para pendidik baik
itu orang tua atau guru serta masyarakat harus
selalu memahami dinamika zaman,
terkhususnya dalam mendidik anak, supaya
nantinya anak bisa meningkatkan
kepribadiannya secara baik.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan (Imron,
2016/1438) mempunyai konsep yang bisa
menjadi rujukan yang efektif sebagai bukti
yang global. Ketika para pendidik baik itu
orang tua, guru atau masyarakat
menginginkan anak-anaknya menjadi seorang
manusia yang memiliki kepribadian yang baik
agar bisa dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman, maka dari itu sebagai
pendidik baik itu orang tua, guru, atau
masyarat haruslah membekali dengan bekal
yang cukup, mengajarkan ilmu yang
bermanfaat dan juga menumbuhkan
kepribadian yang sesuai dengan pertumbuhan
tubuh yang sehat, kuat serta ideal.
Dengan begitu keberadaan anaknya itu
ditengah-tengah masyarakat bisa memberikan
banyak manfaat, baik itu untuk masa kini
ataupun untuk masa yang akan datang atau
masa depan, sehingga terwujudlah
kebahagiaan, serta kesejahteraan, di dunia
ataupun diakhirat.

4. Faktor pendukung dan penghambat upaya


orang tua dalam membina pengamalan
pendidikan anak.
Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat upaya
pembinaan pengamalan pendidikan Agama
Anak : Faktor pendukung, yaitu keinginan
serta motivasi dari orang tua supaya anaknya
nanti menjadi seorang yang memiliki
pemahaman ilmu agama dan juga menjadi
seorang yang mempunyai wawasan,
pengetahuan, serta pengamalan ibadah yang
baik yang nantinya bisa membimbing orang
tuanya, dan terlaksananya upaya atau usaha
orang tua dalam membina anaknya dalam
mengamalkan pendiidkan islam.
Tidak itu saja, tetapi lingkungan
masyarakat yang religius juga menjadi faktor
pendukung, sebab dengan begitu anak dengan
mudah diarahkan, dan orang tua secara tidak
langsung menyadari bahwa begitu pentingnya
anak untuk dekat dengan lingkungan dengan
pengamalan nilai agama yang baik.
Dukungan dari masyarakat seperti
terlaksananya tradisi keagamaan yang
menjadi faktor pendukung, anak-anak
menyibukkan diri serta berkumpul dengan
ragam kegiatan yang secara tidak langsung
itu mampu meningkatkan pemahaman serta
pengamalam agama anak.
Faktor penghambat, seperti latar
belakang pendidikan dari orang tua, serta
kesibukan-kesibukan orang tua dalam bekerja
sehari-hari, juga lingkungan dalam pergaulan
orang tua, tentu menjadi faktor
penghambatnya dalam membina pengamalan
pendidikan islam anaknya. orang tua yang
memiliki latar belakang pendidikan yang
rendah cendrung menganggap bahwa
pendidikan agama kurang penting bagi
kebutuhan anaknya. sedangkan kesibukan
orang tua didalam bekerja cendrung
membuatnya tidak mempunyai banyak waktu
untuk mengontrol bagaimana perkembangan
agama anaknya, justru di rumah yang
seharusnya tercipta pembinaan pengamalan
agama anak menjadi tidak, karena kedua
orang tua terlalu sibuk dengan kesibukannya
masing-masing sehingga tidak sempat untuk
menididi serta membina pengamalan agama
anaknya. faktor inilah yang pasti menjadikan
pengamalan serta pemahaman agama anak
menjadi minim bahkan tidak ada sama sekali
(Pardi Ramadhan, 2021 ).
5. Hal-hal yang harus diperhatikan orang tua
dalam mendidik anak
Pertama, memahami sekolah yang akan
dimasuki oleh anak. Memilih sekolah bukan
hanya sekedar sekoalh yang bermutu dalam
segi fasilitas yang lebih bagus. Orang tua
harus bisa mengenal sekolah yang dipilih oleh
untuk anaknya, seperti bagaimana lingkungan
dalam sekolah itu, bagamana pergaulan yang
akan didapatkan anaknya, terjamin ataukah
tidak, sekolah sebagai sarana orang tua dalam
mendidik anaknya dan juga guru harus
mempunyai kesamaan persepsi dalam
mendidik anak dengan orang tua. Hal yang
terpenting itu sebagai orang tua harus
memperhatikan program pendidikan nilai-
nilai agama serta moral yang terdapat pada
sekolah. Penanaman nilai-nilai agama
misalnya sikap yang ketika ibadah, berdoa,
serta memperlakukan teman seperti saudara
harus dijadikan program pondasi bagi anak
dalam berperilaku terhadap modal sebagai
makhluk sosial dan individu.
Kedua, menjadi orang tua bukan bearti
tahu segalanya. Anak-anak yang masih
berusia dini mereka masih buta dengan
berbagai hal yang bersifat normatif, mereka
belajar dari apa yang mereka lihat, dirasakan,
serta apa yang pernah mereka alami. Itulah
sebabnya akan dilakukannya dalam perilaku
dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk
pentingnya penanaman tentang nilai-nilai
agama harus dibiasakan sejar dari bangun
tidur hingga tidur kembali menjadi suatu
kebiasaan disamping penghayatan dan
pemahaman. Menjadi orang tua bagi anak
bukanlah bearti bisa mengetahui segala
macam hal yang ditanyakan oleh anak. Hal
inilah yang membuat orang tua tertekan
bahkah marah karena merasa anak akan terus-
menerus bertanya. Membuat Jawaban yang
tidak bisa dipertanggung jawabkan untuk
menjawab pertanyaan anak itu yang harus
dihindari oleh orang tua. Jadilah orang tua
yang memiliki keterbukaan terhadap anak
ketika belum punya jawaban dari pertanyaan
anak. Karena tugas orang tua itu adalah
mendampingi anak, orang tua menjadi
penengar yang baik bagi anaknya, orang tua
sebagai tempat terbaik ketika mencari solusi
untuk memecahkan masalah yang dihadapi
anaknya. dengan itu anak tidak akan
terjerumus ke dalam pergaulan yang salah dan
tidak bertanggung jawab (Maulidiyah, 2018).
6. Upaya Orang Tua dalam Menumbuhkan
Pengamalan Nilai Agama Anak di Desa
Lubuk Birah
Dari hasil observasi yang penulis lakukan
dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya yang
dilakukan yang dilakukan orang tua untuk
menumbuhkan pengamalan nilai agama anak :
Pertama, orang tua melakukan metode
pembiasaan kepada anak, misalnya saat anak
sudah mulai bisa berbicara orang tua
mengajarkan mengucapkan kata-kata yang
baik seperti saat anak bersin, orang tua
mengucapkan alhamdulillah sehingga
anaknya terbiasa mengucapkan nya. Dan
ketika anak nya makan ibu mengucapkan
bismillahhirrahmanirrahim dengan otomatis
anaknya juga mengikuti apa yang dikatakan
ibunya. Dan juga sebelum menitipkan anak
untuk diajarkan mengaji kepada gurunya
tentunya juga orang tua saat anak-anak telah
bisa berbicara diajarkan mengenali huruf-
huruf hijaiyah misalnya, membaca basmallah
dan sebagainya.
Ketiga, Sedari kecil anak diajarkan
membaca Al-Qur’an, fiqh dan pembelajaran
tentang agama islam, namun ketika orang tua
belum yakin rasanya untuk mengajarkan anak
di rumah sendiri, anak di titipkan ke Guru
untuk diajarkan membaca Al-Qur’an, dan
juga mempelajari fiqh seperti mempelajari
tata cara sholat, tata cara berwudhu, bersuci
dan lain sebagainya. Tempat untuk anak
belajar disini masih disesuaikan dengan
tempat guru yang mengajar, biasanya di
rumah guru tersebut tinggal, disebabkan
belum adanya tempat khusus untuk anak
belajar mengaji seperti taman pendidikan Al-
Qur’an (TPQ) untuk anak.
Keempat, bagi anak yang telah lulus
sekolah dasar (SD) pada umumnya di desa ini
kebanyakan dimasukkan ke pesantren oleh
orang tuanya, bertujuan agar anak nantinya
bisa lebih memperdalam ilmu agama sehingga
bisa mengamalkan nilai-nilai agama islam
dalam kehidupannya sehari-hari.
Kelima, mengajak anak bersosialisasi
kepada masyarakat, misalkan menghadiri
acara-acara keagamaan yang dilaksanakan di
desa.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebelumnya terkait
tentang upaya orang tua dalam menumbuhkan
nilai-nilai pendidikan agama islam anak dapat
disimpulkan sebagai berikut : sebagai pendidik
khusus nya para orang tua, ibu dan ayah memiliki
peran penting dan tanggung jawab dalam
mendidik anaknya, banyak upaya yang bisa
dilakukan oleh orang tua, yaitu dengan membina
pengamalan agama anak dirumah,
mengikutsertakan anak dalam pendidikan non
formal, mengikutsertakan anak dalam tradisi atau
kegaiatan keagamaan di desa, dan membiasakan
anak datang ke surau. Penumbuhan nilai-nilai
agama anak disni maksudnya suatu perbuatan
untuk menumbuhkan nilai keimanan, ibadah,
serta akhlak anak yang baik dan juga bisa
mengamalakannya di dalam kehidupannya sehari-
hari.
Ada beberapa metode yang bisa
menumbuhkan pengamalan nilai-nilai agama
anak, yang bisa orang tua ikuti yaitu : pendidikan
dengan keteladanan, tentu disni orang tua sebagai
pendidik utamanya harus mencontohkan perilaku
yang baik agar bisa menjadi seri tauladan yang
baik pula untuk anaknya, adapun pendidikan
keteladan yang patut pula dicontoh yaitu
keteladanan dari Rasulullah Saw. pendidikan
dengan adat kebiasaan bisa diajarkan kepada anak
kebiasaan pengamalan nilai agama sedikit demi
sedikit sehingga nantinya akan terbiasa.
Pendidikan dengan nasehat berisikan petuah-
petuah yang baik. Pendidikan dengan pengawasan
serta perhatian sebagai orang tua ikut andil dalam
masa perkembangan anak, terutama saat anak
mengenal agama. pendidikan dengan hukuman ini
jalan terakhir yang bisa dilakukan orang tua
ketika anak tidak bisa berubah menjadi lebih baik
dan telah melakukan metode yang sudh
disebutkan diatas, dan perlu digaris bawahi bahwa
hukuman yang diberikan oleh orang tua kepada
anaknya ini harus bersifat mendidik dan tidak
menggunakan kekerasan.
Ada pula faktor yang mendukung serta
menghambat upaya orang tua dalam membina
pengamalan nilai agama anaknya : faktor
pendukung, yang mana adanya keinginan orang
tua serta ada motivasi orang tua agar anaknya
menjadi seorang yang memiliki pemahaman ilmu
agama, emmpunyai wawasan, pengetahuan serta
pengamalan ilmu agama yang baik sehingga
nantinya bisa membimbing orang tuanya. Faktor
lingkungan juga menjadi salah satunya. Faktor
penghambat, seperti dari latar belakang
pendidikan orang tuanya, kesibukan—kesibukan
orang tua dalm bekerja sehari-hari, lingkungan
pergaulan orang tua itu juga menjadi faktor
penghambat dalam membina pengamalan nilai
agama anak. Hal yang perlu orang tua perhatikan
dalam mendidik anaknya, yaitu harus memahami
sekolah yang akan dimasuki oleh anaknya,
memahami bagaiman lingkungan pergaulan
disekolah itu, bagaimana sarana dan
prasarananya, dan juga program-program dari
sekolahnya. Selanjutnya menjadi orang tua bukan
bearti mengetahui segala macam hal yang
ditanyakan anak, kadang inilah yang membuat
orang tua tertekan bahkan merasa marah, perlu
diingat bahwa orang tua harus menghindari
menjawab pertanyaan anak dengan jawaban yang
tidak bisa dipertanggung jawabkan, jadilah orang
tua yang memiliki keterbukaan, karena tugas
orang tua itu adalah menjadi pendengar yang baik
bagi anaknya, orang tua sebagai tempat mencari
solusi terbaik bagi anaknya dengan itu anak-anak
tidak akan terjerumus dalam pergaulan yang
salah. Ketika anak telah berada dalam lingkungan
yang baik, mendapatkan pembinaan yang baik
serta tauladan dan pembiasaan yang baik dari
orang tuanya, sehingga anak akan mampu
mengamalkan nilai-nilai agama karna pembiasaan
dan ketauladan yang telah ia dapatkan dari orang
tuanya.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ulwan Abdullah Nashih. (1999). Pendidikan Anak dalam
Islam, jakarta: Pustaka Amani.
Syafaat Aat. Sohari Sahrani. Muslih. (2008). Peranan
pendidikan agama islam dalam mencegah
kenakalan remaja (juvenile delinquency). Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Artikel Ilmiah
Reosli Muhammad. Syafi’i Ahmad. Aina Amalia. (2018).
Kajian islam tentang partisipasi orang tua dalam
pendidikan anak. Jurnal darussalam : jurnal
pendidikan, komunikasi dan pemikiran hukum
islam. Vol. IX. No. 2
Firmansyah. Mokh Imam. (2019). Pendidikan agama
islam : pengertian, tujuan, dasar dan fungsi.
Jurnal pendidikan agama islam, ta’lim. Vol. 17.
No. 2
Imron. Ali. (2016/1438). Pendidikan kepribadian anak
menurut Abdullah Nashih Ulwan. Jurnal Edukasi
Islamika. Vol. 1. No. 1
Azizah. Nurul. (2019). Nilai-nilai Pendidikan Islam
dalam Hadis-hadis Akikah. Jurnal Pendidikan
Agama Islam Universitas Wahid Hasyim. Vol. 7.
No. 1
Mukflikah. Ani. E. Noor Tajuddin. Mustofa Taufik.
(2021). Peranan Orang Tua dalam Penerapan
Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam pada masa
Covid-19. Edusampul – Jurnal Pendidikan. Vol.
5. No. 2
Firiani. Rini. (2016). Peranan Penyelenggara
Perlindungan Anak dalam Melindungi dan
Memenuhi Hak-hak Anak. Jurnal Hukum. Vol.
11. No. 2
Ramadhan Pardi. Isnando M Tamrin. Alimir. Supriadi.
(2021). Upaya Orang Tua Membina Pendidikan
Agama Anak di Dusun Embun Pagi Jorong
Padang Galanggang. Fitrah : Journal of Islamic
Education. Vol. 2. No. 2.
Sitika Achmad Junaedi. Ine Nirmala. (2017). Tanggung
Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Akhlak
Anak Dalam Persepektif Al-Qur’an. Al-Hikmah :
Indonesian Journal of Early Childhood Islamic
Education. Vol. 1. No. 2
Maulidiyah Cahya Eka. (2018). Penananman Nilai-nilai
Agama dalam Pendidikan Anak di Era Digital.
Matabat: Jurnal Perempuan dan Anak. Vol. 2.
No. 1
Noor Triana Rosaliana. (2020). Mengembangkan Jiwa
Keagamaan Anak (Perspektif Pendidikan Islam
dan Perkembangan Anak Usia Dini). Quttab :
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam. vol. 4. No. 2
Utari Lia. Kurniawan. Fathurrochman. (2020). Peran
Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina
Akhlak Peserta Didik Autis. JOEAI (Journal of
Education and Instruction). Vol. 3. No. 1
Mufidah Nufisah. (2020). Menanamkan Nilai Agama
pada Anak Usia Dini di Keluarga Arab. Jurnal
AUDHI. VOL. 2. No. 2
Disertasi, Tesis, Skripsi
Meliana Devi. (2017). Peranan Orang Tua dalam
Menanamkan Nilai-nilai pendidikan Islam pada
Anak di Desa Watu Kecamatan Marioriwawo
Kabupaten Soppeng. Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai