Disusun oleh :
JURUSAN TARBIYAH
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru dari sekitarnya.
Tidak perlu jauh-jauh mencari penyebab anak tersebut suka berkata kotor. Tentu saja itu
adalah hasil meniru dari lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik mengatasi dari
sumber masalahnya, yaitu dari lingkungan sekitar baik itu dari keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Untuk itu, titik pemecahannya adalah dengan menciptakan
lingkungan yang sehat bagi anak-anak dan individu yang tinggal di dalamnya.
Pendidikan anak tidak terhenti pada saat anak memasuki usia pra sekolah saja,
melainkan harus diterapkan semenjak anak masih belajar berjalan. Memberikan
pendidikan yang baik sejak kecil akan sangat membantu orang tua dalam menjalankan
tugasnya sebagai pembentuk generasi masa depan yang berkualitas dan berkarakter. Hal
ini tentu tidak mudah bagi orang tua mengingat bahwa di luar sana akan selalu banyak
godaan dan gangguan yang mampu menggoyahkan kepribadian sang anak kelak di
kemudian hari. Pun demikian, apabila orang tua telah menanamkan landasan- landasan
agama yang kuat di dalam diri sang anak, maka orang tua tak perlu khawatir karena
mereka akan mendapati anak- anak mereka tidak akan goyah terhadap pengaruh buruk dari
dunia luar yang dapat merusak diri mereka sendiri. Tugas orang tua adalah selalu
mengawasi mereka agar tidak terjerumus terhadap hal- hal yang salah yang tentu tidak
hanya merugikan mereka namun merugikan kita sebagai orang tua. Karena itu, mendidik
anak sejak dini dengan menanamkan karakter yang religius dan menciptakan lingkungan
yang baik sangat penting untuk dilakukan oleh orang tua dan guru sebagai orang tua
pengganti di sekolah.
BAB II
ISI
Sebagai orang tua harus menciptakan lingkungan yang berkarakter. Sehingga, anak-
anak dapat menjadi generasi berkarakter yang tidak pantang menyerah ketika menghadapi
tantangan dalam hidupnya. Mereka akan selalu optimis dalam meraih kesuksesan dengan
bekal nilai-nilai yang telah tertanam dalam lingkungan yang berkarakter tersebut.
Dari segi spiritual, mendidik anak untuk menjadi pribadi yang religius juga dapat
dilaksanakan baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam
penerapannya, tidak semua anak mampu menerima ajaran agama dengan baik karena
berbagai faktor. Dalam hal ini, diperlukan sedikit kesabaran bagi orang tua untuk tetap
mengajarkan agama pada anak tanpa ada kesan untuk memaksanya, yakni dengan
mengajarkan agama dengan cara yang lebih menyenangkan. Sehingga, anak akan
mengetahui tentang ajaran- ajaran agama secara tidak langsung.
Pendidikan dari segi spiritual maupun fisik, keduanya sangat penting, namun
disarankan kepada orang tua untuk membentuk mental spiritual yang religius dahulu
sebelum memberikan pendidikan fisik kepada anak. Hal ini sangat diutamakan karena
pendidikan spiritual akan membentuk jiwa yang tangguh dan kuat, sehingga ketika jiwa
yang tangguh sudah terbentuk, maka pendidikan secara fisik atau akademis akan lebih
mudah diterapkan kepada anak. Sebagai orang tua harus ingat bahwa agama merupakan
pondasi utama bagi kehidupan seseorang, sehingga wajib hukumnya bagi orang tua untuk
memberikan bekal spiritual yang cukup kepada anak agar terbentuk pribadi religius yang
tangguh. Dengan membekali anak pondasi spiritual yang tangguh, maka sang anak akan
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berpendirian dan menggunakan agama
sebagai landasan dalam bertindak hingga ia dewasa kelak.
Dengan menerapkan cara yang tepat dalam mendidik anak, maka orang tua akan
lebih mudah dalam mengarahkan anak untuk menuju hal- hal yang lebih positif. Selain itu,
mendidik anak sejak dini dengan mengajarkan hal- hal yang baik juga dapat memudahkan
orang tua dalam memberikan arahan dan masukan mereka terkait dengan hal- hal apa yang
ingin anak- anak lakukan. Apabila dirasa tidak sesuai, maka orang tua dapat memberikan
masukan dan kritik halus yang bersifat membangun sehingga anak akan lebih termotivasi
untuk melakukan hal- hal yang lebih baik lagi dengan adanya dukungan orang tua.
1
Drs. A, Toto, Suryana, Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara, Bandung, 1997, Hlm. 188
2
Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada.1998. Hlm. 57
3
Rivay Siregar. 1999. Tasawuf dan Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 93
Allah berfirman:
).
(56 :
Artinya: Dan janganlah kamu berbuat binasa di bumi sesudah dijadikan baik dan
berdoalah kepada Allah dengan takut (kepada siksanya) dan menuntut (kasihnya)
sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang berkebajikan. (Al-Araf:
56)
Pemanfaatan alam dan lingkungan hidup bagi kepentingan manusia hendaknya
disertai sikap tanggung jawab untuk menjaganya agar tetap utuh dan lestari.
Berakhlak pada lingkungan alam adalah menyikapinya dengan cara memelihara
kelangsungan hidup dan kelestariaannya. Agama Islam menekankan agar manusia
mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam. Sebab alam yang rusak akan
merugikan bahkan menghancurkan kehidupan manusia.
Dari ketiga komponen pembagian akhlak diatas seharusnya diajarkan dan
dibiasakan pada kehidupan anak sehari-hari agar mereka dapat terbiasa berlaku baik dalam
hidupnya, kalau ke sholehan personal sudah terbentuk, maka kami yakin kesholehan
sosialpun akan terbentuk, karena pada dasarnya kehidupan sosial adalah manifestasi dari
kehidupan personal manusia.
Agar tatanan nilai-nilai pendidikan agama Islam yang sudah disebutkan di atas dapat
berhasil dengan baik, maka ada satu hal yang harus diingat oleh pihak orang tua yaitu
keharusan orang tua untuk selalu memotivasi anak, memberi tauladan pada anak, serta
berusaha untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan pada anak.
1. Memotivasi Anak
Motivasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Sadirman ( 2003: 73) 4 berasal dari
kata motif, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di
dalam subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Sedangkan menurut Mc. Donald sebagaimana yang dikutip oleh Oemar Hamalik (1999:
106)5 dalam bukunya kurikulum dan pembelajaran mengatakan bahwa motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan
didahului dengan tanggapan terhadapa adanya tujuan.
4
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta, 2003. Hlm.73
5
Oemar Halamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta 1999, Hlm.106
Dalam kaitannya dengan pendidikan keagamaan anak, yang terpenting bagi orang
menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan anak untuk melaksanakan
aktifitas keagamaan. Dalam hal ini sudah barang tentu peran keluarga sangat
menentukan. Bagaimana orang tua sebagai pemimpin keluarga dapat melakukan usaha-
usaha untuk mendapatkan dan memberikan motivasi agar anak tertarik untuk
melakukan kegiatan keagamaan.
2. Memberi Teladan Pada Anak
Orang tua, sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasbullah (2003: 115) 6 mempunyai
peranan utama dan pertama bagi anaknya selama anak belum dewasa dan mandiri.
Untuk membawa anak pada kedewasaan, maka orang tua harus memberi tauladan yang
baik karena suka mengimitasi orang tua.
Apalagi anak masih dalam keadaan fitrah, segalanya masih cenderung menerima
pengaruh dari keluarga sehingga tidak heran apabila anak itu lahir dalam keluarga yang
selalu membiasakan berbuat baik biasanya menghasilkan pribadi anak yang baik dan
sebaliknya anak yang lahir dalam keluarga yang selalu membiasakan perbuatan-
perbuatan tercela biasanya mengahasilakan pribadi anak yang tercela pula.
Pembentukan kebiasaan yang demikian ini menunjukkan bahwa keluarga berperan
penting, dalam mengkonstruk jiwa anak sejak dini. Lewat kebiasaan-kebiasaan
berprilaku baik dari pihak orang tua, karena kebiasaan orang tua juga akan menjadi
kebiasaan pada anaknya. Oleh karena itu memberikan tauladan yang pada anak amatlah
diperlukan baik tauladan yang sifatnya vertikal kepada Allah maupun yang sifatnya
horizontal sesama manusia.
3. Membentuk Kebiasaan-Kebiasaan Anak
Pembentukan kebiasaan pada anak mulai sejak dini amatlah urgen. Utamanya
pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat relegius, sesuai dengan perkembangan
jiwanya. Apabila anak tidak mendapatkan latihan dan pembiasaan tentang agama pada
waktu kecilnya, menurut Daradjat (1995: 65)7 bisa jadi ia akan besar dengan sikap acuh
tak acuh atau anti terhadap agama.
6
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta ,2003. Hlm. 115
7
Zakiah Daradjat. Kepribadian Guru(Cetakan Ketiga). Jakarta, 1995 Hlm. 65
Aqidah dan akhlak pada jiwa anak sangatlah diprioritaskan agar terbentuk jiwa dan
sikap hidup manusia yang hanya percaya dan yakin kepada Allah SWT, serta
menjadikannya keindahan pokok atau pedoman hidup dalam tingkah tanduk manusia
hingga mereka tidak akan kehilangan arah.
Hal inilah yang sangat diperlukan cara-cara penanaman pendidikan aqidah dan
akhlak sangat penting bagi generasi penerus bangsa kita ini. Setelah aqidah itu tertanam di
jiwa anak, selanjutnya adalah menanamkan akhlah sebagai salah satu bentuk realisasi dari
aqidah di atas. Setiap manusia akan berperilaku sesuai dengan apa yang diyakininya.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk pendidikan akhlak mencakup dasar-dasar moral serta
keutamaan perangai dan ini pun sangat dianjurkan penanamannya pada anak sejak masa
analisis hingga ia menjadi mukallaf ( akil balig ).
8
Muhammad. Kesalahan Mendidik Anak, Yogyakarta, 2002. Hlm. 28
Ada beberapa hal yang harus diajarkan kepada anak-anak sebagai upaya
menanamkan aqidah dan akhlakul karimah. 9
1. Shalat
Kita tanamkan pada jiwa anak bahwa shalat adalah cerminan iman kita. Shalat
adalah tiang agama yang menjadi suatu kewajiban secara global bagi umat islam.
Pengenalan ini bisa diawali dengan mengajaknya untuk ikut shalat berjamaah di masjid,
hingga tertanam dalam hatinya sedikit demi sedikit rasa cinta kepada Allah SWT dan
rasa ingin tahu lebih dalam tentang tujuan diperintahkannya shalat. Tak dapat
dipungkiri pula bahwa sifat imitasi anak akan muncul dikala melihat orang tuanya
shalat. Kita contohkan saja anak bisa ikut melakukan sujud kala orang tuanya sedang
sujud. Hal ini adalah pertanda baik yang menandakan bahwa daya pikir anak mulai
berkembang. Membelikan mukena lucu dan bagus, lalu mengenakannya kepada anak
juga merupakan salah satu bentuk persiapan dan Insya Allah dapat membangun
mentalitas anak serta kecintaan merekauntuk melaksanakan shalat.
3. Menutup Aurat
Memberi kesan kepada anak bahwa dengan terbukanya aurat kita sedikit saja, kita
merasa malu, risih, tak nyaman, dan sebagainya. Hal ini bisa dilakukan dengan
membiasakan mengenakan baju muslimah pada anak yang dilandasi dengan berbagai
macam model yang makin zaman makin banyak model-model baru dan lucu sehingga
anak makin senang dengan apa yang dikenakan bahkan tak ingin melepasnya.
9
Keisya Avicenna. Beauty Jannaty. Solo, 2003. Hlm. 391
c. Allah juga mengajarkan di antara doa orang mukmin adalah, ...Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa. (QS al-Furqan [25]: 774)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari latar belakang dan isi makalah di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
yang baik sangat diperlukan untuk mendidik dan memberikan pelajaran kepada anak.
Lingkungan yang sangat dekat dengan anak adalah keluarga. Peran keluarga sangat
diperlukan, khususnya orang tua. Orang tua harus memberikan contoh yang baik
kepada anak, karena anak memungkinkan meniru dan mengikuti tingkah laku dan
kebiasaan orang tua. Selain itu, anak harus diberikan metode dan bahan ajar yang
dapat membuatnya menjadi seorang yang memiliki kepribadian yang baik dalam
segala hal. Orang tua juga diwajibkan untuk menempatkan anak di lingkungan yang
agamis dan religius, misalnya mengajari anak tentang tauhid, shalat, Al-Quran dan
selalu mengawasi mereka dalam melakukan suatu kegiatan serta menasihatinya agar
selalu bersikap baik kepada semua orang. Lingkungan yang religius dapat membuat
anak menjadi pribadi yang taat beragama dan menjadi anak yang sholeh maupun
sholehah. Selain dari lingkungan keluarga, sekolah juga merupakan lingkungan yang
sangat menentukan sikap anak dalam menjadi seorang yang santun dan religius. Serta
Lingkungan yang dapat membuat anak menjadi religius adalah lingkungan masyarakat
yang agamis.
B. Saran
Dari simpulan diatas diketahui bahawa lingkungan anak sangat penting dalam
membentuk karakter dan kepribadiannya. Diharapkan para orang tua dan pengajar
dapat memberikan pelajaran dengan baik, khususnya dalam membentuk sifat anak
yang religius. Setelah selesainya makalah ini, maka penyusun berharap kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Karena penyusun masih dalam tahap belajar. Atas
sarannya penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini berguna bagi
penyusun dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. A, Toto, Suryana af, M.Pd, dkk, Pendidikan Agama Islam, Tiga Mutiara,
Bandung, 1997.
Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1998)
A.M Sadirman (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-membangun-lingkungan-
berkarakter/