Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha menarik suatu di dalam manusia sebagai upaya

memberikan pengalaman-pengalaman berlajar terprogram dalam bentuk

pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah dan luar sekolah, yang

berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan individu agar

dikemudian hari dapat memainkan peran hidup secara tepat.1

Berdasarkan Undang-undang sisdiknas tersebut ada lima tujuan (fokus)

pendidikan yang akan dicapai, yaitu; (1) spiritual keagamaan, (2) pengendalian

diri, (3) kepribadian,(4) kecerdasan, (5) akhlaq mulia, dan (6) keterampilan. Untuk

mencapai kelima fokus tersebut hanya dapat dicapai melalui sarana yang disebut

dengan pendidikan. Karena itu, pendidikan memiliki peran yang sangat penting

dalam kehidupan suatu bangsa, karena pendidikan adalah proses penyampaian

kebudayaan satu generasi ke generasi berikutnya, yang di dalamnya termasuk

keterampilan, pengertahuan,dan sikap-sikap, dan nilai-nilai pola-pola perilaku

tertentu. Dalam arti luas, pendidikan mencakup setiap proses yang membentuk

pemikiran, karakter atau kapasitas fisik seseorang, proses tersebut

berlangsung seumur hidup, karena seseorang harus mempelajari cara berfikir dan

bertindak dalam setiap perubahan besar dalam hidup ini.2


1
Prasetya, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 13
2
Undang-Undang No, 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

1
2

Pada masa usia dini adalah masa-masa keemasan (golden age) untuk

menuntut ilmu. Menurut para ahli anak yang berada pada usia dini dikatakan

sebagai masa emas (golden age) karena anak sedang berkembang dengan pesat

dan luar biasa. Anak usia dini sering disebut anak pra-sekolah, memiliki masa

peka dalam perkembangannya dan terjadi pematangan fungsi fisik dan psikis yang

siap merespons berbagai rangsangan dari lingkungannya.

Secara spesifik, di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28

ayat 1-5 juga dinyatakan bahwa:

Pendidikan anak usia dini dilaksanakan sebelum pendidikan dasar, pendidikan

anak usia dini dapat dilaksanakan pada jalur formal, nonformal dan informal.

Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman

Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok

Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan

keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. 3

Dengan demikian pendidikan pra-sekolah mau tidak mau menjadi hal

yang harus diperhatikan serta perlu dikembangkan agar seluruh potensi yang ada

pada anak dapat berkembang maksimal ke arah yang lebih baik. Sebab pada masa-

masa pra-sekolah otak anak mengalami perkembangan dengan sangat pesat.

3
Ibid
3

Dengan anak mengikuti pendidikan pra-sekolah seperti playgroup atau yang lain

semacamnya maka anak memiliki kemantangan sosial yang baik di mana anak

menjadi mandiri, disiplin dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan

secara optimal.

Sebagai pendidik baik orang tua maupun guru sangat diwajibkan

menanamkan nilai- nilai agama pada anak, agar menjadi pedoman hidupnya.

Pentingnya menanamkan nilai- nilai agama pada anak agar ia mengetahui nilai-

nilai agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat ini anak

dini kurang dalam mengembangkan nilai-nilai agama sepeti belum terbiasa tertib

saat sholat, tidak bisa membaca al-Qur’an, belum terbiasa membaca doa sehari-

hari, belum terbiasa membuang sampah pada tempatnya, belum terbiasa

mengucapkan salam.

Akhir-akhir ini, berbagai fenomena perilaku negatif sering terlihat di

kehidupan sehari-hari pada anak.4 Berbagai media massa seringkali

memberitakan kasus anak usia dini yang berbincang kurang sopan, suka meniru

adegan kekerasan, suka meniru perilaku orang dewasa yang semestinya belum

dilakukan oleh anak-anak, bahkan perilaku bunuh diripun sudah mulai ditiru oleh

anak-anak. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, mengingat dunia anak

seharusnya adalah bermain dan belajar yang dipenuhi kesenangan untuk

pengembangan diri. Munculnya perilaku yang tidak sesuai pada norma serta aturan

4
Farida Agus Setiawati, "Pendidikan Moral dan Nilai-Nilai Agama Pada Anak Usia Dini:
Bukan Sekedar Rutinitas", Jurnal Paradigma, No. 2, Juli 2006, hlm. 42-48
4

yang berlaku dikarenakan anak meniru pada hal-hal yang bersifat kurang tepat .5

Dari kasus tersebut, sangat penting peran guru untuk menanamkan nilai

agama dan moral pada anak sejak dini. Guru harus mampu memberikan

pendidikan yang terbaik bagi anak. Setiap orang tua menginginkan anaknya

berakhlak yang baik serta memiliki sopan santun yang tinggi kepada orang lain.

Untuk menghindari kasus yang tidak diinginkan, guru harus memberikan

pendidikan yang maksimal terkait nilai agama dan moral kepada anak.

Pada cakupan menanamkan nilai agama serta moral sehingga bisa

membedakan antara yang baik dan buruk. Untuk itu pengembangan dari nilai

agama keterkaitan terhadap budi pekerti anak, sopan santun, dan juga kemauan

untuk menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.6 Dengan demikian,

penanaman nilai agama dan juga nilai moral pada anak sejak usia dini penting

dilakukan oleh guru.

Selain orang tua, guru juga memiliki peranan penting terhadap nilai agama dan

juga nilai moral anak. Berbagai upaya yang orang tua lakukan untuk menanamkan

nilai agama dan moral anak antara lain mengenalkan kepada anak Tuhan itu siapa,

mengaji atau menitipkan anak ke TK Ananda, belajar menghafal doa sehari-hari

di rumah, membiasakan anak untuk sholat lima waktu, mengajak anak ke rutinan

pengajian, menghormati dan menghargai orang lain, bersikap jujur, peduli

terhadap sesama, membedakan hal yang baik dan hal yang kurang baik, dan masih

5
Farida Agus Setiawati…, hlm. 42-48
6
Didik Supriyanto, "Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak dan Pendidikan
Keagamaan Orang Tua", Vol. 3, No. 1, Maret 2015, hlm. 87-105
5

banyak cara yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di TK Ananda.7

Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa

perkembangan nilai-nilai agama sebagian besar anak didik khususnya di TK

Ananda Kecamatan Tualang melalui penggunaan media pembelajaran masih

rendah. Hal ini tercermin ketika ada anak didik ada yang belum bisa sepenuhnya

meniru atau membiasakan sikap-sikap yang sesuai dengan ketentuan agama

Rendahnya perkembangan nilai-nilai agama pada anak dikarenakan

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru kurang bervariasi dan sebagaian besar

tidak menggunakan media pembelajaran sehingga membuat anak menjadi bosan

dan sikap yang dimunculkan anak terhadap pembelajaran hanya acuh tak acuh,

sehingga tidak terjadinya umpan balik yang baik sebagai respon yang diterimanya.

Solusi yang dapat diberikan antara lain adalah dengan mengubah kegiatan

pembelajaran menjadi lebih menarik, sehingga anak menjadi bersemangat dalam

mengikuti pembelajaran dan tujuan guru untuk menanamkan nilai-nili keagamaan

dapat berhasil dan berjalan maksimal. Salah satu kegiatan yang dapat

mengembangkan dan menstimulasi pelaksanaan nilai keagamaan adalah melalui

media poster bergambar, yaitu melalui poster bergambar yang disediakan oleh

guru. Media poster bergambar dapat meningkatkan penanaman nilai keagamaan.

Penggunaan media Poster bergambar di dalam kelas yang membuat anak

7
Hasil Observasi siswa TK Ananda. Senin, 22 Juli 2022. Pukul 09.00
6

merasa senang, nyaman, dan aman. Melalui penggunaan media pembelajaran

poster bergambar tersebut, diharapkan anak dapat mengembangkan nilai-nilai

agama dalam diri baik itu sikap dan perbuatannya, meningkatkan perhatian dan

konsenterasi, meningkatkan kreativitas, melatih daya ingat anak. Sebagaimana

dimaklumi bahwa perkembangan nilai-nilai agama pada anak memiliki arti

penting bagi anak usia dini sebagai dasar pembentukan sikap dan perilakunya di

masa yang akan datang.

Media gambar bersifat konkret karena anak dapat melihat benda secara

nyata dalam bentuk tiruan, sehingga anak tidak salah membayangkan suatu benda.

Media gambar juga dapat mengatasi ruang dan waktu karena dengan media

gambar guru tidak perlu mengajak anak ke tempat pembelajaran langsung,

misalnya guru menjelaskan macam-macam binatang tidak perlu harus pergi ke

kebun binatang tetapi cukup dengan menggunakan gambar sebagai media

pembelajarannya, hal ini juga untuk mengatasi keterbatasan masalah dan

keterbatasan pengamatan. Media gambar dinilai murah karena dalam mendapatkan

gambar cukup mudah, guru menggunakan foto atau mendownload di internet.

Kegiatan berbicara melalui gambar tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi

juga bisa dilaksanakan di luar kelas seperti di halaman sekolah. Anak diberi tugas

untuk menceritakan atau berbicara mengenai gambar yang diperlihatkan guru.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang


7

PERANAN GURU DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA

MELALUI POSTER BERGAMBAR PADA ANAK USIA DINI DI TK

ANANDA KECAMATAN TUALANG KABUPATEN SIAK PROVINSI

RIAU.

B. Penegasan Istilah

1. Peranan

Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh

orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan peranan merupakan

tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa.8

2. Guru

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah.9

3. Penanaman

8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
2007), Ed. Ke-3, Cet. Ke- 4, hlm. 854
9
Muhammad Rahman, Kode Etik Profesi Guru, (Jakarta : Prestasi Pustaka Jakarta, 2014),
hlm. 50
8

Penanaman adalah proses (perbuatan atau cara) menanamkan.10 Artinya

bagaimana usaha seorang guru menanamkan nilai-nilai dalam hal ini adalah

nilai-nilai pendidikan karakter pada peserta didiknya yang dilandasi oleh

pemahaman terhadap berbagai kondisi pembelajaran yang berbeda-beda. Nilai

berasal dari bahasa latin vale’re yang artinya berguna, mampu akan berdaya,

berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik,

bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok

orang.11

4. Nilai Keagamaan

Nilai adalah suatu tumpuan norma-norma yang dipegangi oleh manusia

sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, baik itu berupa norma

tradisional maupun norma agama yang telah berkembang dalam masyarakat.12

Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada tuhan yang dianut oleh

sekelompok manusia dengan selalu melakukan interaksi dengan-Nya.13

5. Media Poster Bergambar

Menurut Soeparno media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran

untuk menyampaikan pesan atau informasi dari sumber kepada penerima

pesan.14 sedangkan menurut Sadiman dalam Dadan media adalah segala

sesuatu yang dapat merangsanog pikiran, perasaan, perhatian, dan minat


10
Muhammad Nur Syams, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya : Usaha Nasional, 1986), hlm.133
11
Ibid, hlm. 133
12
Jalaluddin, Pendidikan Islam, (Jakarta : Grafindo Persada, 2016), hlm. 45
13
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 2
14
Ibid… hlm. 102
9

serta perhatian siswa agar proses belajar terjadi. Pengertian media dari

beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah alat

penyampai pesan yang merangsang semua indera sehingga proses belajar

dapat berlangsung.15

Poster adalah gambar pada selembar kertas berukuran besar yang digantung

atau ditempel. Poster merupakan alat untuk mengiklankan sesuatu, sebagai alat

propaganda, dan protes, serta maksud-maksud lain untuk menyampaikan berbagai

pesan (Ensiklopedia Wikipedia)

Menurut Nana Sudjana poster adalah media yang kuat dengan warna,

pesan dan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat, tetapi

cukup lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya.16

Dari definisi di atas dapat disimpulkan poster adalah selembar kertas

yang berukuran besar yang digantung atau ditempel yang menggunakan warna

yang kuat yang dapat menyampaikan pesan dan maksud kepada pembaca

yang bertujuan untuk menyampaikan informasi.

C. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

15
Dadan Djuanda, Pembelajaran…hlm. 102
16
Nana Sudjana & Ahmad Rivai, Media Pengajaran. (Bandung : Sinar Baru Algensindo,
2002) hlm. 51
10

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi

permasalahannya sebagai berikut:

a. Belum membiasakan nilai-nilai agama pada anak yang telah ditanam.

b. Nilai agama yang telah tertanaman namun masih ada anak yang tidak

menerapkannya di dalam kehidupan sehari-harinya.

c. Kurangnya dalam menerapkan nilai agama anak dengan pembiasaan.

d. Pelaksanaan pembelajaran di TK Ananda belum memungkinkan

sepenuhnya untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam diri anak

e. Proses menanamkan nilai-nilai agama pada anak usia di dini di

sekolah belum menggunakan media pembelajaran yang menarik dan

mampu meningkatkan anak belajar.

2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah perlu dilakukan dalam suatu penelitian agar

diperoleh ruang lingkup penelitian yang jelas. Agar permasalahan yang dikaji

dalam penelitin ini dapat dikaji secara mendalam dan lebih terarah maka perlu

adanya pembatasan pada penelitian ini yaitu mengenai peran orang tua dalam

penanaman nilai-nilai agama melalui media poster bergambar pada anak usia

dini di TK Ananda Kecamatan Tualang Kabupaten Siak.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tentang perkembangan nilai-nilai agama

sebagaimana dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini rumusan masalah


11

dapat diajukan sebagai berikut:

a. Bagaimana nilai agama anak sebelum menggunakan media poster

bergambar di TK Ananda?

b. Bagaimana nilai agama anak sesudah menggunakan media Poster

bergambar di TK Ananda?

c. Bagaimana cara meningkatkan nilai agama anak di TK Ananda?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Nilai agama anak sebelum menggunakan media poster bergambar di TK

Ananda.

b. Nilai agama anak sesudah menggunakan media poster bergambar di TK

Ananda.

a. Cara meningkatkan nilai agama pada anak di TK Ananda.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis
12

1) Sebagai pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan dalam

Pendidikan Islam Anak Usia Dini, khususnya yang berkaitan dengan

penulisan karya ilmiyah.

2) Untuk menumbuhkan minat terhadap kajian – kajian tentang metode

Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

b. Manfaat praktis

1) Manfaat bagi siswa

Penelitian ini diharapkan agar menjadikan anak merasa pentingnya

agama sebagai landasan hidupnya dan terbiasa anak lakukan sepanjang

hidupnya.

2) Manfaat Bagi Guru

- Memberikan pengalaman dan membantu guru untuk memperbaiki

pembelajaran yang dilakukan di sekolah dengan karakteristik

belajarnya.

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan acuan bagi para

guru agar dapat lebih meningkatkan nilai agama anak ke depannya

dengan menerapkan pembelajaran yang menarik.

3) Manfaat Bagi Sekolah

- Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wahana dan masukan

baru dalam meningkatkan nilai agama pada anak melalui penggunaan


13

media poster bergambar yang tepat dan menarik dalam proses

pembelajaran

- Dapat digunakan sebagai acuan dalam menciptakan kegiatan yang

menarik, sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu

pendidikan di sekolah yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang

anak-anak.

4) Manfaat bagi penulis

Sebagai persyaratan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan

gelar sarjana Strata satu (S1) pada jenjang Pendidikan Islam Anak Usia

Dini.
BAB II

KAJIAN TORITIS

A. Kerangka Teori

1. Nilai-Nilai Agama Islam

a. Pengertian Nilai

Menurut H. Una dalam Chabib Thoha Nilai adalah suatu tipe

kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam

mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai

sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Dari pengertian tersebut

dapat diketahui bahwa nilai merupakan sifat yang mengiringi sesuatu

(sistem kepercayaan) yang telah terhubung dengan subyek yang memberi

makna.17

Pendapat J.R. Fraenkel a value is an idea a concept about what some

one think is important in life. Menurut Abdullah Sigit menggolongkan

nilai dalam tujuh jenis yaitu: 1) nilai ilmu pengetahuan, 2) nilai ekonomi,

3) nilai keindahan, 4) nilai politik, 5) nilai keagamaan, 6) nilai

kekeluargaan, dan 7) nilai kejasmanian.18

Dari beberapa nilai tersebut, tanpa merendahkan nilai-nilai yang lain,

pada penelitian ini nilai keagamaan menjadi bahasan yang paling utama

pada tema penelitian ini. Dengan nilai keagamaan diharapkan para peserta

17
Chabib Thoha, Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1996), hlm. 60
18
Chabib Thoha, Pendidikan…. hlm. 64

13
14

didik diharapkan tidak hanya menjadi manusia yang memiliki intelektual

melainkan juga memiliki spiritual adalah makhluk yang memiliki unsur-

unsur material (jasmani) dan imaterial (akal dan jiwa).

Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk

pertumbuhan total seorang peserta didik dan tidak dibatasi oleh pada

pengertian-pengertian konvensional dalam masyarakat, oleh karena itu

peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan

adalah benar dan penting.19 Oleh karena itu pendidikan keagamaan dalam

keluarga tidak hanya melibatkan orang tua saja akan tetapi seluruh

komponen-komponennya dalam menciptakan suasana keagamaan yang

hakiki. Peran orang tua tidak hanya berupa pengajaran tetapi berupa peran

tingkah laku, keteladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang

dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.

Pendidikan dengan bahasa perbuatan atau perilaku (tarbiyah bi lisan-I-

lhal), untuk anak lebih efektif dan lebih mantap daripada pendidikan

dengan bahasa ucapan (tarbiyah bi lisan-il- maqal).

Menurut Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah pokok-pokok ajaran islam adalah

1) Aqidah, dengan intisari tauhid yang juga merupakan ajaran sejak nabi

Adam AS hingga Muhammad SAW. Oleh karena itu Islam tidak

membawa ajaran baru, tetapi meneruskan pesan tauhid dari semua nabi

19
Musleh Herry, Kenalkan agama sejak dini, Diakses dari http://pesantren. or.id.29.
masterwebnet.com/dalwa.bangil/cgi--bin. Pada tanggal 15 Juni 2022, jam 19.15 WIB
15

sebelumnya. Pengakuan atas keesaan Allah ini terdapat dalam kalimat

syahadat yang pertama, yakni : Lã Ilaha Illa Allah (tiada Tuhan selain

Allah). Di atas dasar pengakuan itulah kehidupan keagamaan seseorang,

dan esensi pengakuan itu harus diaktualisasikan dalam kehidupan

sehari-hari.

2) Ibadah, sebagai tata hubungan dengan Allah dan merupakan wujud

penghambaan diri kepadaNya dengan segala ketundukan dan

kepatuhan, ibadah juga mengandung latihan ruhani agar jiwa manusia

selalu dekat dengan Allah.

3) Akhlak, sebagai tata cara berbuat atau sebagai aturan, tidak hanya

mengatur hubungan antara sesama manusia, hubungan antara manusia

dengan lingkungannya, tetapi juga mengatur bagaimana manusia

bersikap dan berperilaku terhadap Allah SWT. Tata aturan itu bersifat

universal, berlaku untuk semua orang pada setiap masa dan tempat.

4) Muamalah, mengandung arti mengatur hubungan antar manusia, baik

mengenal kekeluargaan, perkawinan, perdagangan/ekonomi, pembagian

warisan, maupun tali hubungan sosial kemasyarakatan yang lain. Di

dalam Islam, seluruh tindakan dan upaya yang dilakukan dalam rangka

mengisi kehidupan ini akan dapat bernilai ibadah, jika dilakukan karena

Allah semata.20

Pendidikan agama meliputi dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa


20
PP Aisyiyah, Pengembangan Al Islam, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2003), hlm. 6-10
16

taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama.

Penanaman rasa taqwa kepada Allah sebagai dimensi hidup dimulai

dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang berupa

ibadah-ibadah, sedangkan pelaksanaannya harus disertai penghayatan yang

sedalam-dalamnya akan kebermaknaan ibadah-ibadah tersebut, sehingga

ibadah-ibadah itu tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritual belaka,

melainkan dengan keinsyafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi

manusia.

Rasa taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangkan dengan

menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam

semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab

menurut Al-Qur’an hanya mereka yang memahami alam sekitar dan

menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai

ciptaan Ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Allah

sehingga bertaqwa kepadaNya. Melalui hasil perhatian, pengamatan dan

penelitian seseorang terhadap gejala alam dan sosial kemanusiaan tidak

hanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif saja, juga

tidak hanya bersifat aplikatif dan penggunaan praktif semata (teknologi),

tetapi dapat membawa manusia kepada keinsyafan ketuhanan yang

mendalam.

Menurut Tholkhah Hasan pendidikan agama mencakup dua


17

pengertian yaitu :

1) Pendidikan dan pembelajaran tentang ajaran yang mencakup konsep

keyakinan (aqidah), peribadatan (ritual) dan moral agama (akhlak),

dalam pengertian ini pendidikan agama lebih banyak bermuatan

pengetahuan tentang agama.

2) Pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama serta pemberian

pengalaman beragama yang disebut juga pengalaman dan penghayatan

agama, dalam pengertian ini pendidikan agama lebih menitikberatkan

pada internalisasi (penanaman) nilai-nilai agama dan penerapan ajaran

agama dalam sikap perilaku.21

Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan

menjadi inti pendidikan keagamaan. Menurut di antara nilai-nilai itu yang

sangat mendasar adalah :

1) Iman, sikap bathin yang penuh kepercayaan kepada Allah.

2) Islam, sikap pasrah kepadaNya dengan meyakini bahwa apapun

yang datang dari Allah tentunya membawa hikmah kebaikan dan

kita tidak mungkin mengetahui seluruh wujudnya.

3) Ihsan, sikap yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa

hadir atau berada bersama kita berada.

4) Taqwa, sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi

21
Tholkhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga, ( Jakarta : Mitra Abadi
Press, 2009), hlm. 92
18

kita, kemudian jita berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah

dengan menjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai

Allah.

5) Ikhlas, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-

mata demi memperoleh ridla Allah dan bebas dari pamrih lahir

dan bathin tersembunyi maupun terbuka.

6) Syukur, sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas

nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang

dianugerahkan Allah kepada kita.

7) Sabar, sikap tabah dalam menghadapi segala kepahitan hidup,

besar atau kecil, lahir atau bathin, karena keyakinan yang tidak

tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan

kembali kepadaNya.22

22
Musleh Herry, Kenalkan Agama Sejak Dini, Diakses dari http://pesantren
.or.id.29.masterwebnet.com/dalwa.bangil/cgi--bin. pada tanggal 15 Maret 2022, jam 19.15 WIB
19

b. Perkembangan Agama pada Anak Usia Dini

Ada yang perlu ditekankan dalam mengenalkan nilai-nilai agama

kepada anak usia dini, diantaranya: anak mulai ada minat atau ketertarikan,

semua perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi

yang positif di dalam diri, makhluk sosial dan hamba Allah. Supaya minat

anak tumbuh subur dan terus berkembang, maka anak harus dilatih dengan

cara yang menyenangkan agar tidak merasa terpaksa dalam melakukan

kegiatan.

Menurut Kohlberg Anak usia dini termasuk dalam tahap pra

konvensional. Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-

nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan

hukuman eksternal. Anak-anak taat karena orang dewasa menuntut mereka

untuk taat dan apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap

menghasilkan hadiah.23

Perkembangan agama pada anak usia dini usia 3-6 tahun termasuk

the fairly tale stage (tingkat dongeng), pada tingkatan ini anak menghayati

konsep keTuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.

Menurut Sugeng Haryadi dalam Mansur kehidupan pada masa ini masih

banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menghadapi agama

pun anak masih menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng

23
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm.
46
20

yang kurang masuk akal.24

Menurut tahapan perkembangan Piaget anak usia 2-6 tahun termasuk

dalam periode praoperasional, proses berpikir anak berpusat pada

penguasaan simbol-simbol yang mampu mengungkapkan pengalaman

masa lalu, mungkin menurut pandangan orang dewasa cara berpikir dan

tingkah laku anak tersebut tidak logis, anak mulai suka meniru, suka

bergaya, anak mulai dapat belajar dengan menggunakan pikirannya, anak

mulai mampu mengingat kembali dan membayangkan benda yang tidak

nampak secara fisik, mulai mencoba membuat gambar, terutama gambar

orang dengan membuat gambar lingkaran untuk melukis kepala dan

ditambah bulatan- bulatan kecil sebagai mata, hidung dan telinga.

Kemudian ditarik garis- garis vertikal dengan maksud menggambar badan,

kaki maupun tangan. Anak-anak pada tahapan ini juga mulai belajar atau

meniru dan bercerita imaginer (khayalan).25

Penanaman nilai agama pada anak haruslah disesuaikan pada usia

perkembangannya terlebih anak itu berada di usia emas (golden age). Hal

ini didukung oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 yang berisi tentang Standar

Pendidikan Anak Usia Dini. Berdasarkan lingkup perkembangan anak yang

lebih mengembangkan aspek nilai-nilai agama dan moral, didalam

24
Ibid…, hlm. 49
25
Tholkhah Hasan, Pendidikan…, hlm. 78
21

Permendiknas No. 58 Tahun 2009 maka Standar Tingkat Pencapaian

Perkembangan Anak meliputi :

Tabel 1. Lingkup Perkembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral

No. Usia Tingkat Pencapaian


Perkembangan
1. < 3Bulan *)
2. 3 - <6 Bulan *)
3. 6 - <9 Bulan *)
4. 9 - <12 Bulan *)
5. 12 - <18 Bulan *)
6. 18 - <24 Bulan *)
7. 2 - <3 Tahun a. Mulai meniru gerakan berdo‟a/sembahyang sesuai
dengan agamanya.
b. Mulai meniru doa pendek sesuai dengan agamanya.
c. Mulai memahami kapan mengucapkan salam, terima
kasih, maaf, dsb.
8. 3 - <4 Tahun a. Mulai memahami pengertian perilaku yang
berlawanan meskipun belum selalu dilakukan seperti
pemahaman perilaku baik-buruk, benar-salah, sopan-
tidak sopan.
b. Mulai memahami arti kasihan dan sayang kepada
ciptaan Tuhan
9. 4 - <5 Tahun a. Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya.
b. Meniru gerakan beribadah.
c. Mengucapkan do‟a sebelum dan/atau sesudah
melakukan sesuatu.
d. Mengenal perilaku baik/sopan dan buruk.
e. Membiasakan diri berperilaku baik.
f. Mengucapkan salam dan membalas salam.
10. 5 - <6 Tahun a. Mengenal agama yang dianut.
b. Membiasakan diri beribadah.
c. Memahami perilaku mulia (jujur, penolong, sopan,
hormat dsb).
d. Membedakan perilaku baik dan buruk.
e. Mengenal ritual dan hari besar.
f. Menghormati agama orang lain
*)Nilai-nilai agama dan moral pada usia tersebut tidak diatur secara
spesifik, sehingga pelaksanaannya diserahkan kepada masing-
masing lembaga.
22

c. Sifat-Sifat Agama pada Anak

Sesuai dengan yang dimiliki maka sifat agama yang tumbuh mengikuti

pola ideas concept on authority. Ide agama anak hampir semuanya

autoritas yaitu konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh

faktor dari luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa

yang dikerjakan oleh orang dewasa dan orang tua mereka tentang

sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Bagi mereka

sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa mereka walaupun

belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.

Mansur membagi bentuk dan sifat agama pada diri anak menjadi :

1) Unreflektif (tidak mendalam), mempunyai anggapan atau menerima

terhadap ajaran agama dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka

terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan

mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang

tidak masuk akal.

2) Egosentris, anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun

pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan

pertambahan pengalamanya, semakin bertumbuh semakin meningkat

pula egoisnya.

3) Anthropomorphis, konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan

aspek-aspek kemanusiaan, melalui konsep yang terbentuk dalam


23

pikiran, mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sama

dengan manusia.

4) Verbalis dan ritualis, kehidupan agama dimulai secara verbal (ucapan).

Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan, selain itu

melalui amaliah yang mereka laksanakan berdasar pengalaman menurut

tuntunan yang diajarkan.

5) Imitatif, tindak keagamaan yang dilakukan pada dasarnya diperoleh dari

meniru.

6) Rasa heran dan kagum, merupakan tanda dan sifat keagamaan terakhir

anak. Rasa kagum pada anak belum bersifat kritis dan kreatif, hal ini

merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan

dorongan untuk mengenal pengalaman baru (nem experience). Rasa

kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan

rasa takjub pada anak- anak, dengan demikian kompetensi dan hasil

belajar yang perlu dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-

nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan

percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama manusia.26

2. Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam

a. Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam

Penanaman menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

26
Mansur, Pendidikan…, hlm. 53-55
24

berasal dari kata ”tanam” yang artinya menaruh, menaburkan (paham,

ajaran dan sebagainya), memasukkan, membangkitkan atau memelihara

(perasaan, cinta kasih, semangat dan sebagainya). Sedangkan penanaman

itu sendiri berarti proses/caranya, perbuatan menanam (kan).27 Nilai

Menurut H. Una Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam

ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau

tidak pantas dikerjakan.28

Sedangkan agama Islam menurut Ajat Sudrajat, dkk adalah agama

yang diwahyukan Allah kepada para RasulNya dan terakhir

disempurnakan pada Rasul Muhammad, yang berisi undang- undang dan

metode kehidupan yang mengatur dan mengarahkan bagaimana manusia

berhubungan dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia

dengan alam semesta, agar kehidupan manusia terbina dan dapat meraih

kesuksesan/kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,

penanaman nilai-nilai agama Islam ialah proses atau perbuatan

menanamkan beberapa pokok kehidupan beragama yang menjadi

pedoman tingkah laku keagamaan.29

27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembagan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hlm. 690
28
Chabib Thoha, Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 60
29
Ajat Sudrajat, dkk, Din Al-Islam, (Yogyakarta : UNY Press, 2008), hlm. 36
25

b. Metode Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam

Metode merupakan cara yang dalam fungsinya merupakan alat

untuk mencapai tujuan kegiatan. Muhammad Said Mursi, sebagai alat

untuk mencapai tujuan tidak selamanya berfungsi secara memadai, oleh

karena itu dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam

program kegiatan anak, pendidik perlu mempunyai alasan yang kuat dan

faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti:

karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Yang

dimaksud karakteristik tujuan adalah pengembangan kreativitas,

pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik,

dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai.30

Adapun metode-metode yang dapat dipergunakan dalam kegiatan

penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak usia dini ialah:

1) Metode Bermain

Bermain merupakan cara yang paling baik untuk

mengembangkan kemampuan anak didik. Sebelum bersekolah,

bermain merupakan cara alamiah anak untuk menemukan lingkungan

orang lain dan dirinya sendiri. Pada prinsipnya, bermain mengandung

rasa senang dan lebih mementingkan proses daripada hasil akhir.31

2) Metode Pembiasaan

30
Muhammad Said Mursi, Melahirkan Ilmu Pendidikan Anak Masya Allah, (Jakarta :
Cendekia, 2008), hlm. 68
31
Mansur, Pendidikan…, hlm. 133-134
26

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara

berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan

sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu

yang diamalkan.32

3) Metode Cerita

Metode bercerita adalah suatu metode yang mempunyai daya

tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah

manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap

perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik

pendidikan.

4) Metode Karya Wisata

Penerapan metode karya wisata sangat baik digunakan untuk

menanamkan jiwa keagamaan pada anak, karena dengan karya wisata

anak didik akan mengetahui dan melihat secara langsung banyaknya

dan indahnya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, selain itu pengalaman

langsung dapat membuat setiap anak didik lebih tertarik kepada

pelajaran yang disajikan sehingga anak didik lebih ingin mendalami

ikhwal yang diminati dengan mencari informasi dari buku-buku

sumber lainnya serta menumbuhkan rasa cinta kepada alam sekitar


32
Mukharul Syafik, Metode Pembiasaan Sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam
, 2009. Diaksesdari http://masmukhorul. blogspot.com/2009/06/metode-pembiasaan-sebagai
upaya.html. pada tanggal 29 Juli 2022
27

sebagai ciptaan Tuhan. Metode karya wisata berfungsi pula

memberikan hiburan kepada anak didik dan rekreatif.33

5) Metode Keteladanan

Menurut Ramayulis Metode keteladanan adalah metode

pembelajaran dengan cara memperlihatkan keteladanan, baik yang

berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara

personal sekolah, prilaku pendidik dan tenaga pendidik lain yang

mencerminkan akhlak terpuji maupun tidak secara langsung melalui

sejumlah ilustrasi kisah-kisah keteladanan.34

6) Metode Demonstrasi

Metode mengajar dengan cara memperagakan barang,

kejadian, aturan dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara

langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang

relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. 35

7) Metode Tanya Jawab

Metode Tanya Jawab adalah penyampaian pelajaran dengan jalan

33
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta :
Rieneka Cipta, 2000), hlm. 202

34
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), hlm. 154
35
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Rosda
Karya, 2000), hlm. 23
28

pendidik mengajukan pertanyaan dan murid menjawab, atau bisa

juga suatu metode di dalam pendidikan di mana pendidik bertanya

sedang murid menjawab bahan atau materi yang ingin di

perolehnya.36

3. Peranan Guru

Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab

terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal,

baik di sekolah maupun luar sekolah”. Ini berarti bahwa seorang guru,

minimal harus memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan

kemampuan dalam menjalankan tugas. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah

dipahami bahwa kompetensi guru merupakan suatu kemampuan yang mutlak

dimiliki oleh seorang guru, baik dari segi pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan serta tanggung jawab terhadap murid-murid yang di asuhnya,

sehingga tugasnya sebagai seorang pendidik dapat terlaksana dengan baik.

Definisi Guru menurut Noor Jamaluddin Guru adalah pendidik, yaitu

orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan

kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai

kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai

makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu

yang sanggup berdiri sendiri.37


36
Moh. Syafiruddin, Metode Tanya Jawab, Diakses dari http://www. syafir.com /2011/01/08/
metode-tanya-jawab pada tanggal 18 Juli 2022
37
Muhammad Rahman, Kode Etik Profesi Guru, (Jakarta : Prestasi Pustaka Jakarta, 2014),
29

Definisi Guru menurut Peraturan Pemerintah. Guru adalah jabatan

fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam

pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta

bersifat mandiri.

Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan

tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan

pendidikan di sekolah.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.38

Menurut Undang-undang Guru dan Dosen Undang-undang RI Nomor 14

tahun 2005 bab 2 pasal 4 yang akan dijadikan indikator pada penelitian.

Seorang guru memiliki tugas sebagai berikut:

a. Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah seorang pendidik yang menjadi tokoh dan panutan bagi

peserta didik dan lingkungannya. Maka seorang guru itu harus

mempunyai standar kualitas pribadi yang baik bertanggung jawab

terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah, berani

hlm. 50
38
Ibid, hlm. 53
30

mengambil keputusan berkaitan dengan pembelajaran dan

pembentukan kompetensi

b. Guru Sebagai Pelajar

Di dalam tugasnya seorang guru membantu peserta didik dalam

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Maka seorang guru harus mengikuti perkembangan teknologi agar apa

yang di bawakan seorang guru pengajarannya tidak jadul.

c. Guru Sebagai Pembimbing

Sebagai pembimbing seorang guru dan siswa di harapkan ada kerja

sama yang baik dalam merumuskan tujuan secara jelas dalam proses

pembelajaran.

d. Guru Sebagai Pengarah

Seorang guru di harapkan dapat mengarahkan peserta didiknya dalam

memecahkan persoalan yang telah dihadapinya dan bisa mengarahkan

kepada jalan yang benar apabila mengalami persoalan yang negatif yang

telah menimpa dirinya.

e. Guru Sebagai Pelatih

Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pada peserta didik dalam

membentuk kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing dari

peserta didik
31

f. Guru Sebagai Penilai

Penilaian merupakan proses penetapan kualitas hasil belajar atau

proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta

didik.

4. Media Poster

a. Pengertian Media Poster

Sebelum membahas pengertian media poster secara keseluruhan,

terlebih dahulu akan dibahas media poster bergambar satu per satu.Media

berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti “antara”. Makna tersebut

dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa

suatu informasi dari sumber pesan kepada penerima. Media dapat

digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan bahan yang telah

direncanakan oleh penyaji kepada siswa sehingga apa yang menjadi tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Sejumlah pakar membuat batasan tentang

media, diantaranya yang dikemukakan oleh Association of Education and

Communication Technology (AECT) Amerika.

Menurut AECT:

Media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses menyalurkan


32

informasi. Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, maka media

dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses

pembelajaran untuk membawa informasi dari pengajar ke peserta didik.39

Sedangkan Menurut Briggs, mengemukakan bahwa: “Media adalah

segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta merangsang

peserta didik untuk belajar”.40

Dari batasan yang telah disampaikan oleh para ahli mengenai

media, dapat disimpulkan bahwa pengertian media dalam pembelajaran

adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapt digunakan untuk

menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan

merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media, selain

digunakan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, dapat juga

dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan

pembelajaran, memberikan penguatan maupun motivasi.

Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar, dapat

membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi

dan ransangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh

psikologis terhadap peserta didik. Penggunaan media pengajaran pada tahap

orientasi pengajaran, akan sangat membantu keefektifan proses

pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Di

39
Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm. 2
40
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta : Bumi Aksara, 1992 ), hlm. 254
33

samping membangkitkan motivasi dan minat peserta didik, media

pengajaran dapat juga membantu siswa meningkatkan pemahaman,

menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, dan memadatkan

informasi.41

b. Klasifikasi Media Pembelajaran

1. Dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam:

a. Media Auditif; yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan

suara saja, seperti radio, casette recorder, piringan audio. Media ini

tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan pada

pendengaran.

b. Media Visual; yaitu media yang hanya mengandalkan penglihatan.

Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti foto,

gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapula media visual yang

menampilkan gambar atau simbol yang bergerak, seperti film strip

(film rangkai), slides (film bingkai), dan film kartun.

c. Media Audio-Visual; yaitu media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar. Media ini merupakan media perantara atau

penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan

pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat

peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan

sikap. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik

41
Azhar Arsyad, Media Pengajaran (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 15
34

karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua,

dimana media ini dibagi ke dalam:

a) Audio-Visual Diam, yaitu media yang menampilkan suara

dan gambar diam seperti, film bingkai suara (suond slides),

film rangka suara, dan cetak suara.

b) Audio-Visual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan

unsur suara dan gambar yang bergerak, seperti film suara,

video-casette dan video tape.

2. Dilihat dari daya liputnya, media dibagi ke dalam:

a. Media yang mempunyai daya liput yang luas dan serentak.

Penggunaan media ini tidak terbatas oleh ruang atau tempat, serta

menjangkau jumlah anak didik dalam waktu yang sama.

Contohnya, radio dan televisi.

b. Media yang mempunyai ruang liput yang terbatas oleh ruang

atau tempat.

1. Media yang dalam penggunaannya membutuhkan ruang atau

tempat yang khusus, adalah film, sound slide, film rangkai,

dan semuanya yang harung menggunakan tempat tertutup dan

gelap.

2. Media untuk pengajaran individual, seperti modul berprogram

dan pengajaran melalui komputer.

3. Dilihat dari bahan dan pembuatannya, media dibagi ke dalam:


35

a. Media yang sederhana, yaitu media yang bahan dasarnya mudah

diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan

penggunaannya tidak sulit,media ini banyak di gunakan dalam

proses pembelajaran karena banyak di sediakan dan tidak sulit

didapat.

b. Media yang kompleks, yaitu media yang alat dan bahan

pembuatannya sulit, diperoleh mahal harganya serta sulit

membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan,media

kompleks ini jarang di gunakan dalam proses pembelajaran karena

membutuhkan biaya yang mahal dan memerlukan keterampilan

khusus.

Menurut Ahmad D. Marimba dalam Syaiful Bahri Djamarah,

mengemukakan bahwa:

Apapun bentuk dan jenis alat bantu (media) pendidikan berfungsi

sebagai pelengkap, sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai

tujuan pembelajaran”.42

Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan

pengalaman belajar bagi peserta didik, Peranan media dapat

dilukiskan dalam sebuah kerucut pengalaman (cone of experience).

Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas

42
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 12
36

untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa

memperoleh pengalaman belajar secara mudah.

Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale

dalam Wina Sanjaya mengemukakan bahwa, Pengalaman belajar yang

diperoleh peserta didik dapat melalui proses perbuatan atau

mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan

mendengarkan melalui media tertentu, dan proses mendengarkan

melalui bahasa. Semakin kongkrit peserta didik mempelajari bahan

pengajaran (melalui pengalaman langsung), maka semakin banyaklah

pengalaman yang diperoleh peserta didik.begitu juga sebaliknya

semakin abstrak peserta didik memperoleh pengalaman (hanya

mengandalkan bahasa verbal), maka semakin sedikit pengalaman

yang akan diperoleh peserta didik.43

Penggunaan media poster, merupakan cara yang baik untuk

menginformasikan kemajuan peserta didik secara cepat, menangkap

imajinasi siswa, dan sebagai sarana untuk bertukar ide diantara mereka.

Media poster ini juga merupakan cara yang memungkinkan siswa untuk

menyatakan persepsi dan feeling mereka tentang topik yang sedang

didiskusikan dengan cara yang menyenangkan.

Adapun prosedurnya, yakni sebagai berikut:

1) Guru memilih gambar yang akan diperagakan kepada siswa.

43
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, ( Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 35
37

2) Gambar tersebut di buat dengan warna yang menarik (di atas kertas

atau karton yang agak tebal) sehingga dapat menarik perhatian siswa.

3) Guru meminta siswa untuk menebak gambar yang ada di dalam poster.

4) Guru menanyakan beberapa pertanyaan yang mengaju kepada

penanaman nilai keagamaan.

5) Guru duduk dan tetap diam (kelas diharapkan jadi tenang)

6) Setelah pertanyaan dijawab oleh siswa, guru sebaiknya menjelaskan

poster dan mengkaitkannya dengan nilai-nilai keagamaan.

Media poster dapat dijadikan pajangan di dalam kelas yang akan

mendukung pelaksanaan PAKEM. Pajangan poster dikelola dengan

memperhatikan beberapa hal misalnya: Poster dipajang dan dipasang pada

tempat yang mudah dibaca oleh anak (tidak terlalu tinggi) Pekerjaan anak

hendaknya dipajangkan secara individual, sehingga dapat dikenali dengan

mudah; tidak bercampur dengan yang lain dan materi di poster bergambar

yang dipajangkan dapat ditempel pada dinding, digantungkan di langit-

langit kelas, digantungkan pada tali/kawat yang dibentangkan dari dinding

samping kanan ke dinding samping kiri kelas, atau diatur pada meja

pamer.Pajangan poster bergambar diganti apabila sudah tidak menarik lagi

atau sudah kotor.

Media poster dapat dikolaborasikan dengan metode demonstrasi

dalam cara poster dipajang di depan kelas dan prakteknya dapat dilakukan
38

oleh guru itu sendiri atau langsung oleh anak didik.

Dengan metode demonstrasi guru memperlihatkan pada seluruh

anggota kelas sesuatu proses. Misalnya, Bagaimana cara sholat yang

sesuai dengan ajaran/contoh Rasulullah Saw. Sebaiknya dalam

mendemonstrasikan pelajaran tersebut, terlebih dahulu guru

mendemonstrasikan yang sebaik-baiknya sesuai dengan poster yang telah

dipajang di depan kelas, lalu murid ikut mempraktekkan sesuai dengan

petunjuk yang ada di dalam poster.

Dalam penanaman nilai keagamaan padaa anak PAUD banyak yang

dapat didemonstrasikan, terutama dalam bidang pelaksanaan ibadah, seperti

pelaksanaan sholat dan berwudhu.

Apabila teori menjalankan sholat yang benar dan baik telah dimiliki

oleh anak didik, maka guru harus mencoba mendemonstrasikan di depan

para murid dengan panduan poster yang telah terpajang di depan kelas.

Atau dapat juga dilakukan, guru memilih seorang murid yang paling

terampil, kemudian di bawah bimbingan guru disuruh menpraktekkan cara

sholat yang baik di depan teman-temannya yang lain.

Pada saat anak didik menpraktekkan sholat, guru harus mengamati

langkah demi langkah dari setiap gerak-gerik murid tersebut, sehingga

kalau ada segi-segi yang kurang, guru berkewajiban memperbaikinya. Guru

memberi contoh lagi tentang pelaksanaan yang baik dan benar jika ada

bagian-bagian yang masih dianggap kurang baik.


39

Tindakan yang mengamati segi-segi yang kurang baik, lalu

memperbaikinya akan memberi pengalaman kepada anak didik, sebab itu

berarti guru telah memberi pengalaman kepada peserta didik, baik bagi

anak didik yang menjalankan demonstrasi ataupun bagi yang

menyaksikannya. Dengan tambahan pengalaman ini akan menjadi dasar

pengembangan kecakapan dan keterampilan dari anak didik yang kita

asuh.44

Kenyataan yang terjadi sekarang ini, kebanyakan guru tidak

menggunakan media sebagai alat dalam mengajar. tetapi, hanya terfokus

pada satu strategi pembelajaran dengan metode ceramah. Kurangnya

variasi dalam proses pembelajaran, membuat mata pelajaran yang

diajarkan sangat membosankan dan kurang menarik minat siswa untuk

lebih serius dalam menerima pelajaran. Terlebih pada waktu mata pelajaran

yang mengharuskan fokus dan konsentrasi yang penuh. Padahal sudah

banyak strategi pembelajaran yang lebih menarik yang bisa diterapkan oleh

guru dalam mengajar.

Penggunaan media poster dalam penanaman nilai keagamaan,

dapat meningkatkan minat belajar peserta didik yang begitu antusias untuk

memperhatikan poster bergambar yang ditunjukkan oleh gurunya. Proses

belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses

penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saliran/media yakni

44
Zakiah Daradjat, Ilmu … , hlm. 296
40

penerima pesan. Sumber pesan melalui saluran/media tertentu komponen-

komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah

isi ajaran atau pendidikan yang ada dikurikulum. Dan sumber pesan itu

sendiri bisa guru, peserta didik, orang lain, ataupun media pendidikan,

kemudian penerima pesannya adalah siswa dan atau guru.45

Pada penanaman nilai keagamaan, di sekolah, guru menghadapi

peserta didik dengan berbagai latar belakang sosial-budaya. Tantangan

guru tidak hanya mengajarkan nilai keagamaan untuk mengarahkan

peningkatan kemampuan keagamaan, tetapi juga membentuk sikap mereka

terhadap Agama Islam. Untuk itu diperlukan strategi guru dalam

mengajarkan Agama Islam bukan hanya sebagai alat untuk meningkatkan

kemampuan kognitif mereka, melainkan juga untuk meningkatkan apresiasi

mereka terhadap nilai-nilai keagamaan, dalam hal ini adalah tata cara

sholat.

Oleh karena itu guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus

menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan

kurikulum sekolahnya. Guru dapat memanfaatkan bahan ajar media poster

agar peserta didik bias fokus untuk memperhatikan pelajaran yang

diajarkan.

Dapat dikatakan penggunaan media poster dalam penanaman nilai

keagamaan sangat baik, yaitu agar menambah minat belajar peserta didik
45
Arief S. Sadiman, Media Pendidikan (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.144
41

dengan menggunakan media sebagai alat penyampai pesan satu arah dan

peserta didik lebih fokus dengan materi yang diajarkan.46 Poster dapat

menarik perhatian karena uraian yang memadai secara kejiwaan dan

merangsan untuk dihayati.

Adapun langkah-langkah dalam strategi penggunaan media poster

untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut:

a) Dapat mengatasi sikap positif anak didik.

b) Menumbuhkan gairah belajar dalam diri anak didik.

c) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan

lingkungan dan kenyataan.

d) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan

dan minatnya.47

Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu,

tetapi dia mampu pula untuk memengaruhi dan memotivasi tingkah laku

orang yang melihatnya. Poster berfungsi untuk memengaruhi orang-orang

agar dapat menarik perhatian melalui apa yang ditampilakannya melalui

gambar dan tulisan-tulisan yang singkat, agar proses komunikasi dapat

sampai kepada orang yang dituju.


46
Andi Nur Indah,“Efektivitas Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa MI Muhammadiyah 6 Syuhada Makassar (Makassar, Skripsi,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, 2011)
47
Wina Sanjaya , Strategi…, hlm. 17
42

Poster dapat dibuat di atas kertas, kain, batang kayu, seng, dan yang

semacamnya. Pemasangannya bisa di kelas, di luar kelas, di pohon, di tepi

jalan, dan di majalah. Ukurannya bermacam-macam, tergantung

kebutuhan.

Namun yang umum poster yang baik hendaklah :

(1) Sederhana

(2) Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok

(3) Berwarna

(4) Slogannya ringkas dan jitu

(5) Gambar dan tulisan yang jelas

(6) Motif dan desain bervariasi. 48

Diantara media pendidikan, gambar adalah media yang paling

mudah untuk dipahami, gambar merupakan bahasa yang umum dipakai.

Adapun gambar yang baik sehingga dapat dijadikan sebagaimana

pendidikan, yakni;

(a) Autentik

(b) Sederhana

(c) Ukurannya relative

48
Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Pendidikan, Cet.7, (Jakarta : Raja Persada, 2003),
Cet.1, hlm. 46-47
43

(d) Gambar sebaiknya mengandung gerak dan perbuatan

(e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan

pembelajaran

Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai

media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.49

5. Karakteristik Media Poster

Media poster baik dilihat dari segi kemampuannya, cara

pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik

berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus

dimiliki oleh seorang guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan

media poster sebagai media pengajaran. Di samping itu, memberikan

kemungkinan kepada guru untuk menggunakan berbagai jenis media

pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami

karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan pada kesulitan yang

cenderung bersifat spekulatif. Maka dalam proses pemilihan media

pembelajaran yang efisien dan efektif, isi dan tujuan pelajaran haruslah

sesuai denga karakteristik media tertentu.50

6. Tujuan dan Manfaat Media Poster

a. Tujuan Media Poster

49
Arif S. Sadiman, Media Pendidikan…, hlm. 20
50
Ronal H. Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media Untuk Pembelajaran, (Jakarta :
Rajawali, 1987), hlm. 5
44

Untuk tujuan informasi, media poster dapat digunakan dalam

rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok peserta didik. Isi

dan bentuk penyajian bersifat umum, berfungsi sebagai pengantar,

ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Ketika

mendenganr atau melihat bahan informasi, para peserta didik bersifat

pasif, partisipasi yang diharapkan dari peserta didik hanya terbatas

pada persetujuan atau ketidaksetujuan mereka secara mental, atau

terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral, atau senang .

Untuk tujuan instruksi, dimana media poster sebagai media

informasi yang terdapat dalam media itu sendiri harus melibatkan

siswa, baik dalam benak ataupun dalam bentuk aktifitas yang nyata,

sehingga pada saat proses pembelajaran itu dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan dan sesuai dengan apa yang ingin dicapai.

Materi harus dirancang secara lebih benar dan sistematis agar dapat

menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping menarik dan

menyenangkan, media poster harus dapat memberikan pengalaman

yang menyenangkan dalam pembelajaran tersebut dan pada akhirnya

akan memperoleh pembelajaran secara maksimal yang akan

memungkinkan akan terepenuhinya kebutuhan perorangan peserta

didik.

b. Manfaat Media Poster


45

Adapun manfaat yang didapatkan dari penerapan media poster,

yaitu:

1) Meningkatkan rasa

2) Saling pengertian dan simpati di dalam kelas.

3) Membuahkan perubahan tingkah laku siswa secara signifikan.

4) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan, serta

minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.

5) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.

6) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan

siswa.

7) Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan

jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan

meningkatnya hasil belajar.

8) Memberikan umpan balik yang diperlukan, yang dapat membantu

siswa menemukan seberapa banyak yang telah mereka pelajari.

9) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengetahuan itu konsep-

konsep yang bermakna dapat dikembangkan.

10) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan

pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat.

11) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa

butuhkan jika mereka membangun struktur dan sistem gagasan


46

yang bermakna.14

12) Sebagai suatu peringatan atau menyadarkan. Pesan melalui poster

yang tepat, akan membantu menyadarkan siswa, sehingga

diharapkan bisa berubah perilakunya dalam praktek sehari-hari

sehingga menjadi kebiasaan.51

7. Prinsip Penggunaan Media Poster

Pada dasarnya poster merupakan suatu media yang lebih

menonjolkan kekuatan pesan, visual, dan warna untuk dapat

mempengaruhi perilaku, sikap seseorang dalam melakukan sesuatu.

Poster yang digunakan dalam pendidikan pada prinsipnya merupakan

gagasan yang diwujudkan dalam bentuk ilustrasi obyek gambar yang

disederhanakan dan dibuat dengan ukuran besar. Tujuannya untuk

menarik perhatian, membujuk, memotivasi, atau memperingatkan pada

gagasan pokok, fakta atau peristiwa tertentu.

Menggunakan poster untuk pembelajaran dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :

a. Digunakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, yaitu

poster digunakan guru saat menerangkan sebuah materi kepada

51
Nana sudjana, dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran (Bandung : Sinar Baru Algensindo,
2009), hlm. 56
47

siswa.

b. Digunakan di luar pembelajaran yang bertujuan untuk memotivasi

siswa, sebagai peringatan, ajakan untuk melakukan sesuatu yang

positif dan penanaman nilai- nilai sosial dan keragaman.52

8. Teknik Pemilihan Media Poster

a. Mengacu pada tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan acuan utama dalam membuat

suatu media pembelajaran, dalam hal ini poster. Karena sebuah

media pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

b. Memperhatikan materi atau isi pembelajaran

Materi atau isi pembelajaran harus diperhatikan karena inilah

yang akan menjadi content dalam sebuah media pembelajaran.

Agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat terwujud.

c. Memperhatikan strategi/metode pembelajaran yang digunakan.

Strategi pembelajaran juga harus dipertimbangkan, karena

ketidaksesuaian metode yang digunakan juga akan terpengaruh

pada ketercapaian tujuan pembelajaran.

52
Daryanto, Media Pembelajaran, (Bandung : Satu Nusa, 2012), hlm. 129
48

d. Menganalisis peserta didik

Media pembelajaran harus memperhatikan peserta didik baik

dari segi fisik (keberfungsian indra) untuk menggunakan media

pembelajaran tersebut. Serta media harus memperhatikan tipe-tipe

gaya belajar peserta didik.

e. Mempertimbangkan fasilitas pendukung dan lingkungan sekitar

Selain mengacu pada pertimbangan di atas, faktor eksternal

juga mempengaruhi tata cara menggunakan poster di dalam

pembelajaran. Kita harus memperhatikan apakah poster yang akan

kita gunakan dapat didukung oleh fasilitas yang ada di sekolah.

Dan kita juga harus memperhatikan lingkungan sekitar, apakah

media poster dianggap media asing atau familiar.53

9. Kelebihan dan Kelemahan Poster Sebagai Media Pendidikan

Karakter

Dalam penggunaan poster sebagai media pendidikan karakter

tentu tak lepas dari kelebihan dan kekurangannya sebagaimana media-

media pembelajaran yang lain.

a. Kelebihan

Adapun kelebihan dari poster sebagai media dalam pembelajaran

adalah:

53
Musfiqon, Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran (Jakarta : PT. Prestasi
Pustakarya, 2012), hlm. 19
49

1) Memiliki kekuatan dramatik yang begitu tinggi sehingga

memikat dan menarik perhatian.

2) Merangsang motivasi belajar.

3) Poster dapat merangsang anak untuk mempelajari lebih jauh

dan atau ingin lebih tahu hakikat dari pesan yang

disampaikan’.

4) Simple.

5) Memiliki makna yang luas

6) Dapat dinikmati secara individual dan klasikial

7) Dapat dipasang/ditempelkan di mana-mana. Sehingga memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari dan

mengingat kembali apa yang telah dipelajari.

8) Dapat menyarankan perubahan tingkah laku kepada peserta

didik yang melihatnya.54

b. Kelemahan

Adapun kelemahan yang terdapat pada penggunaan poster

sebagai media pendidikan karakter adalah :

1) Sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan orang yang

melihatnya.

2) Karena tidak adanya penjelasan yang terinci, maka dapat

54
Musfiqon, Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran, (Jakarta : PT Prestasi Pustaka
karya. 2012), hlm. 19
50

menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam.

3) Suatu poster akan banyak mengandung arti/makna bagi

kalangan tertentu, tetapi dapat juga tidak menarik bagi kalangan

yang lainnya.

4) Bila poster terpasang atau terpancang terlalu lama di suatu

tempat, maka akan berkurang nilainya, bahkan akan

membosankan orang yang melihatnya.55

B. Penelitian yang relevan

1. Upaya Guru Dalam Menanamkan Nila-Nilai Pendidikan Agama Islam Pada

Anak Penyandang Autis di SLB TPI Medan” yang disusun oleh Shomali

Kurniawan Sibuka jurusan Pendidikan Agama Islam stambuk 2013 menjadi

sebagai perbandingan skripsi yang peneliti susun saat ini. Dalam skripsi

Shomali mengenai dengan skripsi yang saya susun sehingga saya mengambil

skripsi ini agar dapat melihat perbandingan skripsi yang telah disusun oleh

Shomali dengan skripsi yang saya susun.

Persamaan skripsi tersebut dengan skripsi yang peneliti bahas sama meneliti

mengenai penanaman nila keagamaan, sedangkan perbedaannya adalah pada

objek penelitian. Skripsi shomali melakukan penelitian pada Anak Penyandang

Autis di SLB sementara peneliti meneliti pada Anak Usia Dini di TK Ananda

Tualang Siak.

55
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan
Pemanfaatan dan Penilaian, (Bandung : CV Wacana Prima, 2008), hlm. 25
51

2. Lestika Dewi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Poster terhadap

Kemampuan Menulis Puisi oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Rantau Utara

Tahun Pelajaran 2012/2013”. Berdasarkan analisis data tersebut dapat

disimpulkan bahwa penggunaan media poster berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kemampuan menulis puisi oleh siswa kelas VIII SMP

Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pelajaran 2012/2013

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan peneliti ialah dimana pada penelitian

Lestika Dewi meninjau pada pengaruh media poster terhadap kemampuan

menulis puisi, sedangkan peneliti meninjau dari segi penggunaan media poster

bergambar dalam penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak usia dini di TK

Ananda Tualang Siak.

3. Ika Wahyu Wulandari, dengan judul tesis “Pelaksanaan Pembelajaran Nilai-

nilai Pendidikan Agama Islam pada Anak Usia 5-6 Tahun di Bustanul Atfal

Kemiling Bandar Lampung” tahun 2016.56 Dalam penelitian ini mempunyai

tujuan yaitu: Mendeskripsikan bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan

kepada anak sejak usia dini bahkan sejak dari dilahirkan. Pada hakikatnya

proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, dalam belajar mengajar di

kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri antara guru dan siswa

bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dalam belajar bersama.

Penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajar mengajar, karena

56
Ika Wahyu Wulandari, dengan judul tesis “Pelaksanaan Pembelajaran Nilai-nilai Pendidikan
Agama Islam pada Anak Usia 5-6 Tahun di Bustanul Atfal Kemiling Bandar Lampung” (Universitas
Islam Negri Bandar Lampung, 2016)
52

penggunaan media dalam proses belajar mengajar mempunyai nilai praktis

merangsang siswa untuk belajar.

4. Penelitian dari Irfan rustanto pada penelitiannya berjudul pengembangan media

poster pada pembelajaran materi bencana gempa bumi di SMP N 3 gantiwarno

kabupaten klaten, jawa tengah dapat disimpulkan bahwa kelayakan poster

sebagai media pembelajaran bencana gempa bumi sudah cukup layak karena

dinilai berdasarkan hasil validasi ahli dan desain.57

Dalam penelitian ini, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian

sebelumnya. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang

pengembangan media poster. Adapun perbedaannya yaitu Penelitian

sebelumnya fokus terhadap pengembangan media poster sebagai alat edukasi

dan pembelajaran sedangkan penelitian saat ini fokus terhadap pengembangan

media poster untuk mengembangkan penanaman nilai keagamaan di TK

Ananda Tualang Siak.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoretis pertautan

antara variabel yang akan diteliti. Jadi, secara teoretis perlu dijelaskan hubungan

antar variabel.58

Kemampuan bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang digunakan

oleh anak sebagai sarana untuk berkomunikasi kepada orang lain yang
57
Septifanny Rahma Dityatullah dkk, Pengembangan Media Pembelajaran Pada Mata
Pelajaran dan aktuator kelas xi tei smk negeri 1 labang bangkalan “ . jurnal pendidikan elektro, vol. 7
no. 2 (2018)
58
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung : Alfabeta, 2004), hlm. 91
53

melibatkan pikiran dan perasaan dan dilakukan secara bertahap.

Kemampuan berbicara adalah bentuk komunikasi secara lisan yang

berfungsi untuk menyampaikan maksud dengan lancar, menggunakan artikulasi

atau kata-kata yang jelas, dan menggunakan kalimat yang lengkap, sehingga

orang lain dapat memahami apa yang disampaikan oleh anak.

Media gambar adalah media yang merupakan reproduksi bentuk asli

dalam dua dimensi yang berupa foto atau lukisan. Media gambar membantu

anak dalam mengungkapkan perasaannya dan gagasan yang dimiliki untuk

kemudian diutarakan kepada orang lain.

Gambar adalah salah satu alat yang penting untuk pembelajaran, maka

gambar yang akan digunakan hendaknya memenuhi kriteria-kriteria tertentu.

Kriteria tersebut antara lain gambar harus autentik atau menggambarkan situasi

yang sebenarnya dan sederhana.

Penggunaan media gambar mempunyai manfaat yang sangat besar dalam

proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan media gambar dapat membuat suatu

objek menjadi lebih konkret, mengatasi ruang dan waktu, memperjelas objek,

serta gambar dapat mudah dan murah pengadaannya. Yang paling penting

bahwa media gambar dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar anak

dalam berbicara untuk mengutarakan perasaannya. Dalam hal ini media gambar

dapat memotivasi anak dalam meningkatkan kemampuan berbicara.

Bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1


54

berikut ini:

Proses Media Pembelajaran Media Poster


Belajar

Kemampuan Berbicara Anak Minat dan


Meningkat Semangat Anak

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoretik yang dikemukakan di atas, maka

hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah "Jika digunakan poster bergambar

dalam penanaman nilai-nilai keagamaan siswa TK Ananda Tualang Kecamatan

Tualang Kabupaten Siak maka penerapan nilai-nilai keagamaan meningkat”.

E. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan

penerapan nilai-nilai keagamaan anak Kelompok B TK Ananda Tualang

melalui media poster bergambar. Penelitian dapat dinyatakan berhasil apabila

persentase nilai rata- rata kemampuan berbicara anak yang termasuk kriteria

baik telah mencapai 80%.


55
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dimana peneliti

mencermati kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Mulyasa

mengatakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang

dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktek pembelajaran dikelas.59

Menurut Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah kajian

sistemik upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok

guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan

refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.60 Suwarsih

Madya dalam Departemen Pendidikan Nasional berpendapat bahwa “jenis

penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang sangat tepat untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dan tujuan untuk menyelesaikan masalah

melalui suatu perbuatan nyata”.61

59
Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung : Rosdakarya 2009), hlm. 33
60
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangn Profesi Guru,
(Jakarta : Rajawali,2001), hlm. 41
61
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta : Aditya Media, 2010), hlm. 1

55
56

Adapun sifat penelitian dalam Penelitian Tindakan Kelas ini bersifat

partisipan dalam arti bahwa peneliti terlibat dalam penelitian. Bersifat

kolaboratif karena melibatkan orang lain dalam penelitiannya dan bersifat

kuantitatif kualitatif karena peneliti berinteraksi dengan subjek penelitian

secara alamiah, dalam artian penelitian berjalan sesuai dengan jalannnya

proses belajar mengajar, dengan cara mengadakan pengamatan, melakukan

penelitian secara sistematis, dan menarik kesimpulan sebagaimana layaknya

yang dilakukan oleh peneliti kualitatif.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih TK Ananda Tualang yang

berlokasi di Kampung Tualang sebagai objek penelitian, alasannya karena

peneliti ingin meningkatkan ketrampilan motorik halus anak dengan

menggunakan media bahan bekas kardus.Adapun waktu penelitiannya

adalah setelah selesai ujian proposal

3. Subjek dan Objek Penelitian

Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

subjek penelitian ialah suatu benda, hal, atau orang tempat data variabel

penelitian yang melekat dan yang menjadi permasalahan.62 Subjek dalam

penelitian ini adalah anak kelompok B1 dan guru TK Ananda Tualang

Kecamatan Tualang, dengan jumlah siswa 20 anak.

62
Suharsimi Arikunto, Penelitian…, hlm. 88
57

B. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dipilih model spiral dari Kemmis

dan Taggart yang terdiri dari beberapa siklus tindakan pembelajaran

berdasarkan refleksi mengenai hasil dari tindakan-tindakan pada siklus

sebelumnya. Setiap siklus tersebut terdiri dari empat tahapan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Berikut

bagan model spiral dari Kemmis dan Taggart :

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3.1

Model Spiral dari Kemmis dan Taggart63

63
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara,2006), hlm. 16
58

Adapun prosedur penelitiannya sebagai berikut :

a. Perencanaan

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,

kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. 64

Perencanaan adalah mengembangkan rencana tindakan yang secara kritis

untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. 65 Penelitian ini dilakukan

pada TK Ananda Tualang Kecamatan Tualang, dan peneliti sendiri yang

menerapkan kegiatan tersebut dengan mengggunakan media gambar

yang didownload di intenet bekerjasama dengan guru kelasnya. Setelah

tema yang akan dibahas ditentukan peneliti dan guru menyusun Rencana

Kegiatan Harian (RKH), dan menyediakan media yang akan digunakan

dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan untuk

mengembangkan kemampuan berbicara siswa

b. Tindakan Penelitian

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang

merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu

mengenakan tindakan di kelas. Pada tahap ini pelaksana (guru) harus

berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi

harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.66 Pada tahap ini, setelah

diperoleh gambaran keadaan di kelas B pada saat kegiatan penanaman

nilai-nilai keagamaan, perhatian, aktifitas, peserta didik, sarana belajar,

64
Paizaluddin Dan Ermalinda, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research), (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 34
65
Ibid….., hlm.71
66
Ibid…, hlm. 36
59

maka dilakukan tindakan yaitu, dengan mengunakan media poster

bergambar pada kegiatan pengembangan ketrampilan berbicara anak.

c. Observasi

Tahap ke-3 yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh

pengamat. Pada tahap ini seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu

tindakan sedang dilakukan. Menurut Kunandar observasi dalam PTK

adalah kegiatan pengumpulan data yang berupa perubahan proses kinerja

PBM.67 Observasi ini dilakukan untuk mengetahui tindakan yang

dilakukan guru dan dampak terhadap hasil, artinya perubahan apa sajaa

yang terjadi, dan masing-masing seberapa besar telah terjadi dalam

proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik setelah dilakukan

tindakan serta mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang

akan diamati atau teliti.68

a. Refleksi

Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali

apa yang sudah dilakukan. kemudian berhadapan dengan peneliti untuk

mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.69 Refleksi awal adalah

suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh guru dalam

mengidentifikasi masalah dalam proses pembelajaran sebagai tanggung

jawabnya untuk meningkatkan kinerja nya.70 Dalam hal ini, peneliti

dengan kolabolator melakukan proses identifikasi, diskusi dan

67
Kunandar, Langkah Mudah… hlm. 73
68
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 86
69
Ibid, hlm 37
70
Ibid, hlm. 66
60

mengevaluasi terkait yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran,

terhadap hasil pengembangan kognitif pada anak di taman kanak-kanak

Ananda sehingga dapat terlihat hal-hal yang belum maksimal yang

dilakukan pada siklus 1 untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.

C. Teknik Pengumpulan data

Penelitian dengan menggunakan pendekatan PTK menempatkan

peneliti sebagai instrumen utama dalam proses pengumpulan data peneliti.

Peneliti sebagai instrument utama, sebab peneliti mengadakan penelitian

secara langsung ke lapangan untuk melakukan interaksi dan melakukan

pengamatan (observasi) situasi dan kondisi sekolah, wawancara kepada

informan, dan menggali data melalui dokumen sekolah.

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap fenomena objek

yang diteliti secara obyektif dan akan dicatat secara sistematis agar

diperoleh gambaran yang lebih kongkrit dan kondisi dilapangan. Sutrisno

Hadi mengatakan observasi adalah “pengamatan dan pencatatan dengan

sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki”.71 Kesimpulan dari

penjelasan observasi diatas adalah alat untuk mengumpulkan data dengan

cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang menjadi

fokus penelitian, baik yang berupa gejala-gejala alam, perilaku maupun

keadaan fisik yang terjadi atau ada/muncul selama berlangsungnya proses

penelitian.

Adapun jenis metode observasi yaitu dibagi menjadi dua bentuk,


71
Sutrisno Hadi, Metodologi research (Yogyakarta : andi Press, 2004), hlm. 136
61

sebagai berikut:

1. Observasi partisipan yaitu penelitian adalah bagian dari keadaan alamiah

tempat dilakukannya observasi dan peneliti terlibat langsung dengan

aktivitas orang-orang yang sedang diamati.

2. Observasi non partisipan yaitu peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai

pengamat independen.72

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis observasi

partisipan, dan dalam penelitian ini penulis mengamati aspek-aspek

tertentu dari pembelajaran. Dan pada saat mengobservasi, peneliti sudah

menyiapkan lembar observasi.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 73

Menurut sugiono wawancara/interview adalah sebagai tehnik pengumpulan

data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui

hal-hal responden yang lebih mendalam atau suatu tanya jawab lisan,

dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat

melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinganya sendiri.74

Berdasarkan pengertian diatas, jelas bahwa metode interview merupakan

72
Sutrisno Hadi, Metodologi…., hlm. 203-204
73
Lexy J, Moelong, Metodelogi Penelitian Kaulitatif, (Bandung : Rosdakarya, 2010), hlm.
93
74
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2012), hlm. 52
62

salah satu alat untuk memperoleh informasi dengan jalan mengadakan

komunikasi langsung antara dua orang atau lebih serta dilakukan secara

lisan.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengetahui

pendapat, sikap dan perasaan dari subjek penelitian mengenai masalah yang

diteliti. Subjek penelitian yang dimaksud disini yaitu guru, wawancara

tersebut dilakukan untuk mendapatkan data tentang perkembangan nilai-

nilai keagamaan anak di TK Ananda Tualang Kecamatan Tualang. Adapun

alasanya, subjek wawancara adalah guru, karena guru adalah pihak yang

terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga dapat memberikan

informasi utama.

c. Dokumentasi

Selain observasi, informasi juga dapat diperoleh melalui fakta yang

tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, jurnal

kegiatan dan sebagainya. Dokumentasi merupakan sumber data yang

digunakan untuk melengkapi penelitian baik berupa sumber tertulis , film,

gambar, dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan

informasi bagi proses penelitian.75

Adapun Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

lebih baik dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
75
Muh. Fitrah & Lutfiyah Metodologi Penelitian : Peneitian Kualitatif,Tindakan Kelas, &
Studi Kasus, (Sukabumi : CV Jejak, 2007), hlm. 74.
63

diolah.76 Pengisian instrumen penelitian dilakukan dengan memberikan tanda

centang atau ceklis pada setiap tanda atau gejala yang muncul, sehingga

peneliti menjadi tahu apakah metode dan kegiatan dalam meningkatkan

kemampuan berbicara anak berhasil.

Peneliti membuat kisi-kisi terlebih dahulu sebelum membuat instrumen

penelitian. Kisi-kisi adalah sebuah tabel menunjukkan hubungan antara hal-hal

yang disebutkan dalam baris dengan hal-hal yang disebutkan dalam kolom.

Pembuatan kisi-kisi berguna sebagai acuan dalam membuat instrumen karena

dapat menunjukkan kaitan antara variabel dengan sumber data. Kisi-kisi yang

dibuat peneliti sebagai acuan untuk membuat instrumen penelitian dibuat

dalam Tabel di bawah ini:

Tabel 1
Lembar Observasi Kegiatan Mengajar Guru
Dengan Menggunakan Media Poster Bergambar

Petunjuk :

Berilah tanda ceklist (√ ) sesuai dengan pendapat dan


pengamatan anda dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan
kriteria berikut:
Penilaian
NO Aspek Yang Diamati
1 2 3 4
1. Membuka Kegiatan Awal (Salam,
Berdo’a,Bernyanyi); Mengabsensi
anak; Bercerita tentang kegiatan yang
akan dilakukan
2. Kegiatan Inti dengan melaksananakan
proses pembelajaran

76
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakti, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2006), hlm. 149
64

3. Mengamati poster bergambar yang


diperlihatkan guru

4. Berkomunikasi dengan anak dan


memberikan kesempatan untuk anak
menirukan dan menyampaikan apa
yang dilihat pada
media poster bergambar
5. Memberikan motivasi agar anak senang
melaksanakan mengikuti gerakan-
gerakan sebagaimana
dicontohkan pada poster bergambar
6. Menutup pelajaran

E. Teknik Analisa Data

Tujuan analisis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk

memastikan apakah terjadi perbaikan, peningkatan, atau perubahan

sebagaimana yang diharapkan.77 Setelah melakukan pengumpulan data dengan

lengkap, selanjutnya peneliti berusaha menyusun dan mengelompokkan data

serta menyeleksi data yang ada dalam penelitian ini. Hal ini berfungsi sebagai

jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan. Setelah melakukan

pengelompokan data selanjutnya data dipersentase agar data tersebut

mempunyai arti dan dapat ditarik pada suatu kesimpulan umum. Data yang

telah terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan

kuantitatif dengan persentase. Data kualitatif diperoleh dari penggunaan

lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Analisis deskriptif kuantitatif dipergunakan untuk menentukan hasil yang

diperoleh berdasarkan teknik skoring. sebelum dilakukan tindakan , tindakan


77
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, ......, hlm. 106
65

siklus I dan tindakan siklus II.

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

f
P= x100%
n

Keterangan :

P = Angka persentase anak yang mendapat bintang tertentu

f = Jumlah anak yang mendapatkan bintang tertentu

n = jumlah anak keseluruhan

Setelah melakukan pengumpulan data dengan lengkap, selanjutnya peneliti

berusaha menyusun dan mengelompokkan data serta menyeleksi data yang ada

dalam penelitian ini. Hal ini berfungsi sebagai jawaban atas rumusan masalah

yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diinterpretasikan

dalam empat tingkatan yang disajikan dalam Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Kriteria Keberhasilan Yang Dicapai


Kriteria Nilai Skor
Berkembang Sangat Baik (BSB) 76-100%
Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 56-75%
Mulai Berkembang (MB) 41-55%
Belum Berkembang (BB) 0-40%

DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, dkk. (2003). Media Pendidikan, Pendidikan, Cet.7.Jakarta :


Raja Persada
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakti.
Jakarta : Rineka Cipta
66

______________ (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara


Arsyad, Azhar. (2000).Media Pengajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Bakhtiar, Amsal, (2007). Filsafat Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Daryanto.(2012). Media Pembelajaran. Bandung : Satu Nusa
Djamarah, Syaiful Bahri. (2005). Guru dan Anak Didik. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
_____________2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :
Rieneka Cipta
Drajat, Zakiah. (1992). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
H. Anderson. Ronal. (1987). Pemilihan dan Pengembangan Media Untuk
Pembelajaran. Jakarta : Rajawali
Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi research.Yogyakarta : andi Press
Hasan, Tholkhah. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga.
Jakarta : Mitra Abadi Press
Hasil wawancara dengan Orang Tua TK Ananda. Senin, 22 Juli 2022. Pukul
09.00.
Herry, Musleh Kenalkan agama sejak dini. Diakses dari
http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/dalwa.bangil/cgi--bin. pada
tanggal 15 Maret 2022, jam 19.15 WIB
Ika Wahyu Wulandari, (2016). Tesis “Pelaksanaan Pembelajaran Nilai-nilai
Pendidikan Agama Islam pada Anak Usia 5-6 Tahun di Bustanul Atfal
Kemiling Bandar Lampung” .Universitas Islam Negri Bandar Lampung
Jalaluddin. (2016). Pendidikan Islam. Jakarta : Grafindo Persada
Kunandar. (2001). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai
Pengembangn Profesi Guru.Jakarta : Rajawali
Mansur. (2005). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Moelong, Lexy J. (2010). Metodelogi Penelitian Kaulitatif. Bandung :
Rosdakarya
Mulyasa. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Rosdakarya
Mursi, Muhammad Said. (2008). Melahirkan Ilmu Pendidikan Anak Masya
Allah. Jakarta : Cendekia
Musfiqon. (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembekajaran. Jakarta : PT
Prestasi Pustaka karya
Nur Indah, Andi. (2011). “Efektivitas Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
67

Pendidikan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa MI


Muhammadiyah 6 Syuhada Makassar. Makassar, Skripsi, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Paizaluddin Dan Ermalinda. (2014). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research). Bandung : Alfabeta
PP Aisyiyah. (2003). Pengembangan Al Islam. Jakarta : Zikrul Hakim
Prasetya. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia
Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia
Rohani, Ahmad . Media Instruksional Edukatif . Jakarta, Rineka Cipta
Sanjaya, Wina. (2011). Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Kencana
Septifanny Rahma Dityatullah dkk, Pengembangan Media Pembelajaran Pada
Mata Pelajaran dan aktuator kelas xi tei smk negeri 1 labang bangkalan “ .
2018). jurnal pendidikan elektro, vol. 7 no. 2
Setiawati, Farida Agus. (2006) . "Pendidikan Moral dan Nilai-Nilai Agama Pada
Anak Usia Dini: Bukan Sekedar Rutinitas". Jurnal Paradigma, No. 2, Juli
Sudjana. Nana dan Ahmad Rivai. (2009). Media Pengajaran (Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Sudrajat, Ajat dkk. 2008. Din Al-Islam. Yogyakarta : UNY Press
Sugiono (2012). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Supriyanto, Didik. (2005) "Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak dan
Pendidikan Keagamaan Orang Tua", Vol. 3, No. 1, Maret 2015
Susilan, Rudi dan Cepi Riyana. (2012). Media Pembelajaran Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian. Bandung : Pustaka Prima
Syafik, Mukharul. (2009). Metode Pembiasaan Sebagai Upaya Internalisasi
Nilai Ajaran Islam, Diakses dari http://masmukhorul.
blogspot.com/2009/06/metode-pembiasaan-sebagai upaya.html. pada
tanggal 29 Juli 2022
Syafiruddin, Moh. (2011). Metode Tanya Jawab. Diakses dari
http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-tanya-jawab pada tanggal 18
Juli 2022
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Rosda Karya
Syams, Muhammad Nur. (1986). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya
Thoha, Chabib. (1996). Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembagan Bahasa Departemen
68

Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta : Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai