DISUSUN OLEH :
Npm : 1901010378
(UHKBPNP)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
dan Anugerah-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan
oleh dosen dengan judul “Strategi Pengembangan moral pada anak usia dini ”
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai keunikan, lahirnya, serta Perkembangan
Ilmu Alamiah Dasar. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR IS…………………….....................................................................................ii
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………....3
1. KESIMPULAN.................................................................................................12
2. SARAN ...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA……….......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya
peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan
rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada
jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan
sukses belajar di sekolah.
Pendidikan nilai-nilai moral dan keagamaan pada program PAUD merupakan
pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah
tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut
merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan
selanjutnya. Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
keagamaan. Nilai-nilai luhur ini pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi
bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila lainnya dalam pancasila
Melihat berbagai permasalahan yang ada pada bangsa ini, pendidikan anak
usia dini menjadi bagian penting yang sangat berperan dalam melakukan antisipasi
dan memberikan kontribusinya dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral
pada anak-anak Indonesia. Penanaman nilai-nilai agama dan moral ini dapat
dilakukan dengan menanamkan karakter positif yang akan melekat pada diri
seorang anak sehingga anak akan tumbuh menjadi generasi yang beragama,
beradab, bermoral dan bermartabat. Beragama, bermoral, beradab dan bermartabat
merupakan bagian dari kecerdasan spiritual. Maka kecerdasan spiritual harus
menjadi tujuan penting dalam proses pengembangan nilai-nilai agama dan moral.
1
Pendidikan nilai agama dan moral pada anak usia dini menjadi sangat
mendesak dalam upaya untuk membangun masyarakat yang beragama, beradab,
bermoral dan bermartabat sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran agama Islam.
Selain itu pengembangan moral dan nilai agama juga sangat penting dalam
perbaikan kondisi suatu bangsa. Oleh karena itu makalah ini berusaha menggali
strategi yang efektif dalam membentuk karakter positif dalam diri seorang anak.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau alternatif
mengenai strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Keyakinan pada sang pencipta adalah hal penting yang harus diberikan
kepada anak. Hal penting yang perlu dipertanyakan sebagai orang tua adalah;
mampukah orang tua melahirkan generasi baru, anak-anak kita, yang kreatif, cerdas
dan mengakselerasikan intelegensinya; memiliki intregitas spiritual dan moral
sekaligus.
4
3. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang
dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pertimbangan
melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara
sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan
menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan
dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya.[6]
Ada beberapa teori timbulnya jiwa keagamaan anak, yaitu:
- Rasa Ketergantungan (sense of depende)
Manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat kebutuhan, yakni keinginan
untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experimence),
keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan untuk dikenal
(recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu,
maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-
pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa
keagamaan pada diri anak.
- Instink keagamaan
Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink, diantaranya instink
keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa
fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum
sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anak
jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut, nilai-nilai
keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Nilai keagamaan itu
sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan
atau hubungan antar-sesama manusia
5
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat
agama pada anak-anak. Maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi
atas:
1. Unreflective (tidak mendalam)
Mereka mempunyai anggapan atau menerima terhadap ajaran agama
dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam
sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan
keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamannya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya.
3. Anthromorphis
Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap
bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan
menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang
gelap. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya
langsung ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang mengintai. Pada
anak usia 6 tahun, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut: Tuhan
mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar, Tuhan tidak makan
tetapi hanya minum embun. Konsep ketuhanan yang demikian mereka bentuk
sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.
6
4. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara
verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan
selain itu pula dari Amalia yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman
menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Perkembangan agama pada anak
Sangay besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewasanya.
Banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan
yang dilaksanakan pada masa kayak-kanak mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis
dan upacara keagamaan yang bersifat rutinitas (praktek) merupakan hal yang berarti
dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
5. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh
dari meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan karena hasil melihat
realitas di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif.
Dalam segala hal anak merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan
pada anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir
ada pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda dengan rasa
kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis
dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini
merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk
mengenal suatu pengalaman yang baru (new experince). Rasa kagum mereka dapat
disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub pada anak-anak.
Dengan demikian kompetensi dan hasil belajar yang perlu dicapai pada aspek
pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah,
menganal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama manusia
7
C. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu:
strategi latihan dan pembiasaan, Strategi aktivitas dan bermain, dan Strategi
pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk
perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan
dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap.
Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau
orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu
menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat
digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak.
Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan
bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan
bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan
mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan
sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya
namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak
bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
8
3. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi
pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan
pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat
dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran,
keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi
seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi
pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang
bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral
berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 –
2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan
pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun
pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak
dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi
pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk
mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik
dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh
(modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7.
menantang (challanging).
9
Beberapa cara yang dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan spiritual anak
adalah sebagai berikut:
Memberi contoh
Anak usia dini mempunyai sifat suka meniru . karena orang tua merupakan
lingkungan pertama yang ditemui anak, maka ia cenderung meniru apa yang
diperbuat oleh orang tuanya. Di sinilah peran orang tua untuk memberikan
contoh yang baik bagi anak, misalnya mengajak anak untuk ikut berdoa. Tatkala
sudah waktunya shalat, ajaklah anak untuk segera mengambil air wudhu dan
segera menunaikan sholat. Ajari shalat berjamaah dan membaca surat-surat
pendek al-Qur’an dan Hadis-hadis pendek.
Melibatkan anak menolong orang lain.
Anak usia dini diajak untuk beranjangsana ke tempat orang yang membutuhkan
pertolongan. Anak disuruh menyerahkan sendiri bantuan kepada yang
membutuhkan, dengan demikian anak akan memiliki jiwa sosial.
Bercerita serial keagamaan
Bagi orang tua yang mempunyai hobi bercerita, luangkan waktu sejenak untuk
meninabobokan anak dengan cerita kepahlawanan atau serial keagamaan.
Selain memberikan rasa senang pada anak, juga menanamkan nilai-nilai
kepahlawanan atau keagamaan pada anak dan konsisten dalam
mengajarkannya. Dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual pada anak diperlukan
kesabaran, tidak semua yang kita lakukan berhasil pada saat itu juga,
adakalanya memerlukan waktu yang lama dan berulang.
10
D. Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui
beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious on
Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui
tiga tingkatan, yaitu:
1. The fairy tale stage (tingkat dongeng)
Pada tingkatan ini dimulai pada anak usia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan
ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi. Pada tingkatan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan
tingkat perkembangan intelektualnya.
2. The realistic stage (tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk SD hingga sampai ke usia (masa usia)
adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-
konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa
lainnya. pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan
emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
3. The Individual stage (tingkat individu)
Anak pada tingkat ini memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai-nilai
agama kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku
anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai
individu, makhluk social dan hamba Allah. Agar minat anak tumbuh subur, harus
dilatih dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam
melakukan kegiatan.
11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Program pengembangan nilai-nilai agama berbeda dengan pelaksanaan
program pembelajaran kemampuan dasar lainnya. Pengembangan nilai-nilai agama
berkaitan erat dengan pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinannya.
Karena itu, diperlukan inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan anak didik.
Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat
dengan pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu,
diperlukan berbagai inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar belakangi esensi
inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai
kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan
penyelenggara pendidikan di Taman Kanak-kanak.
Adapun yang melatarbelakangi esensi inovasi dalam bidang pengmbangan
pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan, serta
kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
Oleh karena itu, pihak praktisi pendidikan perlu melakukan inovasi. Itu berarti bahwa
disain kurikulum dan pengembangan perlu diperbaharui untuk menjangkau kualitas
lulusan yang diharapkan
12
DAFTAR PUSTAKA
Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak
Usia Dini. Jakarta. Universitas Terbuka
http//blog.tp.ac.id/intstrumen-penilaian-dalam-pengembangan-nilai-nilai-keagamaan-
anak-anak-usia-dini
13